• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam organisasi Pemerintah, efisiensi yang sangat diharapkan oleh masyarakat terhadap organisasi paling tidak adalah dalam hal kualitas pelayanan. Mengingat kinerja aparatur Pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat masih dalam kategori yang kurang maksimal sehingga kinerja aparatur Pemerintah sering kali mendapatkan penilaian yang buruk dari masyarakat sebagai penerima layanan.

Melihat harapan masyarakat tersebut, penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam setiap unit kerja dalam organisasi memiliki peran strategis yang sangat unggul.

Dengan penerapan SOP, efisiensi dari setiap unit kerja organisasi akan dapat ditingkatkan secara signifikan, baik dari segi waktu, proses kerja, tenaga kerja, maupun biaya operasional (Budihardjo, 2014:6). Terlebih apabila semua unit kerja dalam organisasi sepakat untuk disiplin dan konsisten dalam mengimplementasikan SOP sesuai kepentingan dan kebutuhan pada unit kerja masing-masing.

Menurut Ekotama (2015:41) SOP (Standard Operating Procedure) atau yang diterjemahkan menjadi PSO (Prosedur Standar Operasi) adalah sistem yang disusun untuk memudahkan, merapikan, dan menerbitkan pekerjaan kita. Sistem ini berisi urutan proses melakukan pekerjaan dari awal sampai akhir. Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah pedoman yang berisi prosedur – prosedur operasional standar yang ada di dalam suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa semua keputusan dan tindakan serta penggunaan fasilitas–fasilitas proses yang dilakukan oleh orang–orang di dalam organisasi yang adalah anggota–anggota organisasi berjalan secara efektif dan efisien, konsisten, standar sistematis. Oleh karena prosedur kerja yang dimaksud bersifat tetap, rutin, dan tidak berubah-ubah, prosedur kerja tersebut dibakukan menjadi dokumen tertulis yang disebut sebagai Standard Operating Procedure atau disingkat SOP (Budihardjo, 2014:7).

Penulisan dokumen dalam SOP perlu diterapkan untuk menghasilkan sistem kualitas dan teknis yang konsisten dan sesuai dengan kebutuhan dan untuk

mendukung kualitas data informasi pada organisasi. Keteraturan dan kesistematisan dari prosedur ini akan memudahkan antar satuan kerja yang ada dalam melaksanakan tanggung jawab dan tugasnya, hubungan timbal balik yang lancar akan mewujudkan kerja yang baik bagi pegawai. Konsistensi terhadap sistem dapat terjamin meskipun kunci utama pemegang kerja resign maupun digantikan dengan orang lain.

Puji (2014:35), mengungkapkan bahwa SOP memiliki beberapa fungsi yaitu di antaranya :

1. Memperlancar tugas pegawai atau unit kerja 2. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan

3. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak 4. Mengarahkan pegawai untuk sama-sama disiplin dalam bekerja 5. Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin.

Selain memiliki fungsi, penerapan SOP juga mempunyai beberapa tujuan.

Secara spesifik tujuan-tujuan tersebut (Arnina (2016:36)), adalah :

1. Agar pegawai dapat menjaga konsistensi dalam menjalankan suatu prosedur kerja.

2. Memudahkan proses pengontrolan pada setiap proses kerja.

3. Mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi.

4. Memberikan keterangan atau kejelasan tentang alur proses kerja, wewenang dan tanggung jawab dalam bekerja.

5. Memberikan keterangan tentang dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam suatu proses kerja.

6. Melindungi perusahaan dan pegawai dari malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya.

7. Menghindari kesalahan, keraguan, duplikasi dan inefisiensi 8. Mengarahkan pegawai untuk disiplin dalam pekerjaannya.

9. Sebagai pedoman dalam mengerjakan pekerjaan rutin.

10. Untuk mengidentifikasikan pola kerja secara tertulis, sistematis, dan konsisten agar mudah dipahami oleh seluruh pihak yang terlibat baik internal maupun eksternal.

11. Memudahkan proses pemberian tugas serta tanggung jawab pada setiap unit kerja.

Selanjutnya, Arnina (2016:37) juga mengungkapkan bahwa SOP memiliki banyak manfaat bila diterapkan dalam suatu organisasi, yakni :

1. Sebagai standarisasi cara yang dilakukan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan dan tugasnya.

2. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab individual pegawai dalam melaksanakan tugasnya.

3. Mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang mungkin dilakukan oleh seorang pegawai dalam melaksankan tugasnya

4. Membantu pegawai untuk menjadi lebih mandiri dan tidak bergantung pada intervensi manajemen, sehingga akan mengurangi keterlibatan pimpinan dalam pelaksanaan proses sehari-hari.

5. Memberikan informasi mengenai beban tugas yang dipikul oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya.

6. Memberikan informasi dalam upaya peningkatan kompetensi pegawai.

7. Memberikan informasi mengenai kualifikasi kompetensi yang harus dikuasai oleh pegawai dalam melaksanakan tugasnya.

8. Memudahkan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari kesederhanaan alur pelayanan.

9. Mengurangi beban kerja dan dapat meningkatkan comparability, credibility, dan defensibility.

10. Meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan tugas.

11. Dapat digunakan sebagai alat ukur kinerja pegawai.

12. Menghindari tumpang tindih pelaksanaan tugas.

13. Memberikan efisiensi waktu karena semua proses kerja sudah terstruktur dalam sebuah dokumen tertulis.

14. Membantu memberikan informasi yang diperlukan dalam penyusunan standar pelayanan, sehingga dapat memberikan informasi yang jelas bagi kinerja pelayanan.

Melalui pendapat di atas, dapat diketahui bahwa SOP sangat dibutuhkan oleh organisasi. Dapat dibayangkan, tanpa pedoman yang baku (SOP) tentu akan menimbulkan kebingungan di antara para pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

2.2.1. Indikator-Indikator Penerapan Standar Operasional Prosedur

Menurut Tanjung dan Subagjo (2012:33), terdapat beberapa indikator dalam implementasi/penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP), di antaranya yaitu :

1. Kemudahan dan kejelasan

Prosedur-prosedur yang distandarkan harus dapat dengan mudah dimengerti dan diterapkan oleh semua aparatur bahkan bagi seseorang yang sama sekali baru dalam pelaksanaan.

2. Efisiensi dan efektivitas

Prosedur-prosedur yang distandarkan harus merupakan prosedur yang paling efisien dan efektif dalam proses pelaksanaan tugas.

3. Keselarasan

Prosedur-prosedur yang distandarkan harus selaras dengan prosedur-prosedur standar lain yang terkait prosedur yang distandarkan mengandung standar kualitas dan mutu baku tertentu yang dapat diukur pencapaian keberhasilannya.

4. Keterukuran

Output dari prosedur-prosedur yang distandarkan mengandung standar kualitas atau mutu baku tertentu yang dapat diukur pencapaian keberhasilannya.

5. Dinamis

Prosedur-prosedur yang distandarkan harus dengan cepat dapat disesuaikan dengan kebutuhan peningkatan kualitas pelayanan yang berkembang dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

6. Berorientasi kepada pengguna atau pihak yang dilayani

Prosedur-prosedur yang distandarkan harus mempertimbangkan kebutuhan pihak yang dilayani sehingga dapat memberikan kepuasan kepada pengguna.

7. Kepatuhan hukum

Prosedur-prosedur yang distandarkan harus memenuhi ketentuan dan peraturan-peraturan pemerintah yang berlaku.

8. Kepastian hukum

Prosedur-prosedur yang distandarkan harus ditetapkan oleh pimpinan sebagai sebuah produk hukum yang ditaati, dilaksanakan dan menjadi instrument untuk melindungi aparatur dari kemungkinan tuntutan hukum.

Dokumen terkait