• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

2.4 Status Penguasaan Lahan Mangrove

Mangrove yang terdapat di Kabupaten Pesawaran tumbuh di lahan-lahan yang berada di luar kawasan hutan negara. Berdasarkan penuturan tokoh-tokoh masyarakat dan tetua kampung, dahulunya tidak ada yang mengklaim kepemilikan lahan-lahan mangrove di wilayah tersebut; karena sebagian besar masyarakat memiliki profesi sebagai petani yang menggarap sawah atau ladang dan nelayan yang mencari ikan di laut. Budidaya udang yang mulai berkembang di tahun 1980-an mendorong sebagian masyarakat menguasai lahan mangrove untuk diusahakan menjadi tambak yang dikelola secara tradisional. Sebagian lainnya menguasai lahan mangrove dengan tujuan untuk dijual kepada investor yang berasal dari luar wilayahnya. Di beberapa lokasi, sempat pula terjadi pengambilalihan secara paksa lahan-lahan mangrove milik masyarakat oleh investor dengan ganti rugi yang tidak layak; sehingga sempat menimbulkan konflik kekerasan. Seiring pesatnya perkembangan budidaya udang yang diusahakan secara semi intensif dan intensif sekitar akhir tahun 1990-an, sebagian besar lahan-lahan mangrove yang berada di pesisir Kabupaten Pesawaran (di daratan Pulau Sumatra) telah beralih kepemilikannya kepada investor yang berasal dari luar wilayah tersebut.

Saat ini, sebagian besar lahan mangrove yang berada di pesisir Kabupaten Pesawaran (di daratan Pulau Sumatra) merupakan lahan yang dibebani hak milik. Hal ini dibuktikan dengan kepemilikan Surat Keterangan Tanah (SKT) yang dikeluarkan oleh kepala desa atau Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Pesawaran dan BPN Kabupaten Lampung Selatan (SHM diterbitkan sebelum Kabupaten Pesawaran dimekarkan dari Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2007). Sebagian lahan mangrove di wilayah yang sama, diklaim tanpa bukti kepemilikan lahan. Kondisi serupa juga terjadi dengan lahan-lahan mangrove yang terdapat di pulau-pulau kecil yang masuk ke dalam wilayah kabupaten tersebut; namun, ada juga yang diklaim oleh masyarakat setempat dan dikelola oleh kelembagaan lokal, seperti yang berada di Desa Pulau Pahawang.

Mangrove juga banyak ditemukan di wilayah Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) TNI AL di Piabung, Teluk Ratai, Kecamatan Padang Cermin. Ketegasan TNI AL dalam menjaga kedaulatan wilayahnya, secara tidak langsung membuat keberadaan mangrove terjaga dengan sangat baik. Pangkalan ini secara resmi digunakan mulai tahun 1997 dan diproyeksikan sebagai Pangkalan TNI AL Wilayah Barat yang dibangun oleh Pemerintah/TNI AL sebagai pengembangan Armada TNI AL yang meliputi beberapa wilayah, yaitu: Teluk Ratai seluas 1.097 ha, Piabung seluas 100 ha, Pulau Kalagian seluas 466,5 ha, Margodadi seluas 905 ha, dan Sabu seluas 192 ha. Lanal Lampung merupakan salah satu Satuan Komando TNI Angkatan Laut dibawah Pangkalan Utama TNI AL III (Lantamal III) yang berkedudukan di Jakarta, memiliki tugas pokok untuk menyelenggarakan dukungan logistik dan administrasi unsur-unsur TNI AL, melaksanakan patroli laut di wilayah Lanal Lampung, pemberdayaan potensi nasional menjadi kekuatan pertahanan keamanan negara di bidang maritim, dan tugas-tugas lainnya.

Secara teoritis, konsep hak kepemilikan (property right) dapat digunakan untuk menjelaskan status kepemilikan dari lahan-lahan mangrove di atas; dimana menurut Robbins (2004) hak kepemilikan merupakan salah satu bagian dari kajian politik ekologi. Ostrom dan Schlager (1996) mengemukakan bahwa hak kepemilikan dalam pelaksanaannya dapat dibagi lebih lanjut menjadi beberapa bentuk, yaitu: access dan withdrawal, management, exclusion, dan alienation. Hak akses (access) adalah hak untuk memasuki suatu batas fisik kepemilikan yang telah ditetapkan. Hak pemanfaatan (withdrawal) adalah hak untuk mendapatkan hasil atau produk dari suatu sumberdaya. Hak pengelolaan (management) adalah hak untuk mengatur pola-pola pemanfaatan internal dan mengubah sumberdaya dengan melakukan perbaikan. Hak ekslusi (exclusion) adalah hak untuk menentukan siapa yang akan mendapatkan hak akses dan bagaimana hak tersebut ditransfer. Hak pengalihan (alienation) adalah hak untuk menjual atau menyewakan salah satu atau lebih hak-hak pilihan kolektif di atas.

Selanjutnya Ostrom dan Schlager (1996) membedakan hak-hak yang dimiliki oleh lima kelompok masyarakat yang mempunyai strata hak kepemilikan dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi, yaitu: authorized entrant, authorized user, claimant, proprietor, dan owner (Tabel 6). Authorized entrant

adalah individu-individu yang diberi hak untuk dapat memasuki sumberdaya.

Authorized user adalah individu-individu yang diberi hak untuk dapat memasuki dan memanfaatkan sumberdaya. Claimant adalah individu-individu yang memiliki hak yang sama sebagai authorized user ditambah hak pilihan kolektif untuk menentukan pengelolaannya. Proprietor adalah individu-individu yang memiliki hak pilihan kolektif untuk berpartisipasi dalam pengelolaan dan menentukan keikutsertaan/mengeluarkan pihak lain. Owner adalah individu-individu yang diberi hak pilihan kolektif untuk dapat memasuki dan memanfaatkan, menentukan bentuk pengelolaan, menentukan keikutsertaan/mengeluarkan pihak lain, dan dapat memperjualbelikan hak atas sumberdaya. Dengan ciri-ciri hak kepemilikan di atas, maka secara de facto pihak-pihak, baik yang menguasai lahan-lahan mangrove secara formal (dengan bukti kepemilikan) maupun informal dapat disebut sebagai owner; namun secara de jure hanya pihak-pihak yang memiliki bukti kepemilikan secara formallah yang lebih kuat kedudukannya. Ada juga pihak yang disebut sebagai proprietor, karena hanya memiliki hak akses, hak pemanfaatan, hak pengelolaan, dan hak ekslusi, yaitu kelembagaan lokal pengelolaan mangrove yang berada di Desa Pulau Pahawang.

Tabel 6 Hak-hak yang terikat berdasarkan posisi kelompok masyarakat

Tipe hak Owner Proprietor Claimant Authorized user Authorized entrant

Access X X X X X

Withdrawal X X X X

Management X X X

Exclusion X X

Alienation X

Menurut Bromley (1991) ada empat rezim pengelolaan kepemilikan, yaitu: rezim kepemilikan pribadi (private property regime), rezim kepemilikan bersama (common property regime), rezim kepemilikan oleh negara (state property regime), dan rezim akses terbuka (open acces regime). Rezim kepemilikan pribadi adalah kepemilikan pribadi terhadap sesuatu, dimana hak terhadap sesuatu tersebut melekat pada pemiliknya, sehingga aturan yang berkaitan dengan sesuatu tersebut ditetapkan sendiri dan hanya berlaku untuk pemiliknya. Rezim kepemilikan bersama adalah kepemilikan oleh sekelompok orang tertentu dimana hak, kewajiban, dan aturan ditetapkan dan berlaku untuk anggota kelompok tersebut. Rezim kepemilikan oleh negara adalah hak kepemilikan dan aturan- aturannya ditetapkan oleh negara dan invidu tidak boleh memilikinya. Rezim akses terbuka adalah tidak ada aturan yang mengatur mengenai hak dan kewajiban.

Mengacu pada konsep rezim pengelolaan kepemilikan di atas, maka terdapat beberapa rezim pengelolaan kepemilikan lahan-lahan mangrove di Kabupaten Pesawaran. Lahan-lahan mangrove yang berada di lahan milik merupakan rezim kepemilikan pribadi. Lahan-lahan mangrove yang tidak/belum dibebani hak milik secara de jure merupakan rezim kepemilikan negara karena merupakan bagian dari kawasan perlindungan setempat berdasarkan peraturan daerah mengenai RTRW; tetapi secara de facto dalam kondisi akses terbuka. Rezim kepemilikan bersama, secara de facto, dapat ditemui pada lahan mangrove yang dikelola oleh kelembagaan lokal di Desa Pulau Pahawang; namun secara de jure lahan-lahan mangrove tersebut sebenarnya merupakan rezim kepemilikan negara. Lahan mangrove yang berada di wilayah pangkalan angkatan laut TNI AL merupakan rezim kepemilikan oleh negara.

Dokumen terkait