• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH IMPLEMENTASI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KARTU TANDA PENDUDUK ELEKTRONIK PADA KANTOR KECAMATAN MEDAN BARU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH IMPLEMENTASI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KARTU TANDA PENDUDUK ELEKTRONIK PADA KANTOR KECAMATAN MEDAN BARU"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH IMPLEMENTASI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KARTU TANDA PENDUDUK

ELEKTRONIK PADA KANTOR KECAMATAN MEDAN BARU

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S1) Administrasi Publik

Oleh :

MAGDALENA SITUMORANG 140903076

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

ABSTRAK

PENGARUH IMPLEMENTASI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KARTU TANDA PENDUDUK

ELEKTRONIK (E-KTP) PADA KANTOR KECAMATAN MEDAN BARU OLEH :

MAGDALENA SITUMORANG

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah implementasi standar operasional prosedur (SOP) berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kartu tanda penduduk elektronik (E-KTP) pada kantor Kecamatan Medan Baru. Penelitian ini berlangsung pada bulan April hingga selesai.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dengan software SmartPLS versi 3.0 M3 yakni analisis regresi linear yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel implementasi standar operasional prosedur (SOP) (X) dengan variabel kualitas pelayanan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) (Y). Teknik pengambilan data yang digunakan adalah penyebaran kuesioner (angket). Sedangkan sumber data adalah data primer.

Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 87 responden dengan total populasi sebanyak 642.

Teori yang digunakan yaitu teori implementasi Van Meter Van Horn, di mana kinerja implementasi dipengaruhi oleh lima variabel yaitu standard an sasaran kebijakan, sumber daya, komunikasi, karakteristik agen pelaksana, dan disposisi implementor.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa analisis kualitas pelayanan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) kantor Kecamatan Medan Baru adalah cukup signifikan. Sedangkan pengaruh implementasi standar operasional prosedur terhadap terhadap kualitas pelayanan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) kantor Kecamatan Medan Baru menunjukkan hasil yang tidak terlalu besar tetapi berpengaruh positif dengan persentase sebesar 67% sedangkan 33% sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Keyword : Standar Operasional Prosedur, Kualitas Pelayanan, Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Yesus Kristus yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Implementasi Standar Operasional Prosedur (SOP) terhadap Kualitas Pelayanan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e- KTP) pada Kantor Kecamatan Medan Baru”. Adapun penulisan skripsi ini sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) di Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Sebagai suatu karya ilmiah, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik maupun saran yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini.

Selama penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, semangat dan dukungan, baik itu secara moril maupun secara materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih setulus-tulusnya kepada pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam pengerjaan skripsi ini. Skripsi ini saya dedikasikan untuk semua pihak yang telah banyak membantu, yaitu :

1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Muriyanto Amin, S.Sos, M.Si

2. Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Tunggul Sihombing, MA

(4)

3. Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Ibu AsimaYantySylvania Siahaan, MA, Ph.D

4. Dosen pembimbing, Ibu Prof. Dr. Erika Revida MS yang telah berkenan meluangkan waktu dalam membimbing dan memberikan masukan yang bersifat membangun dalam penyusunan skripsi

5. Seluruh Dosen di Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak ilmu selama masa perkuliahan

6. Staff administrasi di Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis dalam urusan administrasi.

7. Seluruh masyarakat kecamatan Medan Baru yang telah menjadi responden dalam penelitian ini.

8. Kedua orang tua saya Bapak T.Situmorang dan Ibu H.Turnip yang selalu membimbing, mendoakan, serta menjadi pendengar setia atas keluh kesah penulis sejak awal perkuliahan hingga proses penyusunan skripsi

9. Kedua kakak saya Rina Pertiwi Situmorang,A,md dan Kristina L.Situmorang yang telah bersabar menjadi donator sekaligus penyemangat selama masa perkuliahan hinga penyusunan skripsi

10. Herman Valerian M Naibaho S,AB selaku abang, sahabat, saudara, tentor dan penyemangat dalam proses penyusunan skripsi

11. Teman dan saudara sejak awal menjadi anak kos di Medan, Siska Pronika Manurung, semoga kita bisa meraih kesuksesan bersama

(5)

12. UKM KMK St.Yohannes Don Bosco Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan UKM KMK St.Albertus Magnus Universitas Sumatera Utara selaku keluarga kedua penulis di Medan sekaligus sebagai tim penyemangat selama penyusunan skripsi, semoga UKM KMK St.Yohannes Don Bosco Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan UKM KMK St.Albertus Magnus Universitas Sumatera Utara selalu menjaga tali persaudaraan berdasarkan cinta kasih dariNya dan senantiasa berada dalam lindunganNya

13. Seluruh teman-teman Ilmu Administrasi Publik 2014 yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu selaku teman seperjuangan dalam menimba ilmu sejak awal perkuliahan hingga saat ini, semoga kelak kita dipertemukan kembali dengan cerita kesuksesan masing-masing

Medan,

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II ... 8

KERANGKA TEORI ... 8

2.1 Teori Implementasi Kebijakan ... 8

2.1.1 Model-model Implementasi Kebijakan ... 9

2.2 Standar Operasional Prosedur ... 12

2.2.1 Indikator Penerapan Standar Operasional Prosedur ... 14

2.3 Kualitas Pelayanan Publik ... 15

2.3.1 Asas-asas Pelayanan Publik ... 17

2.3.2 Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik ... 18

2.3.3 Kualitas Pelayanan Publik ... 19

2.4 Penelitian Terdahulu... 23

2.5 Kerangka Berpikir ... 24

2.6 Hipotesis Penelitian ... 25

(7)

2.7 Definisi Konsep ... 26

2.8 Definisi Operasional ... 26

BAB II ... 29

METODOLOGI PENELITIAN ... 29

3.1 Bentuk Penelitian ... 29

3.2 Lokasi Penelitian ... 29

3.3 Populasi dan Sampel ... 30

3.3.1 Populasi ... 30

3.3.2 Sampel ... 30

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 31

3.5 Teknik Pengumpulan Skor ... 31

3.6 Teknik Analisis Data ... 32

3.6.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 33

3.6.2 Evaluasi Nilai Loading dan Average Variance Extracted (Validitas Konvergen dan Validitas Diskriminan) ... 33

3.6.2.1 Validitas Konvergen ... 33

3.6.2.2 Validitas Diskriminasi ... 34

3.7 Pengujian Hipotesis ... 34

BAB IV ... 36

HASIL PENELITIAN ... 36

4.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 36

4.1.1 Gambaran Umum Kecamatan Medan Baru ... 36

4.1.2 Visi dan Misi Kecamatan Medan Baru ... 37

4.1.3 Sistem Pemerintahan ... 38

(8)

4.1.4 Jumlah Pegawai Kantor Kecamatan Medan Baru... 39

4.1.5 Keadaan Penduduk ... 41

4.1.6 Potensi Wilayah ... 42

4.2 Karakteristik Responden ... 43

4.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 43

4.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 44

4.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 45

4.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Waktu Melakukan Pengurusan e- KTP ... 46

4.3 Distribusi Jawaban Responden terhadap Variabel X (Implementasi Standar Operasional Prosedur (SOP)) ... 47

4.3.1 Standar dan Sasaran Kebijakan ... 47

4.3.2 Sumber Daya ... 49

4.3.3 Komunikasi antar Organisasi ... 51

4.3.4 Karakteristik Agen Pelaksana ... 54

4.3.5 Disposisi Implementor ... 56

4.4 Distribusi Jawaban Responden terhadap Variabel Y (Kualitas Pelayanan Publik) ... 58

4.4.1 Kehandalan (Reliability) ... 59

4.4.2 Daya Tanggap (Responsiveness) ... 61

4.4.3 Jaminan (Assurance) ... 63

4.4.4 Empati ... 66

4.4.5 Bukti Fisik (Tangibles) ... 68

4.5 Analisis Data ... 71

4.5.1 Menilai Outer Model atau Measurement Model ... 71

(9)

4.5.2 Statistik Deskriptif ... 73

4.5.2.1 Analisis Statistik Inferensial ... 73

4.5.2.2 Pengukuran Model (Outer Model) ... 74

4.5.2.3 Evaluasi Model Struktural (Inner Model) ... 78

4.5.2.4 Model Analisis Persamaan Struktural ... 79

4.6 Pengujian Hipotesis ... 80

4.7 Pengaruh Implementasi Standar Operasional Prosedur (SOP) terhadap Kualitas Pelayanan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) pada kantor Kecamatan Medan Baru ... 81

BAB V ... 83

KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

5.1 Kesimpulan ... 83

5.2 Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 84

(10)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 23

2. Tabel 3.1 Pedoman untuk memberikan Interpretasi Koefsian Korelasi ... 32

3. Tabel 4.1 Jumlah Pegawai Kantor Kecamatan Medan Baru ... 40

4. Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Kecamatan Medan Baru berdasarkan Jenis Kelamin ... 41

5. Tabel 4.3 Potensi Wilayah Usaha dan Perdagangan ... 42

6. Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44

7. Tabel 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 44

8. Tabel 4.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 45

9. Tabel 4.7 Karakteristik Berdasarkan Waktu Melakukan Pengurusan e-KTP ... 46

10. Tabel 4.8 Tanggapan Responden terhadap Standar dan Kebijakan ... 47

11. Tabel 4.9 Tanggapan Responden terhadap Standar dan Kebijakan ... 48

12. Tabel 4.10 Tanggapan Responden terhadap Standar dan Kebijakan ... 49

13. Tabel 4.11 Tanggapan Responden terhadap Sumber Daya ... 49

14. Tabel 4.12 Tanggapan Responden terhadap Sumber Daya ... 50

15. Tabel 4.13 Tanggapan Responden terhadap Sumber Daya ... 51

16. Tabel 4.14 Tanggapan Responden terhadap Komunikasi antar Organisasi ... 52

17. Tabel 4.15 Tanggapan Responden terhadap Komunikasi antar Organisasi ... 52

18. Tabel 4.16 Tanggapan Responden terhadap Komunikasi antar Organisasi ... 53

19. Tabel 4.17 Tanggapan Responden terhadap Agen Pelaksana ... 54

20. Tabel 4.18 Tanggapan Responden terhadap Agen Pelaksana ... 55

21. Tabel 4.19 Tanggapan Responden terhadap Agen Pelaksana ... 55

22. Tabel 4.20 Tanggapan Responden terhadap Disposisi Implementor ... 56

23. Tabel 4.21 Tanggapan Responden terhadap Disposisi Implementor ... 57

24. Tabel 4.22 Tanggapan Responden terhadap Disposisi Implementor ... 58

25. Tabel 4.23 Tanggapan Responden terhadap Kehandalan (Reliability)... 59

26. Tabel 4.24 Tanggapan Responden terhadap Kehandalan (Reliability)... 60

27. Tabel 4.25 Tanggapan Responden terhadap Kehandalan (Reliability)... 60

28. Tabel 4.26 Tanggapan Responden terhadap Daya Tanggap (Responsiveness) ... 61

29. Tabel 4.27 Tanggapan Responden terhadap Daya Tanggap (Responsiveness) ... 62

30. Tabel 4.28 Tanggapan Responden terhadap Daya Tanggap (Responsiveness) ... 63

31. Tabel 4.29 Tanggapan Responden terhadap Jaminan (Assurance) ... 64

(11)

32. Tabel 4.30 Tanggapan Responden terhadap Jaminan (Assurance) ... 65

33. Tabel 4.31 Tanggapan Responden terhadap Jaminan (Assurance) ... 65

34. Tabel 4.32 Tanggapan Responden terhadap Empati ... 66

35. Tabel 4.33 Tanggapan Responden terhadap Empati ... 67

36. Tabel 4.34 Tanggapan Responden terhadap Empati ... 68

37. Tabel 4.35 Tanggapan Responden terhadap Bukti Fisik (Tangibles)... 69

38. Tabel 4.36 Tanggapan Responden terhadap Bukti Fisik (Tangibles)... 69

39. Tabel 4.37 Tanggapan Responden terhadap Bukti Fisik (Tangibles)... 70

40. Tabel 4.38 Outer Loading (Measurement Model) ... 72

41. Tabel 4.39 Hasil Uji Validitas ... 76

42. Tabel 4.40 Hasil Uji Reliabilitas Konstruk ... 78

43. Tabel 4.41 Hasil R Square ... 78

44. Tabel 4.42 Result For Inner Weight ... 80

(12)

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1 KerangkaBerpikir ... 25 2. Gambar 4.1 Model Analisis Persamaan Struktural Awal... 79 3. Gambar 4.2 Model Analisis Persamaan Struktural Akhir ... 79

(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan selalu membutuhkan bantuan orang lain, sehingga dalam kehidupannya manusia tidak terlepas dari suatu organisasi. Hal itu terlihat dari sejak lahir hingga tutup usia, manusia selalu berhubungan dengan organisasi, baik organisasi publik maupun organisasi non publik (swasta). Melalui organisasi, manusia akan saling berinteraksi dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Organisasi adalah sebuah sistem yang terdiri dari aktifitas-aktifitas atau kekuatan-kekuatan dari dua atau lebih orang yang dikoordinasi secara sadar, disengaja, dan memiliki tujuan (Barnard dalam Kadarman dan Udaya, 2001:8).

Untuk memudahkan pencapaian tujuan tersebut, organisasi memerlukan strategi dan tenaga yang terampil dan kompeten. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang memberikan nilai tambah tolak ukur keberhasilan organisasi dan merupakan pendukung utama sebagai penggerak berjalannya organisasi. Oleh karena itu, maka struktur organisasi yang ada di dalamnya termuat tugas, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing individu merupakan suatu hal yang harus ada dalam organisasi. Dalam organisasi publik, yang bertanggung jawab dalam menggerakkannya disebut sebagai aparatur Pemerintah atau sering pula disebut sebagai pelayan masyarakat. Sebagai pelayan masyarakat, penyelenggaraan pemerintahan tidak terlepas dari suatu proses yang benar-benar menunjukan suatu tanggung jawab yang besar terhadap masyarakat dalam mewujudkan suatu

(14)

pemerintahan yang baik atau lebih populer disebut good governance. Salah satunya melalui pelayanan publik.

Pada era otonomi daerah yang sedang berlangsung, fungsi pelayanan publik menjadi salah satu fokus perhatian dalam peningkatan kinerja instansi pemerintah daerah. Pelayanan publik yang diberikan instansi Pemerintah kepada masyarakat merupakan perwujudan fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat.Oleh sebab itu, secara otomatis berbagai fasilitas pelayanan publik harus lebih didekatkan pada masyarakat, sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat.

Menurut Mukarom dan Laksana (2016:41), pelayanan publik adalah pemberian layanan (melayani keperluan orang atau masyarakat) yang mempunyai kepentingan pada organisasi sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Salah satu dari pelaksanaan pelayanan publik yaitu tentang pelayanan administrasi kependudukan yang diselenggarakan di suatu pemerintahan, tepatnya di kantor camat yang salah satunya berfungsi memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang administrasi kependudukan. Diantaranya seperti kepengurusan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) berfungsi untuk mencegah terjadinya pemalsuan atas kartu tanda penduduk kepemilikan ganda dan berfungsi sebagai dasar dari setiap kepengurusan dokumen lainnya sehingga sangat penting dimiliki bagi masyarakat.

Sejalan dengan semakin berkembangnya jaman, kebutuhan masyarakat akan pelayanan publik pun terus berkembang. Hal itu menuntut aparatur Pemerintah untuk semakin meningkatkan eksistensi organisasi publik dengan menciptakan pelayanan yang berkualitas. Kualitas didefenisikan sebagai memenuhi atau melebihi harapan

(15)

(Wibowo,2007:271), dan suatu pelayanan dikatakan berkualitas bagi masyarakat apabila apa yang mereka rasakan melebihi atau sama dengan apa yang mereka harapkan. Kualitas pelayanan dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi masyarakat atas layanan yang nyata-nyata mereka terima atau peroleh (kinerja jasa) dengan layanan yang sesungguhnya mereka harapkan (ekspektasi) (Soetjipto dalam Monika,2016). Dalam hal ini, jika kinerja di luar/di bawah dari ekspektasi maka layanan dapat dikatakan tidak bermutu, dan apabila kinerja sama atau bahkan melebihi dari ekspektasi maka layanan disebut memuaskan.

Untuk menciptakan pelayanan yang berkualitas, setiap organisasi memerlukan adanya manajemen dan tata kelola yang baik agar dapat berjalan sesuai visi dan misi yang sudah ditetapkan. Salah satu manajemen organisasi yang memberikan banyak kontribusi bagi majunya suatu organisasi adalah adanya panduan atau aturan yang jelas mengenai alur kerja yang harus dilakukan (Arnina,2016:29). Aturan tersebut merupakan pegangan yang akan mengikat organisasi dan seluruh pihak yang terlibat di dalamnya. Dengan panduan tersebut, akan meminimalisir terjadinya masalah ataupun kesulitan dalam mengatur dan menindaklanjuti seluruh elemen yang berada di dalamnya. Panduan yang dimaksud adalah Standar Operasional Prosedur (SOP).

Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan panduan yang digunakan untuk memastikan kegiatan operasional organisasi atau perusahaan berjalan dengan lancar (Soemohadiwidjojo,2014:11).

Secara luas, SOP didefenisikan sebagai dokumen yang menjabarkan aktivitas operasional yang dilaksanakan sehari-hari, dengan tujuan agar pekerjaan tersebut dilaksanakan secara benar, tepat, dan konsisten, untuk menghasilkan produk/jasa

(16)

sesuai standar yang telah ditetapkan sebelumnya (Tathagati, 2017:1). Hal itu senada dengan pendapat Soemohadiwidjojo yang mengungkapkan bahwa Penggunaan SOP dalam organisasi bertujuan untuk memastikan organisasi beroperasi secara konsisten, efektif, efisien, sistematis, dan terkelola dengan baik, untuk menghasilkan pelayanan yang memiliki mutu konsisten sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (Soemohadiwidjojo,2014:11).

Tujuan dari SOP salah satunya adalah untuk menghindari segala sesuatu yang tidak diinginkan selama proses pekerjaan berlangsung (Arnina 2016:30). Untuk itu perlu dibuat suatu prosedur tetap yang bersifat standar. Adapun pembuatan atau perumusan SOP dilakukan oleh beberapa pihak yang memiliki pengetahuan yang cukup dalam bidang pekerjaan di lingkungannya lalu kemudian disahkan oleh pihak yang tinggi kekuasaannya dalam suatu instansi. Setelah selesai dirumuskan dan disahkan, SOP harus diimplementasikan. Menurut Purwanto dan Sulistyastuti (dalam Wijaya,2012:7), implementasi intinya adalah kegiatan untuk mendistribusikan keluaran kebijakan yang dilakukan oleh para implementator kepada kelompok sasaran (target group) sebagai upaya untuk mewujudkan kebijakan. Berdasarkan pendapat Van Meter dan Van Horn, ada lima variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni: sasaran kebijakan, sumberdaya, komunikasi, karakteristik agen pelaksana, dan disposisi implementor (Subarsono,2005:99).

Melalui teori di atas, dapat diketahui bahwa pengimplementasian SOP selain untuk memudahkan organisasi dalam mengatur dan menjalankan alur kerja, SOP berperan sebagai panduan hasil kerja yang ingin diraih oleh organisasi. Dan apabila semua kegiatan sudah sesuai dengan yang ditetapkan dalam SOP maka secara

(17)

bertahap kualitas pelayanan publik akan lebih baik, profesional, cepat dan mudah (Zubair dan Yosep, 2016:89).

Dalam pemerintahan, penerapan SOP merupakan sebuah keharusan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Pemerintahan dan Aparatur Negara No. 35 Tahun 2012. Pemerintah Kecamatan Medan Baru adalah salah satu pemerintahan tingkat bawah yang melaksanakan tugas di bidang pemerintahannya dengan berpedoman pada SOP diinstruksikan oleh Menteri Pemerintahan dan Aparatur Negara. Penerapan ini mengharuskan semua urusan pemerintahan dalam hal pelayanan kepada masyarakat dapat berjalan dengan baik sesuai dengan prinsip-prinsip SOP. Dalam SK Menpan No.63 Tahun 2003 ditentukan adanya standar pelayanan publik yang meliputi kesederhanaan prosedur, ketepatan waktu, biaya serta sarana dan prasarana.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari wawancara dengan masyarakat, Tonggor Samosir, kendala yang sering terjadi di Kantor Camat Medan Baru dalam pengurusan e-KTP adalah rusaknya jaringan sehingga data masyarakat terhambat untuk dikirim ke Kantor Dinas Pencatatan Sipil dan Kependudukan Kota Medan.

Ketidakjelasan waktu pelayanan dalam membuat e-KTP juga menjadi keluhan masyarakat karena informasi yang diberikan pegawai kantor Camat Medan Baru sering kali tidak sesuai dengan kenyataan. Hal tersebut mengakibatkan masyarakat yang berdatangan ke kantor Camat Medan Baru untuk mengurus e-KTP tidak dapat segera mendapatkan pelayanan.

(18)

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Implementasi Standar Operasional Prosedur (SOP) Terhadap Kualitas Pelayanan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) pada Kantor Kecamatan Medan Baru”.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, batasan rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Apakah Implementasi Standar Operasional Prosedur (SOP) berpengaruh terhadap Kualitas Pelayanan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) pada Kantor Kecamatan Medan Baru?”

1.3.Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis pengaruh Implementasi Standar Operasional Prosedur (SOP) terhadap Kualitas Pelayanan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) pada Kantor Kecamatan Medan Baru.

1.4.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah:

a) Secara objektif, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk melatih, meningkatkan, dan mengembangkan kemampuan berpikir melalui karya ilmiahkhususnya mengenai pengaruh implementasi standar operasional prosedur (SOP) terhadap kualitas pelayanan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).

b) Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi penelitian di bidang ilmu sosial dan ilmu politik.

(19)

c) Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi instansi terkait (Kantor Kecamatan Medan Baru) mengenai pengaruh implementasi standar operasional prosedur (SOP) terhadap kualitas pelayanan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).

(20)

BAB II

KERANGKA TEORI 2.1. Teori Implementasi Kebijakan

Anderson (dalam Subarsono, 2005:2) mendefenisikan kebijakan publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah. Walaupun disadari bahwa kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh para aktor dari luar pemerintah. Sementara menurut Dye (dalam Subarsono,2005:2) kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (public policy is whatever governments choose to do or not to do). Konsep tersebut sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah di samping yang dilakukan oleh pemerintah ketika pemerintah menghadapi suatu masalah publik. Defenisi kebijakan publik dari Thomas Dye tersebut mengandung makna bahwa (1) kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan organisasi swasta; (2) kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah.

Setelah dicetuskan dan disahkan, suatu kebijakan harus diimplementasikan.

Implementasi intinya adalah kegiatan untuk mendistribusikan keluaran kebijakan yang dilakukan oleh para implementator kepada kelompok sasaran (target group) sebagai upaya untuk mewujudkan kebijakan (Purwanto dan Sulistyastuti dalam Wijaya,2012:7). Implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis, di mana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan (Agustino, 2012:154).

Mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu kebijakan diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan publik, baik itu yang menyangkut usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun usaha-usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat (Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab,2008:176).

(21)

2.1.1. Model-model Implementasi Kebijakan

Ada beberapa model implementasi yang diungkapkan oleh beberapa tokoh, yaitu sebagai berikut :

1. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn

Menurut Van Meter danVan Horn, ada lima variabel yang memengaruhi kinerja implementasi (Subarsono,2005:99), yaitu :

a. Standar dan sasaran kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.

b. Sumber daya

Implementasi kebijakan perlu didukung sumber daya baik sumber daya manusia (human resources) maupun sumber daya non-manusia.

c. Komunikasi antar badan pelaksana, menunjukkan kepada mekanisme prosedur yang dicanangkan untuk mencapai mencapai sasaran dan tujuan kebijakan.

d. Karakteristik agen pelaksana

Yang dimaksud dengan karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan memengaruhi implementasi suatu kebijakan.

(22)

e. Disposisi Implementor

Disposisi implementor mencakup tiga hal yang penting, yaitu : respon implementor terhadap kebijakan, yang akan memengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; kognisi, yaitu pemahamannya terhadap kebijakan; dan intensitas disposisi implementor, yaitu preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

2. Model Implementasi Grindle

Menurut pandangan Grindle (dalam Subarsono,2005:93), keberhasilan implementasi dipengaruhi oleh dua variabel besar, yaitu isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation). Variabel isi kebijakan mencakup (1) sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan; (2) jenis manfaat yang diterima oleh target groups; (3) sejauh mana perubahan yang diinginkan dari suatu kebijakan; (4) apakah letak sebuah program sudah tepat; (5) apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci; (6) apakah sebuah program didukung oleh sumber daya yang memadai.

Variabel lingkungan kebijakan mencakup : (1) seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan startegi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan; (2) karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa;

(3) tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.

3. Model Implementasi Mazmanian dan Sabatier

Mazmanian dan Sabatier (dalam Subarsono,2005:94), mengungkapkan ada tiga kelompok variabel yang dapat memengaruhi keberhasilan implementasi, yaitu

a. Karakteristik dari masalah

Berkaitan dengan tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan, tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran, proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi, cakupan perubahan perilaku yang diharapkan.

b. Karakteristik kebijakan/undang-undang

Berkaitan dengan kejelasan isi kebijakan, seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis, besarnya alokasi sumber daya finansial terhadap kebijakan tersebut, kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana, tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan.

c. Variabel lingkungan

Berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi, dukungan publik terhadap sebuah kebijakan, dan tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor.

(23)

d. Model Implementasi Weimer dan Vining

Dalam pandangan Weimer dan Vining (dalam Subarsono,2005:103), keberhasilan implementasi suatu program dipengaruhi oleh tiga kelompok variabel besar, yaitu :

I. Logika kebijakan

Ini dimaksudkan agar suatu kebijakan yang ditetapkan masuk akal (reasonable) dan mendapat dukungan teoretis.

II. Lingkungan tempat kebijakan dioperasikan

Lingkungan tempat kebijakan tersebut dioperasikan akan memengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan. Yang dimaksud lingkungan ini mencakup lingkungan sosial, politik, ekonomi, dan fisik atau geografis.

Suatu kebijakan dapat berhasil diimplementasikan di suatu daerah tertentu, tetapi ternyata gagal diimplementasikan di daerah lain karena kondisi lingkungan yang berbeda.

III. Kemampuan implementor kebijakan

Keberhasilan suatu kebijakan dapat dipengaruhi oleh tingkat kompetensi dan keterampilan dari para implementor kebijakan. Adanya kebijakan yang bagus tanpa didukung oleh kemampuan implementor, kebijakan tersebut tidak akan terealisasi sesuai sasaran.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori implementasi Van Meter dan Van Horn, dikarenakan pembahasan dalam penulisan ini adalah tentang permasalahan yang terjadi dalam pelayanan e-KTP pada kantor Kecamatan Medan

(24)

Baru yang meliputi kurangnya sosialiasi (komunikasi) tentang SOP terhadap masyarakat, sikap pelaksana kebijakan (implementor) terhadap keluhan masyarakat.

2.2. Standar Operasional Prosedur

Dalam organisasi Pemerintah, efisiensi yang sangat diharapkan oleh masyarakat terhadap organisasi paling tidak adalah dalam hal kualitas pelayanan. Mengingat kinerja aparatur Pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat masih dalam kategori yang kurang maksimal sehingga kinerja aparatur Pemerintah sering kali mendapatkan penilaian yang buruk dari masyarakat sebagai penerima layanan.

Melihat harapan masyarakat tersebut, penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam setiap unit kerja dalam organisasi memiliki peran strategis yang sangat unggul.

Dengan penerapan SOP, efisiensi dari setiap unit kerja organisasi akan dapat ditingkatkan secara signifikan, baik dari segi waktu, proses kerja, tenaga kerja, maupun biaya operasional (Budihardjo, 2014:6). Terlebih apabila semua unit kerja dalam organisasi sepakat untuk disiplin dan konsisten dalam mengimplementasikan SOP sesuai kepentingan dan kebutuhan pada unit kerja masing-masing.

Menurut Ekotama (2015:41) SOP (Standard Operating Procedure) atau yang diterjemahkan menjadi PSO (Prosedur Standar Operasi) adalah sistem yang disusun untuk memudahkan, merapikan, dan menerbitkan pekerjaan kita. Sistem ini berisi urutan proses melakukan pekerjaan dari awal sampai akhir. Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah pedoman yang berisi prosedur – prosedur operasional standar yang ada di dalam suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa semua keputusan dan tindakan serta penggunaan fasilitas–fasilitas proses yang dilakukan oleh orang–orang di dalam organisasi yang adalah anggota–anggota organisasi berjalan secara efektif dan efisien, konsisten, standar sistematis. Oleh karena prosedur kerja yang dimaksud bersifat tetap, rutin, dan tidak berubah-ubah, prosedur kerja tersebut dibakukan menjadi dokumen tertulis yang disebut sebagai Standard Operating Procedure atau disingkat SOP (Budihardjo, 2014:7).

Penulisan dokumen dalam SOP perlu diterapkan untuk menghasilkan sistem kualitas dan teknis yang konsisten dan sesuai dengan kebutuhan dan untuk

(25)

mendukung kualitas data informasi pada organisasi. Keteraturan dan kesistematisan dari prosedur ini akan memudahkan antar satuan kerja yang ada dalam melaksanakan tanggung jawab dan tugasnya, hubungan timbal balik yang lancar akan mewujudkan kerja yang baik bagi pegawai. Konsistensi terhadap sistem dapat terjamin meskipun kunci utama pemegang kerja resign maupun digantikan dengan orang lain.

Puji (2014:35), mengungkapkan bahwa SOP memiliki beberapa fungsi yaitu di antaranya :

1. Memperlancar tugas pegawai atau unit kerja 2. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan

3. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak 4. Mengarahkan pegawai untuk sama-sama disiplin dalam bekerja 5. Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin.

Selain memiliki fungsi, penerapan SOP juga mempunyai beberapa tujuan.

Secara spesifik tujuan-tujuan tersebut (Arnina (2016:36)), adalah :

1. Agar pegawai dapat menjaga konsistensi dalam menjalankan suatu prosedur kerja.

2. Memudahkan proses pengontrolan pada setiap proses kerja.

3. Mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi.

4. Memberikan keterangan atau kejelasan tentang alur proses kerja, wewenang dan tanggung jawab dalam bekerja.

5. Memberikan keterangan tentang dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam suatu proses kerja.

6. Melindungi perusahaan dan pegawai dari malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya.

7. Menghindari kesalahan, keraguan, duplikasi dan inefisiensi 8. Mengarahkan pegawai untuk disiplin dalam pekerjaannya.

9. Sebagai pedoman dalam mengerjakan pekerjaan rutin.

10. Untuk mengidentifikasikan pola kerja secara tertulis, sistematis, dan konsisten agar mudah dipahami oleh seluruh pihak yang terlibat baik internal maupun eksternal.

11. Memudahkan proses pemberian tugas serta tanggung jawab pada setiap unit kerja.

Selanjutnya, Arnina (2016:37) juga mengungkapkan bahwa SOP memiliki banyak manfaat bila diterapkan dalam suatu organisasi, yakni :

(26)

1. Sebagai standarisasi cara yang dilakukan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan dan tugasnya.

2. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab individual pegawai dalam melaksanakan tugasnya.

3. Mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang mungkin dilakukan oleh seorang pegawai dalam melaksankan tugasnya

4. Membantu pegawai untuk menjadi lebih mandiri dan tidak bergantung pada intervensi manajemen, sehingga akan mengurangi keterlibatan pimpinan dalam pelaksanaan proses sehari-hari.

5. Memberikan informasi mengenai beban tugas yang dipikul oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya.

6. Memberikan informasi dalam upaya peningkatan kompetensi pegawai.

7. Memberikan informasi mengenai kualifikasi kompetensi yang harus dikuasai oleh pegawai dalam melaksanakan tugasnya.

8. Memudahkan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari kesederhanaan alur pelayanan.

9. Mengurangi beban kerja dan dapat meningkatkan comparability, credibility, dan defensibility.

10. Meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan tugas.

11. Dapat digunakan sebagai alat ukur kinerja pegawai.

12. Menghindari tumpang tindih pelaksanaan tugas.

13. Memberikan efisiensi waktu karena semua proses kerja sudah terstruktur dalam sebuah dokumen tertulis.

14. Membantu memberikan informasi yang diperlukan dalam penyusunan standar pelayanan, sehingga dapat memberikan informasi yang jelas bagi kinerja pelayanan.

Melalui pendapat di atas, dapat diketahui bahwa SOP sangat dibutuhkan oleh organisasi. Dapat dibayangkan, tanpa pedoman yang baku (SOP) tentu akan menimbulkan kebingungan di antara para pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

2.2.1. Indikator-Indikator Penerapan Standar Operasional Prosedur

Menurut Tanjung dan Subagjo (2012:33), terdapat beberapa indikator dalam implementasi/penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP), di antaranya yaitu :

1. Kemudahan dan kejelasan

Prosedur-prosedur yang distandarkan harus dapat dengan mudah dimengerti dan diterapkan oleh semua aparatur bahkan bagi seseorang yang sama sekali baru dalam pelaksanaan.

(27)

2. Efisiensi dan efektivitas

Prosedur-prosedur yang distandarkan harus merupakan prosedur yang paling efisien dan efektif dalam proses pelaksanaan tugas.

3. Keselarasan

Prosedur-prosedur yang distandarkan harus selaras dengan prosedur-prosedur standar lain yang terkait prosedur yang distandarkan mengandung standar kualitas dan mutu baku tertentu yang dapat diukur pencapaian keberhasilannya.

4. Keterukuran

Output dari prosedur-prosedur yang distandarkan mengandung standar kualitas atau mutu baku tertentu yang dapat diukur pencapaian keberhasilannya.

5. Dinamis

Prosedur-prosedur yang distandarkan harus dengan cepat dapat disesuaikan dengan kebutuhan peningkatan kualitas pelayanan yang berkembang dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

6. Berorientasi kepada pengguna atau pihak yang dilayani

Prosedur-prosedur yang distandarkan harus mempertimbangkan kebutuhan pihak yang dilayani sehingga dapat memberikan kepuasan kepada pengguna.

7. Kepatuhan hukum

Prosedur-prosedur yang distandarkan harus memenuhi ketentuan dan peraturan- peraturan pemerintah yang berlaku.

8. Kepastian hukum

Prosedur-prosedur yang distandarkan harus ditetapkan oleh pimpinan sebagai sebuah produk hukum yang ditaati, dilaksanakan dan menjadi instrument untuk melindungi aparatur dari kemungkinan tuntutan hukum.

2.3. Kualitas Pelayanan Publik

Goetsch & Davis (dalam Tjiptono, 2011:165) menjelaskan bahwa kualitas sebagai “kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk/jasa, sumber daya manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Sementaran Russell dan Taylor (dalam Wibowo,2016:272) menyebutkan defenisi kualitas sebagai totalitas tampilan karakteristik produk atau jasa yang berusaha kerasa dengan segenap kemampuannya memuaskan kebutuhan tertentu. Perspektif pengukuran kualitas dapat dikelompokkan menjadi dua jenis: internal (kesesuaian dengan persyaratan) dan eksternal (memahani kualitas berdasarkan persepsi pelanggan, harapan pelanggan,

(28)

kepuasan pelanggan, dan sikap pelanggan) (Sachdev & Verma dalam Tjiptono, 2011:163).

Ada beberapa dimensi kualitas menurut Russell dan Taylor (dalam Wibowo,2016:274), yaitu sebagai berikut :

1. Time ands Timeliness

Menunjukkan berapa lama pelanggan harus menunggu pelayanan dan diselesikan pada waktunya.

2. Completeness

Menunjukkan apakah yang diminta pelanggan disediakan.

3. Courtesy

Menunjukkan bagaimana pelanggan dilayani oleh pekerja.

4. Accessibility and convenience

Menunjukkan tentang seberapa mudah pelanggan mendapatkan pelayanan.

5. Accuracy

Menunjukkan apakah pelayanan berjalan baik setiap saat.

6. Responsiveness

Menunjukkan seberapa baik perusahaan bereaksi terhadap situasi yang tidak seperti biasanya.

Pelayanan merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan orang lain atau menyangkut tentang usaha apa saja yang mempertinggi kepuasan masyarakat/pelanggan. Selain itu, membangun kesan yang dapat memberikan citra positif di mata masyarakat karena jasa pelayanan yang diberikan dengan biaya yang terkendali/terjangkau yang membuat masyarakat terdorong/termotivasi untuk bekerja sama/berperan aktif dalam pelaksanaan pelayanan prima (Tjandra, 2005:10).

Sementara kata Publik sebenarnya identik dengan masyarakat yang memiliki kepentingan yang sama terhadap banyak hal. Adapaun Moore (1981:29) berpendapat bahwa publik adalah sekelompok orang yang memiliki kepentingan yang sama dan memiliki pendapat terhadap isu yang menimbulkan pertentangan atau kontroversial.

Pelayanan publik adalah pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan (Mukarom, 2016:41).

Sementara Sinambela (2008:5) mendefenisikan pelayanan publik sebagai berikut : setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam kumpulan atau kesatuan,

(29)

dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.

Melalui pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik merupakan pemberian layanan oleh pihak yang berwenang terhadap masyarakat sesuai kebutuhan masyarakat dan aturan yang ditetapkan. Adapun tujuan dari pelayanan publik yaitu memberikan pelayanan secara cuma-cuma atau dengan biaya minimal kepada umum tanpa membeda-bedakan sehingga kelompok paling tidak mampu pun dapat menjangkaunya (Nugroho, 2004:75).

2.3.1. Asas-asas Pelayanan Publik

Adapun beberapa asas pelayanan publik menurut Tjandra (2005:11). Asas-asas tersebut yaitu:

a) Transparansi

Bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

b) Akuntabilitas

Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan

c) Kondisional

Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas.

d) Partisipatif

Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.

(30)

e) Kesamaan hak

Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.

f) Keseimbangan Hak dan Kewajiban

Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

2.3.2. Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, prinsip-prinsip pelayanan publik adalah sebagai berikut :

1. Kesederhanaan

Prosedur pelayanan publik tidak berbelit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan.

2. Kejelasan, meliputi :

a) Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.

b) Kepastian waktu.

c) Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

3. Akurasi produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah.

4. Keamanan proses dan produk pelayanan publik

Proses pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum

5. Tanggung jawab pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan public.

6. Kelengkapan sarana dan prsarana

Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja , dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).

7. Kemudahan akses tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.

8. Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan

Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, soplan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.

9. Kenyamanan

Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan

(31)

fasilitas pendukung pelayanan seperti tempat parker, toilet, tempat ibadah, dan lain-lain.

2.3.3. Kualitas Pelayanan Publik

Pelayanan yang berkualitas menurut Osborne dan Gebler, serta Bloom (dalam Mukarom, 2016:67), antara lain memiliki cirri-ciri sebagai berikut :

1. Tidak prosedural (birokratis) yaitu pelayanan bersifat sederhana dan tidak kaku.

2. Terdistribusi dan terdesentralisasi, yaitu pelayanan dikelompokkan ke dalam beberapa bagian atau unit-unit kerja sehingga lebih cepat untuk merespon permohonan masyarakatsesuai bidangnya.

3. Berorientasi pada pelanggan, yaitu pelayanan lebih mengutamakan kepentingan/kebutuhan pelanggan dalam hal ini adalah masyarakat.

Ada beberapa dimensi yang tercakup dalam kualitas pelayanan. Fitzsimmons (dalam Mukarom 2016: 68) mengungkapkan dimensi kualitas pelayanan mencakup sebagai berikut :

1. Reliability

Yaitu kemampuan memberikan secara tepat dan benar, jenis pelayanan yang telah dijanjikan kepada masyarakat.

2. Responsiveness

Yaitu kesadaran atau keinginan untuk membantu dan memberikan layanan yang cepat kepada masyarakat.

3. Assurance, pengetahuan atau wawasan, kesopanan, kesantunan, kepercayaan diri dari pemerintah, serta respek terhadap masyarakat.

4. Emphaty

Yaitu kemauan pemerintah untuk melakukan pendekatan, memberikan perlindungan, serta berusaha untuk mengetahui keinginan serta kebutuhan masyarakat.

(32)

Sementara Parasuaraman, Zeithaml, dan Berry (dalam Tjiptono dan Chandra, 2011:196) mengungkapkan terdapat 10 dimensi pokok dalam menentukan kualitas pelayanan. Dimensi-dimensi tersebut meliputi :

1. Reliabilitas, yang meliputi dua aspek pokok yaitu konsistensi kerja (performance) dan sifat dapat dipercaya (dependability)

2. Responsivitas atau daya tanggap, yaitu kesediaan dan kesiapan para pegawai untuk membantu masyarakat serta menyampaikan jasa secara cepat.

3. Kompetensi, yaitu penguasaan keterampilan dan pengetahuan sehingga dapat memberikan pelayanan yang dibutuhkan.

4. Akses, meliputi kemudahan untuk dihubungi atau ditemui. Dalam arti, lokasi fasilitas jasa mudah dijangkau, waktu menunggu atau antri tidak terlalu lama, serta saluran komunikasi yang mudah dihubungi.

5. Kesopanan (courtesy), meliputi sikap santun, respek, dan keramahan para pegawai

6. Komunikasi, artinya dalam penyampaian informasi kepada para pelanggan menggunakan bahasa yang mudah dipahami, bersedia mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.

7. Kredibilitas, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya

8. Keamanan (security), yaitu bebas dari bahaya ataupun resiko

9. Kemampuan memahami pelanggan, dengan memberikan perhatian individual dan mengenal pelanggan regular

10. Bukti fisik (tangibles), meliputi penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan bahan-bahan komunikasi organisasi.

Namun, dalam riset selanjutnya, Parasuraman, Zeithaml, dan Berry menemukan adanya overlapping di antara beberapa dimensi tersebut menjadi lima dimensi.

Adapun indikator kualitas pelayanan publik terletak pada kelima dimensi tersebut yang mana masing-masing dimensi memiliki indikator yang akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Reliabilitas (reliability), berkaitan dengan kemampuan organisasi untuk memberikan layanan yang akurat tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati, dengan kata lain pelayanan yang diberikan merupakan pelayanan yang terpercaya.

(33)

Indikatornya adalah : pemberian informasi yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan; kemampuan dalam memberikan pelayanan;

kemampuan untuk dipercaya; konsisten terhadap waktu pelayanan.

2. Daya tanggap (responsiveness), berkaitan dengan kesediaan dan kemampuan para pegawai untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat.

Indikatornya adalah : kemampuan dalam menanggapi pelayanan publik yang dibutuhkan masyarakat; daya tanggap terhadap sebuah permasalahan atau keluhan dari masyarakat.

3. Jaminan (assurance), yaitu perilaku para pegawai mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap organisasi dan organisasi dapat menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para pegawai selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani masalah pelanggan.

Indikatornya adalah : kemampuan dalam memberikan rasa kepercayaan dan bersikap sopan; pengetahuan pegawai terhadap pemberian pelayanan publik.

4. Empati (empathy), berarti bahwa organisasi memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan/masyakat dan memiliki jam operasi yang nyaman.

Indikatornya adalah : kemampuan dalam memahami permasalahan dan keluhan masyaraka, kemampuan dalam berkomunikasi.

(34)

5. Bukti Fisik (tangibles), berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan, dan material yang digunakan organisasi, serta penampilan para pegawai.

Indikatornya adalah : kesesuaian fasilitas dengan kebutuhan dalam pelaksanaan tugas; penampilan pegawai dalam melayani; kenyamanan tempat melakukan pelayanan; kemudahan dalam proses pelayanan.

(35)

2.4.Penelitian Terdahulu

No Peneliti Tahun Judul Variabel Hasil Penelitian 1. Meila

Monika

2016 Pengaruh SOP Sebagai Acuan Kerja Perusahaan Terhadap Kualitas Pelayanan (Studi Kasus pada Provider GraPARI Telkomsel Kudus)

Variabel bebas (X):

SOP Variabel terikat (Y):

Kualitas Pelayanan

Pertama, berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh informasi terdapat pengaruh SOP yang

terdiri dari tangibles, reliability,

responsiveness,

assurance dan emphaty terhadap

kualitas pelayanan provider GraPARI Terlkomsel Kudus Kedua, berdasarkan hasil koefisien determinasi parsial (r2) terbesar ditunjukkan oleh

variabel assurance yaitu sebesar 50,2%. Dengan demikian assurance mempunyai

pengaruh dominan terhadap kualitas pelayanan sehingga dimensi SOP yang berpengaruh paling signifikan terhadap kualitas pelayanan GraPARI Telkomsel Kudus adalah assurance.

2. Ira Elbertna Purba

- Pengaruh Implementasi Kebijakan Standar Operasional Prosedur terhadap Kinerja Pegawai pada Sekretariat Kota Manado

Variabel bebas (X):

Implementasi Kebijakan Standar Operasional Prosedur Variabel terikat (Y):

Kinerja Pegawai

Standar Operasional Prosedur memberi pengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai pada Sekretariat Kota Manado.

(36)

2.5.Kerangka Berfikir

Untuk menciptakan pelayanan yang berkualitas, setiap organisasi memerlukan adanya manajemen dan tata kelola yang baik agar dapat berjalan sesuai visi dan misi yang sudah ditetapkan. Salah satu manajemen organisasi yang memberikan banyak kontribusi bagi majunya suatu organisasi adalah adanya panduan atau aturan yang jelas mengenai alur kerja yang harus dilakukan (Arnina,2016:29).

Dengan panduan tersebut, akan meminimalisir terjadinya masalah ataupun kesulitan dalam mengatur dan menindaklanjuti seluruh elemen yang berada di dalamnya. Panduan yang dimaksud disebut dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan panduan yang digunakan untuk memastikan kegiatan operasional organisasi atau perusahaan berjalan dengan lancar (Soemohadiwidjojo (2014:11). Dalam mengimplementasikannya, berdasarkan pendapat Van Meter Van Horn, terdapat lima variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu : sasaran kebijakan, sumberdaya, komunikasi, karakteristik agen pelaksana, dan kondisi sosial, ekonomi, dan politik (Subarsono,2005:99).

Penggunaan Standar Operasional Prosedur dalam organisasi bertujuan untuk memastikan organisasi beroperasi secara konsisten, efektif, efisien, sistematis, dan terkelola dengan baik, untuk menghasilkan pelayanan yang memiliki mutu konsisten sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (Soemohadiwidjojo,2014:11).

Apabila semua kegiatan sudah sesuai dengan yang ditetapkan dalam Standar Operasional Prosedur, maka secara bertahap kualitas pelayanan publik akan lebih baik, profesional, cepat dan mudah (Zubair dan Yosep, 2016:89). Sehingga dapat disimpulkan bahwa Implementasi Standar Operasional Prosedur akan mempengaruhi kualitas pelayanan publik, yaitu menjadi lebih baik, profesional, cepat, dan mudah,

(37)

melalui sasaran kebijakan, sumberdaya, komunikasi, karakteristik agen pelaksana, dan disposisi implementor.

Gambar 2.1

2.6. Hipotesis Penelitian

Menurut Singarimbun (1989:43), hipotesa adalah sarana penelitian ilmiah yang penting dan tidak bisa ditinggalkan, karena merupakan instrumen kerja dari teori.

Sebagai hasil deduksi dari teori atau proposisi, hipotesa lebih spesifik sifatnya sehingga lebih siap untuk diuji secara empiris. Suatu hipotesa selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menghubungkan antara dua variabel atau lebih.

Hubungan tersebut dapat dirumuskan secara eksplisit maupun implisit.

Adapun hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :

1. H0 : Tidak ada pengaruh antara Implementasi Standar Operasional Prosedur (SOP) terhadap Kualitas Pelayanan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E- KTP).

2. H1 : Ada pengaruh antara Implementasi Standar Operasional Prosedur (SOP) terhadap Kualitas Pelayanan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP).

Implementasi SOP : 1.Sasaran kebijakan 2.Sumberdaya 3.Komunikasi

4.Karakteristik agen pelaksana 5.Disposisi Implementor (Van

Meter Van Horn)

Kualitas Pelayanan Publik : 1.Reabilitas (reability)

2.Daya tanggap (responsiveness) 3.Jaminan (assurance)

4.Empati (empathy)

5.Bukti Fisik (tangibles) (Parasuaraman, Zeithaml, dan

(38)

2.7.Definisi Konsep

Konsep merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial.

Berdasarkan uraian tersebut maka yang menjadi konsep dalam penlitian ini adalah : Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan panduan yang digunakan untuk memastikan kegiatan operasional organisasi atau perusahaan berjalan dengan lancar (Soemohadiwidjojo (2014:11).

Dalam mengimplementasikannya, berdasarkan pendapat Van Meter Van Horn, terdapat lima variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu : sasaran kebijakan, sumberdaya, komunikasi, karakteristik agen pelaksana, dan kondisi sosial, ekonomi, dan politik (Subarsono,2005:99).

Kualitas Pelayanan Publik adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dari layanan publik dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut, untuk memenuhi tuntutan masyarakat.

2.8. Definisi Operasional

Defenisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel bebas atau independen variabel (X) yaitu Implementasi Standar Operasional Prosedur diukur dengan menggunakan indikator-indikator : a. Sasaran kebijakan, berkenaan dengan kejelasan tentang apa yang hendak

dicapai oleh kebijakan. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para implementator.

(39)

b. Sumber daya, berkenaan dengan ketersediaan sumber daya pendukung, khususnya sumber daya manusia.

c. Komunikasi, berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi dan/atau publik.

d. Karakteristik agen pelaksana, berkenaan dengan seberapa besar daya dukung struktur organisasi, nilai-nilai yang berkembang, hubungan dan komunikasi yang terjadi di internal birokrasi.

e. Disposisi Implementor, berkenaan dengan respon implementor terhadap kebijakan yang akan memengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan;pemahaman terhadap kebijakan; dan intensitas/preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

2. Variabel terikat atau dependent variabel (Y) yaitu Kualitas Pelayanan Publik diukur dengan menggunakan indikator-indikator :

a. Reliabilitas (reliability), meliputi pemberian informasi yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan; kemampuan dalam memberikan pelayanan;

kemampuan untuk dipercaya; konsisten terhadap waktu pelayanan.

b. Daya tanggap (responsiveness), meliputi kemampuan dalam menanggapi pelayanan publik yang dibutuhkan masyarakat; daya tanggap terhadap sebuah permasalahan atau keluhan dari masyarakat.

c. Jaminan (assurance), meliputi kemampuan dalam memberikan rasa kepercayaan dan bersikap sopan; pengetahuan pegawai terhadap pemberian pelayanan publik.

(40)

d. Empati (empathy), meliputi kemampuan dalam memahami permasalahan dan keluhan masyaraka, kemampuan dalam berkomunikasi.

e. Bukti Fisik (tangibles), meliputi kesesuaian fasilitas dengan kebutuhan dalam pelaksanaan tugas; penampilan pegawai dalam melayani;

kenyamanan tempat melakukan pelayanan; kemudahan dalam proses pelayanan.

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan bentuk penelitian deskriptif dengan analisa data kuantitatif. Bentuk deskriptif yaitu bentuk penelitian yang memusatkan pada masalah-masalah atau fenomena yang bersifat aktual pada saat penelitian dilakukan, kemudian menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya diiringi dengan interpretasi yang rasional dan akurat. Untuk keperluan analisis data, peneliti menggunakan model SEM (Structure Equation Model).

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini terletak di Kantor Kecamatan Medan Baru yang beralamatkan Jl.Rebab No.34, Titi Rantai, Medan Baru, Kota Medan. Alasan memilih lokasi penelitian ini adalah karena meskipun memiliki standar operasional prosedur, proses kepengurusan e-KTP masih memiliki hambatan, seperti yang dijelaskan pada latar belakang yaitu jaringan yang sering rusak, ketidakjelasan waktu pelayanan dalam membuat e-KTP dikarenakan informasi yang diberikan pegawai kantor Camat Medan Baru sering kali tidak sesuai dengan kenyataan. Yang pada akhirnya mengakibatkan masyarakat yang berdatangan ke kantor Camat Medan Baru untuk mengurus e-KTP tidak dapat segera mendapatkan pelayanan.

(42)

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi adalah semua individu/unit yang menjadi target penelitian. Populasi harus memiliki batasan dan karakteristik sesuai tujuan penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh masyarakat yang pernah mendapatkan pelayanan kepengurusan e-KTP, terhitung sejak bulan Januari 2018 – Mei 2018 yaitu sebanyak 642 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.

Penentuan besar sampel menggunakan rumus Slovin, yaitu :

(Husein Umar, 2005:108).

Keterangan :

n = Jumlah anggota sampel N = Jumlah anggota populasi e = Nilai kritis (batas ketelitian 0,1)

Dengan mensubtitusikan jumlah populasi ke dalam rumus di atas, maka diperoleh hasil sebagai berikut :

(43)

Ukuran populasi (N) sebesar 642 dengan persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang ditolerir atau diinginkan (e) adalah 0,1.

Maka, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 87 sampel.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data primer, yaitu data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data-data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti dan dilakukan melalui Kuesioner. Kuesioner terdiri dari daftar pertanyaan yang dilengkapi dengan beberapa alternatif jawaban yang sudah tersedia.

3.5. Teknik Pengukuran Skor

Dengan adanya penyebaran angket yang berisikan beberapa pertanyaan yang akan diajukan kepada responden, maka ditentukan skor dari setiap pertanyaan.

Teknik pengukuran skor yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert untuk menilai jawaban responden.

Di dalam skala ordinal ada lima alternatif jawaban di mana tiap-tiap alternatif tersebut diberikan skor dengan penilaian nilai skala sebagai berikut :

a. Untuk pilihan jawaban “Sangat Baik” diberi skor 5 b. Untuk pilihan jawaban “Baik” diberi skor 4

c. Untuk pilihan jawaban “Netral” diberi skor 3 d. Untuk pilihan jawaban “Tidak Baik” diberi skor 2

e. Untuk pilihan jawaban “Sangat Tidak Baik” diberi skor 1

(44)

Untuk mengetahui kategori jawaban dari masing-masing variabel apakah tergolong tinggi, sedang, dan rendah maka terlebih dahulu ditentukan skala interval dengan cara :

Tabel 3.1 Pedoman untuk memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan

Antara 0,00 – 0,199 Sangat Rendah

Antara 0,20 – 0,399 Rendah

Antara 0,40 – 0,599 Sedang

Antara 0,60 – 0,799 Tinggi

Antara 0,80 – 1,000 Sangat Tinggi

3.6.Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisa data dengan menggunakan software SmartPLS yang dijalankan dengan media computer. PLS (Partial Least Square) merupakan analisis persamaan structural (SEM) berbasis varian yang secara simultan dapat melakukan pengujian model pengukuran sekaligus pengujian model struktural.

Model pengukuran digunakan untuk uji validitas dan reabilitas, sedangkan model struktural digunakan untuk uji kualitas (pengujian hipotetis dengan model prediksi).

Lebih lanjut, (Ghazali (2008) menjelaskan bahwa PLS adalah metode analisis yang bersifat soft modeling karena tidak mengasumsikan data harus dengan pengukuran skala tertentu, yang berarti jumlah sampel kecil (di bawah 100 sampel).Terdapat beberapa alasan yang menjadi penyebab digunakan PLS dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini alasan-alasan tersebut yaitu : pertama, PLS (Partial Least Square) merupakan metode analisis data yang didasarkan asumsi sampel tidak harus benar, yaitu jumlah sampel kurang dari 100 bisa dilakukan analisis dan residual distribution. Kedua, PLS (Partial Least Square) dapat digunakan untuk menganalisis teori yang masih dikatakan lemah, karena PLS (Partial Least Square) dapat digunakan untuk prediksi.Ketiga, PLS (Partial Least Square) dapat memungkinkan alogaritma dengan menggunakan analisis series ordinary least square (OLS) sehingga diperoleh efisiensi perhitungan logaritma.Keempat, pada pendekatan

(45)

PLS (Partial Least Square), diasumsikan bahwa semua ukuran variance dapat digunakan untuk menjelaskan.

3.6.1 Analisis Statistik Deskriptif

Analisis deskriptif, yaitu analisis empiris secara deskripsi tentang informasi yang diperoleh untuk memberikan gambaran atau menguraikan tentanf suatu kejadian (siapa atau apa, kapan, di mana, bagaimana, berapa banyak) yang dikumpulkan dalam penelitian. Data tersebut berasal dari jawaban yang diberikan oleh responden atas item-item yang terdapat dalam kuesioner. Selanjutnya peneliti akan mengolah data- data yang ada dengan cara dikelompokkan dan ditabulasikan kemudian diberi penjelasan.

Model pengukuran (outer model) digunakan untuk menilai validitas dan realibilitas model. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan instrumen penelitian mengukur apa yang seharusnya diukur (Cooper dan Schindler dalam Jogiyanto dan Abdillah, 2009). Sedangkan uji realibilitas digunakan untuk mengukur konsistensi alat ukur dalam mengukur suatu konsep atau dapat juga digunakan untuk mengukur konsistensi responden dalam menjawab item pertanyaan dalam kuesioner atau instrument penelitian.

3.6.2 Evaluasi Nilai Loading dan Average Variance Extracted (Validitas Konvergen dan Validitas Diskriminan)

3.6.2.1 Validitas Konvergen

Validitas konvergen diukur dengan menentukan apakah setiap indicator yang diestimasi secara valid mengukur dimensi dari konsep yang diukur.Sebuah indikator menunjukkan validitas konvergen yang signifikan apabila koefisien variabel indicator

(46)

lebih besar dari dua kali standar erornya (C.R>2.SE). Bila setiap indicator memiliki critical ratio (C.R) yang lebih besar dari dua kali standar erornya, hal ini menunjukkan bahwa indikator itu secara valid mengukur apa yang seharusnya diukur dalam model.

3.6.2.2 Validitas Diskriminan

Validitas Diskriminan dilakukan untuk menguji apakah dua atau lebih konstruk yang diuji merupakan sebuah konstruk yang independen (bebas). Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan konstrain pada parameter korelasi antar dua konstruk yang diestimasi sebesar 1,0 dan selanjutnya dilakukan perbandingan antara chi-square yang diperoleh dari model yang tidak dikonstrain. Hubungan kualitas antar dua variabel tersebut besar, sedangkan antar variabel independen harus tidak mempunyai hubungan atau angka korelasi antar kedua variabel tersebut harus kecil.

Di mana interprestasi mengenai besarnya angka korelasi adalah sebagai berikut:

Antara 0,80 sampai 1,00 Sangat Tinggi Antara 0,60 sampai 0,80 Tinggi

Antara 0,40 sampai 0,60 Sedang Antara 0,20 sampai 0,40 Rendah

Antara 0,00 sampai 0,20 Sangat Rendah 3.7 Pengujian Hipotesis

Secara umum, metode explanatory research adalah pendekatan metode yang menggunakan PLS (Partial Least Square). Hal ini disebabkan pada metode ini terdapat pengujian hipotesa. Menguji hipotesis dapat dilihat dari nilai t-statistik dan nilai probabilitas. Untuk pengujian hipotesis menggunakan nilai statistik maka untuk

(47)

alpha 5% nilai t-statistik yang digunakan adalah 1,96. Sehingga kriteria penerimaan/penolakan Hipotesa adalah H1 diterima dan H0 ditolak ketika t-statistik

>1,96. Untuk menolak/menerima Hipotesis menggunakan probabilitas maka H1 diterima jika nilai p<0,05.

Gambar

Tabel 3.1 Pedoman untuk memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi  Interval Koefisien  Tingkat Hubungan
Tabel  4.2  Jumlah  Penduduk  Kecamatan  Medan  Baru  berdasarkan  Jenis  Kelamin
Tabel 4.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 4.7 Karakteristik Berdasarkan Waktu Melakukan Pengurusan e-KTP  No.  Waktu Pengurusan e-KTP  Frekuensi  Persentase (%)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penyelenggaraan asas tugas pembantuan adalah cerminan dari sistem dan prosedur penugasan Pemerintah kepada Daerah dan Desa serta penugasan dari Provinsi atau Kabupaten kepada

Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa sludge IPAL kota Yogyakarta dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik dengan perlakuan khusus agar unsur Cu, Fe dan Zn

Mikrokontroler pada helm dihubungkan pada Bluetooth Master, sedangkan mikrokontroler pada motor digunakan untuk menulis data yang diterima oleh Bluetooth Slave,

Hal tersebut senada dengan ajaran yoga yang menekankan pada penguasaan indra dan tenggelamnya kesadaran diri dalam kesadaran kosmis.Perlu ditemukan dan dipahami lebih

Performa sel terbaik pada sel Al-Cu dan sel Zn/Al-Cu didapatkan pada keadaan salinitas elektrolit 5%, jarak antar elektroda 2 cm dan laju elektrolit 0,5 liter/jam

Demikian pula dengan wilayah Jawa Timur, sebagai salah satu wilayah yang rawan bencana (±35 Kabupaten/Kota), dengan bentangan alam yang cukup luas serta jumlah

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah uang saku, usia, nilai rata-rata UN SMA, banyak organisasi, lama mahasiswa dalam menggunakan internet, lama waktu

[r]