• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

B. Status Sosial Ekonomi Orang Tua

Stratifikasi sosial (kelas sosial) merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan tingkatan-tingkatan orang di dalam suatu masyarakat dengan anggota masyarakat lain. Tingkatan-tingkatan ini nantinya akan menghasilkan suatu hirarkis berupa kelompok status sosial yang tinggi dan rendah.

Kelas sosial dapat ditunjukkan oleh perbedaan pendapatan yang terjadi pada populasi penduduk. Setiap penduduk mempunyai pendapatan yang

berbeda-beda (Amirullah, 2002: 48). Selain pendapatan, kelas sosial juga dapat dilihat dari jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang. Kriteria yang lazim digunakan sebagai suatu ukuran relatif yang baik adalah ditentukan oleh nilai-nilai yang ditekankan pada masyarakat tersebut.

Kelas sosial juga dapat dilihat dari gaya hidup yang dijalani seseorang. Gaya hidup merupakan pola hidup atau kebiasaan hidup seseorang yang merupakan wujud dari aktualisasi diri. Kelas sosial juga dapat dikelompokkan menurut tingkat pendidikan dari masyarakat setempat. Dalam masyarakat sering terdengar adanya kelompok intelektual atau juga kelompok buta huruf.

Di Indonesia, pengelompokkan kelas sosial sudah sering dilakukan oleh peneliti dengan melakukan pendekatan-pendekatan tertentu. Dibawah ini merupakan contoh kategori kelas sosial (Amirullah, 2002: 49)

Tabel II.1

Contoh Kategori Kelas Sosial di Indonesia.

Pendapatan Perkerjaan Gaya Hidup Pendidikan

< 100.000 ABRI/Polisi Kelas puncak atas Tidak tamat SD 100.000 – 250.000 PNS Kelas puncak bawah Tamat SD

250.000 – 500.000 Wiraswasta Kelas mengengah Atas Tidak Tamat SMP 500.000–1.000.000 Guru/Dosen Kelas menengah bawah Tamat SMP 1.000.000-1.500.000 Karyawan Bank Kelas bawah atas Tidak tamat SMA 1.500.000-2.000.000 Pengacara Kelas bawah rendah Tamat SMA

>2.000.000 Dokter DO Kuliah

Penggunaan dan pilihan produk dan merk akan berbeda-beda pada masing-masing kelas sosial. Misalnya konsumen kelas sosial atas dan menengah lebih tertarik pada fashion dan style dibandingkan dengan hanya sekedar membaca majalah atau mengamati orang lain. Pada kelas atas, perabot rumah tangga mempunyai nilai simbolik sementara kelas sosial bawah lebih melakukan seleksi terhadap perabot rumah tangga yang dibeli. Dalam pemilihan terhadap kendaraan, pada kelas sosial atas lebih memilih kendaraan dengan merk impor sementara kelas menengah ke bawah lebih cenderung membeli kendaraan domestik.

Demikian juga dengan perjalanan dan rekreasi. Perjalanan yang jauh dan rekreasi yang mahal adalah simbolik hidup dari status sosial ekonomi tinggi, misalnya penggunaan pesawat udara, menginap di hotel berbintang atau pembayaran menggunakan kartu kredit (Amirullah, 2002: 49)

Status adalah tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok. Status ekonomi merupakan kombinasi dari status sosial dan status ekonomi yang dimiliki seseorang (orang tua) dalam suatu kelompok masyarakat. Soekanto (1990: 265) mengatakan bahwa status sosial adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestise, dan hak–hak serta kewajibannya. Menurut Chapin (Swalastoga, 1989) status sosial ekonomi adalah posisi yang ditempati individu atau keluarga berkenaan dangan ukuran rata–rata yang umum berlaku tentang pemilikan kultural, pendapatan efektif, pemilikan barang–barang, dan partisipasi

dalam aktivitas kelompok dari komunitasnya. Pendapat lain dari Puspito (1989: 103) menyatakan bahwa kedudukan atau status sosial adalah tempat yang diambil seseorang dalam masyarakat. Tempat yang dimaksud adalah kedudukan secara sosio kultural dengan lokasi didalam pikiran orang atau kelompok orang yang tinggal dalam satuan budaya tersebut.

Sedangkan Polak (1979: 162) berpendapat bahwa status sosial ekonomi dimaksudkan sebagai kedudukan sosial ekonomi dalam masyarakat. Status mempunyai dua aspek :

a. Aspek yang agak statis (structural), dimaksudkan sifatnya hirarkis, ialah mengandung perbandingan tinggi rendahnya secara relatif terhadap status lain.

b. Aspek yang lebih dinamis (fungsional), yakni peranan sosial yang diharapkan dari seseorang yang menduduki status tersebut.

Sehubungan dengan konsep status dalam aspek yang struktural, maka setiap orang mempunyai tingkatan secara hirarkis antara orang yang satu dangan yang lain. Setiap orang yang mempunyai status atau kedudukan yang berbeda satu dengan yang lainnya, tergantung posisinya dalam masyarakat. Adanya perbedaan kedudukan atau status ini menyebabkan adanya sistem pelapisan sosial atau social stratification, yaitu pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas–kelas secara bertingkat–tingkat atau secara hirarkis, yang dapat menimbulkan adanya sistem berlapis–lapis dalam masyarakat karena

adanya sesuatu yang dihargai oleh masyarakat. Sesuatu yang dihargai oleh masyarakat itu berupa uang atau benda–benda tertentu yang bernilai ekonomis.

Dalam masyarakat dikembangkan 2 macam kedudukan yaitu : a. Ascribed Status

Ascribed Status adalah kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan rohaniah dan kemampuan. Kedudukan ini diperoleh karena kelahiran.

b. Achieved Status

Achieved Status yaitu kedudukan yang dicapai seseorang dengan usaha yang disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran, akan tetapi bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung dari kemampuan masing–masing dalam mengejar serta mencapai tujuannya. Kadang kedudukan ini dibedakan dengan satu macam kedudukan yaitu Assigned status yang merupakan kedudukan yang diberikan (Soekanto, 1990: 265)

Dengan demikian, sistem pelapisan dalam masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat. Adapula yang dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Yang biasanya menjadi alasan terjadinya sistem pelapisan tersebut adalah kepandaian, tingkat umur, sifat keaslian, keanggotaan kekerabatan seseorang pemuka masyarakat, dan mungkin juga harta dalam batas–batas tertentu. Yang biasanya dipakai sebagai ukuran atau kriteria untuk menggolongkan masyarakat yang satu dengan yang lain adalah sebagai berikut (Soekanto, 1990: 262-263):

1) Ukuran Kekayaan

Ukuran kekayaan (kebendaan) dapat dijadikan suatu ukuran. Barang siapa memiliki kekayaan paling banyak, termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut misalnya dapat dilihat dalam bentuk rumah yang bersangkutan, mobil pribadi, kebiasaan berbelanja barang mahal, dan sebagainya.

2) Ukuran Kekuasaan

Barang siapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang menempati lapisan tertinggi.

3) Ukuran Kehormatan

Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran–ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati mendapat tempat teratas. Aturan semacam ini banyak dijumpai dalam masyarakat tradisional, biasanya mereka adalah golongan tua atau pernah berjasa pada masyarakat. 4) Ukuran Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan akan tetapi ukuran tersebut kadang–kadang berakibat negatif, karena ternyata bukan mutu ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran tetapi gelar kesarjanaan. Sudah tentu hal itu mengakibatkan segala macam usaha digunakan untuk mendapatkan gelar tersebut walaupun dengan jalan yang tidak benar.

Tiap-tiap orang atau keluarga akan mempunyai unsur–unsur yang terkandung dalam konsep status sosial ekonomi. Sedikit banyaknya unsur–unsur yang dimiliki, baik secara kualitas maupun kuantitas menunjukkan tinggi rendahnya status sosial ekonomi yang dimilikinya.

Kelas sosial dapat dikategorikan menjadi beberapa kelas antara lain upper-upper class, lower-upper class, upper-middle class, lower-middle class, upper-lower class dan lower-lower class. Untuk memudahkan dalam memahami kelas sosial masyarakat, kelas sosial dikategorikan menjadi kelas sosial golongan atas, kelas sosial golongan menengah, dan kelas sosial golongan rendah. Dalam hubungannya dengan pola konsumsi karakter dari tiap kelas adalah (Mangkunegara, 1988: 46):

1) Kelas sosial golongan atas memiliki kecenderungan membeli barang-barang yang mahal, membeli pada toko-toko yang berkualitas dan lengkap, konservatif dalam konsumsinya, barang-barang yang dibeli cenderung untuk dapat menjadi warisan bagi keluarganya.

2) Kelas sosial golongan menengah cenderung membeli barang dan jasa untuk menampakkan kekayaan, membeli barang dengan jumlah yang banyak dan kualitasnya cukup memadai. Mereka berkeinginan membeli barang yang mahal dengan sistem kredit, misalnya membeli kendaraan, rumah mewah, perabot rumah tangga, dan lain-lain.

3) Kelas sosial golongan rendah cenderung membeli barang dengan mementingkan kuantitas daripada kualitasnya. Pada umumnya mereka

membeli barang untuk kebutuhan sehari-hari, memanfaatkan penjualan barang-barang yang diobral atau penjualan dengan harga promosi.

Seseorang yang status sosial ekonominya tinggi adalah mereka yang berkecukupan, mampu, kaya, berpendidikan tinggi, tingkat pendapatan lebih dari cukup karena pekerjaan mapan, sehingga ada sisa anggaran untuk merubah pola konsumsinya. Sedang status social ekonomi rendah adalah mereka yang kurang berada, berpendidikan rendah, pekerjaan tidak memberikan penghasilan yang cukup, penghasilan yang diperolah hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok saja.

Dokumen terkait