• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stakeholder dalam Corporate Social Responsibility (CSR)

BAB III : CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILIY (CSR)

B. Stakeholder dalam Corporate Social Responsibility (CSR)

bahwa menggantungkan perusahaan pada kesehatan finansial saja tidak akan berlangsung lama jika tidak diimbangi dengan pengembangan sosial dan lingkungan .

Berdasarkan ketiga hal tersebut perusahaan melakukan CSR diatas golongan yang paling baik adalah golongan ketiga. Namun, masih sangat disayangkan karena pada kenyataannya masih banyak perusahaan yang bertindak pada golongan pertama dan kedua. Banyak dari perusahaan yang melakukan CSR hanya untuk mendapatkan reputasi dan terikat dengan peraturan pemerintah yang memberi kewajiban kepada perseroan terbatas untuk membantu kehidupan

masyarakat sekitarnya.60

B. Stakeholder Dalam Corporate Social Responsibility (CSR)

Pada dunia perusahaan, ada pihak-pihak atau kelompok-kelompok yang berkepentingan baik langsung ataupun tidak langsung di dalam eksistensi atau aktivitas perusahaan dimana kelompok-kelompok ini mempengaruhi dan di pengaruhi oleh perusahaan. Pihak-pihak atau kelompok ini di kenal juga dengan

nama stakeholders. Masyarakat yang berada disekitar perusahaan adalah salah

satu pemangku kepentingan utama dari system perusahaan. Dikemukakan demikian adalah karena pada hakekatnya dukungan dari masyarakat setempat sangat di perlukan dalam rangka perwujudan, kelangsungan hidup dan kemajuan

perusahaan. Sebagai suatu pemangku kepentingan (stakeholder) utama, maka

masyarakat harus dipandang sebagai bagian daripada perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus memiliki komitmen dan tekat untuk memberikan manfaat yang sebesar-sebesarnya atas kehidupan masyarakat setempat.

60

Istilah stakeholder pertama kali diperkenalkan oleh Standford Research Institute (RSI) ditahun 196361. Freeman mendefinisikan stakeholder sebagai “any group or individual who can affect or be affected by the achievement of an organization’s objective.” Dari defenisi diatas terlihat bahwa stakeholder merupakan kelompok maupun individu yang dapat mempengaruhi atau

dipengaruhi oleh proses pencapaian tujuan suatu organisasi.62 Sedangkan Chariri

dan Ghazali mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholder (shareholder, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat,

analisis, dan pihak lain).63 Sedangkan Rudito mengatakan bahwa perusahaan

dianggap sebagai stakeholders jika mempunyai tiga atribut, yaitu kekuasaan,

legitimasi, dan kepentingan.64

Mengacu pada pengertian stakeholders diatas, maka dapat ditarik suatu

penjelasan bahwa dalam suatu aktivitas perusahaan dipengaruhi oleh factor-faktor

dari luar dan dari dalam, yang kesemuanya dapat di sebut sebagai stakeholders.

Kelangsungan hidup perusahaan bergantung pada dukungan stakeholders dan

dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk

mencari dukungan tersebut. Makin kuat stakeholders, makin besar usaha

perusahaan untuk beradaptasi. Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari

61

Freeman, R. E, Strategic Management: A Stakeholder Approach, Pitman Publishing, Boston, 1984, hal. 31.

62

Ibid, hal. 25

63

A. Chariri., & I. Ghazali, Teori Akuntansi, Badan Penerbit UNDIP, Semarang, 2007, hal. 32

64

Bambang Rudito, Arif Budimanta, Adi Prasetijo, Corporate Social Responsibility: Jawaban Bagi Modal Pembangunan Indonesia Masa Kini, ICSD, Jakarta, 2004, hal. 30

43

dialog antara perusahaan dengan stakeholders nya.65 Rhenald Kasali membagi

stakeholders menjadi sebagai berikut:66

1. Stakeholders internal dan stakeholders eksternal

Stakeholders internal adalah stakeholders yang berada di dalam lingkungan organisasi. Misalnya karyawan, manajer dan pemegang saham (shareholder). Sedangkan stakeholders eksternal adalah stakeholders yang berada diluar lingkungan organisasi, seperti penyalur atau pemasok, konsumen atau

pelanggan, masyarakat, pemerintah, pers, kelompok social responsible investor,

licensing partner dan lain-lain.

2. Stakeholders primer, stakeholders sekunder dan marjinal

Tidak semua elemen dalam stakeholders perlu diperhatikan. Perusahaan

perlu menyusun skala prioritas. Stakeholders yang paling penting disebut

stakeholders primer. Sedangkan stakeholders yang kurang dianggap penting

adalah stakeholders sekunder. Dan stakeholders yang biasanya diabaikan adalah

stakeholders marjinal. Urutan prioritas ini berbeda bagi setiap perusahaan meskipun produk atau jasanya sama. Urutan ini juga bisa berubah dari waktu ke waktu.

3. Stakeholders tradisional dan stakeholders masa depan

Stakeholders karyawan dan konsumen dapat disebut sebagai stakeholders tradisional, karena saat ini sudah berhubungan dengan organisasi. Sedangkan stakeholders masa depan adalah stakeholders pada masa yang akan datang

65

A. Chariri ,& I. Ghazali, Op.cit, hal. 34.

66

diperkirakan akan memberi pengaruhnya pada organisasi seperti mahasiswa, peneliti dan konsumen potensial.

4. Proponents, Opponents, dan Uncommitted

Diantara stakeholders ada kelompok yang memihak organisasi disebut

sebagai proponents, ada yang menentang organisasi disebut opponents dan ada

yang tidak peduli atau mengabaikan disebut uncommitted. Organisasi perlu

mengenal stakeholders yang berbeda-beda ini agar dapat melihat permasalahan,

menyusun rencana dan strategi untuk melakukan tindakan yang proposional. 5. Silent Majority dan Vocal Minority

Dilihat dari aktivitas stakeholders dalam melakukan komplain atau

mendukung perusahaan, tentu ada yang menyatakan pertentangan atau

dukungannya secara vocal (aktif) namun ada pula yang menyatakan

secara silent (pasif). Sebenarnya sudah sejak awal tahun 1970 konsep tentang

tanggung jawab sosial perusahaan dikenal secara umum dengan stakeholder

theory yang artinya kumpulan kebijakan dan praktik yang berhubungan dengan stakeholder termasuk di dalamnya nilai-nilai, ketentuan hukum, tanggung jawab terhadap lingkungan, dan komitmen dunia usaha untuk berkontribusi dalam

pembangunan secara berkelanjutan (going concern). Teori ini pertama kali

dikemukakan pada tahun 1984 oleh Freeman melalui bukunya yang berjudul “Strategic Management AStakeholder Approach”. Dalam teori stakeholder pihak manajemen dituntut untuk menggambarkan secara jelas langkah apa yang akan mereka tempuh dalam mengelola perusahaan yang lebih spesifik dan berkaitan

45

memenuhi kepentingan perusahaan. Teori stakeholder mengatakan bahwa

perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri

namun harus memberikan manfaat bagi stakeholder nya. Dengan demikian,

keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan

oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut.67

C. Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR)

CSR ada dikarenakan banyaknya perusahaan yang didirikan di sekitar lingkungan masyarakat, namun hanya sebagian kecil saja perusahaan yang memperhatikan kondisi lingkungan maupun kehidupan masyarakat tersebut. Karena prinsip dasar dalam CSR adalah pemberdayaan masyarakat setempat yang notabenenya miskin agar dapat terbebas dari kemiskinan, dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar dan juga dapat memlihara lingkungan yang efisen untuk ditempati. Namun tidak hanya masyarakat saja yang mendapatkan keuntungan atau manfaat dari adanya CSR ini, kita juga dapat melihat dari sisi perusahaan, apabila perusahaan bertanggung jawab dan memberikan bantuan kepada masyarakat di sekitar maka perusahaan dapat membangun citra yang baik di mata masyarakat atas perusahaannya, serta operasional perusahaan berjalan lancar tanpa ada gangguan. Jika hubungan antara perusahaan dan masyarakat tidak baik, bisa dipastikan akan terdapat masalah. Jadi dapat disimpulkan bagi masyarakat manfaat adanya CSR dapat lebih berdampak positif, ini akan sangat tergantung dari orientasi dan kapasitas lembaga dan organisasi lain, terutama pemerintah. Studi Bank Dunia menunjukkan, peran

67

pemerintah yang terkait dengan CSR meliputi pengembangan kebijakan yang menyehatkan pasar, keikutsertaan sumber daya, dukungan politik bagi pelaku

CSR, menciptakan insentif dan peningkatan kemampuan organisasi.68

CSR di Indonesia, bisa dibayangkan, pelaksanaan CSR membutuhkan dukungan pemerintah daerah, kepastian hukum, dan jaminan ketertiban sosial. Di tengah persoalan kemiskinan dan keterbelakangan yang dialami Indonesia, pemerintah harus berperan sebagai koordinator penanganan krisis melalui CSR (Corporate Social Responsibilty). Pemerintah bisa menetapkan bidang-bidang penanganan yang menjadi fokus, dengan masukan pihak yang kompeten. Setelah itu, pemerintah memfasilitasi, mendukung, dan memberi penghargaan pada kalangan bisnis yang mau terlibat dalam upaya besar ini. Pemerintah juga dapat mengawasi proses interaksi antara pelaku bisnis dan kelompok-kelompok lain agar terjadi proses interaksi yang lebih adil dan menghindarkan proses manipulasi

atau pengancaman satu pihak terhadap yang lain.69

1. Meningkatkan citra perusahaan, dimana dengan melakukan kegiatan CSR,

konsumen dapat lebih mengenal perusahaan sebagai perusahaan yang selalu melakukan kegiatan yang baik bagi masyarakat.

Sedangkan bagi perusahaan manfaat adanya CSR ini antara lain:

2. Memperkuat “brand” perusahaan, dimana melalui kegiatan memberikan

product knowledge kepada konsumen dengan cara membagikan produk

68

Pengertian CSR, ,manfaat bagi masyarakat dan perusahaan,

di akses tanggal 20 September 2014.

69

47

secara gratis, dapat menimbulkan kesadaran konsumen akan keberadaan

produk perusahaan sehingga dapat meningkatkan posisi brand perusahaan.

3. Mengembangkan kerja sama dengan para pemangku kepentingan, dimana

dalam melaksanakan kegiatan CSR, perusahaan tentunya tidak mampu mengerjakan sendiri, jadi harus dibantu dengan para pemangku kepentingan, seperti pemerintah daerah, masyarakat, dan universitas lokal. Maka perusahaan dapat membuka relasi yang baik dengan para pemangku kepentingan tersebut.

4. Membedakan perusahaan dengan pesaingnya, dimana jika CSR dilakukan

sendiri oleh perusahaan, perusahaan mempunyai kesempatan menonjolkan keunggulan komparatifnya sehingga dapat membedakannya dengan pesaing yang menawarkan produk atau jasa yang sama.

5. Menghasilkan inovasi dan pembelajaran untuk meningkatkan pengaruh

perusahaan. Memilih kegiatan CSR yang sesuai dengan kegiatan utama perusahaan memerlukan kreativitas. Merencanakan CSR secara konsisten dan berkala dapat memicu inovasi dalam perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan peran dan posisi perusahaan dalam bisnis global.

6. Memiliki peluang mendapatkan penghargaan dimana dengan berkembang

baiknya citra perusahaan dalam masyarakat, serta baiknya program-program CSR yang telah dilakukan perusahaan maka perrusahaan mendapatkan kesempatan memenangkan penghargaan yang diberikan pemerintah.

7. Meningkatkan daya tarik investor dengan melakukan CSR, perusahaan

dihasilkan oleh perusahaan itu semakin diminati oleh masyarakat. Hal inilah yang menjadikan investor semakin tertarik untuk menanamkan modal pada perusahaan tersebut.

Menurut Elkington, yang harus menjadi pusat perhatian para pelaku usaha

adalah selain mengejar keuntungan perusahaan (profit), pihak pelaku usaha juga

harus memperhatikan dan terlibat secara sungguh-sungguh dalam upaya

pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) serta turut berperan aktif dalam

menjamin pemeliharaan dan pemelestari lingkungan (planet). Ketiga unsur inilah

yang dinamakan Tiga Garis Dasar (Triple Bottom Line) sebagai orientasi aktifitas

ekonomi atau sering juga disebut dengan konsep 3P, yaitu:70

a. Profit atau keuntungan bagi suatu perusahaan sudah merupakan kepastian dan kewajaranlah bahwa tujuan dari didirikannya perusahaan itu untuk dapat

memperoleh profit yang sebesar-besarnya baik secara langsung maupun tidak

langsung. Selain merupakan suatu bagian dari menarik kepercayaan bagi

pemegang saham, profit merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan

tersebut untuk menjamin keberlangsungan hidup perusahaan itu sendiri. Oleh karena itu perusahan tersebut dituntut mampu meningkatkan produktifitas dan penghematan biaya guna memperoleh nilai tambah optimum dan memiliki keunggulan didalam persaingan dunia bisnis.

b. People atau masyarakat, seiring dengan keberadaan masyarakat sebagai stakeholder utama dalam perusahaan maka dukungan masyarakat sekitar sangatlah diperlukan untuk keberadaan, kelangsungan hidup dan

70

Matias Siagian dan Agus Suryadi, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan CSR Perspektif Pekerjaan Sosial, FISIP USU PRESS , Medan, 2010, hal . 49.

49

perkembangan perusahaan. Oleh karenanya haruslah berkomitmen untuk berupaya memberikan manfaat sebesar-besarnya pada masyarakat, baik itu dengan cara untuk melakukan berbagai kegiatan yang menyentuh dan membantu kebutuhan yang diperlukan masyarakat sekitar.

c. Planet atau lingkungan adalah sesuatu yang sangat terkait didalam seluruh bidang kehidupan kita. Hubungan kita dengan lingkungan adalah hubungan sebab akibat, dimana jika kita merawat lingkungan maka lingkungan itu dapat memberikan manfaat bagi kita, sebaliknya jika kita merusaknya maka kita akan menerima akibatnya. Pada dunia bisnis, keuntungan adalah inti dari segalanya sehingga tidak heran jika kita melihat pelaku bisnis tersebut hanya ingin mencari keuntungan tanpa ada upaya untuk melestarikan lingkungan sekitarnya. Kepedulian untuk melestarikan lingkungan inilah yang perlu dilakukan oleh pelaku bisnis karena dengan melestarikan lingkungan mereka justru akan memperoleh keuntungan yang lebih terutama dalam segi kesehatan, kenyamanan, dan ketersediaan sumber daya.

D. Peraturan Hukum Terkait Corporate Social Responsibility

Respon pemerintah Indonesia terkait pelaksanaan Corporate Social

Rensposibility (CSR) ini sudah cukup baik. Salah satu buktinya karena sudah dirancangkan dan dikeluarkan undang-undang yang mengatur mengenai CSR perusahaan yang ada di Indonesia, baik perusahaan asli Indonesia maupun perusahaan asing yang melaksanakan kegiatan operasi di Indonesia. Beberapa peraturan yang mengatur mengenai kewajiban pelaksanaan CSR adalah:

1. Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

Kegiatan usaha hulu yang dilaksanakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana wajib memuat ketentuan-ketentuan pokok yang salah satunya adalah ketentuan mengenai pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat (Pasal 11 ayat (3) huruf p Undang – Undang No. 22 Tahun 2001).

Selain itu dalam Pasal 40 ayat (5) Undang – Undang No. 22 Tahun 2001 juga dikatakan bahwa Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi (kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir) ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat

setempat.71

2. Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara

Pada Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2003 Pasal 2 yang berbunyi :

1) Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah :

a. memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada

umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;

b. mengejar keuntungan;

c. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang

dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;

d. menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan

oleh sektor swasta dan koperasi;

e. turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha

golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

2) Kegiatan BUMN harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan.

51

Tinjauan dalam Undang – Undang tentang Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) dalam Pasal 2 juncto Pasal 66 ayat (1) Undang – Undang Nomor 19

Tahun 2003 juncto Pasal 8 Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor 236 Tahun

2003 tentang program kemitraan bersumber dari penyisihan laba setelah pajak sebesar 1 sampai dengan 3% . Salah satu BUMN besar yang sampai saat ini siap menggelontorkan dana untuk CSR adalah PT. Telkom, manajemen Telkom telah menganggarkan dana sekitar 70 miliar, bahwa besaran dana yang dikeluarkan ditetapkan oleh RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Memang pada Pasal 8 Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor 236 Tahun 2003 disebutkan bahwa dalam kondisi tertentu, besarnya dana program bina lingkungan ditetapkan dengan persetujuan menteri (untuk Perum)atau RUPS (untuk Persero). Jika mengcu pada Keputusan menteri Negara tersebut, serta pernyataan Meneg BUMMN tentang proyeksi total Laba BUMN tahun 2006 yang sebesar Rp. 54,41 triliun, setidaknya dana untuk Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL), atau CSR versi BUMN ini bias mencapai sekitar Rp. 1,635 triliun . Atau total dana untuk CSR tahun 2005 dari seluruh BUMN idealnya sebesar Rp. 1,26 triliun , mengingat total laba BUMN pada tahun 2005 tercatat sebesar Rp. 42,35 triliun. Dari uraian tersebut, tampak bahwa sebagian BUMN sudah melaksanakan tanggung jawab sosial.72

Bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) wajib melaksanakan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) sesuai dengan Peraturan Menteri Negara BUMN : Per-05/MBU/2007 Pasal 1 ayat (6) dijelaskan bahwa Program

72

Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil, yang selanjutnya disebut Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Sedangkan pada pasal 1 ayat (7) dijelaskan bahwa Program Bina Lingkungan, yang selanjutnya disebut Program BL, adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Program Bina lingkungan meliputi : bantuan korban bencana alam; bantuan pendidikan dan/atau pelatihan; bantuan peningkatan kesehatan; bantuan pengembangan prasarana dan/atau sarana umum; bantuan sarana ibadah; dan

bantuan pelestarian alam.73

3. Undang – undang No. 25 tahun 2007 mengenai Penanaman Modal

Pada Pasal 15 Undang – Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal berbunyi :

Setiap penanam modal berkewajiban:

a. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;

b. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;

c. membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya

kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal;

d. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha

penanaman modal; dan

e. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 15 huruf b Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 diatur bahwa setiap penanam modal wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial Lingkungan. Yang dimaksud dengan Tanggung Jawab Sosial menurut penjelasan Pasal 15 huruf b UU No.25 Tahun 2007 adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap

73

Peraturan tentang CSR di Indonesia, qsukri.blogspot.com/2014/05/peraturan-tentang-csr-di-indonesia.html , terakhir kali diakses tanggal 5 Mei 2015

53

perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Sedangkan yang dimaksud dengan penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing (Pasal 1 angka 4 UU No.25 Tahun 2007).

Selain itu dalam Pasal 16 Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 juga diatur bahwa setiap penanam modal bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup. Ini juga merupakan bagian dari Tanggung Jawab Sosial Lingkungan . Jika penanam modal tidak melakukan kewajibannya untuk melaksanakan Tanggung Jawab Sosial Lingkungan, maka berdasarkan Pasal 34 UU No.25 Tahun 2007, penanam modal dapat dikenai sanksi adminisitatif berupa:

a. peringatan tertulis;

b. pembatasan kegiatan usaha;

c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau d. pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.

Selain dikenai sanksi administratif, penanam modal juga dapat dikenai

sanksi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 34 ayat (3) Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007).

Berdasarkan ketentuan diatas tampak bahwa basis CSR adalah Corporate Code of Conduct74, maka menjadi suatu kebutuhan diperlukannya rambu – rambu etika bisnis, agar tercipta praktik bisnis yang beretika. Berbicara mengenai etika bisnis, kita sepertinya masuk pada sesuatu yang sifatnya abstrak. Karena etika bisnis merupakan seperangkat kesepakatan umum yang mengatur relasi antar pelaku bisnis dan antara pelaku bisnis dengan masyarakat, agar hubungan tersebut

terjalin dengan baik dan fair.75

4. Pasal 74 Undang – Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Bila di hubungkan dengan kaidah – kaidah Good Corporate Governance

(GCG), maka perusahaan dianjurkan untuk membuat suatu Corporate Code of

Conduct (CCC) yang pada dasarnya memuat nilai – nilai etika bisnis, sebagai basis menuju praktik CSR.

Amanat Undang – Undang Perseroan Terbatas yang mewajibkan perseroan menganggarkan dana pelaksanaa tanggung jawab sosial, bergantung pada aturan pelaksanaan yang akan disusun pemerintah. Terkait hal itu, para pelaku bisnis berharap pemerintah lebih bijaksana menafsirkan aturan ini, Pasal 74 Undang – Undang No. 40 Tahun 2007 berbunyi :

(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau

berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan

74

Code of Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan sistem Nilai, Etika Bisnis, Komitmen serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan Stakeholders

2014

75

55

sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

diatur dengan peraturan pemerintah.

Setelah diundangkannya, UU PT ini terdapat beberapa pendapat yang tidak setuju tentang peraturan CSR seperti :

a. CSR adalah kegiatan yang bersfat sukarela ( voluntary ) bukan bersifat

kewajiban ( Mandatory ). Jika diatur, selain bertentangan dengan prinsip

kerelaan, CSR juga akan memberi beban baru kepada dunia usng uaha karena dapat menambah beban keuangan suatu perusahaan.

b. CSR adalah suatu kegiatan diluar kewajiban perusahaan yang umum dan

sudah diterapkan dalam perundang – undangan formal, seperti dalam ketertiban usaha dan standar lingkungan hidup.

c. CSR di negara – negara Eropa yang secara institusional jauh lebih matang

dari Indonesia, proses regulasi yang menyangkut kewajiban perusahaan

berjalan lama dan hati – hati. Bahkan European Union sebagai kumpulan

negara yang paling menaruh perhatian terhadap CSR telah menytakan sikapnya bahwa CSR bukan sesuatu yang harus diatur.

d. Lingkup dan pengertian CSR yang dimaksud dalam pasal 74 UU PT

berbeda dengan pengertian CSR dalam pustaka maupun defenisi resmi baik yang dikeluarkan oleh World Bank maupun ISO 26000.

Pasal 74 telah mengabaikan sejumlah prasyarat yang memungkinkan terwujudnya makna dasar CSR, yakni sebagai pilihan sadar, adanya kebebasan,

dan kemauan bertindak.76

Dari berbagai argumentasi yang menolak CSR, argumentasi itu hanya melihat CSR pada tataran kewajibannya saja. Para pelaku usaha tidak

76

mengindahkan filosofi dan dampak dari pembangunan yang berlangsung selama ini. Jika dilihat dari proses pembentukan hukumnya, konsep mengenai CSR dalam UU PT ini tidak terlepas dari aksi, tuntutan masyarakat dan LSM. Fakta menunjukkan semakin berkurangnya tanggung jawab dari perusahaan baik nasional maupun multi nasional yang beroperasi di Indonesia dalam mengelola lingkungan. Hal ini di tunjukkan dari banyaknya perusahaan yang hanya melakukan kegiatan operasionalnya tetapi kurang sekali memberikan perhatian terhadap kepentingan sosial dan ekonomi masyarakat lingkungan sekitarnya, seperti kasus lumpur Lapindo di Sidoardjo. Atas dasar argumentasi tersebut, CSR

Dokumen terkait