• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Kimia (Kualitas Habitat) Kepadatan Birgus (idv/m2)

Fisik (Tekstur Substrat)

pH-H2O pH-KCL C Organic (%ww)

Nitrogen (%ww)

P Total

(mg/100g) Pasir Debu Liat

Utara (Mei) 8,5 8,5 9,98 0,17 59,57 0,0008 81,91 5,83 12,26 Timur (Mei) 8,4 8,4 1,65 0,43 90,56 0,0007 68,18 16,84 14,98 Selatan (Mei) 8,1 8,5 13,22 0,56 57,58 0,0007 69,17 13,86 16,97 Barat (Mei) 7,9 8,1 5,96 0,43 74,88 0,0005 21,31 30,78 47,91 Utara (Juli) 8,3 8,7 1,38 0,57 72,45 0,0004 81,91 5,83 12,26 Timur (Juli) 8 8,3 2,67 0,42 95,73 0,0003 68,18 16,84 14,98 Selatan Juli) 7,5 7,1 9,96 0,8 81,9 0,0005 69,17 13,86 16,97 Barat (Juli) 8 8 2,87 0,1 66,41 0,0003 21,31 30,78 47,91 Utara (Sept) 8,64 8,91 6,38 0,33 131,65 0,0007 81,91 5,83 12,26 Timur (Sept) 8,48 8,55 19,4 0,56 197,61 0,0004 68,18 16,84 14,98 Selatan (Sept) 7,96 8,1 21,9 0,89 227,1 0,0004 69,17 13,86 16,97 Barat (Sept) 8,97 8,47 31,02 0,71 296,04 0,0007 21,31 30,78 47,91

Tabel 12 di atas menunjukkan bahwa kepadatan kepiting tertinggi didapatkan pada Stasiun Utara, pada stasiun ini substratnya terdiri dari 81,91% pasir, 5,83% debu dan 12,26% tanah liat. Stasiun Utara adalah satu-satunya stasiun yang perairan pantainya memiliki batu dari karang mati. Berbeda dengan tiga stasiun lainnya yang memiliki topografi pantai agak curam, topografi pantai yang landai namun sempit di Stasiun Utara memberikan peluang kepada kepiting untuk menjangkau perairan dengan waktu yang lebih pendek dan relatif aman dari cahaya matahari. Pada saat pasang tertinggi, air laut di pantai ini bisa menjangkau semak-semak yang tumbuh di sekitar pantai. Tumbuhan mayoritas di bagian terluar stasiun ini adalah Pinus (Pinus sp) dan (Pandanus sp).

Pengelompokan stasiun berdasarkan kesamaan karakteristik fisik-kimia di antara stasiun-stasiun yang ada di Pulau Uta dilakukan dengan Analisis Cluster mengingat data sampel yang ada dalam penelitian ini < 200 dan belum pernah ada data sebeblumnya. Pengukuran karakteristik fisik-kimia habitat di Pulau Uta dilakukan terhadap sembilan variabel diantaranya kualitas habitat meliputi (pH- H2O, pH-KCL, C organic (%ww), nitrogen (%ww) dan Ptotal (mg/100g),

kepadatan kepiting (individu/m2) dan tekstur substrat (liat, debu, dan pasir). Berdasarkan hasil pengolahan analisis kluster dengan bantuan program aplikasi SPSS, didapatkan tabel output seperti disampaikan pada Tabel 13. Jarak antara variable yang satu dengan variable yang lainnya ditunjukkan pada Tabel 14. Hasil dari proses clustering dengan metode between group linkage diperlihatkan pada Tabel 15.

Tabel 13. Output aplikasi program SPSS

Case Processing Summarya

Cases

Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent

12 100.0% 0 .0% 12 100.0% a. Squared Euclidean Distance used

Tabel 14. Matriks jarak antara variabel

Proximity Matrix

Case

Squared Euclidean Distance

1:Utara

(Mei) 2:Timur (Mei) 3:Selatan (Mei) 4:Barat (Mei) 5:Utara (Juli) 6:Timur (Juli) 7:Selatan Juli) 8:Barat (Juli) 9:Utara (Sept) 10:Timur (Sept) 11:Selatan (Sept) 12:Barat (Sept) 1:Utara (Mei) .000 4.328 5.299 26.286 9.274 13.401 26.842 30.324 2.710 13.736 24.412 40.282 2:Timur (Mei) 4.328 .000 2.765 14.281 5.481 6.164 17.829 19.662 4.044 8.832 16.250 31.171 3:Selatan (Mei) 5.299 2.765 .000 14.620 6.056 7.323 14.103 22.749 6.163 7.605 11.334 29.708 4:Barat (Mei) 26.286 14.281 14.620 .000 22.572 12.456 19.787 3.459 27.524 19.041 22.290 25.982 5:Utara (Juli) 9.274 5.481 6.056 22.572 .000 3.890 19.442 26.147 5.707 8.377 14.201 43.663 6:Timur (Juli) 13.401 6.164 7.323 12.456 3.890 .000 13.040 13.144 11.700 7.379 11.723 39.373 7:Selatan Juli) 26.842 17.829 14.103 19.787 19.442 13.040 .000 27.501 30.713 20.808 11.689 48.196 8:Barat (Juli) 30.324 19.662 22.749 3.459 26.147 13.144 27.501 .000 32.347 23.758 31.419 36.685 9:Utara (Sept) 2.710 4.044 6.163 27.524 5.707 11.700 30.713 32.347 .000 8.982 19.938 34.609 10:Timur (Sept) 13.736 8.832 7.605 19.041 8.377 7.379 20.808 23.758 8.982 .000 4.978 18.720 11:Selatan (Sept) 24.412 16.250 11.334 22.290 14.201 11.723 11.689 31.419 19.938 4.978 .000 23.725 12:Barat (Sept) 40.282 31.171 29.708 25.982 43.663 39.373 48.196 36.685 34.609 18.720 23.725 .000

Tabel 15. Hasil proses aglomerasi Agglomeration Schedule

Stage Cluster Combined Coefficients Stage Cluster First Appears Next Stage Cluster 1 Cluster 2 Cluster 1 Cluster 2

1 1 9 2.710 0 0 5 2 2 3 2.765 0 0 5 3 4 8 3.459 0 0 10 4 5 6 3.890 0 0 7 5 1 2 4.959 1 2 7 6 10 11 4.978 0 0 8 7 1 5 8.138 5 4 8 8 1 10 12.731 7 6 9 9 1 7 19.308 8 0 10 10 1 4 22.550 9 3 11 11 1 12 33.829 10 0 0

Tabel 13 menunjukkan bahwa semua data sejumlah 12 obyek telah diproses tanpa ada data yang hilang. Tabel 14 menunjukkan matriks jarak antara variabel satu dengan variabel yang lainnya. Semakin kecil jarak euclidean, semakin mirip kedua variabel tersebut.

Hasil dari proses aglomerasi pada Tabel 15 menunjukkan bahwa pada stage 1 terbentuk satu kluster yang beranggotakan Stasiun Utara (Mei) dan Stasiun Utara (Spetember) dengan jarak 2,710. Karena proses aglomerasi dimulai dari dua obyek yang terdekat, maka jarak tersebut adalah jarak terdekat dari sekian

kombinasi 12 jarak yang ada. Perincian jumlah cluster dengan anggota yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Keanggotaan dan jumlah kluster yang terbentuk

Case (Stasiun) 4 Clusters 3 Clusters 2 Clusters

1:Utara (Mei) 1 1 1 2:Timur (Mei) 1 1 1 3:Selatan (Mei) 1 1 1 4:Barat (Mei) 2 2 1 5:Utara (Juli) 1 1 1 6:Timur (Juli) 1 1 1 7:Selatan Juli) 3 1 1 8:Barat (Juli) 2 2 1 9:Utara (Sept) 1 1 1 10:Timur (Sept) 1 1 1 11:Selatan (Sept) 1 1 1 12:Barat (Sept) 4 3 2

Tabel 16 di atas, dapat dijabarkan bahwa jika kita ingin membentuk 4 kluster terhadap stasiun berdasarkan karakteristik habitat di Pulau Uta, maka : Anggota kluster 1 adalah Stasiun Utara (Mei), Stasiun Timur (Mei), Stasiun Selatan (Mei), Stasiun Utara (Juli), Stasiun Timur (Juli), Stasiun Utara (Sept), Stasiun Timur (Sept) dan Stasiun Selatan (Sept).

Anggota kluster 2 adalah Stasiun Barat (Mei) dan Stasiun Barat (Juli) Anggota kluster 3 adalah Stasiun Barat (Juli)

Anggota kluster 4 adalah Stasiun Barat (Sept).

Jika kita hanya menginginkan dua cluster, maka anggota kluster 2 adalah Stasiun Barat (Sept) dan anggota kluster 1 adalah semua stasiun selain Stasiun Barat (Sept). Kemiripan antar masing-masing dapat dilihat pada Gambar 27.

Gambar 27. Dendrogram klasifikasi kemiripan antara stasiun pengamatan berdasarkan karakter fisik kimia habitat kepiting kelapa di P. Uta Dendogram di atas memperlihatkan ada 5 asosiasi. Adanya perbedaan yang jauh dari Stasiun Barat (September) disebabkan karena pada Bulan September di

stasiun ini ditemukan Ptotal dengan jumlah yang sangat tinggi (296 mg/100gr).

Dari data yang ada, ditemukan bahwa tingginya P total di stasiun tersebut tidak berpengaruh terhadap kepadatan kepiting kelapa maupun kondisi kematangan gonad hewan tersebut.

Analisis Vegetasi

Berdasarkan pengamatan dengan metode petak tunggal, maka didapatkan jenis-jenis tumbuhan yang dominan ditemukan di Pulau Uta (Tabel 17 dan Tabel 18).

Tabel 17. Jenis-jenis vegetasi yang dominan ditemukan di Pulau Uta selama penelitian

No Vegetasi

Nama Lokal Nama Indonesia Nama Inggris Nama Ilmiah

1 Pandan Pandan Pandanus palms Pandanus sp

2 Pinus Damar bunga /

Pinus Pinus Pinus sp

3 Bintangor Bintangur atau

Nyamplung Bintangor

Calophyllum inophyllum

4 Kalapa Kelapa Coconut Cocos nucifera

5 Kayu Besi Ulin/Bulian Borneo ironwood /

ulin Eusideroxylon zwageri

Tabel 18. Komposisi dan zonasi vegetasi dari arah laut ke darat tiap stasiun

Vegetasi (Zonasi dari arah laut ke

darat)

S t a s i u n

Utara Timur Selatan Barat pandan, pinus, bintangur, kayu besi, kelapa pandan, bintangur, kayu besi, kelapa pandan, bintangur, kayu besi, kelapa pinus, pandan, bintangur, kelapa

Kerapatan Jenis dan Indeks Kerapatan Relatif

Vegetasi yang dianalisis di Pulau Uta hanya dilakukan pada tumbuhan yang dominan ditemukan pada setiap stasiun. Pohon pandan, bintangur dan kelapa yang buahnya dimanfaatkan sebagai makanan oleh kepiting kelapa ditemukan pada semua stasiun dengan kerapatan tertinggi masing-masing untuk pandan terdapat di Stasiun Timur dengan KR 17,21, pohon kelapa di Stasiun Timur dengan KR 20,50 dan Bintangur di Stasiun Selatan dengan KR 13, 13. Kerapatan

relatif tertinggi kayu besi yang sering dimanfaatkan sebagai tempat berlindung ditemukan pada Stasiun Selatan dengan KR 22,34. Nilai Kerapatan vegetasi tumbuhan yang dominan di Pulau Uta dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Kerapatan mutlak dan kerapatan relatif vegetasi pada setiap stasiun

ST Jlh Petak luas total area seluruh Jenis, @ (10000 m2) Vegetasi

petak 1 petak 2 petak 3 N

KM KR

Pohon Anakan Semai

Uta ra 1 400 Pandanus sp 2 5 4 11 1,21 17,21 Pinus sp 2 0 0 2 0,01 0,07 C. inophyllum 2 1 2 5 0,55 7,79 E. zwageri 1 0 2 3 0,50 7,18 Cocos nucifera 2 4 5 11 1,42 20,21 Tak Teridentifikasi 3 8 12 23 3,33 47,54 Total 12 18 25 55 7 100 Timu r 1 400 Pandanus sp 1 3 2 6 0,62 11,75 C. inophyllum 2 1 2 5 0,55 10,27 E. zwageri 3 2 4 9 1,09 20,50 Cocos nucifera 3 2 4 9 1,09 20,50 Tak Teridentifikasi 5 5 7 17 1,96 36,99 Total 14 13 19 46 5,31 100 S ela ta n 1 400 Pandanus sp 4 11 2 17 0,96 13,02 E. zwageri 4 3 6 13 1,63 22,34 C. inophyllum 3 5 3 11 0,96 13,13 Cocos nucifera 3 1 3 7 0,80 10,93 Tak Teridentifikasi 4 5 11 20 2,96 40,58 Total 18 25 25 68 7,30 100 B a ra t 1 400 Pandanus sp 5 5 4 14 1,21 7,83 Pinus sp 2 0 0 2 0,01 0,03 C. inophyllum 3 5 7 15 1,96 12,63 Cocos nucifera 3 4 6 9 1,67 10,76 Tak Teridentifikasi 5 16 40 61 10,65 68,75 Total 18 30 57 101 15,50 100

Jenis dan kerapatan vegetasi berbeda pada setiap stasiun. Tumbuhan pandan, bintangur dan kelapa ditemukan pada semua stasiun sedangkan tumbuhan pinus hanya ditemukan pada Stasiun Utara dan barat. Tumbuhan Kayu besi yang sebagian besar dimanfaatkan kepiting kelapa sebagai tempat berlindung tidak ditemukan pada Stasiun Barat. Perbedaan jenis dan kerapatan jenis vegetasi pada setiap stasiun selain karena kondisi alamiah juga karena aktivitas manusia. Salah satu yang diduga menjadi penyebab hal ini adalah karena kayu ini sering dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan bangunan dan lokasi stasiun ini dekat dengan tempat pendaratan perahu yang berkunjung ke pulau ini.

Hubungan Karakteristik Habitat dengan Kematangan Gonad Kepiting Kelapa di Pulau Uta

Pemetaan hubungan antara stasiun, karakteristik habitat dan tingkat kematangan gonad kepiting ditabulasi dengan tabel kontingensi dua arah yang

A Ni  100 x N Ni

terdiri dari stasiun (baris) dan karakteristik habitat dan TKG (lajur). Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan Analisis Korespondensi. Analisis korespondensi adalah sebuah teknik grafik peubah ganda yang digunakan untuk menggambarkan asosiasi atau hubungan dalam sebuah tabel kontingensi. Dalam analisis korespondensi, masing-masing baris dan kolom dari matriks data diproyeksikan sebagai titik-titik dalam sebuah plot. Posisi dari titik-titik tersebut menggambarkan asosiasi antar titik (Johnson dan Wichern 1998). Analisis korespondensi dapat digunakan untuk mencari pengelompokan yang homogen dari individu. Hasil perhitungan dengan software PAS, didapatkan tabel kontingensi dengan 9 (sembilan) dimensi. Analisis korespondensi yang efektif biasanya hanya memakai dimensi pertama dan kedua saja karena semakin banyak dimensi (axis) yang dipakai, interpretasi peta korespondensi akan semakin sulit.

Tabel 20 di bawah ini memperlihatkan bahwa nilai proporsi inersia dimensi (axis) pertama adalah 53.609 % dan dimensi (axis) kedua 38.677 %. Komulatif proporsi dari dua dimensi tersebut mempunyai nilai sebesar 92.286 %, hal ini memberikan keterangan bahwa vektor baris dan kolom dalam dimensi dua mampu menjelaskan 92.286 % dari intertia total, dengan kata lain dua komponen utama yang pertama dapat menjelaskan sebesar 92.286 % dari keragaman data. Oleh karena nilai presentase tersebut sudah mencukupi, maka akan digunakan kedua dimensi tersebut untuk menggambarkan peta korespondensi. Hasil utama dari analisis korespondensi ini adalah peta persepsi yang menyajikan setiap variabel baris dan variabel kolom yang berbentuk tabel kontingensi (Gambar 28). Gambar tersebut menjelaskan bahwa kepiting kelapa dengan kondisi matang gonad IV lebih berasosiasi dengan Stasiun Selatan dan Stasiun Timur yang dicirikan oleh substrat pasir dan bahan organik pH-KCL dan N. Kepiting yang sedang dalam matang gonad III lebih dekat dengan Stasiun Timur yang didominasi oleh bahan organik pHKCL dan N. Stasiun Barat lebih dicirikan oleh substrat debu dan pasir dengan bahan organik Ptotal dan C yang tinggi. Hasil

perhitungan nilai eigen dan proporsi varians disampaikan pada Tabel 20 dan output peta korespondensi karakteristik habitat dan kondisi kematangan gonad kepiting kelapa di sampaikan pada Gambar 28.

Tabel 20. Inersia dan proporsi varians untuk stasiun dan karakeristik habitat

Axis eigenvalue % of total

1 0.100202 53,609 2 0.0722914 38,677 3 0.00884869 47,341 4 0.00266619 14,264 5 0.0019692 10,535 6 0.000638776 0,34175 7 0.000263501 0,14098 8 2,89E+00 0,015442 9 3,81E-01 0,0020388

Gambar 28. Output peta korespondensi stasiun dengan karakteristik habitat dan kondisi kematangan gonad kepiting kelapa di Pulau Uta.

Gambar 28 di atas menjelaskan bahwa kepiting kelapa dengan kondisi matang gonad IV lebih berasosiasi dengan Stasiun Selatan, Stasiun Utara dan Stasiun Timur yang dicirikan oleh substrat pasir dan bahan organik pHKCL, C dan N. Kepiting yang sedang dalam matang gonad III lebih dekat dengan Stasiun Timur yang juga didominasi oleh bahan organik pHKCL, Ptotal dan N. Stasiun

Barat lebih dicirikan oleh substrat debu dan pasir dengan bahan organik Ptotal yang

tinggi.

Karakteristik fisik kimia habitat di Pulau Uta relatif tidak berbeda pada setiap stasiun. Perbedaan mencolok terjadi pada Stasiun Barat yang diteliti pada Bulan September dimana pada stasiun ini terdapat PTotal dengan nilai yang berbeda

jauh dari tiga stasiun lainnya yaitu sebesar 296,04 mg/100g. Nilai yang tinggi tersebut bukan pada perbedaan stasiun melainkan terjadi berdasarkan perbedaan bulan pengamatan. Semua stasiun yang diamati pada Bulan September memiliki nilai PTotal di atas 100 mg/100g. Hal ini diduga terjadi karena pada bulan tersebut

telah selesai musim hujan yang banyak mengakibatkan pembusukan pada kayu yang banyak ditebang masyarakat sekitar pulau.

Walaupun terjadi perbedaan nilai Ptotal pada Bulan September, namun relatif

tidak menyebabkan perbedaan pada hasil tangkapan, baik jumlah maupun tingkat kematangan gonadnya. Dugaan ini diperkuat dengan ditemukannya kepiting yang sedang dalam matang gonad pada semua stasiun dan semua waktu penangkapan dan ini juga menunjukkan bahwa tidak terjadi kematangan gonad secara bersamaan pada semua induk kepiting.

Satu-satunya perbedaan yang terjadi dari bulan tersebut adalah ditemukannya perbedaan antara jumlah jenis kelamin jantan dan betina yang besar. Perbedaan jumlah jenis kelamin tersebut diduga terjadi karena pada bulan tersebut baru saja terjadi musim ombak yang besar di sekitar perairan Maluku

Symetric plot (axis 1 and 2 : 92.286 %

Utara. Kondisi ini menyebabkan masyarakat enggan melaut untuk menangkap ikan dan menjadikan kepiting sebagai sasaran penangkapan. Jenis kelamin yang paling diburu masyarakat dari kepiting kelapa ini adalah kepiting jantan karena memiliki ukuran tubuh dan berat yang lebih besar.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa hampir semua kepiting ditemukan pada daerah yang terlindung dari cahaya matahari dan lembab. Kepiting-kepiting ini akan membuat lubang di dalam tanah atau dalam lubang kayu yang telah tumbang, bahkan sebagiannya lagi ditemukan pada batang pohon yang masih hidup yang mereka lubangi dari bawah. Walaupun menyukai tempat gelap, namun kepiting di pulau ini susah ditemukan pada malam hari, karena sepanjang hari (siang dan malam) mereka menghabiskan waktunya dalam lubang-luang yang mereka buat. Kondisi ini mengharuskan kita untuk mencari kepiting ini di siang hari, sehingga kita tidak sulit untuk mencari lubang-lubang yang mereka buat. Menurut dugaan bahwa kepiting di Pulau Uta sulit ditemukan pada malam hari karena mereka aktif siang malam dikarenakan pulau ini tidak berpenghuni, sehingga tidak ada gangguan yang mereka alami pada saat aktif mencari makan di siang hari. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan Schmit (1973) bahwa kepiting kelapa aktif pada siang hari di Kepulauan Mariana bagian utara yang tidak berpenghuni.

Tidak ditemukannya vegetasi kayu besi di Stasiun Barat sebagai tempat berlindung kepiting kelapa mengharuskan kita untuk mencari hewan ini di dalam lubang-lubang tanah yang mereka gali. Di stasiun ini tidak ditemukan kepiting dalam kondisi kematangan gonad I dan II, namun belum ditemukan alasan yang menguatkan adanya korelasi antara kehadiran kepiting dengan keberadaan kayu besi. Kondisi pantai di Stasiun Utara yang landai dan berbatu serta pinggiran pantai yang ditumbuhi semak-semak, menjadikan daerah ini agak berbeda dari sisi pantai tiga stasiun lainnya. Topografi yang seperti itu memudahkan pelesapasan larva-larva pada saat pasang tertinggi karena pada saat itu air dapat mencapai pinggiran semak-semak belukar di daratan. Hal ini disukai oleh kepiting kelapa karena hewan ini tidak menyukai tempat yang terang dan terbuka sehingga. Inilah yang diduga menjadi penyebab mengapa IKG tertinggi pada kepiting betina ditemukan di Stasiun Utara.

Secara umum, dapat dikatakan bawah kondisi habitat di semua stasiun pengamatan sangat mendukung keberlangsungan kepiting kelapa apalagi pulau tersebut tidak berpenghuni sehingga bisa memberikan kebebasan terhadap kepiting untuk beraktifitas di sepanjang hari. Satu-satunya tekanan yang dihadapi kepiting kelapa di pulau tersebut adalah tekanan penangkapan yang tak terkendali terutama pada bulan-bulan Agustus dan September dimana hampir semua nelayan di sekitar pulau mengalihkan aktifitasnya ke penangkapan kepiting kelapa di pulau ini.

Visualisasi Habitat dan Sebaran kepiting

Pola penyebaran kepiting kelapa di Pulau Uta berdasarkan hasil perhitungan indeks morisita menunjukkan pola penyebaran seragam namun mendekati pola penyebaran acak yang diduga terjadi karena kompetisi antara individu sangat keras atau terjadi pembagian yang positif yang meningkatkan

pembagian ruangan. Peta karakteristik habitat dan indikator sebaran kepiting kelapa di Pulau Uta dapat dilihat pada Gambar 30.

: rawa-rawa

: lokasi pelepasan telur pasir

: habitat kepiting matang gonad (TKG III dan IV) Habitat kepiting yang matang

gonad menjelang musim pemijahan puncak (Juli- September) terdapat di sisi pulau bagian utara, timur dan selatan.

Pantai dari sisi pulau tersebut menjadi lokasi pelepasan telur induk kepiting, sehingga lokasi tersebut perlu ditutup dari akses manusia selama Bulan Agustus – Oktober (kepiting melepaskan telurnya pada hari ke 28 setelah memijah)

keterangan :

Pulau Uta dikelilingi oleh pantai berpasir putih. Pantai utara dan timur ditandai dengan substrat berpasir, sedangkan pantai barat dan selatan bersubstrat debu dan liat.

Di tengah-tengah pulau terdapat rawa-rawa yang ditumbuhi pohon kelapa. Selain pohon kelapa, Pulau Uta jug aditumbuhi oleh pandan dan pinus yang tumbuh disepanjang pantai dan buahnya menjadi makanan bagi kepiting kelapa. Pulau ini juga ditumbuhi pohon bintangor dan kayu besi, selain buahnya dijadikan sebagai makanan, bintangor dan kayu besi juga dijadikan sebagai tempat berlindung bagi kepiting kelapa. Pohon yang menjadi pendukung kehidupan kepiting kelapa tersebut perlu dilestarikan agar keberlangsungan hidup kepiting kelapa tetap terjaga.

: pohon kelapa : pohon pandan U Substrat Pasir Substrat liat Substrat liat Substrat pasir dan debu BO : C Substrat debu dan liat BO : C, Ptotal dan N BO : P BO : P dan N BO : P dan C BO : bahan organik

Gambar 29. Peta habitat dan indikator sebaran kepiting kelapa : pohon pinus

Pola sebaran mengelompok yang terjadi pada Bulan September diduga berkaitan dengan kebiasaan kepiting kelapa yang menyenangi kondisi yang sama yaitu tempat yang lembab dan terlindung dari sinar matahari dengan tipe substrat berpasir. Selain itu, juga bisa terjadi karena kepiting kelapa di Pulau Uta pada Bulan September sedang mengalami tekanan dari tangkapan manusia sehingga mencari perlindungan di tempat yang aman. Elzinga (1987) mengemukakan bahwa hewan krustasea biasanya mencari makan secara bergotong royong dan mencari tempat perlindungan secara mengelompok. Selain itu, faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi pola distribusi organisme adalah faktor fisika dan kimia lingkungan (Nybakken 1997).

Hasil pengamatan di Pulau Uta menunjukkan bahwa kepiting kelapa yang memiliki indek kematangan gonad tertinggi ditemukan paling banyak di Stasiun Utara dan timur. Keberadaan kepiting yang sedang matang gonad di lokasi tersebut berkaitan dengan topografi pantai yang mendukung untuk pelepasan telur bagi induk kepiting. Amesbury (2000) menemukan bahwa waktu maksimum kegiatan pelepasan larva berkaitan erat dengan waktu air pasang tertinggi karena hal tersebut memaksimalkan peluang larva terbawa ke daerah terumbu karang dalam perairan. Stasiun Utara dan Stasiun Timur cocok dengan kondisi tersebut sehingga lebih memungkinkan bagi kepiting untuk melepaskan larva-larva di stasiun ini.

Tindakan Pengelolaan

Kepiting kelapa (B. Iatro) merupakan salah satu satwa yang memiliki nilai ekonomi tinggi, sehingga perlu dilindungi agar tidak punah. Penurunan populasi kepiting di alam diperkirakan akibat adanya perubahan lingkungan (habitat, makanan, dan predator). Penurunan kondisi habitat tersebut secara tidak langsung disebabkan oleh aktivitas manusia (penebangan hutan dan penangkapan berlebihan tanpa mengenal waktu). Kepiting ini juga memiliki pertumbuhan yang sangat lambat sehingga dikhawatirkan populasinya dapat menurun secara drastis di alam jika eksploitasi berlangsung terus menerus. Pola reproduksi masih perlu di teliti apakah kepiting ini memijah secara total atau parsial, apakah memijah pada bulan-bulan tertentu dan bagaimana habitat yang tersedia untuk memijah. Oleh karena itu, perlu di lakukan penelitian tentang perkembangan gonad dan karakteristik habitat dalam ruang dan waktu yang bersifat periodik.

Upaya untuk tetap mempertahankan kerberadaan kepiting kelapa di Pulau Uta seyogyanya dilakukan dengan aturan yang bersifat teknis, bersifat manajemen upaya penangkapan (input control) dan manajemen hasil tangkapan (output control), serta pengendalian ekosistem. Pengaturan yang bersifat teknis mencakup pengaturan daerah dan musim penangkapan dan manajemen upaya penangkapan dilakukan dengan membatasi jumlah tangkapan dalam ukuran tertentu. Berdasarkan hal tersebut, maka bentuk-bentuk pengelolaan yang perlu diterapkan dalam mempertahankan populasi kepiting kelapa di Pulau Uta adalah sebagai berikut:

1. Membatasi jumlah tangkapan. Penangkapan jumlah kepiting kelapa yang tidak terbatas bisa menyebabkan induk yang sedang matang gonad tertangkap secara berlebihan sehingga mengurangi peluang bagi populasi hewan ini untuk berkembang biak.

2. Pembatasan ukuran tangkap. Pembatasan ukuran minimum matang gonad perlu juga diterapkan untuk melindungi pembiakannya. Berdasarkan hasil pengamatan, ukuran terkecil rata-rata (CP+r) kepiting kelapa yang sedang dalam matang gonad adalah 65,44 mm.

3. Penutupan area penangkapan. Daerah-daerah yang merupakan wilayah tempat berlindung dari sinar matahari langsung dan tempat menetaskan telurnya perlu dibatasi aksesnya bagi aktivitas manusia untuk memberikan kenyamanan bagi induk-induk kepiting dalam melakukan pemijahan. Stasiun Utara yang merupakan daerah yang paling banyak induk matang gonad ditemukan diduga menjadi habitat utama tempat pemijahan dan merupakan satu-satunya pantai yang memungkinkan bagi kepiting untuk keluar dari hutan menuju pantai. Oleh karena itu, perlu ada pelarangan bagi manusia untuk menangkap kepiting di daerah tersebut.

4. Pembatasan waktu penangkapan. Penangkapan kepiting kelapa perlu dibatasi pada musim puncak pemijahan. Pembatasan ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada induk kepiting yang sedang dalam matang gonad. Kepiting kelapa perlu dilindungi di dengan membatasi penangkapan pada bulan-bulan dimana mereka berada pada TKG III dan IV. Berdasarkan hasil penelitian di Pulau Uta, puncak pemijahan terjadi pada Bulan Juli dan September, sehingga waktu tersebut perlu pelarangan penangkapan bagi kepiting kelapa untuk memungkinkan terjadinya pemijahan yang efektif. 5. Menjaga dan mempertahankan bahkan jika perlu menanam vegetasi yang

berfungsi sebagai sumber makanan (kelapa, pandan dan bintangor) dan tempat berlindung dari cahaya matahari langsung maupun tempat berlindung dari buruan manusia seperti bintangor dan kayu besi. Masyarakat yang hendak memanfaatkan vegetasi di pulau tersebut hendaknya menggantinya dengan tanaman baru yang sejenis untuk tetap mempertahankan kelestarian hutan sebagai habitat alami bagi kepiting kelapa. Untuk memulihkan kembali kesesuaian habitat yang telah hilang dan menurun diperlukan upaya restorasi habitat seperti dengan melakukan penanaman dan pengayaan vegetasi pohon yang menjadi sumber pakan dan pohon tempat berlindung (cover).

6. Melakukan penangkaran di alam. Kegiatan ini dilakukan sebagai upaya perlindungan kepiting yang semakin sedikit jumlah populasinya di alam. Kegiatan ini memerlukan lokasi yang sunyi, sehingga diperlukan upaya- upaya untuk memperkecil berbagai aktifitas yang bisa mengganggu kondisi induk. Kondisi ini cocok dengan kondisi di Pulau Uta mengingat pulau ini bebas dari gangguan aktivitas manusia. Selain karena tidak berpenduduk, kegiatan penangkaran di pulau ini juga akan memberikan peluang hidup yang lebih besar bagi kepiting kelapa dibandingkan dengan penangkaran di habitat buatan karena bisa mengurangi stress akibat perpindahan kondisi bebas di alam menjadi terkungkung di dalam kolam buatan yang terbatas.

7. Tindakan konservasi langsung (direct conservation measures) perlu diterapkan melalui persyaratan perijinan, pengurangan kapasitas penangkapan dan manajemen hasil tangkapan. Pengendalian ekosistem dilaksanakan

Dokumen terkait