• Tidak ada hasil yang ditemukan

Di kota dumai Sarana dan prasarana yang digunakan sebagai tempat pemasaran hasil-hasil produksi seperti tempat pangkalan pendaratan ikan sudah ada tetapi belum

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.2.1 Status pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap

Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, telah mendorong meningkatnya komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya permintaan akan ikan tersebut dipenuhi dari sumberdaya ikan yang jumlahnya di alam memang terbatas. Kecenderungan meningkatnya permintaan akan ikan telah membuka peluang berkembang pesatnya industri perikanan, hanya sayangnya perkembangan industri perikanan tidak mempertimbangkan daya dukung lingkungan serta kelestarian sumberdaya perikanan akibatnya usaha perikanan yang berkelanjutan dan upaya meningkatkan taraf hidup nelayan menjadi tanda tanya. Oleh karenanya penting diketahui status pemanfaatan sumberdaya perikanan, agar dapat mempertimbangkan kemungkinan pengembangan dimasa yang akan datang dengan mempertimbangkan keberlangsungan sumberdaya tersebut.

Mengetahui Status pemanfaatan sumberdaya ikan dengan cara mengetahui besarnya potensi sumberdaya (stok). Mengacu pada Komisi Nasional Pengkajian Stok Ikan (1998) bahwa estimasi stok ikan di Indonesia dipergunakan beberapa metode yaitu sensus/transek, sweept area, akustik, production surplus, tagging

53

dan ekstra/intra-polasi. Diantara keenam metode pendekatan tersebut, metode production surplus adalah relatif paling murah, cepat dan sederhana dalam pengerjaannya. Faktor penentu keberhasilan penggunaan metode ini terletak pada keakuratan data yang digunakan. Metode production surplus menggunakan data time series hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan. Diakui metode ini banyak menggunakan asumsi dalam perhitungannya. Stok sumberdaya ikan diasumsikan sebagai suatu biomasa yang tidak berpedoman pada umur, ukuran panjang ikan dan jumlah biomassa suatu stok tetap meski ada aktivitas usaha perikanan.

Di perairan Kota Dumai unit penangkapan yang digunakan dominan menangkap ikan demersal, hal ini didukung oleh topografi perairan yang datar, belumpur dan berpasir, yang sangat disenangi oleh sumberdaya demersal.

Hasil produksi ikan demersal tahun 2006 sebesar 1.142,8 ton atau 90,33 % dari estimasi produksi lestari (MSY) 1.265 ton. Produksi tersebut dihasilkan pada tingkat pengupayaan sebesar 11.108,17 trip atau 116,41 % dari upaya penangkapan optimum sebesar 9.542 trip. Produksi penangkapan ikan demersal belum melebihi batas produksi maksimal lestari. Namun upaya yang dilakukan telah melebihi batas upaya optimum.

Meski demikian jika dicermati produksi yang telah dicapai sudah mendekati batas lestari, hal ini perlu mendapatkan perhatian yang serius, mengingat jumlah nelayan yang semakin bertambah demikian pula alat tangkap yang digunakan. Sedangkan semua aktifitas penangkapan terakumulasi pada 2 mil area penangkapan. Jika pada kondisi tersebut aktifitas penangkapan terus dilakukan secara intensif, maka dampak yag terjadi penurunan produksi persatuan upaya penangkapan. (Gambar 10).

Secara matematis dampak yang ditimbulkan dapat diprediksikan melalui persamaan regresi dari hubungan effort dan catch yaitu Y= 746,1 + 0.043x; R2 = 0,205, dimana setiap penambahan satu satuan upaya penangkapan akan meningkatkan produksi sebesar 0.043 ton. Dari gambar 11 menunjukan bahwa kecenderungan trend meningkat.

Sedangkan hubungan upaya penangkapan terhadap CPUE, secara matematis di prediksikan melalui persamaan regresi yaitu Y= 0.265 - 1E-05x;

54

R2= 0,449, dari persamaan tersebut menggambarkan terjadinya penurunan produktifitas perunit penangkapan sebesar 05 ton/trip setiap dilakukan penambahan upaya penangkapan. Dari gambar 11 menunjukan bahwa kecenderungan trend menurun.

Hal ini perlu mendapatkan perhatian yang serius, mengingat kebutuhan akan ikan harus terus terpenuhi dan aktifitas nelayan harus tetap berjalan agar dapat meningkatkan taraf hidup nelayan dengan tidak menggangu keberlangsungan sumberdaya demersal.

Produksi ikan demersal meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah alat tangkap dengan target utama sumberdaya demersal, hal ini harus menjadi perhatian. Mengacu kepada kondisi faktual tersebut sangat diperlukan kehati- hatian dalam pemanfaatan sumberdaya ikan, meskipun sumberdaya perikanan laut termasuk dalam kriteria sumberdaya yang dapat diperbaharui, akan tetapi pemanfaatannya harus tetap rasional agar kesinambungan produksi dan kelestarian sumberdayanya tetap terjaga.

Upaya kehati-hatian dalam pemanfaatan sumberdaya ikan mengacu kepada prinsip-prinsip kehati-hatian (precautionary) sebagaimana yang tertuang dalam code of conduct for responsible fisheries (CCRF) (FAO, 1995), di Indonesia penekanan pemanfaatan sumberdaya yang dibatasi hingga 80 % dari MSY. Sehingga sebaiknya produksi perikanan di perairan Kota Dumai sebesar 1.012 ton dengan upaya sebesar 7.633,6 trip.

Dengan demikian pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, apabila dilakukan secara tidak hati-hati akan dapat menguras persediaan sumberdaya perikanan yang ada. Kondisi ini akan menghambat pertumbuhan ekonomi lebih lanjut, yang menyebabkan besarnya tekanan pemanfaatan sumberdaya demersal di perairan Kota Dumai adalah:

1) Dominannya unit penangkapan dengan target utama ikan demersal. 2) Peningkatan jumlah unit penangkapan.

3) Enggannya masyarakat mengalihkan target tangkapan ke ikan pelagis, karena ikan demersal biasaya harga tinggi dan banyak peminatnya. 4) Enggannya masyarakat melakukan ekpansi,karena harga solar tinggi. 5) Tingginya pembagian hasil dengan Tauke, dengan perbandingan 50:50.

55

5.2.2 Unit penangkapan prioritas

Teknologi penangkapan ikan demersal yang dominan digunakan oleh nelayan Kota Dumai diantaranya sondong, rawai tetap/dasar dan gombang. Untuk menentukan unit penangkapan ikan prioritas digunakan beberapa aspek penilaian diantaranya:

1) Aspek biologi

Berdasarkan Tabel 12 penilaian aspek biologi unit penangkapan ikan dengan menggunakan fungsi nilai unit penangkapan rawai tetap/dasar menjadi prioritas utama, karena rawai dasar unggul pada kriteria selektifitas alat tangkap dan komposisi hasil tangkapan karena alat tangkap rawai lebih selektif terhadap target ukuran ikan. Monintja (1987) menyatakan bahwa alat tangkap pancing, rawai, pancing tonda, huhate pancing dasar sangat baik dikembangkan karena memiliki selektifitas tinggi sehingga lebih ramah terhadap lingkungan.

Di perairan Kota Dumai mata pancing yang dipakai ukurannya 2-4 sehingga rawai ini tujuannya menangkap ikan-ikan yang berukuran besar.

Sementara sondong dan gombang merupakan alat tangkap yang menyaring hasil tangkapan sehingga alat ini kurang selektif terhadap ukuran tangkapan.

2) Aspek teknis

Berkaitan dengan pengoperasian unit penangkapan untuk mengetahui efektif atau tidak, suatu unit alat tangkap bila dioperasikan. Hasil penilaian dari standarisasi dengan fungsi nilai, unit penangkapan sondong merupakan alat tangkap yang menjadi prioritas pertama, karena produksi pertahun, pertrip dan produksi pertenaga kerja unggul sehingga hal ini menunjukan bahwa unit penangkapan sondong efektif untuk menangkap ikan demersal di perairan Kota Dumai sehingga alat ini dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat nelayan. 3) Aspek sosial

Hasil analisa aspek sosial dengan beberapa kriteria yang kemudian dilakukan standarisasi nilai menghasilkan prioritas pertama yaitu unit penangkapan rawai tetap/dasar, karena tingginya respon nelayan terhadap keberadaan rawai hanyut, kemampuan investasi bagi nelayan cukup besar karena

56

lebih ringannya biaya yang dikeluarkan untuk investasi dan kemudahan pengadaan, mudahnya dalam mencari alat yang dibutuhkan.

4) Aspek ekonomi

Aspek ekonomi menggunakan kriteria penilaian berdasarkan kelayakan usaha dan kelayakan investasi dengan beberapa parameter yang mendukung.

1) Kelayakan usaha

Dari hasil standarisasi penilaian dengan fungsi nilai terhadap kelayakan usaha unit penangkapan gombang menjadi prioritas pertama, hal ini dapat terlihat dari manfaat yang diperoleh dari kegiatan selama 1 tahun, cukup menguntungkan.

Cukup besarnya keuntungan memberi peluang bagi nelayan untuk pengembalian modal dalam waktu yang relatif singkat. Secara umum kriteria R/C Ratio pada semua unit penangkapan menunjukan kategori layak untuk dikembangkan karena nilai R/C Ratio semua unit penangkapan lebih besar dari satu (satu).

2) Kelayakan investasi

Unit penangkapan sondong merupakan prioritas pertama yang layak untuk diinvestasikan karena dari semua kriteria sondong menjadi prioritas pertama. Hasil investasi unit sondong dengan membandingkan semua penerimaan yang diperoleh dari investasi dengan semua pengeluaran yang harus dikeluarkan selama proses investasi dilaksanakan dengan menilai manfaat investasi yang merupakan jumlah nilai kini dari manfaat bersih dan dinyatakan dalam rupiah sebesar Rp 50.508.860, maka investasi layak dan efisiensi dalam penggunaan modal 3.81 atau > dari 1 dinyatakan memberikan keuntungan. Sedangkan nilai IRR 118% lebih besar dari nilai suku bunga bank yang berlaku (17.5%).

Dokumen terkait