• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Kecerdasan Emosional

1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Goleman (1999:512) menyatakan kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenal perasaan diri sendiri dan orang lain untuk memotivasi diri sendiri dan mengelola emosi dengan baik di dalam diri kita dan hubungan kita. Kemampuan ini saling berbeda dan melengkapi dengan kemampuan akademik murni, yaitu kemampuan kognitif murni yang diukur dengan IQ (Intelligence Quotient). Salovey dan Mayer (1990) dikutip oleh Goleman (1999:512) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan diri dan orang lain, serta menggunakan perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan.

IQ dengan EQ (Emotional Quotient) itu berbeda. IQ adalah ukuran kemampuan intelektual, analisis, logika, dan rasio seseorang. Dengan demikian, hal ini berkaitan dengan ketrampilan berbicara, kesadaran akan ruang, kesadaran akan sesuatu yang tampak, dan penguasaan matematika. IQ mengukur kecepatan kita untuk mempelajari hal- hal baru, memusatkan perhatian pada aneka tugas dan latihan, menyimpan dan mengingatkan kembali informasi obyektif, terlibat dalam proses berpikir, bekerja dengan angka, berpikir abstrak dan analitis, serta memecahkan permasalahan

dengan menerapkan pengetahuan yang telah ada sebelumnya.

Stein dan Howart (2002:31) menyatakan bahwa kecerdasan emosional yang biasanya kita sebut sebagai “street smart (pintar)”, atau kemampuan khusus yang kita sebut “akal sehat”, terkait dengan kemampuan membaca lingkungan politik dan sosial, dan menatanya kembali; kemampuan memahami dengan spontan apa yang diinginkan dan dibutuhkan orang lain, kelebihan dan kekurangan mereka; kemampuan untuk terpengaruh oleh tekanan; dan kemampuan untuk menjadi orang yang menyenangkan, yang kehadiranya didambakan orang lain. Sementara menurut Peter Salovey dan Jack Mayer dalam Stein dan Howart (2002:30) kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi intelektual.

Jadi menurut pernyataan-pernyataan yang telah dicantumkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosinal merupakan kemampuan mengontrol dan menggunakan emosi, serta mengendalikan diri, semangat, motivasi sosial, kerja sama, dan menye suaikan diri dengan lingkungan (http:// www.duniaguru.com).

2. Lima aspek kecerdasan emosional (http:// www.duniaguru.com) a. Mengenali emosi diri (emotional awareness)

Inti dari kecerdasan emosional adalah kesadaran akan perasaan diri sendiri. Kesadaran ini dilukiskan sebagai “ perhatian tak memihak “.

b. Mengelola emosi (managing emotion)

Emosi bukan untuk ditekan, karena setiap perasaan mempunyai nilai dan makna. Semua orang menginginkan memiliki emosi yang wajar, yakni adanya keselarasan antara perasaan dan tindakan.

c. Memotivasi diri sendiri (self motivation)

Kecerdasan emosional dapat merupakan kecakapan utama apabila kita dapat mengelola tingkah laku kita. Selain itu juga dapat mempertinggi kemampuan lainnya misalnya antusiasme, semangat, tekun, gigih dan ulet.

d. Mengenali emosi orang lain (managing conflik/empati)

Akar permasalaha n disini adalah empati (empathia) yang artinya, adalah ikut merasakan bagian dari orang lain. Suatu kemampuan empati dapat di tumbuhkan sejak bayi.

e. Membina hubungan (social comunicatian)

Salah satu kunci kecakapan sosial adalah seberapa baik atau buruk seseorang berbuat dan bertindak serta bertingkah laku.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Kecerdasan Emosional Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya kecerdasan emosional dalam diri seseorang ada 2, yaitu (Goleman,1999:23):

a. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu untuk menanggapi lingkungan sekitar. Menurut Goleman (1999:23), faktor ini berasal dari dalam diri individu yang dipengaruhi oleh keadaan otak emosional.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu dan mempengaruhi individu untuk mengubah hidup. Pengaruh luas yang bersifat individu dapat secara perorangan, secara kelompok, antara individu mempengaruhi kelompok atau sebaliknya, juga bersifat tidak langsung yaitu perantara, misal media massa. Faktor lain dapat melalui lingkungan fisik tempat manusia berada ketika berkomunikasi dengan pihak lain, melalui lingkungan sosial dimana keberadaan manusia lain sebagai penerima komunikasi maupun ha nya hadir di sana, serta melalui keikutsertaan individu dalam berbagai kegiatan seperti keaktifan di dalam mengikuti berbagai organisasi (Goleman,1997:275-279).

B. Prestasi Belajar

1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu perubahan tingkah dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga kemungkinan mengarah pada tingkah laku yang lebih buruk. Belajar juga merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman; dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar; seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi (Purwanto,1984:81).

Menurut Winkel (1984:38), belajar adalah suatu aktivitas mental/spikis yang berlangsung dalam pengetahuan. Good dan Brophy dalam Purwanto (1984:81) mengemukakan arti belajar dengan kata yang singkat, yaitu learning is the development of new associations as a result

of experience. Beranjak dari definisi tersebut itu selanjutnya ia

menjelaskan bahwa belajar itu sebagai suatu proses yang benar-benar bersifat internal (a parely internal event).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar seseorang.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi belajar seseorang meliputi (Purwanto, 1984:101):

a. Faktor individual

Faktor individual adalah faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri. Yang termasuk dalam faktor ini antara lain: faktor kematangan/pertumbuha n, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi.

b. Faktor sosial

Faktor sosial adalah faktor yang ada di luar individu. Yang termasuk ke dalam faktor ini antara lain: faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial.

3. Pengertian Prestasi Belajar

adalah hasil yang dicapai dari sesuatu yang telah dilakukan, dikerjakan. Sedangkan belajar adalah penguasaan pengetahuan/ ketrampilan yang dikembangan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes/angka nilai yang diberikan oleh guru. Jadi prestasi belajar adalah hasil yang dicapai dari sesuatu ketrampilan yang telah dikembangkan dan dilakukan oleh mata pelajaran yang lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.

4 . Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar.

Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar meliputi (Ahmadi,1991:130-131):

a. Faktor internal Faktor ini meliputi:

1). Faktor jasmaniah baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh misalnya: pengelihatan, pendengaran, dan struktur tubuh. 2). Faktor fisiologis baik yang bersifat bawaan maupun yang

diperoleh. Hal ini meliputi:

(a). Faktor intelektik yang meliputi faktor potensial seperti kecerdasan dan bakat.

(b). Faktor non intelektik, yaitu unsur- unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, emosi, dan motivasi.

3). Faktor kematangan fisik dan spikis

b. Faktor Eksternal

Faktor ini meliputi faktor sosial, budaya dan lingkungan fisik.

C. Status Sosial Ekonomi Orang Tua

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,1996), status adalah keadaan/kedudukan orang atau badan dalam hubungannya dengan masyarakat sekelilingnya. Status sosial ekonomi orang tua dapat diartikan sebagai suatu kedudukan yang dimiliki yang nantinya akan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Secara umum status sosial ekonomi orang tua meliputi: 1. Tingkat pendidikan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996), pendidikan adalah suatu proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan peralatan. Pendidikan adalah bantuan yang diberikan oleh orang dewasa kepada orang yang belum dewasa agar mencapai kedewasaan. Tingkat pendidikan ini dapat diklasifikasikan menjadi: tidak tamat SD, SD/ sederajat, SMP/ sederajat, SMA/ sederajat, D1, D2, D3, D4, S1, S2, dan S3.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1996:353), pendidikan adalah suatu proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan peralatan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Langeveld (Tanlain dkk, 1992:65):

“Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu atau lebih tepat, “membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri”. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa; sekolah, buku, peraturan hidup sesehari, dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa.” Jadi pendidikan adalah bantuan yang diberikan oleh orang dewasa kepada orang yang belum dewasa agar mencapai kedewasaan. Philip H. Coombs (Tanlain, 1992:43-44), membedakan bentuk pengelolaan pendidikan menjadi tiga bagian yaitu:

a. Pendidikan Informal

Pendidikan informal ialah pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari- hari dengan sadar atau tidak sadar, sejak seseorang lahir sampai mati, didalam keluarga, dalam pekerjaan, atau pergaulan sehari-hari. Proses pendidikan ini berlangsung seumur hidup dan secara paling wajar.

b. Pendidikan Formal

Pendidikan formal yang kita kenal dengan pendidikan sekolah ialah pendidikan yang diperoleh seseorang di sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat (mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi). Pendidikan di sekolah merupakan proses yang strategis bagi pemerintah dan masyarakat untuk membina warga Negara yang baik, masa depan kaum muda dan bangsa- negara.

c. Pendidikan Nonformal

Pendidikan nonformal, sering disebut pula pendidikan luar sekolah, ialah pendidikan yang diperoleh seseorang secara teratur, terarah, disengaja, tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan yang ketat. Pendidikan nonformal bersifat fungsional dan praktis yang bertujuan meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja peserta didik yang berguna bagi usaha perbaikan taraf hidup mereka.

Tingkat pendidikan seseorang dapat dilihat dari jenjang pendidikan yang pernah dialaminya atau lamanya pend idikan. Jenjang pendidikan adalah taraf pendidikan yang diselenggarakan secara berkelanjutan yang berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik dan tingkat kerumitan pelajaran. Di Indonesia, jenjang pendidikan dibagi menjadi (Siagian, 1987:185):

a. Pendid ikan Dasar

Pendidikan dasar adalah pendidikan yng diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan.

b. Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi bagian dari organisasi masyarakat yang memiliki kemampuan untuk mengadakan

hubungan timbal balik. c. Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi adalah kelanjutan dari pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi masyarakat yang memiliki kemampuan akademik atau professional.

Pada umumnya tingkat pendidikan menentukan jenis pekerjaan atau jabatan seseorang. Dalam penelitian ini tingkat pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal yang berhasil dicapai oleh orang tua. Pendidikan formal dalam hal ini adalah jenjang pendidikan SD, SMP, SMU / SMK dan Perguruan Tinggi

2. Jenis Pekerjaan

Menurut Biro Pengembangan Sosial Budaya, pekerjaan dibedakan Menjadi dua jenis, yaitu:

a. Pekerjaan pokok

Pekerjaan pokok adalah jenis pekerjaan yang dimiliki oleh seseorang sebagai sumber ukuran dan penghasilannya, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari. Sifat pekerjaan ini adalah tetap, apabila penghasilan dari pekerjaan pokok ini tidak atau belum mencukupi untuk keperluan hidupnya, maka perlu diusahakan adanya penghasilan lain diluar penghasilan pokok.

b.Pekerjaan sampingan atau tambahan

atau dilakukan oleh seseorang sebagai pekerjaan tambahan untuk memperoleh penghasilan tambahan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari- hari. Sifat pekerjaan ini adalah melengkapi pekerjaan pokok.

3. Pendapatan

Pendapatan atau penghasilan adalah segala bentuk balas karya yang diperoleh sebagai imbalan atau balas jasa atas sumbangan seseorang terhadap proses produksi (Gilarso,1994:62). Dalam Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.150/KEP/2006 tentang Penetapan Upah Minimum Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2007 memutuskan bahwa: upah minimum Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2007 sebesar Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) per bulan.

D. Status Sekolah

Sekolah merupakan lembaga informal yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan Keputusan-Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Tahun 1993, sekolah dapat dibagi menjadi 2 yaitu;

1. Sekolah Negeri

Sekolah negeri adalah sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah. Tanggung jawab pengelola sekolah (kepala sekolah) negeri adalah sebagai berikut:

a. Penyelenggaraan kegiatan pendidikan yang meliputi: 1) Penyusunan program kerja sekolah.

2) Pengaturan kegiatan belajar- mengajar, pelaksanaan penilaian dan proses belajar serta bimbingan penyuluhan.

3) Penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS).

b. Pembinaan kesiswaan.

c. Pelaksanaan bimbingan dan penilaian bagi guru dan tenaga pendidik lainnya.

d. Penyelenggaraan administrasi sekolah.

e. Perencanaan pengembangan, pendayagunaan, dan pemeliharaan sarana dan prasarana.

2. Sekolah Swasta

Sekolah swasta adalah sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat. Tanggung jawab pengelola sekolah swasta diatur sebagai berikut:

a. Menteri bertanggung jawab atas pengelolaan yang berkenaan dengan: 1) Pengembangan, pengadaan, dan pendayagunaan kurikulum. 2) Pembinaan dan pengembangan guru serta tenaga pendidik lainnya. 3) Penetapan pedoman penyusunan buku pelajaran.

4) Penyusunan pedoman pengembangan.

5) Penyusunan pedoman pengembangan, pengadaan dan pemanfaatan peralatan pendidikan.

6) Pengawasan penyelenggaraan pendidikan.

b. Yayasan atau badan yang meyelenggarakan sekolah bertanggung jawab atas pengelolaan yang berkenaan dengan:

1) Pengadaan, pemanfaatan, dan pengembangan guru serta tenaga kependidikan lainnya.

2) Pengadaan dan pemanfaatan buku pelajaran.

3) Pengadaan, pemanfaatan, dan pengembangan peralatan pendidikan.

4) Pengadaan dan pemanfaatan tanah, gedung, dan ruang kelas. 5) Peralatan dan pemeliharaan tanah, gedung, dan ruang kelas. 6) Keamanan, keterlibatan, kebersihan, keindahan, kekeluargaan,

dan perundangan sekolah.

7) Pembiayaan penyelenggaraan pendidikan.

8) Penambahan jam pelajaran berkenaan dengan ciri khas sekolah tanpa mengurangi struktur program.

E. Kerangka Berpikir

1. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi Belajar Ditinjau dari Tingkat Pendapatan Orang Tua.

Dewasa ini kalangan masyarakat telah timbul kesadaran baru bahwa kesadaran seseorang itu tidak semata- mata dipengaruhi oleh IQ (Intelligence Quotient) saja namun dipengaruhi oleh faktor lain. Salah satu faktor penting diantarannya adalah kecerdasan emosional (EQ) seseorang. Di Indonesia sering dijumpai beberapa kasus yang berhubungan dengan hal ini, misalnya seorang siswa mempunyai IQ yang cukup tinggi tetapi mengalami kesulitan belajar di sekolah sehingga nilai rapornya jelek. Hal

tersebut kemungkinan disebabkan karena siswa tidak mengimbangi antara IQ dengan EQ.

Kecerdasan emosional (EQ) seseorang menentukan seberapa baik yang bersangkutan menggunakan keterampilan-keterampilan yang dimilikinya, termasuk keterampilan intelektual. Kecerdasan emosional (EQ) siswa mencakup kemampuan siswa, dalam mengelola perasaannya, kemampuan memotivasi dirinya sendiri, kemampuan untuk tegar dalam menghadapi frustasi, kesanggupan untuk menunda kepuasan sesaat, serta mampu berempati dan bekerjasama dengan orang lain (http://secapramana.tripod.com/). Kemampuan-kemampuan di atas ini dapat mendukung siswa dalam memahami materi pelajaran untuk mencapai cita-cita serta dapat meningkatkan prestasi belajar. Prestasi belajar merupakan kemampuan siswa untuk mengetahui pengetahuan atau keterampilan tertentu dalam suatu mata pelajaran, yang lazimnya diperoleh dari nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru (KBBI dalam BPK Penabur.or.id/jurnal/02/082-100pdf). Dengan demikian semakin tinggi kecerdasan emosional, maka prestasi belajar anak akan semakin tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Wulan Arum (2005) dan Romanus Mudjijana (http://www1.bpk penabur.or.id/jurnal/02/082-100.pdf.) yang mengemukakan bahwa ada hubungan positif antara kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar.

Derajat pengaruh kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar diduga kuat berbeda pada siswa yang tingkat pendapatan orang tuanya

berbeda. Siswa yang berasal dari orang tua berpendapatan tinggi akan terpenuhi segala kebutuhan-kebutuhannya terutama dalam hal pendidikan. Dengan adanya sarana dan prasarana yang lengkap atau kebutuhannya terpenuhi, serta perhatian dalam belajar, maka akan termotivasi dalam belajar dan akan mendapatkan rangsangan mental bagi perkembangan kecerdasan emosional atau berdampak pada kondisi emosional anak yang stabil, berpikir secara baik sehingga mampu belajar secara baik dan berdampak dapat meningkatkan prestasi belajarnya. Selain itu bagi orang tua yang tingkat pendapatannya tinggi mereka dapat memilih sekolah yang mereka inginkan. Jadi anak juga merasa nyaman dalam proses belajar. Dengan kondisi yang demikian diharapakan siswa dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, hal ini sejalan dengan penelitian Yosef Haryadi (2003:88). Namun sebaliknya, anak yang berasal dari orang tua berpendapatan rendah mereka akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka khususnya dalam hal pendidikan. Hal ini dapat menyebabkan motivasi belajar rendah yang akan berpengaruh pada kecerdasan emosionalnya karena mereka merasa tidak puas dan pada akhirnya prestasi belajar anak rendah. Dan biasanya anak yang mempunyai latar belakang tingkat pendapatan orang tuanya rendah sering menghadapi problem-problem finansial, sehingga mereka tidak maksimal dalam belajar. Hal ini yang menjadi penghambat anak dalam mencapai prestasi belajar yang baik.

2. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi Belajar Ditinjau dari Tingkat Pendidikan Orang Tua.

Dewasa ini kalangan masyarakat telah timbul kesadaran baru bahwa kesadaran seseorang itu tidak semata- mata dipengaruhi oleh IQ (Intelligence Quotient) saja namun dipengaruhi oleh faktor lain. Salah satu faktor penting diantarannya adalah kecerdasan emosional (EQ) seseorang. Di Indonesia sering dijumpai beberapa kasus yang berhubungan dengan hal ini, misalnya seorang siswa mempunyai IQ yang cukup tinggi tetapi mengalami kesulitan belajar di sekolah sehingga nilai rapornya jelek. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena siswa tidak mengimbangi antara IQ dengan EQ.

Kecerdasan emosional (EQ) seseorang menentukan seberapa baik yang bersangkutan menggunakan keterampilan-keterampilan yang dimilikinya, termasuk keterampilan intelektual. Kecerdasan emosional (EQ) siswa mencakup kemampuan siswa, dalam mengelola perasaannya, kemampuan memotivasi dirinya sendiri, kemampuan untuk tegar dalam menghadapi frustasi, kesanggupan untuk menunda kepuasan sesaat, serta mampu berempati dan bekerjasama dengan orang lain (http://secapramana.tripod.com/). Kemampuan-kemampuan di atas ini dapat mendukung siswa dalam memahami materi pelajaran untuk mencapai cita-cita serta dapat meningkatkan prestasi belajar. Prestasi belajar merupakan kemampuan siswa untuk mengetahui pengetahuan atau keterampilan tertentu dalam suatu mata pelajaran, yang lazimnya diperoleh

dari nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru (KBBI dalam BPK Penabur.or.id/jurnal/02/082-100pdf). Dengan demikian semakin tinggi kecerdasan emosional, maka prestasi belajar anak akan semakin tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Wulan Arum (2005) dan Romanus Mudjijana (http://www1.bpk penabur.or.id/jurnal/02/082-100.pdf.) yang mengemukakan bahwa ada hubungan positif antara kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar.

Derajat pengaruh kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar diduga kuat berbeda pada siswa yang tingkat pendidikan orang tuanya berbeda. Siswa yang tingkat pendidikan orang tuanya tinggi akan menjadi contoh atau pemicu semangat yang baik bagi anak untuk mencapai hal yang serupa. Hal ini akan membuat sikap orang tua semakin positif pada dunia pendidikan, sehingga orang tua akan selalu mendorong anak untuk rajin belajar sehingga dapat mencapai prestasi yang memuaskan. Sikap orang tua yang mempunyai pendidikan tinggi akan berdampak pada anak. Anak menjadi merasa terarahkan dan akan lebih terbantu atau mudah jika dia sedang mengalami kesulitan dalam belajar serta dengan mendapat perhatian yang cukup tersebut akan membantu membentuk kecerdasan emosional anak karena seseorang yang mempunyai kecerdasan emosiona l yang tinggi akan mau menuntut dirinya untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain untuk menanggapinya dengan tepat dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal demikian pada akhirnya memotivasi anak dalam meningkatkan prestasinya.

Sedangkan bagi siswa yang tingkat pendidikan orang tuanya rendah mereka akan lebih mengalami kesulitan dalam belajar. Hal ini disebabkan orang tua mereka tidak dapat membantu anak apabila anak mengalami kesulitan dalam belajar. Hal ini secara tidak langsung juga akan berdampak pada kecerdasan emosional anak. Kecerdasan emosional anak akan menjadi rendah dan mengakibatkan motivasi anak dalam belajar menjadi rendah karena ketidakmampuannya dalam memahami pelajaran tertentu sehingga berdampak prestasi belajarnya rendah.

3. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi Belajar Ditinjau dari Jenis Pekerjaan Orang Tua.

Dewasa ini kalangan masyarakat telah timbul kesadaran baru bahwa kesadaran seseorang itu tidak semata- mata dipengaruhi oleh IQ (Intelligence Quotient) saja namun dipengaruhi oleh faktor lain. Salah satu faktor penting diantarannya adalah kecerdasan emosional (EQ) seseorang. Di Indonesia sering dijumpai beberapa kasus yang berhubungan dengan hal ini, misalnya seorang siswa mempunyai IQ ya ng cukup tinggi tetapi mengalami kesulitan belajar di sekolah sehingga nilai rapornya jelek. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena siswa tidak mengimbangi antara IQ dengan EQ.

Kecerdasan emosional (EQ) seseorang menentukan seberapa baik yang bersangkutan menggunakan keterampilan-keterampilan yang dimilikinya, termasuk keterampilan intelektual. Kecerdasan emosional (EQ) siswa mencakup kemampuan siswa, dalam mengelola perasaannya,

kemampuan memotivasi dirinya sendiri, kemampuan untuk tegar dalam menghadapi frustasi, kesanggupan untuk menunda kepuasan sesaat, serta mampu berempati dan bekerjasama dengan orang lain (http://secapramana.tripod.com/). Kemampuan-kemampuan di atas ini dapat mendukung siswa dalam memahami materi pelajaran untuk mencapai cita-cita serta dapat meningkatkan prestasi belajar. Prestasi belajar merupakan kemampuan siswa untuk mengetahui pengetahuan atau keterampilan tertentu dalam suatu mata pelajaran, yang lazimnya diperoleh dari nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru (KBBI dala m BPK Penabur.or.id/jurnal/02/082-100pdf). Dengan demikian semakin tinggi kecerdasan emosional, maka prestasi belajar anak akan semakin tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Wulan Arum (2005) dan Romanus Mudjijana (http://www1.bpk penabur.or.id/jurnal/02/082-100.pdf.) yang mengemukakan bahwa ada hubungan positing antara kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar.

Derajat pengaruh kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar diduga berbeda pada siswa yang berasal dari orang tua dengan jenis pekerjaan orang tua yang berbeda. Prestasi belajar siswa berhubungan erat dengan pola didik anak oleh orang tua di keluarga. Pola didik masing-masing orang tua berbeda-beda. Bila orang tuanya sebagai pendidik, maka

Dokumen terkait