• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Statistik Deskriptif

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Data Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari situs Bursa

Efek Indonesia

kinerja keuangan publikasi pada perusahaan manufaktur yang merupakan ringkasan dari laporan keuangan yang sudah diaudit selama periode 2010 – 2013. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, diperoleh 24 perusahaan manufaktur yang memenuhi kriteria dan dijadikan sampel dalam penelitian ini.

4.2. Statistik Deskriptif

Berdasarkan hasil analisis deskriptif statistik, maka didalam tabel 4.1 berikut akan ditampilkan karakteristik sampel yang digunakan didalam penelitian ini meliputi: jumlah sampel (n), rata-rata sampel (mean), nilai maksimum, nilai minimum serta standar deviasi untuk masing-masing variabel.

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

GPM 96 .099 .719 .3613 .17352

ITR 96 1.318 34.606 5.9129 6.05116

APCOGS 96 .999 2.179 .4973 .31051

NWCTA 96 -.290 .729 .3063 .22424

DR 96 .094 .714 .3931 .15638

48 Tabel 4.1 memberikan penjelasan statistik deskriptif variabel-variabel penelitian setelah data ditransformasikan ke dalam logaritma natural. Berikut adalah perincian data deskriptif yang telah diolah :

1. Perusahaan sektor industri barang konsumsi Variabel GPM (Y) memiliki nilai minimum sebesar 0.099 adalah PT Cahaya Kalbar Tbk pada tahun 2013 yang menunjukkan margin laba kotor perusahaan yang cuman 9%, sedangkan perusahaan yang memiliki rasio gross profit margin tertinggi (maksimum) sebesar 0.719 dimiliki oleh perusahaan PT Delta Djakarta Tbk, hal tersebut berarti perusahaan memiliki laba kotor yang besar sebesar 71%. Standar deviasi gross profit margin sebesar 0.17352 lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata (mean) gross profit margin sebesar 0.3613. Dengan rendahnya simpangan data, menunjukkan rendahnya fluktuasi data variabel gross profit margin. Jumlah observasi 96 yang berarti jumlah sampel perusahaan sebesar 24 dikali dengan periode penelitian selama 4 tahun.

2. Variabel ITR (X1) terendah (minimum) selama periode penelitian ini adalah 1.318 yaitu pada perusahaan PT Gudang Garam Tbk pada tahun 2011 yang menunjukkan selama setahun perusahaan cuman sekali seluruh persediaan berubah menjadi piutang, sedangkan nilai maksimum sebesar 34.606 pada perusahaan PT Nippon Indosari Corporindo Tbk menunjukkan 34 kali persediaan berubah menjadi piutang. Standar deviasi inventory turnover ratio adalah sebesar 6.05116 lebih besar dibandingkan nilai rata-rata (mean) inventory turnover ratio sebesar 5.9129. Dengan besarnya simpangan data,

49 menunjukkan tingginya fluktuasi data variabel inventory turnover ratio. Jumlah obesrevasi dalam penelitian ini adalah 96 perusahaan.

3. Variabel APCOGS (X2) terendah selama periode penelitian adalah sebesar 0.999 yaitu pada PT Mandom Indonesia Tbk tahun 2011. Sedangkan nilai tertinggi selama periode penelitian adalah PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk pada tahun 2010 yaitu sebesar 2.179. Standar deviasi account payable to cost of goods sold ratio standar 0.31051 lebih kecil dibandingkan dengan nilai rata-rata (mean) 0.4973. Dengan kecilnya simpangan data, menunjukkan rendahnya fluktuasi data variabel account payable to cost of goods sold ratio.

4. Variabel NWCTA (X3) terendah (minimum) selama periode penelitian ini adalah sebesar -0.290 yaitu pada perusahaan PT Multi Bintang Indonesia Tbk pada tahun 2012, yang berarti perusahaan tersebut memiliki net working capital yang terendah terhadap aset. Net working capital to Total Asset Ratio tertinggi (maksimum) adalah PT Merek Tbk pada tahun 2011 sebesar 0.729, ini menunjukkan perusahaan tersebut memiliki modal kerja bersih terbayak dibanding sampel perusahaan lainnya yaitu 72% dari total asset perusahaan tersebut. Standar deviasi adalah sebesar 0.22424 lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata (mean) sebesar 0.3063. Dengan kecilnya simpangan data, menunjukkan rendahnya fluktuasi data variabel net working capital to total asset.

5. Variabel DR (X4) terendah selama periode penelitian adalah sebesar 0.094 yaitu PT Mandon Indonesia Tbk tahun 2010. Sedangkan yang tertinggi selama periode penelitian adalah PT Multi Bintang Indonesia Tbk pada

50 tahun 2012 yaitu sebesar nilai maksimum sebesar 0.714 menunjukkan perusahaan tersbeut memiliki total utang lebih banyak terhadap asset dibandingkan perusahaan yang lain. Standar deviasi debt ratio sebesar 0.15638 lebih kecil dibandingkan dengan mean sebesar 0.3931. Dengan kecilnya simpangan data, menunjukkan rendahnya fluktuasi data variabel debt ratio.

4.3. Uji Asumsi Klasik

Penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda. Dalam analisis regresi ini, selain mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih, juga menunjukkan arah hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen (Ghozali, 2006). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah gross profit margin sedangkan variabel independen meliputi inventory turnover ratio, account payable to cost of goods sold ratio, net working capital to total asset ratio, dan debt ratio.

4.3.1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel penganggu atau residual memiliki distribusi normal. Pengujian terhadap normalitas data dalam penelitian ini menggunakan analisis grafik dan uji statistik Kolmogrov-Smirnov terhadap nilai signifikansi atau probabilitas > 0.05, menunjukkan data terdistribusi dengan normal. Sedangkan bila nilai signifikansi atau probabilitas < 0.05 maka data tidak terdistribusi normal.

51 Tabel 4.2

Hasil Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 96

Normal Parametersa,b

Mean .0000000

Std. Deviation .13802662

Most Extreme Differences

Absolute .104

Positive .104

Negative -.069

Kolmogorov-Smirnov Z 1.018

Asymp. Sig. (2-tailed)

.251

Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel 4.2 terlihat nilai Kolmogorov-Smirnov Z adalah 1,018 dan nilai signifikansi sebesar 0,251 dimana kedua nilai tersebut berada diatas 0.05 maka H0 diterima (data berdistribusi normal).

Berikut dilampirkan grafik histogram dan grafik P-Plot data yang telah berdistribusi normal.

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

52 Sumber: Hasil pengolahan SPSS 20, 2015

Gambar 4.1 Grafik Histogram

Grafik histogram pada gambar 4.1 menunjukkan pola distribusi normal karena grafik tidak melenceng ke kiri maupun menceng ke kanan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi telah memenuhi asumsi normalitas.

53 Sumber: Hasil pengolahan SPSS 20, 2015

Gambar 4.2 Grafik Normal P-P Plot

Berdasarkan grafik normal p – p plot, terlihat bahwa data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti garis diagonal, hal ini berarti model regresi telah memenuhi asumsi normalitas.

4.3.2. Uji Multikoliniaritas

(Ghozali, 2006) menjelaskan bahwa uji multikoliniaritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Untuk melihat ada tidaknya multikoliniaritas, dapat dilihat dari nilai

54 Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Nilai yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikoliniaritas adalah nilai Tolerance < 0.10 atau sama dengan nilai VIF > 10.

Tabel 4.3

Hasil Uji Multikolinearitas Coefficientsa Model Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant) ITR .829 1.206 AP_COGS .752 1.329 NWCTA .342 2.927 DR .348 2.877 Dependent Variable: GPM

Sumber: Hasil pengolahan SPSS 20, 2015

Berdasarkan tabel 4.3, nilai Tolerance menunjukkan tidak ada variabel independen yang memiliki nilai Tolerance < 10, dimana Tolerance value ITR senilai 0,829; APCOGS senilai 0,752; NWCTA senilai 0,342; dan DR senilai 0,348, yang berarti tidak ada korelasi antar variabel independen. Hasil perhitungan VIF juga menunjukkan hal yang sama dimana tidak ada satu variabel independen yang memiliki nilai > 10, dimana VIF ITR yaitu 1,206; APCOGS senilai 1,329; NWCTA senilai 2,927; dan DR senilai 2,877. Dengan demikian semua variabel independen bebas dari pengujian asumsi klasik multikolinearitas, sehingga variabel-variabel independen ini tidak perlu dikeluarkan dari model regresi.

55 4.3.3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Dasar pengambilan keputusan apakah terjadi heterokedastisitas adalah jika ada pola tertentu, seperti titik – titik yang ada membentuk pola tertentu (bergelombang, melebar, kemudian menyempit) maka mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas. Sedangkan, jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan bahwa angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Hasil dari uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada grafik scatterplot berikut ini:

Sumber: Hasil pengolahan SPSS 20, 2015 Gambar 4.3

Hasil Uji Heteroskedastisitas (Scatterplot)

Dari grafik scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Serta dari grafik di

56 atas tidak terbentuk pola tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan tidak terdapat heteroskedastisitas pada model regresi sehingga model regresi layak dipakai untuk melihat pengaruh variabel independen inventory turnover ratio, account payable to cost of goods sold ratio, net working capital to total asset ratio, dan debt ratio terhadap gross profit margin pada perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI.

4.3.4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk mengatahui apakah di dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan penganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi timbul karena residual tidak bebas dari observasi ke observasi lainnya. Cara yang dapat dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi adalah dengan melakukan pengujian Durbin Watson (DW). Dalam model regresi tidak terjadi autokorelasi apabila nilai du < dw < 4 – du.

Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi

a. Predictors: (Constant), DR, ITR, AP_COGS, NWCTA b. Dependent Variable: GPM

Sumber: Hasil pengolahan SPSS 20, 2015

Model Summaryb

Model

Change Statistics

Durbin-Watson R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change

57 Berdasarkan hasil perhitungan Durbin-Watson sebesar 0.638; sedangkan dalam tabel DW untuk “k” = 4 dan N = 96 besarnya DW-tabel: dL (batas luar) =; dU (batas dalam) =; 4-dU =; dan 4-dL =. Hasil perhitungannya disusun dalam tabel berikut ini:

Tabel 4.5

Pengujian Durbin Watson

Nilai dL Nilai dU Nilai DW Nilai 4-dU Nilai 4-dL

1,5821 1,7553 0,638 2,2447 2,4179

Sumber: Data Olahan

Pada tabel 4.5 diketahui bahwa nilai DW (0,638) lebih kecil dari 1.5821 . Hasil ini memperlihatkan bahwa 0 < dW < dL yang artinya bahwa H0 ditolak (terjadi autokorelasi) dalam penelitian ini. Hasil uji statistik yang menunjukkan data terjadi autokorelasi, maka perlu dilakukan transformasi data dengan menggunakan logaritma natural. Adapun hasil uji Durbin Watson setelah transformasi data ditunjukkan pada tabel 4.6 berikut:

Tabel 4.6 Hasil Uji Autokorelasi

a. Predictors: (Constant), LN_DR, LN_ITR, LN_ARCOGS, LN_NWCTA b. Dependent Variable: GPM

Sumber: Hasil pengolahan SPSS 20 , 2015

Model Summaryb

Model

Change Statistics

Durbin-Watson R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change

58 Berdasarkan hasil perhitungan Durbin – Watson sebesar 2,156; sedangkan dalam tabel DW untuk “k”= 4 dan N = 86 besarnya DW-tabel; dL (batas luar) =; dU (batas dalam) =; 4-dU =; dan 4-dL =. Hasil perhitungannya disusun dalam tabel berikut ini:

Tabel 4.7

Pengujian Durbin Watson

Nilai dL Nilai dU Nilai DW Nilai 4-dU Nilai 4-dL

1,5536 1,7478 2,156 2,2522 2,4464

Sumber: Data Olahan

Pada tabel 4.5 diketahui bahwa nilai DW terdapat diantara dU dan 4-dU, yaitu (1,748 < 2,156 < 2,252). Maka dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa H0 diterima (tidak terjadi autokorelasi) dalam penelitian ini.

Dokumen terkait