• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Status Gizi pada Balita

Menurut Arsad (2006) status gizi balita adalah keadaan kesehatan anak balita yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri.

Status gizi adalah keadaan kesehatan yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara makanan, tubuh dan lingkungan hidup manusia. Status gizi diukur dengan cara yaitu (Depkes, 1992).

1. Antropometri, yaitu mengukur berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas,

lemak dibawah kulit.

2. Klinik, yaitu pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh ahli medis, biasanya yang melakukannya adalah seorang dokter.

3. Laboratorium, yaitu pemeriksaan darah, urine dan tinja.

4. Dietetik, yaitu pemeriksaan jenis, jumlah, komposisi makanan yang dikonsumsi

oleh individu.

Berdasarkan Departemen Kesehatan (2011) penentuan status gizi anak balita dilakukan secara klinis dan antropometri (BB/TB-PB), sehingga dapat diketahui tingkat status gizi balita tersebut.

Tabel 2.1.Penentuan Status Gizi Secara Klinis dan Antropometri (BB/TB Standar WHO-2005)

Status Gizi Klinis Antropometri

(BB/TB) Gizi Buruk Tampak sangat kurus dan atau

ada odema pada kedua

punggung kaki sampai seluruh tubuh

< - 3 SD

Gizi Kurang Tampak Kurus ≥- 3 SD ─ < - 2 SD

Gizi Baik - 2 SD ─ + 2 SD

Gizi Lebih > + 2 SD

2.1.1. Masalah Gizi pada Balita

Berg ( 1989) berbicara mengenai gizi berarti membicarakan tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan dan proses dimana organisme menggunakan makanan untuk pemeliharaan kehidupan, pertumbuhan, bekerjanya anggota dan jaringan tubuh secara normal dan produksi tenaga.

Membahas mengenai masalah gizi, dapat digolongkan kepada tiga bagian sebagai berikut :

1. Gizi kurang, yaitu keadaan tidak sehat (patologik) yang timbul karena tidak cukup makan dan dengan demikian konsumsi energi kurang selama jangka waktu tertentu, ditandai dengan berat badan yang menurun.

2. Gizi lebih, yaitu keadaan tidak sehat (patologik) yang disebabkan kebanyakan makan serta mengkonsumsi energi lebih banyak daripada yang diperlukan tubuh untuk jangka waktu yang panjang, kegemukan merupakan tanda pertama yang biasa dilihat.

3. Gizi buruk, yaitu keadaan tidak sehat (patologik) yang disebabkan oleh makanan yang sangat kurang dalam satu atau lebih zat esensial dalam waktu lama, biasanya diikuti dengan tanda-tanda klinis khusus seperti marasmus, kwashiorkor dan marasmus kwashiorkor.

2.1.2. Penilaian Status Gizi pada Balita

Menurut standar WHO (1983) bila prevalensi kurus (wasting) < -2SD diatas 10 % menunjukan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat serius dan berhubungan langsung dengan angka kesakitan. Indeks Antropometri yang sering dipakai adalah :BB/U (berat badan menurut umur) menggambarkan ada atau tidak adanya kurang gizi (malnutrisi), tidak bisa menjelaskan apakah akut atau kronis. TB/U (tinggi badan menurut umur) menggambarkan ada atau tidak adanya malnutrisi kronik. BB/TB (berat badan menurut tinggi badan) menggambarkan ada atau tidak adanya malnutrisi akut (Depkes, 2004).

Khumaidi (1994) berpendapat bahwa berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi. Penggunaan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh .

Menurut Arsad (2006) ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok masyarakat, salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan antropometri, dalam pemakaiannya untuk penilaian status gizi

antropometri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain, variabel tersebut adalah sebagai berikut : umur, berat badan dan tinggi badan.

Menurut Abunain (1990) berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (berat badan menurut umur) atau melakukan penilaian dengam melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu .

Menurut Supariasa (2002) indeks BB/U digunakan sebagai salah satu indikator status gizi dan karena sifatnya berat badan yang labil maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi saat ini. Sebagai indikator status gizi BB/U mempunyai kelebihan dan kelemahan, adapun kelebihannya adalah: Dapat lebih mudah dan lebih cepat di mengerti oleh masyarakat umum, sensitif untuk melihat perubahan status gizi jangka pendek, dan dapat mendeteksi kegemukan.

Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk

indeks TB/U (tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB (berat badan menurut tinggi badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun (Depkes, 2004).

2.1.3. Gizi Buruk pada Balita

Pengertian Gizi buruk (severe malnutrition) menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) adalah suatu istilah tehnis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran, gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun.

Menurut Depatemen Kesehatan (2008) gizi buruk adalah keadaan kekurangan gizi menahun yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari. Kekurangan gizi tingkat berat pada anak balita berdasarkan pada indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau ditemukan tanda-tanda klinis seperti marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor, klasifikasi gizi buruk berdasarkan gambaran klinisnya antara lain, sebagai berikut : Marasmus adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan badan tampak sangat kurus, iga gambang, perut cekung, wajah seperti orang tua dan kulit keriput. Gambaran klinis marasmus berasal dari masukan kalori/asupan kalori yang tidak cukup dikarenakan diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti pola asuh yang tidak baik, atau karena kelainan metabolik/malformasi

congenital. Malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau dengan hygiene yang jelek (Behrman, 2000).

2.1.4. Penyebab Gizi Buruk pada Balita

Secara garis besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang kurang atau anak sering sakit/terkena infeksi, atau disebabkan oleh banyak faktor lainnya seperti, tidak tersedianya makanan yang adekuat, dan anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang, serta pola asuh yang salah (IDAI, 2008).

Menurut Departemen Kesehatan (2005) gizi buruk di pengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait, secara langsung gizi buruk dipengaruhi oleh tiga faktor penyebab yaitu, anak tidak cukup mendapatkan makanan bergizi seimbang, anak tidak mendapatkan asuhan gizi yang memadai, dan anak menderita penyakit infeksi. 1. Anak tidak cukup mendapat makanan yang bergizi seimbang

Bayi dan anak balita tidak mendapatkan makanan yang bergizi seperti ASI (Air Susu Ibu) ekslusif, dan setelah 6 bulan anak tidak mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan rendah seringkali anak mendapatkan makanan seadanya karena faktor ketidak tahuan dan ketidak mampuan.

Pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Pengetahuan orang tua yang kurang tentang pola asuh anak sehingga asupan gizi yang cukup tidak terpenuhi. Salah satu contohnya adalah anak yang tidak diasuh oleh ibunya sendiri, pengasuh kurang mengerti pentingnya makanan bergizi sehingga anak tidak mendapat gizi yang cukup.

3. Anak menderita penyakit infeksi

Terjadi hubungan timbal balik antara kejadian penyakit infeksi dan gizi buruk. Anak yang menderita gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga anak mudah terkena penyakit infeksi. Demikian juga anak yang menderita infeksi akan cenderung menderita gizi buruk.

Dokumen terkait