• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV Temuan Data dan Interpretasi Data Penelitian

4.6 Kondisi Kehidupan Sosial Ekonomi Karyawan di Afdeling V Unit Usaha

4.7.1 Status dan Posisi Buruh Nyerep di Perkebunan

Buruh nyerep adalah orang yang bekerja sebagai buruh yang dipekerjakan oleh karyawan.Buruh nyerep rata-rata berusia 30 sampai 40 tahun yang masih berusia produktif dan masih memiliki tenaga yang kuat untuk bekerja.Para buruh nyerep adalah ibu rumah tangga dan ada yang merupakan orang tua tunggal.Salah satu informan orang tua tunggal adalah Ibu Salma yang bekerja sebagai buruh nyerep.seperti hasil wawancara berikut ini:

“…saya adalah orang tua tunggal yang bekerja sendirian mencari nafkah untuk mengidupi saya dan anak- anak saya. Saya bekerja sebagai buruh nyerep sudah 3 tahun…”

Ibu Salma merupakan tulang punggung keluarga yang mencari nafkah dan bekerja sebagai buruh nyerep di Afdeling V Unit Usaha Padang Matinggi. Berbeda dengan Ibu Saroh yang merupakan ibu rumah tangga, seperti hasil wawancara berikut ini:

“…saya adalah ibu rumah tangga yang sambil

bekerja sebagai buruh nyerep untuk membatu suami mencari nafkah daripada di rumah aja bosan gak ada kerjaan dan juga gaji suami saya kurang mencukupi kebutuhan karna suami

saya kan hanya bekerja sebagai BHL (Buruh Harian Lepas)…” (Ibu Saroh, 36)

Ibu Saroh bekerja sebagai buruh nyerep hanya untuk membantu suami mencari nafkah sebab gaji suami kurang mencukupi kebutuhan sehari-hari.Dengan bekerja sebagai buruh, Ibu Saroh dapat membantu mencukupi kebutuhan keluarganya. Buruh nyerep bekerja dalam bidang pemeliharaan, yaitu menyemprot, memupuk dan membersihkan rumput.

Buruh nyerep tidak memiliki kontrak kerja dan tidak memiliki hubungan kerja dengan pihak perkebukan. Oleh karena itu, buruh nyerep adalah pekerja illegal karena dilakukan secara tidak resmi dengan cara sembunyi-sembunyi dan melanggar Undang- Undang tentang Ketenagakerjaan. Disebut tenaga kerja illegal karena keberadaan buruh nyerep tidak diakui dan tidak resmi sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.Pekerja illegal ini dilarang karena hanya menguntungkan satu pihak saja, contohnya seperti karyawan sangat diuntungkan karena masih mendapatkan sisa gajinya serta mendapatkan jaminan kesehatan dan lainnya, sedangkan buruh nyerep hanya mendapatkan upah saja, tidak bisa menuntut hak apapun selain upah.

Posisi buruh nyerep di perkebunan adalah sebagai pekerja pengganti.Buruh nyerep bekerja atas perintah dari karyawan bukan dari pihak perkebunan.Karyawan memasukan buruh nyerep ke perkebunan untuk menggantikan dirinya dan mendapatkan persetujuan dari mandor. Seperti hasil wawancara berikut ini:

“…awalnya karyawan datang dan meminta tolong pada saya untuk bekerja menggantikan dirinya dan sebelumnya dia (karyawan) uda dapat pertujuan dari mandor…”

Dari ungkapan Ibu Ernita bahwa awalnya karyawan datang meminta tolong untuk bekerja menggantikan dirinya (karyawan) dan sebelumnya karyawan harus meminta ijin

kepada mandor agar mandor dapat mengetahui bahwa pekerjaan karyawan telah digantikan oleh buruh nyerep. Seperti hasil wawancara dengan mandor berikut ini:

“…karyawan yang mau mempekerjakan buruh nyerep, harus melapor pada saya dulu dan harus memberikan alasan yang jelas sehingga ketika saya ditanyak oleh mandor I saya bisa menjelaskannya…” (Ibu Karnasih, 53)

Ibu Karnasih sebagai salah satu mandor yang anggota karyawannya menggunakan jasa buruh nyerep merasa harus bertanggung jawab atas pekerjaannya. Pekerjaan di perkebunan setiap hari harus memenuhi target perusahaan sehingga Ibu Karnasih memngijinkan karyawan untuk menggunakan jasa buruh nyerep agar dapat mencapai target setiap harinya. Seperti hasil wawancara berikut ini:

“…setiap hari perkebunan memberikan target yang harus dicapai dan setelah itu semua pekerjaan harus

dilaporkan ke kantor, jika saya tidak mengijinkan karyawan menggunakan jasa buruh nyerep maka takutnya akan berdampak pada target tidak tercapai sementara saya bertanggung jawab atas semua itu…” (Ibu Karnasih, 53)

Nama karyawan tetap tertulis sebagai bekerja walaupun yang bekerja itu adalah buruh nyerep.Buruh nyerep juga tidak mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja pada umumnya yaitu mendapatkan jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan, tunjangan dan lainnya.Hal ini sangat bertentangan dengan Undang-Undang nomor 13 tentang Ketenagakerjaan yang menjelaskan tentang hak dan kewajiban pekerja dalam

melaksanakan pekerjaan. Hak pekerja seperti dalam pasal 86 ayat (1) yaitu setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan dan keselamatan dan kesehatan kerja, serta dalam pasal 88 yaitu setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang

memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam UU diatas bahwa

karyawan berhak memperoleh perlindungan, keselamatan dan kesehatan serta upah yang layak. Perkebunan pun telah memenuhi hak pekerja tetapi karyawan memalalaikan kewajibannya sebagai pekerja dengan menyuruh orang lain untuk bekerja menggantikan

pekerjaannya, sedangkan karyawan tidak bekerja dan dirumah saja serta ada yang membuka usaha seperti warung. Dalam Undang-Undang tentang ketenagakerjaan, pekerja juga memiliki kewajiban sebagai pekerja, hal itu tercantum pada pasal 102 ayat (2) yaitu dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja dan serikat pekerja

mempunyai fungsi menjalankan perkerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi keberlangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokrasi, mengembangkan keterampilan dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya. Dalam UU yang telah dijelaskan diatas tentang kewajiban pekerja yaitu setiap pekerja mempunyai kewajiban dan tanggung jawab atas pekerjaannya.

Karyawan merupakan pekerja tetap di perkebunan dan mendapatkan

perlindungan serta fasilitas dari perkebunan.Karyawan perkebunan kelapa sawit tidak hanya pekerja laki-laki tetapi ada juga karyawan perempuan.Karyawan perempuan melakukan pekerjaan pemeliharaan tanaman seperti penyemprotan rumput, chemis piringan, chemis galangan, garuk piringan (khusus rendahan), pemupukan, dongkel kayu-kayuan dan pangkas (tunas). Pekerjaan karyawan diawasi oleh mandor dan setiap mandor memiliki beberapa anggota karyawan untuk dapat mencapai target perkebunan setiap harinya.

Karyawan perempuan di perkebunan kelapa sawit adalah karyawan yang dimutasi dari kebun kakao dan kebun teh, para karyawan perempun rata-rata sudah mulai tua. Dengan bertambahnya usia, maka karyawan perempuan malas, lelah atau tidak mampu lagi untuk bekerja sehingga karyawan perempuan mempekerjakan buruh nyerep bekerja untuk menggantikan pekerjaannya. Seperti hasil wawancara berikut ini:

“…sebenarnya saya masih sehat dan masih sanggup untuk bekerja tetapi karena bisa mempekerjakan buruh nyerep, lalu saya meminta tolong sama Ibu Saroh agar

menjadi buruh pengganti saya dan saya dirumah jagain warung…” (Ibu Lasma, 5)

Ibu Lasma masih mampu untuk bekerja tetapi banyak alasan yang membuat Ibu Lasma mempekerjakan buruh nyerep, alasannya yaitu Ibu Lasma merasa lelah dan butuh istirahat dan Ibu Lasma memiliki warung disamping rumahnya sehingga Ibu Lasma menjaga warung sedangkan suaminya yang akan belanja jika stok barang sudah habis. Warung yang dimiliki Ibu Lasma cukup besar dibandingkan dengan warung lainnya. Dimana hampir semua warga Afdeing V berbelanja di warung Ibu Lasma, selain lengkap, di warung Ibu Lasma juga diperbolehkan mengutang dan bisa dibayar pada saat gajian tiba tetapi tentu saja harga mengutang berbeda dengan harga kontan. Ibu Saroh yang menjadi buruh pengganti dari Ibu Lasma juga berbelanja dan mengutang di warung Ibu Lasma sehingga mereka sering bertemu di warung.Selain hubungan pedagang dan pembeli, hubungan mereka adalah hubungan tetangga dimana jarak rumah mereka sangat dekat dan hubungan antara majikan dengan pekerja dimana Ibu Lasma sebagai Majikan yang mempekerjakan Ibu Saroh sebagai buruh nyerepnya (buruh prngganti).

Berbeda dengan yang diungkapkan Ibu Roslina Hutabarat berikut ini:

“…saya sudah tua dan gak kuat lagi untuk kerja. Dulunya saya memanipulasi umur saya ketika melamar menjadi karyawan sehingga saat saya uda tua begini saya belum pension dan kalau mau pension dini kan nanggung karna tinggal 2 tahun lagi…”

Ibu Roslina diatas sudah tua dan tidak mampu lagi untuk bekerja karena dulunya ketika melamar menjadi karyawan, Ibu Roslina memanipulasi umurnya menjadi lebih mudah 7 tahun dari umur yang sebenarnya.Umur Ibu Roslina yang sebnarnya adalah berumur 60 tahun sedangkan umurnya yang tercatat di perkebunan adalah berumur 53 tahun. Masa pensiun karyawan adalah berumur 55 tahun, sehingga padaa saat ini Ibu Roslina masih memiliki waktu 2 tahun lagi untuk pension, sedangkan saat ini Ibu

Roslina suda tidak mampu lagi untuk bekerja di lapangan perkebunan maka Ibu Roslina memutuskan untuk mempekerjakan buruh nyerep, buruh nyerep Ibu Roslina adalah Ibu Ernita Simanguncong. Ibu Ernita adalah satu pondok dengan Ibu Roslina di Afdeling V Unit Usaha Padang Matinggi.Walaupun jarang bertemu tetapi hubungan yang terjalin antara mereka cukup baik sebagai sesama warga Afdeling V dan.selain hubungan sebagai tetangga, mereka juga memiliki hubungan kerja yang saling menguntungkan pihak masing-masing.

Berbeda dengan yang diungkapkan Ibu Susi, seperti hasil wawancara berikut ini:

“…sebenarnya sih saya masih sanggup untuk bekerja tapi jarak rumah dari tempat kerja sangat jauh dan saya pasti akan merasa kecapekan sekali sehingga saya memutuskan untuk mempekerjakan buruh nyerep. Buruh nyerep yang saya pekerjaan adalah Ibu Salma yang tinggal di Afdeling V…”

Ibu Susi sebenarnya masih sanggup untuk bekerja tetapi banyak alasan yang membuatnya malas untuk bekerja, seperti jarak rumah dan tempat kerja yang jauh padahal dulu Ibu Susi dan keluarga pernah bertempat tinggal di Afdeling V Unit Usaha Padang Matinggi tetapi mereka memutuskan untuk pindah ke Emplasmen dengan alasan agar anak-anak mereka bisa dekat menuju sekolahannya. Hubungan Ibu Susi dengan Ibu Salma hanya sebatas hubungan kerja dan mereka jarang bertemu. Seperti hasil

wawancara berikut ini:

“…saya gak pernah jumpa lagi dengan Ibu Salma (buruh nyerep) terakhir jumpa ya saya jumpai dia minta tolong untuk nyerepin saya kerja setelah itu saya gak pernah jumpa lagi.Kalo gajian, suami saya yang memberikannya. Jadi ya hubungan kami hanya sebatas itu, saya juga hanya memberikan gaji aja yang menjadi haknya karna telah bekerja menggantikan saya…”

Ibu Susi mengatakan bahwa hubungan mereka tidak terlalu dekat.Mereka bertemu hanya pada saat ibu Susi meminta tolong kepada ibu Salma untuk menjadi

buruh nyerepnya.Selain itu mereka tidak pernah lagi bertemu atau saling

berkomunikasian.Hal ini juga disebabkan karena rumah mereka berjauhan.Dan jika pada saat gajian, suami Ibu Susi yang memberikannya kepada Ibu Salma.

Dokumen terkait