• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

B. Status Sosial Ekonomi

Menurut Nasution (1985:122) status adalah kedudukan yang terhormat dalam masyarakat, penghargaan yang mempertinggi harga-diri dihadapan orang-orang lain. Selanjutnya, Nasution (1985:29-30) menentukan stratifikasi sosial dengan tiga metode.

1. Metode Obyektif, dimaksudkan stratifikasi ditentukan berdasarkan kriteria obyektif antara lain jumlah pendapatan, lama atau tinggi pendidikan, jenis pekerjaan.

2. Metode Subyektif, dimaksudkan dalam metode ini golongan sosial dirumuskan menurut pandangan anggota masyarakat menilai dirinya dalam hierarki kedudukan dalam masyarakat itu. Kepada mereka diajukan pertanyaan : “Menurut pendapat Saudara termasuk golongan manakah Saudara di negeri ini, golongan atas, golongan menengah,atau golongan rendah?”

3. Metode reputasi, metode ini dikembangkan oleh W. Lloyd Warner cs. Dalam metode ini golongan sosial dirumuskan menurut bagaimana anggota masyarakat menempatkan stratifikasi masyarakat itu.

Nasution (1985) juga menjelaskan, ada berbagai kriteria sosial ekonomi untuk membedakan berbagai golongan sosial seperti jabatan, jumlah dan sumber pendapatan, tingkat pendidikan, agama, jenis dan luas rumah, asal keturunan, partisipasi dalam kegiatan organisasi, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan status sosial seseorang.

10

Menurut Roucek dan Waren (1984:79) status adalah kedudukan seseorang dalam suatu kelompok dan hubungannya dengan anggota lain dalam kelompok itu, atau kedudukan sesuatu kelompok berbanding dengan kelompok lain yang lebih banyak jumlahnya. Selanjutnya, Roucek dan Waren menjelaskan status sosial selalu mengacu pada kedudukan khusus seseorang dalam masyarakatnya berhubung dengan orang lain dalam lingkungan yang disertainya, martabat yang diperolehnya, dan hak serta tugas yang dimilikinya. Menurut Soekanto (1982:233) kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan orang-orang lainnya dalam kelompok tersebut atau tempat suatu kelompok sehubungan dengan klompok-kelompok lainnya di dalam kelompok yang lebih besar lagi. Soerjono Soekanto juga mengartikan kedudukan sosial adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestigenya dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya.

Masyarakat pada umumnya memperkembangkan 2 (dua) macam kedudukan (Soekanto, 1982:234-235) yaitu:

1. ascribed-Status, yaitu kedudukan sesorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan. Kedudukan tersebut diperoleh karena kelahiran;

2. achieved-Status, yaitu kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha- usaha yang disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran, akan tetapi bersifat terbuka bagi siapa saja hal mana tergantung

11

dari kemampuannya masing- masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya.

Ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolongkan anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya (Soekanto, 1982:231-232) adalah sebagai berikut

1. Ukuran kekayaan

Ukuran kekayaan (kebendaan) dapat dijadikan suatu ukuran; barang siapa yang memiliki kekayaan paling banyak, termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut, misalnya dapat dilihat dalam bentuk rumah yang bersangkutan, mobil pribadinya, cara-caranya mempergunakan pakaian serta bahan pakaian yang dipakainya, kebiasaan untuk berbelanja barang-barang mahal dan sebagainya.

2. Ukuran kekuasaan

Barang siapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar, menempati lapisan yang tertinggi.

3. Ukuran kehormatan

Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati, mendapat tempat yang teratas. Ukuran semacam ini banyak dijumpai dalam masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa benar kepada masyarakat.

12

4. Ukuran ilmu pengetahuan

Ilmu pengetahuan sebagai ukuran, dipakai oleh masyarakat- masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetapi ukuran tersebut kadang-kadang menyebabkan terjadinya akibat-akibat yang negatif, oleh karena kemudian ternyata bahwa bukan mutu ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, akan tetapi gelar kesarjanaannya. Sudah tentu hal itu mengakibatkan segala macam usaha untuk mendapatkan gelar tersebut, walaupun secara tidak halal.

Status sosial ekonomi orang tua dapat dilihat dari beberapa segi, antara lain. 1. Jenis Pekerjaan

Spillane (1982:3-4) mengelompokkan pekerjaan dalam sembilan golongan.

a. Golongan A - Petani - Pedagang - Pegawai kantor

- Pemilik perusahaan/ toko/ pabrik - Pengawas keamanan

- Pemilik bus/colt - Peternak

- Pegawai sipil ABRI

f. Golongan F - Buruh tidak tetap - Petani penyewa - Tukang penarik becak

b. Golongan B - Nelayan - Buruh tani - Penebang kayu g. Golongan G - Ahli hukum - Ahli ilmu tanah - Apoteker - Arsitek - Doktor

- Dosen / Guru besar - Gubernur

- Insinyur

- Kepala kantor pos ( pusat )

13

- Manajer Perusahaan - Menteri

- Pegawai negeri ( Gol. III A keatas )

- Peneliti - Pilot

- Perwira ABRI ( Major sampai Jenderal ) - Wali kota / bupati c. Golongan C

- ABRI

- Pegawai negeri ( gol. IA – ID ) - Manajer perusahaan kecil - Guru SD Kepala kantor pos

cabang

- Pegawai badan hukum - Supervisor / pengawas h. Golongan H - Pembantu - Penjual keliling - Tukang cuci d. Golongan D - Meninggal dunia - Pensiunnan

- Tidak mempunyai pekerjaan tetap

i. Golongan I - Artis / seniman - Buruh tetap

- Pandai besi/ emas/ perak - Penjahit

- Tukang Ojek - Penjahit - Tukang Ojek

- Sopir bus / mini bus - Tukang kayu - Tukang listrik e. Golongan E - Guru ( SMP, SMU ) - Juru rawat - Pekerja sosial - Kepala sekolah - Kontraktor

- Pegawai negeri ( Gol. IIA – II ) - Perwira ABRI ( Letda, Lettu, dan

Kapten ) - Wartawan

14

2. Pendapatan

Menurut Munawir (1980:78-79) pada dasarnya pendapatan yang berasal dari usaha dan tena ga dapat dibagi menjadi tiga golongan :

a. Pendapatan yang diperoleh dari perusahaan perseorangan seperti : toko rumah makan, pabrik, bengkel, usaha pengangkutan, salon kecantikan dan sebagainya, yang diusahakan oleh orang tua.

b. Pendapatan yang diperoleh dari perburuhan (jabatan), yaitu penghasilan yang diperoleh karena melakukan sesuatu pekerjaan atas jabatan karena hubungan perburuhan (sebagai buruh/pegawai), penghasilan dari sumber ini adalah : gaji, upah, tantiem, gratifikasi, hadiah, uang jasa, honorarium, uang duduk, uang vakasi, uang hadir, perumahan dengan cuma – cuma dan hasil yang diterima orang tua. c. Pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas ; adalah hasil yang

diperoleh orang tua misalnya, dari praktek dokter, bidan, pengacara, akuntan, konsulen, ahli dan sebagainya.

Menurut Judiseno (1997:76) penghasilan adalah jumlah uang yang diterima atas usaha yang dilakukan orang perorangan, badan, dan bentuk usaha lainnya yang dapat digunakan untuk aktivitas ekono mi seperti mengkonsumsikan dan/atau menimbun serta menambah kekayaan.

Menurut pasal 4 ayat 1 UU PPh No. 1 Tahun 1994, yang dimaksudkan dengan penghasilan yaitu setiap tambahan kemampua n ekonomis yang diterima atau diperoleh seseorang yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan.

15

3. Tingkat Pendidikan Orang Tua

Nasution (1985:11) mengatakan bahwa pendidikan adalah proses mengajar dan belajar pola-pola kelakuan manusia me nurut apa yang diharapkan oleh masyarakat. Sahertian (1994:2) mengartikan pendidikan adalah usaha sadar yang sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan. Tujuannya adalah manusia yang dicita-citakan. Menurut Panuti dan Greta (1989:6) pendidikan adalah cara seseorang memperoleh kemampuan fisik, moral, dan sosial yang dituntut daripadanya oleh kelompok tempat ia dilahirkan dan harus berfungsi.

Pengertian pendidikan menurut para ahli (Idris 1984:9).

a. John Dewey, pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.

b. S.A Branata dkk, pendidikan adalah usaha yang sengaja diadakan, baik langsung maupun dengan cara yang tidak langsung, untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai kedewasaanya.

c. Rousseau, pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa anak-anak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa.

Philip H. Coombs (Idris 1984:58) mengklasifikasikan pendidikan ke dalam tiga bagian yaitu :

16

a. Pendidikan Informal

Pendidikan informal adalah proses pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari- hari dengan sadar atau tidak sadar, pada umumnya tidak teratur dan tidak sistematis, sejak seorang lahir sampai mati, seperti di dalam keluarga, tetangga, pekerjaan, hiburan, pasar, atau didalam pergaulan sehari- hari.

b. Pendidikan Formal

Pendidikan formal adalah pendidikan di sekolah, yang teratur, sistematis, mempunyai jenjang, dan yang dibagi dalam waktu-waktu tertentu yang berlangsung dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi. Jenis pendidikan ini terdiri dari TK, SD, SLTP, SMU / sederajat, Diploma, Sarjana.

c. Pendidikan Non-Formal

Pendidikan non- formal (pendidikan luar sekolah) ialah semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib, terarah, dan berencana diselenggarakan dengan sengaja, tertib, terarah, dan berencana diluar kegiatan persekolahan. Jenis pendidikan ini misalnya kursus.

Berdasarkan pengertian pendidikan tersebut, dapat dikatakan bahwa pendidikan itu penting bagi setiap orang. Dengan pendidikan, seseorang dapat memperoleh pengetahuan, kecakapan dan keterampilan. Tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi sikap dan tingkah lakunya.

17

Tingkat pendidikan dilihat dari pendidikan formalnya yang dimulai dari TK, SD, SMP, SMU, Diploma, Sarjana.

C. Minat

Winkel (1986:30) minat merupakan kecenderungan yang menetap dalam subyek untuk merasa tertarik pada bidang/hal tetentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu. Menurut Sardiman (1986:93) minat dapat dibangkitkan dengan cara-cara sebagai berikut :

- membangkitkan adanya suatu kebutuhan;

- menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau; - memberi kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik; - menggunakan berbagai macam bentuk mengajar.

Menurut Singer (1987:78) minat adalah suatu landasan yang paling meyakinkan demi keberhasilan suatu proses belajar. Minat bukanlah sesuatu yang ada begitu saja, melainkan sesuatu yang dapat dipelajari.

Walgito (1997:30) mengatakan, bahwa minat merupakan keadaan dimana seseorang menaruh perhatian suatu objek disertai adanya kecenderungan untuk berhubungan lebih aktif dengan objek tersebut.

Menurut Sutjipto, http://www.depdiknas.go.id/jurnal/sutjipto.htm. minat adalah kesadaran seseorang terhadap suatu objek, orang, masalah, atau situasi yang mempunyai kaitan dengan dirinya. Artinya, minat harus dipandang sebagai suatu yang sadar. Selanjutnya, Sutjipto menjelaskan pengertian minat dari beberapa ahli yaitu :

18

1. Nunnally (1977), menjabarkan minat sebagai suatu ungkapan kecenderungan tentang kegiatan yang sering dilakukan setiap hari, sehingga kegiatan itu disukainya.

2. Guilford (1969), menyatakan minat sebagai tendensi seseorang untuk berperilaku berdasarkan ketertarikannya terhadap jenis – jenis kegiatan tertentu.

3. Sax (1969), mendefinisikan bahwa minat sebagai kecenderungan seseorang terhadap kegiatan tertentu diatas kegiatan yang lainnya.

4. Crites (1969), mengemukakan bahwa minat seseorang terhadap sesuatu akan lebih terlihat apabila yang bersangkutan mempunyai rasa senang terhadap objek tersebut.

Dari beberapa teori dapat disimpulkan minat adalah keinginan ataupun dorongan psikologis yang sangat kuat pada diri siswa untuk melakukan sesuatu kegiatan. Makin tinggi keinginan makin tinggi pula minatnya, sebaliknya makin rendah keinginan makin rendah pula minatnya.

Dokumen terkait