PENGARUH STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA, LINGKUNGAN PERGAULAN DAN POLA PENGASUHAN
ORANGTUA TERHADAP POLA KONSUMSI REMAJA Siswa kelas X dan XI SMA Pangudi Luhur Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Ekonomi Koperasi
ELISABET RINA WAHYUNI NIM : 011324044
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI KOPERASI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
SKRIPSI
PENGARUH STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA, LINGKUNGAN PERGAULAN DAN POLA PENGASUHAN
ORANGTUA TERHADAP POLA KONSUMSI REMAJA Siswa kelas X dan XI SMA Pangudi Luhur Yogyakarta
Oleh:
ELISABET RINA WAHYUNI NIM : 011324044
Telah disetujui oleh :
Pembimbing I
Dra. C. Wigati Retno Astuti, M.Si. Tanggal 13 November 2006
Pembimbing II
SKRIPSI
PENGARUH STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA, LINGKUNGAN PERGAULAN DAN POLA PENGASUHAN
ORANGTUA TERHADAP POLA KONSUMSI REMAJA Siswa kelas X dan XI SMA Pangudi Luhur Yogyakarta
Dipersiapkan dan ditulis oleh: ELISABET RINA WAHYUNI
NIM : 011324044
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 14 Desember 2006
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua Drs.Sutarjo Adisusilo, J.R
Sekertaris Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. Anggota Dra. C. Wigati Retno Astuti, M.Si. Anggota Dra. M. J. Retno Priyani, M.Si. Anggota Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si.
Yogyakarta, 14 Desember 2006
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma
Dekan,
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta 14 Desember 2006
Penulis
ABSTRAK
PENGARUH STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA,
LINGKUNGAN PERGAULAN DAN POLA PENGASUHAN ORANGTUA TERHADAP POLA KONSUMSI REMAJA
Siswa kelas X dan XI SMA Pangudi Luhur Yogyakarta Elisabet Rina Wahyuni
011324044
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2006
Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh status sosial ekonomi orangtua, lingkungan pergaulan dan pola pengasuhan orangtua secara bersama-sama terhadap pola konsumsi remaja.
Penelitian ini merupakan penelitian asosiatif yang dilaksanakan di SMA Pangudi Luhur Yogykarta pada bulan Agustus 2006. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X dan XI yang berjumlah 383 siswa. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 193 siswa yang diambil dengan teknik proportional sampling (sampling berimbang). Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner yang diukur dengan skala Likert dan dokumentasi. Teknik pengujian instrument menggunakan uji validitas dengan rumus product moment dan uji reliabilitas dengan rumus Alpha Cronbach. Teknik pengujian prasyarat regresi untuk mengetahui normalitas data digunakan teknik uji Kolmogorov-Smirnov sedang untuk mengetahui linearitas data digunakan teknik uji F. Teknik analisis data untuk menguji hipotesis digunakan rumus regresi ganda tiga prediktor.
Hasil penelitian menunjukkan : 1) Status sosial ekonomi orangtua, lingkungan pergaulan dan pola pengasuhan orangtua secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap pola konsumsi remaja (Fhit= 4,374; Sig = 0,005); 2) Hipotesisis didukung sebagian, variabel status sosial ekonomi orangtua (βSSE = 0,274,
SigSSE = 0,080), dan lingkungan pergaulan (βLP = -0,004; SigLP = 0,951) tidak
berpengaruh terhadap pola konsumsi remaja, sedang pola pengasuhan orangtua (βPP =
-0,244, SigPP = 0,002) berpengaruh negatif terhadap pola konsumsi remaja; 3)
ABSTRACT
THE INFLUENCES OF PARENTS’ SOCIAL EKONOMIC STATUS, THE ASSOCIATION ENVIRONMENT, AND PARENTAL REARING PATTERN TOWARD THE PATTERN OF THE YOUTH CONSUMPTION
The Tenth and Eleven Grade of
Pangudi Luhur Senior High School in Yogyakarta Elisabet Rina Wahyuni
011324044
Sanata Dharma University Yogyakarta 2006
This research aims to examine and analyze the influences of parents’ social economic status, the association environment and parental rearing pattern simultaneously toward the pattern of the youth consumption.
This is an associative research done at Pangudi Luhur Senior High School Yogyakarta in August 2006. The population of this research was 383 students of the tenth and eleventh grade. 193 students became the samples and done by applying proportional sampling. The technique of data collection was questionnaire measured by Likert Scale and documentation. The techniques of data analysis were validity with Product Moment Correlation formula and reability test with Alpha Cronbach formula, while Kolmogorov_Smirnov test was applied to know the normalization of data. On the other hand, to know the linearity of the data was applied F examination technique. The analyze data in order to examine the hypotheses, Multiple Regression with three predictor was applied.
The results of this research showed that: 1) parents’ social economic status, the association environment and parental rearing pattern simultaneously has positive and significant influence toward the pattern of the youth consumption (Fcount
= 4,374; Sig = 0,005); 2) Hypotheses was supported by some variables, parents’ social economic status (βSSE = 0,274, SigSSE = 0,080), the association environment (βLP
= -0,004; SigLP = 0,951) doesn’t heve effect to the youth consumption, while parental
rearing pattern (βPP = -0,244, SigPP = 0,002) has negative influence toward
KATA PENGATAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas limpahan rahmat, berkat dan bimbinganNya sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Status Sosial Ekonomi Orang Tua, Lingkungan Pergaulan dan Pola Pengasuhan Orang Tua terhadap Pola Konsumsi Remaja” dapat terselesaikan denagn baik.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperolah gelar
Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Koperasi, Jurusan Ilmu
Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis memperoleh banyak bantuan, dukungan
semangat, bimbingan dan doa yang melimpah dari berbagai pihak. Oleh karena itu
dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Drs. T.Sarkim, M.Ed., Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan.
2. Bapak Drs. Sutarjo Adisusilo, J.R. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan
Sosial.
3. Bapak Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku ketua Program Studi Pendidikan
Ekonomi Koperasi.
4. Ibu Dra. Chatarina Wigati Retno Astuti, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang
5. Ibu Dra. M.J. Retno Priyani, M.Si. selaku Dosen Pembimbing II yang juga
dengan sabar telah membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini.
6. Bapak Y.M.V. Mudayen, S.Pd. atas bimbingan yang telah diberikan penulis
ucapkan banyak terimakasih.
7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi PEK dan PAK : Pak Rubiyanto, Romo
Gillies (Alm), Pak Teguh, Pak Indra, Bu Prem, Pak Soedarno (Alm), Pak Wid,
Pak Bondan, Pak Heri, Bu Catur, Pak Muhadi, Pak Sapto, Bu Indah, terimakasih
atas bimbingan dan pelajaran-pelajaran yang penulis terima selama kuliah.
8. Mbah Titin, Pak Wawiek, Mbak Aris, yang telah membantu penulis dalam
mengurus administrasi selama kuliah terlebih dalam penyusunan skripsi.
9. Bruder Drs. Herman Yoseph, FIC, selaku Kepala Sekolah SMA Pangudi Luhur
Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melakukan
penelitian.
10.Ibu C. Peniyati, selaku guru pembimbing pada saat penulis melaksanakan
penelitian.
11.Siswa-Siswi SMA Pangudi Luhur Yogyakarta terutama kelas X dan XI yang
rela meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner yang penulis bagikan.
12.Guru dan Karyawan di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta yang telah menerima
dan membantu penulis pada saat penelitian.
13.Orantua tercinta Bapak Ignatius Sardjuni dan Ibu Yustina Suwarni, atas doa,
bimbingan, dan kasih sayang penulis ucapkan banyak terimakasih (Babe, mbu
14.Kakakku Veronika Diana Wahyuni dan Adikku Maria Retno Tri Wahyuni (I
Love you all..tetap kompak..nuhun suntikan dananya Teh,,…semangat ya Mak Nono sebentar lagi juga lulus…ayo cari duit yang banyak..)
15.Simbah Kakung Putri Kerto Utomo, Simbah kakung Putri Karto Dinomo,
Bulik Paklik, Budhe Pakdhe,..yang selalu menanyakan kapan aku lulus.
16.Sepupu-sepupuku tercinta “Para Putu” Budayakan Nyagon…..
17.Teman-teman PEK’01 yang selalu menyayangiku, menerimaku, terimakasih
atas kebersamaan, rasa persaudaraan, pengalaman-pengalaman yang lucu,
mengaharukan, menyebalkan dan aneh. Terimakasih atas kenangan terindah
dalam hidupku.
18.Teman-temanku : Eka (makasih aku boleh nginep, maem, main di
rumahmu, rasa kekeluargaan: Bapak, Ibuk, Pramono, Dibyo, Widi,
Tiwik, Bulik, Paklik), Ririn (Ayo rin cepert rampungke skripsine…), Mela
(Semangat Mel,,), Riana, Silas Anggi, Santi, Ita, Acus, Fenty, Tiwik, Lilis,
Agnes, Tina, Yessy, Diah, Eliz, Indah, Rindang, Yuli, Pemirsa ( Melati), Anna,
Yuni, Nita, Ellen (02), Fita Mastuti (PAK’01, cepet dirampungke skripsine!!!)
…Ayo kita buktikan bersama kalau wanita tidak hanya cukup
dimengerti…Semangat!!!!!!!!!!
19.Pria-pria Pejantan Tangguh : Hari, She Phe, Kak Kaka, Hohok (kapan
mincing lagi?????), Sinto, Joyo, Stip (Yusup), Bang Ronald, Bruno, Dion, Pak
20.Temen-temen Mudika St. Petrus Tiwir yang selalu mendukungku (Andri,
Irin, Nia, Ride, Herni, Ndoko, Win, Cahyo, Yudas, Juli, Dian, Ari, Ayu, Hari,
pokoke semua aja kompax yeee!!!!!!!!!) Mudika SoemTeam (Yayik,
Peni, Tata, Bambang, Pendi, Gun, Vivi)
21.
“AB5364AZ”
yang setia menemani kemanapun aku pergi diwaktu hujandan panas, sehat dan sakit.
22.
“Si Kokom”
yang selalu dapat menyelesaikan semua tugas pengetikanku(capek ya selalu tak ajak nglembur……..jangan rewel lagi ya!!!!!!)
23.Semua pihak yang te;ah membantu dalam penyusunan skripsi in yang tidak
dapat disebut satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna karena msih abanyak
kelemahan dan kekurangan yang ada di dalamnya. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Yogyakarta, 10 Januari 2007
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi
ABSTRAK... vii
ABSTRACT... viii
KATA PENGANTAR... ix
DAFTAR ISI... xiii
DAFTAR TABEL... xiv
DAFTAR GAMBAR... vii
DAFTAR LAMPIRAN... viii
BAB I. PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah... 7
C. Tujuan Penelitian... 7
D. Manfaat Penelitian... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 9
A. Pola Konsumsi... 9
1. Pengertian Konsumsi... 9
2. Pengertian Pola Konsumsi... 9
3. Pengertian Remaja... 10
4. Faktor yang mempernagruhi Pola Konsumsi... 14
5. Pola Konsumsi Makanan dan Minuman... 19
6. Pola KOnsumsi Pakainan... 20
C. Lingkungan Pergaulan... 27
D. Pola Pengasuhan Orang Tua... 30
1. Pengertian Pola Pengasuhan... 30
2. Tipe-tipe Pola Pengasuhan... 31
E. Hasil Penelitian terdahulu... 36
F. Kerangka Berpikir dan Hipotesis... 37
BAB III. METODE PENELITIAN... 40
A. Jenis Penelitia... 40
B. Tempat dan Waktu Penelitian... 40
C. Subjek dan Objek Penelitian... 40
D. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel... 41
E. Data yang dicari... 42
F. Teknik Pengumpulan Data... 42
G. Variabel Penelitian, Definisi Operasional, dan Indikator Variabel... 43
H. Teknik Analisis Data ... 46
1. Pengujian Instrument... 46
a. Uji Validitas Instrument ... 46
b. Uji Reliabilitas Instrument... 47
2. Uji Prasyarat Regresi... 48
1. Uji Normalitas... 48
b. Uji Linearitas... 49
3. Uji Asumsi Klasik... 49
a. Uji Multikolinearitas... 49
b. Uji Heteroskedastisitas ... 50
4. Uji Hipotesis... 51
BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN... 53
A. Pengujian Instrument... 53
1. Uji Validitas Instrumen... 53
B. Uji Prasyarat Regresi... 56
1. Uji Normalitas... 56
2. Uji Linearitas... 57
C. Uji Asumsi Klasik... 59
1. Uji Multikolinearitas... 59
2. Uji Heterokedastisitas... 60
D. Deskripsi Data... 61
E. Pengujian Hipotesis... 64
1. Uji F... 65
2. Koefisien Korelasi... 68
F. Pembahasan... 69
BAB V. KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN... 73
A. Kesimpulan... 73
B. Keterbatasan... 74
C. Saran... 74
DAFTAR PUSTAKA... 76
DAFTAR TABEL
Tabel II.1 Contoh Kategori Kelas Sosial Di Indonesia... 21
Tabel III.1 Kisi-kisi Kuesioner... 45
Tabel III.2 Pedoman Penilaian Acuan Patokan... 46
Tabel III.3 Pedoman Interprestasi Koefisien Korelasi... 48
Tabel IV.1 Hasil Uji Validitas Variabel Pola Konsumsi... 54
Tabel IV.2 Hasil Uji Validitas Variabel Lingkungan Pergaulan... 55
Tabel IV.3 Hasil Uji Validitas Variabel Pola Pengasuhan... 55
Tabel IV.4 Hasil Uji Reliabilitas... 56
Tabel IV.5 Hasil Uji Normalitas... 57
Tabel IV.6 Hasil Uji Linearitas... 58
Tabel IV.7 Hasil Uji Multikolonearitas... 59
Tabel IV.8 Hasil Uji Heteroskedastisitas... 61
Tabel IV.9 Jenis Pekerjaan Ayah... 62
Tabel IV.10 Jenis Pekerjaan Ibu... 63
Tabel IV.11 Deskripsi Data Variabel Pola Konsumsi... 64
Tabel IV.12 Hasil Uji F... 66
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Kuesioner... 79
Lampiran Data Induk... 84
Lampiran Jenis Pekerjaan, Tingkat Penghasilan dan Pendidikan Orangtua.. 99
Lampiran Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas... 106
Lampiran Hasi Uji Normalitas dan Linearitas... 112
Lampiran Hasil Uji Multikolinearitas dan Heteroskedastisitas... 114
Lampiran Hasil Uji Regresi... 116
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan setiap orang, mereka melakukan berbagai macam
kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu kegiatan yang
dilakukan adalah bekerja, dengan bekerja seseorang memperoleh pendapatan
untuk memenuhi kebutuhannya. Pendapatan yang diperoleh dari bekerja tersebut
sebagian besar dibelanjakan lagi, yaitu untuk kegiatan konsumsi, sebagian lagi
ditabung untuk kebutuhan yang akan datang (Gilarso, 1991: 64).
Kegiatan konsumsi yang dilakukan tidak hanya mengenai makanan saja,
tetapi mencakup semua kebutuhan dasar hidup seseorang. Kebutuhan dasar harus
dipenuhi, terlebih yang berhubungan dengan kelangsungan hidup. Dalam
usahanya untuk memenuhi kebutuhan ini setiap orang berusaha untuk
memenuhinya sampai mencapai tingkat maksimal. Pemuasan atau pemenuhan
terhadap bermacam–macam kebutuhan dapat dilakukan dengan cara
mengkonsumsi. Besar kecilnya tingkat konsumsi seseorang dipengaruhi oleh
tingkat penghasilan, besarnya keluarga, lingkungan sosial, mode, harga barang
dan jasa, dan lain-lain.
Konsumsi setiap orang berbeda-beda, berdasarkan umurnya dibagi
menjadi konsumsi pada anak-anak, remaja, orang dewasa, dan berkeluarga.
belum dapat bertanggungjawab pada diri sendiri, semua kebutuhannya masih
dipenuhi oleh orang tua (Sujanto, 1986). Remaja setiap hari melakukan tindakan
konsumsi, seperti mengonsumsi makanan, minuman, pakaian, dan lain-lain.
Selain memenuhi kebutuhan pokok, remaja juga memenuhi kebutuhan untuk
berinteraksi dan bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat sekitar, seperti
kegiatan-kegiatan yang berlangsung dalam masyarakat, dengan anggota
masyarakatnya, kondisi fisik lingkungan dan lain-lain. Semua kegiatan yang
dilakukan tersebut merupakan pemenuhan atas kebutuhan sosial, karena seseorang
lahir dan dalam masa perkembangannya ada satu keinginan untuk berkumpul
dengan manusia dan lingkungan sekitarnya. Keinginan untuk berinteraksi dan
bersosialisasi itu secara naluriah terdapat pada setiap orang. Naluri bersosialisasi
dan berinteraksi itulah yang mendorong setiap orang suka bergaul dan mengenal
dalam sebuah perkumpulan (Tambunan, 1979: 103).
Pola perilaku konsumsi pada remaja berbeda-beda, dalam mengonsumsi
barang atau jasa ada yang rasional dan irasional. Pola konsumsi yang irasional
adalah tindakan mengonsumsi barang dan jasa tanpa pertimbangan-pertimbangan
yang mendalam mengenai manfaat, nilai guna dan kesesuaian dengan kebutuhan.
Pola konsumsi remaja yang irasional ini dipengaruhi oleh mode yang sedang
populer di kalangan remaja, juga kebiasaan merayakan hari-hari penting seperti
ulang tahun, syukuran, mentraktir teman-teman, perayaan valentine (Ancok, 1985:
berlebihan (shopoholics), juga karena kemudahan yang diperoleh anak dalam
mengonsumsi barang dan jasa.
Pola konsumsi remaja rasional adalah tindakan mengonsumsi barang
dan jasa dengan pertimbangan-pertimbangan yang mendalam mengenai manfaat,
nilai guna, dan kesesuaian dengan kebutuhan. Pola konsumsi barang dan jasa yang
dilakukan oleh remaja secara rasional dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor
intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
remaja dalam melakukan tindakan-tindakan konsumsi yang berasal dari dalam diri
remaja (Amirullah, 2002: 36). Faktor-faktor intern yang berasal dari diri remaja
tersebut misalnya, sikap remaja terhadap barang dan jasa, kebiasaan-kebiasaan
yang ditanamkan oleh orang tua untuk mengonsumsi barang dan jasa tertentu,
status sosial ekonomi orang tua dan pola pengasuhan orang tua.
Sikap remaja dalam mengonsumsi barang dan jasa merupakan faktor
internal yang mempengaruhi pola perilaku konsumsinya. Sikap merupakan sudut
pandang remaja terhadap barang dan jasa tertentu yang terkait dengan rasa suka
atau tidak terhadap barang dan jasa tertentu yang akan mempengaruhi keputusan
remaja untuk mengonsumsi. Sikap terhadap barang dan jasa tertentu digunakan
sebagai pertimbangan untuk memilih merk barang dan jasa, dan untuk memilih
toko yang menjual barang dan jasa yang disukai (Angel, 1994: 334). Selain sikap
remaja terhadap barang dan jasa yang sedang populer, faktor kebiasaan-kebiasaan
yang sesuai kebutuhan atau kebiasaan hidup hemat dan kebiasaan-kebiasaan
berbelanja juga mempengaruhi pola konsumsi remaja.
Faktor status sosial ekonomi orang tua merupakan faktor intern yang
pengaruhnya terhadap pola konsumsi anak cukup tinggi. Status sosial ekonomi
orang tua meliputi tingkat pendidikan, tingkat kekayaan, tingkat kekuasaan,
tingkat kehormatan. Dalam hal ini status sosial ekonomi orang tua yang besar
pengaruhnya terhadap pola konsumsi anak adalah tingkat kekayaan yang dimiliki
oleh orang tua, karena dalam keluarga yang memiliki tingkat kekayaan tinggi
memberikan kesempatan lebih banyak kepada anak untuk dapat memenuhi
kebutuhannya. Keluarga yang tingkat kekayaannya cukup atau bahkan rendah
tidak memiliki banyak kesempatan untuk memenuhi kebutuhan–kebutuhan anak
remajanya, karena hampir semua penghasilan yang diterima keluarga habis untuk
konsumsi kebutuhan pokok saja.
Faktor lain yang mempengaruhi pola konsumsi remaja adalah pola
pengasuhan orang tua, yaitu cara orang tua dalam mendidik, melatih remaja untuk
dapat hidup mandiri. Cara mendidik orang tua satu dengan yang lain tentu
berbeda, ada yang mendidik secara otoriter, yaitu remaja tidak memiliki banyak
kesempatan untuk memutuskan segala hal yang berhubungan dengan konsumsi
remaja, orang tua menentukan mana yang harus dikonsumsi dan mana yang tidak
boleh dikonsumsi oleh remaja. Ada pula yang mendidik secara demokratis atau
keputusan yang akan diambil remaja. Ada juga yang mendidik secara bebas, yaitu
remaja diberi kesempatan seluas-luasnya untuk memutuskan segala macam
barang atau jasa yang hendak dikonsumsi oleh anak remajanya tanpa memberikan
pertimbangan-pertimbangan.
Kebiasaan-kebiasaan orang tua dalam kehidupan sehari-hari banyak
dicontoh dan ditiru oleh anak-anak mereka, karena sebelum dapat
bertanggungjawab sendiri anak masih menggantungkan diri pada otang tua
dengan meniru kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh orang tua seperti cara
berpikir, dan cara bertindak (Sujanto, 1986) contohnya kebiasaan hidup hemat.
Orang tua yang biasa hidup hemat, anaknya akan mengikuti kebiasaan hidup
hemat, seperti mengonsumsi barang atau jasa tertentu sesuai dengan kebutuhan.
Namun jika orang tua boros maka anak akan menjadi boros juga.
Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi
remaja yang berasal dari luar diri remaja atau yang berasal dari lingkungan luar
remaja (external factor) (Amirullah, 2002: 45). Faktor ekstern ini adalah
lingkungan pergaulan remaja. Lingkungan pergaulan remaja meliputi lingkungan
fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik yang mempengaruhi pola konsumsi
remaja misalnya, remaja yang tinggal di daerah pedesaan pola konsumsinya tentu
berbeda dengan anak yang tinggal di daerah perkotaan. Di daerah perkotaan
remaja lebih dekat dengan pusat-pusat perbelanjaan yang menyebabkan remaja
memiliki kesempatan lebih banyak dan cepat untuk mengkonsumsi barang dan
Faktor lingkungan sosial meliputi media massa, dan teman bergaul.
Teman bergaul dan media massa merupakan faktor yang cukup berpengaruh
terhadap pola konsumsi remaja. Dalam kehidupan sehari-hari, remaja selalu
berinteraksi dan bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat. Pengaruh teman
dalam pergaulan anak lebih besar daripada pengaruh orang tua dalam hal
memberikan pertimbangan untuk mengonsumsi barang atau jasa tertentu, karena
dalam perkembangan remaja peran teman bergaul lebih berarti daripada orang tua.
Pendapat teman bergaul dianggap lebih bermakna daripada pendapat orangtua
mengenai barang dan jasa tertentu yang akan dikonsumsi, teman bergaul
memberikan penilaian, pertimbangan mengenai apa yang baik atau buruk bagi
remaja karena mereka memiliki kesamaan-kesamaan dalam hal tertentu.
Penerimaan dalam kelompok merupakan kebutuhan yang penting bagi seorang
remaja. Remaja gemar sekali berkelompok dengan didasari kesamaan-kesamaan
yang dimiliki, misalnya memiliki hobi yang sama, menyukai merk barang dan jasa
yang sama, juga kesamaan dalam hal kebiasaan berbelanja produk-produk yang
sedang populer.
Pengaruh media massa, yang gencar dalam memberikan
penawaran-penawaran yang menarik, memberikan kesempatan lebih banyak kepada remaja
untuk mengikuti perkembangan trend di kalangan remaja. Remaja dengan cepat
dapat memperoleh informasi barang dan jasa yang sedang populer melalui media
massa seperti televisi, radio, majalah, surat kabar dan melalui internet. Media
kalangan remaja dengan memberikan kemudahan-kemudahan dalam memperoleh
barang dan jasa tertentu, sehingga dapat menyebabkan remaja menjadi konsumtif.
Faktor interen seperti sikap remaja terhadap barang dan jasa tertentu,
kebiasaan-kebiasaan mengonsumsi barang dan jasa tertentu, status sosial ekonomi
orang tua, pola pengasuhan orang tua dan faktor ekstern berupa lingkungan
pergaulan anak dapat menyebabkan remaja memiliki sifat konsumtif, oleh karena
itu dalam penelitian ini diambil judul penelitian “PENGARUH STATUS SOSIAL
EKONOMI ORANG TUA, LINGKUNGAN PERGAULAN DAN POLA
PENGASUHAN ORANG TUA TERHADAP POLA KONSUMSI REMAJA“
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat disusun rumusan masalah sebagai
berikut:
Bagaimana pengaruh Status Sosial Ekonomi Orang tua, Lingkungan Pergaulan,
dan Pola Pengasuhan Orang Tua terhadap Pola Konsumsi Remaja?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis pengaruh Status
Sosial Ekonomi Orang tua, Lingkungan Pergaulan dan Pola Pengasuhan Orang
D. Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini nantinya dapat memberikan manfaat yang cukup berarti bagi
pihak – pihak yang memerlukan antara lain :
1. Bagi SMA Pangudi Luhur Yogyakarta
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan yang
berguna terutama yang berhubungan dengan pola konsumsi barang dan jasa
yang sedang populer di kalangan remaja.
2. Bagi Universitas Sanata Dharma
Hasil penelitian ini dapat menambah referensi perpustakaan Universitas
Sanata Dharma, yang berguna bagi mahasiswa dan siapa saja yang
membutuhkannya dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan sosial
terlebih yang berhubungan dengan pola konsumsi barang dan jasa yang sedang
populer di kalangan remaja.
3. Bagi Peneliti
a. Dapat mengetahui secara mendalam pengaruh status sosial ekonomi, lingkungan pergaulan dan pola pengasuhan orang tua terhadap pola
konsumsi remaja.
b. Sebagai sarana dalam menerapkan ilmu pengetahuan sosial berhubungan dengan pola konsumsi barang dan jasa pada remaja, dan sebagai sarana
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Konsumsi Remaja
1. Pengertian konsumsi
Menurut Kamus Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan (1994)
konsumsi adalah penggunaan barang–barang keperluan sehari–hari seperti
makanan, minuman, pakaian, dan lain–lain. Menurut Widiarto (2004: 41)
konsumsi adalah suatu kegiatan manusia untuk mengurangi nilai kegunaan
barang dan jasa, baik dilakukan secara sekaligus maupun secara
berangsur-angsur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tujuan konsumsi adalah untuk memperoleh tingkat kepuasan dan
mencapai tingkat kemakmuran yaitu dapat memenuhi berbagai macam
kebutuhan secara layak
2. Pengertian Pola Konsumsi
Menurut Ensiklopedi Ekonomi, Bisnis dan Manajemen (1992: 199)
pola konsumsi adalah proporsi pengeluaran suatu rumah tangga untuk
membeli berbagai jenis barang dan jasa untuk tingkat pendapatan dan jangka
waktu tertentu. Sedang menurut Pratama (1994: 53) pola konsumsi adalah
jumlah pengeluaran keluarga untuk memenuhi kebutuhan seseorang atau
rumah tangga untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari
penghasilannya. Pola Konsumsi anak adalah proporsi pengeluaran anak
3. Pengertian Remaja
Perkembangan remaja ditandai oleh suatu proses perubahan dalam diri
seseorang bersifat kemajuan atau penyempurnaan kepribadian bagi
orang-orang yang sedang tumbuh dewasa. Masa remaja ditandai batas minimal dan
maksimal. Beberapa ahli mengungkapkan bahwa batasan usia remaja adalah
11 – 24 tahun dan belum menikah.
Menurut Gunarsa (1986: 26) batas usia remaja berkisar antara 12-22
tahun. Menurut Rifai (1983: 21) Remaja adalah mereka yang berada pada
masa perkembangan yang disebut masa “adolesensi” (masa menuju
kedewasaan), masa dimana seseorang sudah tidak lagi disebut sebagai anak
kecil tetapi juga belum disebut dewasa. Hurlock (1992: 206) menjelaskan
bahwa masa remaja berlangsung pada usia 13 sampai 16 atau 17 dan akhir
masa remaja berlangsung pada usia 16 atau 17 sampai 18
Dalam definisi-definisi di atas terdapat 3 kriteria yaitu biologis,
psikologis dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut
berbunyi :
a. Individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda
seksual sekundernya sampai mencapai kematangan seksual.
b. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola-pola identifikasi
dari masa kanak-kanak sampai menjadi dewasa.
c. Terjadinya peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh
WHO menetapkan usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja,
selanjutnya dibagi menjadi 2 bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun, dan
remaja akhir 15-20 tahun. Sedang PBB menetapkan usia 15-24 tahun
sebagai usia pemuda (Youth) dalam rangka membuat keputusan mereka.
Dalam perkembangannya remaja melakukan pernyesuaian diri seperti :
a. Menerima dan mengintegrasikan pertumbuhan badannya dalam
kepribadiannya.
b. Menentukan peran dan fungsi seksualnya yang adekuat dalam
kebudayaan tempatnya berada.
c. Mencapai kedewasaan dengan kemandirian, kepercayaan diri, dan
kemampuan untuk menghadapi kehidupan.
d. Mencapai posisi yang diterima oleh masyarakat.
e. Mengembangkan hati nurani, tanggung jawab, moralitas dan nilai-nilai
yang sesuai dengan lingkungan dan kebudayaan.
f. Memecahkan masalah yang nyata dalam pengalaman sendiri dalam
kaitannya dengan lingkungan.
Perkembangan remaja merupakan perubahan yang menyangkut aspek
kualitatif dengan ciri-ciri progresif, teratur dan berkesinambungan serta
akumulatif. Aspek-aspek perkembangan tersebut meliputi:
a. Perkembangan kepribadian
Aspek perkembangan kepribadian remaja yang penting adalah konsep
penilaian diri, penilaian sosial, dan citra diri.
b. Perkembangan Identitas Diri
Identitas diri atau jati diri tergantung pada tiap kelompok yang dapat
memberikan makna bagi dirinya. Salah satu identitas diri yang diharapkan
pada masa remaja adalah identitas jenis kelamin sehingga memiliki
kematangan dalam kesediaan peneriman jenis kelamin dan kodrati
sehingga puas terhadap dirinya, kesediaan untuk menjalankan peran jenis
kelamin, orientasi seksual yang selaras dengan norma sosial.
c. Perkembangan Sosial
Hubungan dengan teman sebaya (peer group) menjadi lebih penting,
kerena remaja dapat diterima oleh kelompok teman sebaya. Teman sebaya
merupakan tempat berbagi pengalaman dan perasaan serta bagian dari
pembentukan identitas diri (Gunarsa, 1986). Ciri khas pada perkembangan
sosial remaja adalah kuatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan
perilaku sosial, dan pengelompokan sosial baru.
d. Perkembangan Emosi
Ciri dari perkembangan emosi pada remaja adalah emosi lebih mudah
bergejolak, kondisi emosional berlangsung cukup lama, jenis emosi lebih
bervariasi, ketertarikan dengan lawan jenis yang melibatkan emosi, sangat
e. Perkembangan Kognitif
Remaja memiliki kemampuan berpikir yang berpengaruh terhadap tingkah
laku antara lain: berpikir kritis terhadap segala sesuatu harus rasional dan
jelas, rasa ingin tahu kuat, jalan pikiran ego sentris.
f. Perkembangan Moral
Tahap moralitas pasca-konvensional remaja mencakup kelanturan dan
keyakinan moral yang memungkinkan perubahan dan perbaikan standar
moral, penyesuaian diri dengan standar sosial yang ideal untuk
menghindari hukuman, mengganti konsep moral khusus menjadi umum.
g. Perkembangan Seksualitas
Perkembangan seksualitas terjadi karena perubahan hormonal yang
berpengaruh terhadap alat reproduksi. Perkembangan ini mencakup
pembentukan hubungan baru dan labih matang dengan lawan jenis.
Jadi berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan
pengertian Pola Konsumsi Remaja adalah proporsi pengeluaran seorang yang
berusia anatar 10-20 tahun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari secara
4. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi
Menurut Gilarso (2002: 63) Besarnya pola konsumsi tergantung dari
banyak faktor, antara lain :
a) Besarnya pendapatan keluarga yang tersedia (setelah dipotong pajak dan
potongan–potongan lain)
b) Besarnya keluarga dan susunannya (jumlah anak, umur)
c) Taraf pendidikan dan status sosial dalam masyarakat
d) Lingkungan sosial ekonomi (desa, kota, kota besar)
e) Agama dan adat kebiasaan
f) Musim
g) Kebijakan dalam mengatur keuangan keluarga
h) Pengaruh Psikologi (mode–mode terbaru, pandangan masyarakat tentang
apa yang menaikkan gengsi)
i) Harta kekayaan yang dimiliki (tanah, rumah, uang)
Dari beberapa faktor di atas besar kecilnya penghasilan adalah faktor
yang cukup besar mempengaruhi pola konsumsi seseorang. Semakin besar
penghasilan, maka semakin besar pula pola konsumsinya. Apabila pengeluaran
dalam suatu kelompok digolongkan menjadi 2 golongan, yaitu golongan kaya
dan golongan miskin, hampir seluruh penghasilan keluarga miskin habis untuk
memenuhi kebutuhan primer yaitu makanan, bila tingkat penghasilan naik maka
konsumsi lebih rendah dari persentase (%) kenaikan pendapatan. Gejala ini
dalam ilmu ekonomi dikenal dengan nama “Hukum Engel”.
Menurut Kotler (1995: 223) yang mempengaruhi pola konsumsi
barang dan jasa pada seseorang adalah:
a. Faktor Budaya. Faktor budaya terdiri dari kultur (kebudayaan), sub kultur, dan kelas sosial.
1). Kultur (Kebudayaan) adalah determinan paling fundamental dari
keinginan dan perilaku seseorang. Anak memperolah sarangkaian tata
nilai, persepsi, preferensi dan perilaku melalui keluarganya dari
lembaga-lembaga kunci lain.
2). Sub Kultur
Setiap kultur terdiri dari sub-sub kultur yang lebih kecil yang
memberikan identifikasi dan sosialisasi anggotanya yang lebih spesifik.
Sub kultur mencakup kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah
geografis.
3). Kelas Sosial
Kelas sosial adalah bagian-bagian yang relatif homogen dan tetap dalam
suatu masyarakat, yang tersusun secara hirarkis dan anggota-anggotanya
memiliki tata nilai, minat, dan perilaku yang mirip. Kelas sosial
menunjukkan preferensi produk dan merk dalam pemilihan produk
seperti pakaian, perabot rumah, kegiatan pada waktu luang, dan
b. Faktor Sosial. Faktor sosial terdiri dari kelompok acuan, keluarga, peran dan status.
1). Kelompok acuan. Kelompok acuan seseorang terdiri dari semua
kelompok yang mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung
terhadap pendirian atau perilaku seseorang. Kelompok acuan
menghubungkan seseorang antara pola perilaku konsumsi tertentu
dangan gaya hidup baru, yang mempengaruhi pada pemilihan produk
dan merk produk tertentu
2). Keluarga
Anggota keluarga merupakan kelompok primer yang paling
berpengaruh. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang
paling penting dalam masyarakat.
3). Peran dan Status
Posisi orang dalam setiap kelompok dapat didefinisikan dalam istilah
peran dan status. Setiap peran membawa status.
c. Faktor Pribadi. Faktor pribadi terdiri dari usia dan tahap hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep pribadi.
Selera remaja dalam berpakaian, memilih makanan dan minuman,
rekreasi berhubungan dengan usianya. Pola konsumsi juga dipengaruhi
oleh tahap-tahap dalam siklus hidup dalam sebuah keluarga.
2). Pekerjaan
Pekerjaan seseorang mempengaruhi pola konsumsinya, misalnya
seorang pekerja berkerah biru akan membeli pakaian kerja, sepatu kerja,
kotak makanan dan berrekreasi boling.
3). Keadaan ekonomi
Pilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang.
Keadaan ekonomi meliputi pendapatan yang dapat dibelanjakan (tingkat
pendapatan, stabilitas, dan pola waktunya), tabungan dan kekayaan
(termasuk persentase yang likuid), hutang, kekuatan untuk meminjam,
dan pendirian terhadap belanja dan menabung.
4). Gaya hidup
Gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang di dunia yang
diungkapkan dalam kegiatan, minat dan pendapataan seseorang. Gaya
hidup melukiskan keseluruhan orang termasuk gambaran pola
konsumsinya.
5). Kepribadian dan Konsep diri
Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Kepribadian
adalah karakteristik pribadi yang berbeda dari seseorang lain,
lingkungannya. Kepribadian dapat menjadi variabel yang digunakan
untuk memilih atau menentukan pola konsumsi seseorang terhadap
pilihan produk dan merk. Konsep diri adalah citra pribadi atau
bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri, hal ini mempengaruhi
penilaian seseorang terhadap produk dan merk yang akan dibelinya.
d. Faktor Psikologis. Faktor psikologis terdiri dari motivasi, persepsi, pengetahuan, kepercayaan dan pendirian.
1). Motivasi.
Suatu motif (dorongan) adalah suatu kebutuhan yang cukup untuk
mendorong seseorang untuk bertindak. Setiap orang mempunyai banyak
kebutuhan, pada setiap waktu tertentu. Suatu kebutuhan menjadi motif
(dorongan) bila telah mencapai tingkat intensitas yang cukup. Suatu
motif adalah suatu kebutuhan yang cukup untuk mendorong seseorang
untuk bertindak memuaskan kebutuhannya.
2). Pengetahuan
Ketika seseorang bertindak memenuhi kebutuannya, mereka belajar
pengetahuan untuk menjelaskan perubahan pola perilaku konsumsinya
yang berasal dari pengalaman. Pengetahuan seseorang dihasilkan
melalui suatu proses yang saling mempengaruhi dari dorongan,
3) Belajar
Belajar menggambarkan perubahan dalam perilaku seorang individu
yang bersumber dari pengalaman. Kebanyakkan perilaku manusia
diperoleh dengan mempelajarinya. Perubahan perilaku terjadi melalui
keadaan saling mempengaruhi antara dorongan (drive), rangsangan
(stimuli), petunjuk-petunjuk penting jawaban (Clues), faktor-faktor
penguat (reinforcement), dan tanggapan (respons).
4). Kepercayaan dan sikap pendirian
Melalui bertindak dan belajar, seseorang memperoleh kepercayaan dan
pendirian. Hal ini kemudian akan mempengaruhi perilaku pembelian
mereka. Suatu kepercayaan adalah pikiran deskriptif yang dianut
seseorang mengenai suatu hal. Suatu pendirian menjelaskan evaluasi
kognitif yang menguntungkan atau tidak menguntungkan, perasaan
emosional, dan kecenderungan tindakan yang mapan dari seseorang
terhadap suatu objek atau ide tertentu.
5. Pola Konsumsi Makanan dan Minuman.
Menurut Prayoga dan Pujiwati (dalam Wisnu, 2004) pola konsumsi
adalah proporsi pengeluaran untuk membeli barang-barang kebutuhan yang
dikonsumsi terutama makanan dan minuman. Semakin banyaknya pilihan
berbagai macam makanan dan minuman di pasaran merupakan bukti semakin
dan kuantitas produk-produk kebutuhan pokok bagi masyarakat. Keberhasilan
pembangunan di bidang pertanian ini misalnya, telah menghasilkan berbagai
jenis makanan dan minuman dalam jumlah yang cukup besar. Produksi
makanan dan minuman dengan jenis yang bervariasi banyak ditawarkan.
6. Pola Konsumsi Pakaian
Pola konsumsi pakaian adalah proporsi pengeluaran untuk memenuhi
barang-barang kebutuhan yang dikonsumsi terutama pakaian. Pola konsumsi
pakaian seseorang dipengaruhi oleh gaya berpakaiannya. Gaya berpakaian
adalah cara seseorang dalam berpakaian yang berlakunya hanya bersifat
sementara dan berjangka waktu pendek. Gaya berpakaian lahir dari keinginan
seseorang untuk menghias dirinya agar memiliki daya tarik seksual yang lebih
memikat, serta terlihat pada semua aspek kehidupan yaitu tindak tanduk,
kesenian, dan kesusastraan.
B. Status Sosial Ekonomi Orang Tua
Stratifikasi sosial (kelas sosial) merupakan istilah yang digunakan
untuk menunjukkan tingkatan-tingkatan orang di dalam suatu masyarakat dengan
anggota masyarakat lain. Tingkatan-tingkatan ini nantinya akan menghasilkan
suatu hirarkis berupa kelompok status sosial yang tinggi dan rendah.
Kelas sosial dapat ditunjukkan oleh perbedaan pendapatan yang
berbeda-beda (Amirullah, 2002: 48). Selain pendapatan, kelas sosial juga dapat
dilihat dari jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang. Kriteria yang lazim
digunakan sebagai suatu ukuran relatif yang baik adalah ditentukan oleh
nilai-nilai yang ditekankan pada masyarakat tersebut.
Kelas sosial juga dapat dilihat dari gaya hidup yang dijalani
seseorang. Gaya hidup merupakan pola hidup atau kebiasaan hidup seseorang
yang merupakan wujud dari aktualisasi diri. Kelas sosial juga dapat
dikelompokkan menurut tingkat pendidikan dari masyarakat setempat. Dalam
masyarakat sering terdengar adanya kelompok intelektual atau juga kelompok
buta huruf.
Di Indonesia, pengelompokkan kelas sosial sudah sering dilakukan
oleh peneliti dengan melakukan pendekatan-pendekatan tertentu. Dibawah ini
merupakan contoh kategori kelas sosial (Amirullah, 2002: 49)
Tabel II.1
Contoh Kategori Kelas Sosial di Indonesia.
Pendapatan Perkerjaan Gaya Hidup Pendidikan
< 100.000 ABRI/Polisi Kelas puncak atas Tidak tamat SD 100.000 – 250.000 PNS Kelas puncak bawah Tamat SD
250.000 – 500.000 Wiraswasta Kelas mengengah Atas Tidak Tamat SMP 500.000–1.000.000 Guru/Dosen Kelas menengah bawah Tamat SMP 1.000.000-1.500.000 Karyawan Bank Kelas bawah atas Tidak tamat SMA 1.500.000-2.000.000 Pengacara Kelas bawah rendah Tamat SMA
>2.000.000 Dokter DO Kuliah
Penggunaan dan pilihan produk dan merk akan berbeda-beda pada
masing-masing kelas sosial. Misalnya konsumen kelas sosial atas dan menengah
lebih tertarik pada fashion dan style dibandingkan dengan hanya sekedar
membaca majalah atau mengamati orang lain. Pada kelas atas, perabot rumah
tangga mempunyai nilai simbolik sementara kelas sosial bawah lebih melakukan
seleksi terhadap perabot rumah tangga yang dibeli. Dalam pemilihan terhadap
kendaraan, pada kelas sosial atas lebih memilih kendaraan dengan merk impor
sementara kelas menengah ke bawah lebih cenderung membeli kendaraan
domestik.
Demikian juga dengan perjalanan dan rekreasi. Perjalanan yang jauh
dan rekreasi yang mahal adalah simbolik hidup dari status sosial ekonomi tinggi,
misalnya penggunaan pesawat udara, menginap di hotel berbintang atau
pembayaran menggunakan kartu kredit (Amirullah, 2002: 49)
Status adalah tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok.
Status ekonomi merupakan kombinasi dari status sosial dan status ekonomi yang
dimiliki seseorang (orang tua) dalam suatu kelompok masyarakat. Soekanto
(1990: 265) mengatakan bahwa status sosial adalah tempat seseorang secara
umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan
pergaulannya, prestise, dan hak–hak serta kewajibannya. Menurut Chapin
(Swalastoga, 1989) status sosial ekonomi adalah posisi yang ditempati individu
atau keluarga berkenaan dangan ukuran rata–rata yang umum berlaku tentang
dalam aktivitas kelompok dari komunitasnya. Pendapat lain dari Puspito (1989:
103) menyatakan bahwa kedudukan atau status sosial adalah tempat yang
diambil seseorang dalam masyarakat. Tempat yang dimaksud adalah kedudukan
secara sosio kultural dengan lokasi didalam pikiran orang atau kelompok orang
yang tinggal dalam satuan budaya tersebut.
Sedangkan Polak (1979: 162) berpendapat bahwa status sosial
ekonomi dimaksudkan sebagai kedudukan sosial ekonomi dalam masyarakat.
Status mempunyai dua aspek :
a. Aspek yang agak statis (structural), dimaksudkan sifatnya hirarkis, ialah
mengandung perbandingan tinggi rendahnya secara relatif terhadap status
lain.
b. Aspek yang lebih dinamis (fungsional), yakni peranan sosial yang
diharapkan dari seseorang yang menduduki status tersebut.
Sehubungan dengan konsep status dalam aspek yang struktural,
maka setiap orang mempunyai tingkatan secara hirarkis antara orang yang satu
dangan yang lain. Setiap orang yang mempunyai status atau kedudukan yang
berbeda satu dengan yang lainnya, tergantung posisinya dalam masyarakat.
Adanya perbedaan kedudukan atau status ini menyebabkan adanya sistem
pelapisan sosial atau social stratification, yaitu pembedaan penduduk atau
masyarakat ke dalam kelas–kelas secara bertingkat–tingkat atau secara hirarkis,
adanya sesuatu yang dihargai oleh masyarakat. Sesuatu yang dihargai oleh
masyarakat itu berupa uang atau benda–benda tertentu yang bernilai ekonomis.
Dalam masyarakat dikembangkan 2 macam kedudukan yaitu :
a. Ascribed Status
Ascribed Status adalah kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan rohaniah dan kemampuan. Kedudukan ini
diperoleh karena kelahiran.
b. Achieved Status
Achieved Status yaitu kedudukan yang dicapai seseorang dengan usaha yang disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran, akan tetapi
bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung dari kemampuan masing–masing
dalam mengejar serta mencapai tujuannya. Kadang kedudukan ini dibedakan
dengan satu macam kedudukan yaitu Assigned status yang merupakan
kedudukan yang diberikan (Soekanto, 1990: 265)
Dengan demikian, sistem pelapisan dalam masyarakat dapat terjadi
dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat. Adapula yang dengan
sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Yang biasanya menjadi
alasan terjadinya sistem pelapisan tersebut adalah kepandaian, tingkat umur, sifat
keaslian, keanggotaan kekerabatan seseorang pemuka masyarakat, dan mungkin
juga harta dalam batas–batas tertentu. Yang biasanya dipakai sebagai ukuran
atau kriteria untuk menggolongkan masyarakat yang satu dengan yang lain
1) Ukuran Kekayaan
Ukuran kekayaan (kebendaan) dapat dijadikan suatu ukuran. Barang siapa
memiliki kekayaan paling banyak, termasuk dalam lapisan teratas.
Kekayaan tersebut misalnya dapat dilihat dalam bentuk rumah yang
bersangkutan, mobil pribadi, kebiasaan berbelanja barang mahal, dan
sebagainya.
2) Ukuran Kekuasaan
Barang siapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang
menempati lapisan tertinggi.
3) Ukuran Kehormatan
Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran–ukuran kekayaan
atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati mendapat tempat
teratas. Aturan semacam ini banyak dijumpai dalam masyarakat tradisional,
biasanya mereka adalah golongan tua atau pernah berjasa pada masyarakat.
4) Ukuran Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu
pengetahuan akan tetapi ukuran tersebut kadang–kadang berakibat negatif,
karena ternyata bukan mutu ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran tetapi
gelar kesarjanaan. Sudah tentu hal itu mengakibatkan segala macam usaha
digunakan untuk mendapatkan gelar tersebut walaupun dengan jalan yang
Tiap-tiap orang atau keluarga akan mempunyai unsur–unsur yang
terkandung dalam konsep status sosial ekonomi. Sedikit banyaknya unsur–unsur
yang dimiliki, baik secara kualitas maupun kuantitas menunjukkan tinggi
rendahnya status sosial ekonomi yang dimilikinya.
Kelas sosial dapat dikategorikan menjadi beberapa kelas antara lain
upper-upper class, lower-upper class, upper-middle class, lower-middle class, upper-lower class dan lower-lower class. Untuk memudahkan dalam memahami kelas sosial masyarakat, kelas sosial dikategorikan menjadi kelas sosial
golongan atas, kelas sosial golongan menengah, dan kelas sosial golongan
rendah. Dalam hubungannya dengan pola konsumsi karakter dari tiap kelas
adalah (Mangkunegara, 1988: 46):
1) Kelas sosial golongan atas memiliki kecenderungan membeli
barang-barang yang mahal, membeli pada toko-toko yang berkualitas dan lengkap,
konservatif dalam konsumsinya, barang-barang yang dibeli cenderung
untuk dapat menjadi warisan bagi keluarganya.
2) Kelas sosial golongan menengah cenderung membeli barang dan jasa
untuk menampakkan kekayaan, membeli barang dengan jumlah yang
banyak dan kualitasnya cukup memadai. Mereka berkeinginan membeli
barang yang mahal dengan sistem kredit, misalnya membeli kendaraan,
rumah mewah, perabot rumah tangga, dan lain-lain.
3) Kelas sosial golongan rendah cenderung membeli barang dengan
membeli barang untuk kebutuhan sehari-hari, memanfaatkan penjualan
barang-barang yang diobral atau penjualan dengan harga promosi.
Seseorang yang status sosial ekonominya tinggi adalah mereka yang
berkecukupan, mampu, kaya, berpendidikan tinggi, tingkat pendapatan lebih
dari cukup karena pekerjaan mapan, sehingga ada sisa anggaran untuk merubah
pola konsumsinya. Sedang status social ekonomi rendah adalah mereka yang
kurang berada, berpendidikan rendah, pekerjaan tidak memberikan penghasilan
yang cukup, penghasilan yang diperolah hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan pokok saja.
C. Lingkungan Pergaulan
Dalam perkembangannya remaja mempunyai motivasi untuk
bergaul. Motivasi ini tergantung pada seberapa besar perolehan kepuasan
remaja melalui aktivitas tersebut (Majalah Ayah Bunda,1992). Setiap orang,
termasuk remaja hidup dalam suatu masyarakat. Masyarakat merupakan suatu
wujud hidup bersama orang lain dalam suatu komunitas yang saling
berinteraksi, bekerjasama, memiliki pembagian kerja dan memiliki
norma-norma peraturan.
Salah satu ciri khas remaja ditandai dengan perkembangan
persahabatan secara kualitas dan kuantitas. Persahabatan ini hanya mungkin bila
dalam kelompok sosialnya, remaja telah saling kenal dan diterima oleh
bidang tertentu, misalnya kebiasaan merokok, kebiasaan pergi berbelanja di
mall atau belanja di pusat-pusat perbelanjaan, akan mempengaruhi pola konsumsinya.
Menurut Walgito (1989) lingkungan dibedakan menjadi :
a. Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik berupa alam, misalnya keadaan tanah, keadaan musim
dan letak tempat tinggal (desa, kota, kota besar), keadaan geografis.
Lingkungan alam yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda
pula pada perkembangan individu.
b. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial merupakan lingkungan masyarakat dimana dalam
lingkungan ini terdapat interaksi antara individu satu dengan individu yang
lain. Keadaan masyarakat dan kegiatan masyarakat memberikan pengaruh
tertentu pada perkembangan individu. Lingkungan sosial dibedakan
menjadi dua yaitu :
1) Lingkungan Sosial Primer, yaitu lingkungan sosial dimana terdapat
hubungan yang erat antara anggota satu dengan anggota yang
lainnya.
2) Lingkungan Sosial Sekunder, yaitu lingkungan sosial yang hubungan
anggota satu dengan yang lain agak longgar.
Lingkungan sosial masyarakat yang mempengaruhi pola konsumsi
a. Kelompok referensi kecil dan teman sebaya.
Kelompok referensi kecil didefinisikan sabagai suatu kelompok
yang mempengaruhi sikap, pendapat, norma dan pola konsumsi. Pengaruh
kelompok referensi kecil terhadap pola konsumsi antara lain dalam
menentukan produk dan merk yang mereka gunakan yang sesuai dengan
aspirasi kelompoknya (Mangkunegara,1998: 47). Keefektifan pengaruh
kelompok referensi terhadap pola konsumsi remaja juga sangat tergantung
pada kualitas produk dan informasi yang tersedia.
Demikian juga dengan pengaruh teman, kehadiran teman dan
keterlibatannya di dalam suatu kelompok membawa pengaruh tertentu, baik
pengaruh positif maupun negatif. Bila teman-temannya mempunyai
kebiasaan berbelanja secara berlebihan remaja menjadi konsumtif, remaja
akan mengikuti dan meniru apa yang dilakukan oleh kelompoknya. Seorang
remaja yang telah merasa cocok dan diterima teman-teman dalam sebuah
kelompok, tentu cenderung untuk mengikuti kebiasaan yang dilakukan oleh
kelompoknya. Penerimaan kelompok yang dimaksud adalah dipilih sebagai
teman untuk suatu aktivitas dalam kelompok dimana seseorang menjadi
anggotanya. Apabila remaja tersebut tidak mau mengikuti
kebiasaan-kebiasaan kelompok, ia akan diasingkan dan ditolak oleh kelompok.
b. Tempat Tinggal
Tempat tinggal adalah suatu wilayah tertentu dimana suatu komunitas
menjadi 2, yaitu lingkungan perkotaan dan lingkungan pedesaan. Kota yaitu
suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan
penduduk yang tinggi, dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang
heterogen dan coraknya matrealistis. Ciri-ciri kota adalah
1. Pekerjaan lebih bervariasi dan tidak bergantung pada alam.
2. Ukuran masyarakat adalah besar dilihat dari jumlah penduduknya.
3. Lingkungan bersifat buatan, yaitu sudah banyak dibentuk oleh teknologi,
dan buatan tangan manusia.
4. Diferensiasi sosial lebih tajam dan terbuka
5. Mobilitas sosial bersifat vertikal
6. Kontrol sosial bersifat formal.
Sedangkan Ciri-ciri Pedesaan adalah :
1. Memiliki sifat yang homogen dalam hal mata pencaharian, nilai-nilai
kebudayaan, sikap dan tingkah laku.
2. Faktor geografis sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada
3. Hubungan sesama anggota masyarakat lebih intim dan awet.
4. Jumlah penduduk yang relatif lebih sedikit dan tersebar.
Lingkungan sosial dalam pergaulan remaja di masyarakat juga
meliputi media massa. Media massa memberikan penawaran yang menarik dan
memberikan banyak kesempatan kepada remaja untuk mengonsumsi barang dan
jasa tertentu yang sedang populer. Media massa merupakan sarana yang
perawaran melalui iklan-iklan yang menarik akan mempengaruhi pola konsumsi
remaja.
D. Pola Pengasuhan Orang Tua
1. Pengertian Pola Pengasuhan Orang Tua
Macoby (dalam Alibata, 2000), menyatakan bahwa pola asuh
orang tua merupakan interaksi orang tua dengan anaknya yang di dalamnya
orang tua mengekspresikan sikap-sikap, nilai-nilai, minat-minat, dan
harapan dalam mengasuh dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan anaknya.
Sedang pendapat Symond (dalam Mujiyana, 2001), menyatakan bahwa
esensi hubungan orang tua dan anak sangat ditentukan oleh sikap orang tua
dalam mengasuh anak.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh
orang tua adalah interaksi yang terjadi antara anak dan orang tua. Interaksi
tersebut bukan hanya dalam pemenuhan kebutuhan fisik (makanan,
minuman, pakaian) dan kebutuhan psikis (kasih sayang, panerimaan, rasa
aman, dll) tetapi juga bagaimana orang tua memberikan contoh dan
mengajarkan tentang peraturan atau norma yang berlaku dalam masyarakat.
2. Tipe – tipe Pola Pengasuhan Orang Tua
Menurut Baumrind (dalam Alibata, 2000) ada dua aspek dari
parental demandingness. Parental responsiveness menunjuk pada sejauh mana orangtua menanggapi atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak
dalam suatu sikap yang menerima dan mendukung, sedang parental
demandingness menunjuk pada sejauh mana orangtua mengharapkan dan menuntut perilaku yang bertanggungjawab dan matang dari anak-anaknya.
Menurut Steinberg (dalam Alibata, 2000) perpaduan antara aspek
parental responsiveness dan parental demandingness melahirkan empat pola pengasuhan orangtua terhadap anak.
Pola pengasuhan tersebut dapat divisualisasikan pada gambar berikut:
Demandingness
High Low
High
Responsiveness Low
Gambar II.1. Pola Pengasuhan Orangtua (dalam Alibata, 2000)
Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa: pertama, pola
pengasuhan authoritative mempunyai ciri-ciri orangtua sangat responsif
atau sangat tanggap terhadap kebutuhan-kebutuhan anak-anaknya, namun
juga sangat menuntut anak-anaknya menjadi seseorang yang
bertanggungjawab dan matang. Kedua, pola pengasuhan authoritarian
mempunyai ciri-ciri orangtua sangat menuntut rasa tanggungjawab dari Authoritative Indulgent
anaknya, tetapi kurang responsif atau tanggap terhadap
kebutuhan-kebutuhan anaknya.
Ketiga, pola pengasuhan indulgent mempunyai ciri-ciri orangtua
sangat responsif atau tanggap akan kebutuhan-kebutuhan anaknya tetapi
tidak menuntut anaknya untuk menjadi matang dan bertanggungjawab.
Keempat, pola pengasuhan indifferent mempunyai ciri-ciri orangtua tidak
menuntut rasa tanggungjwab dari anaknya tetapi juga tidak tanggap akan
kebutuhan-kebutuhan anaknya.
Pola Pengasuhan orang tua dalam mendidik anaknya dapat
bervariasi. Lighter (2005: 18) dan Hurlock (1993) membagi pola
pengasuhan orang tua menjadi tiga tipe yaitu autoritatif/demokratis,
authoritarian/otoriter, dan permissive/permisif. a. Pola Pengasuhan Autoritatif/demokratis
Orang tua yang demokratis mengajarkan kepada anaknya
tentang bagaimana berperilaku secara dewasa dan dengan
bertanggung jawab (Lighter, 2005: 19). Orang tua yang demokratis
menggunakan seperangkat standar untuk mengatur anaknya, aturan–
aturan yang diberlakukan didasarkan pada usia, kebutuhan, dan
perkembangan anak. Dengan bertambahnya usia, anak tidak saja
dibiasakan dan diberi penjelasan tentang peraturan, tetapi anak juga
diberi kesempatan untuk menyatakan pendapat mereka tentang
Orang tua demokratis mendorong anak–anaknya berpikir
sendiri dan dapat bekerjasama dengan anak lain dalam mengambil
keputusan (Hurlock, 1999; Lighter, 2005). Pola pengasuhan orang tua
yang demokratis dapat menimbulkan ciri–ciri berinisiatif, tidak takut–
takut, lebih giat dan lebih bertujuan.
b. Pola Pengasuhan Authoritarian/otoriter
Orang tua otoriter menerapkan peraturan rumah yang keras dan
sangat sulit dipenuhi oleh anak yang menginjak remaja dimana
kebutuhannya mulai berubah dan berlatih mandiri (Lighter, 2005: 18).
Orang tua otoriter menuntut kepatuhan pada peraturan yang telah
ditetapkannya, orang tua beranggapan bahwa anak–anak harus
menerima aturan–aturan dan standar yang ditentukan tanpa
mempersoalkannya (Hurlock, 1999: 93).
Orang tua seperti ini percaya bahwa remaja harus mengikuti
cara yang mereka inginkan dan tugas orangtualah untuk memaksakan
kepercayaan, nilai–nilai, perilaku dan standar pada anak mereka
(Balson, 1993: 136). Orang tua yang otoriter cenderung tidak
mendukung perilaku bebas dan melarang otonomi anak (Lighter, 2005:
18)
c. Pola Pengasuhan Permissive/permisif
Bagi banyak orang tua, pola pengasuhan permisif merupakan
Orang tua permisif tidak memberikan batasan-batasan atau aturan–
aturan yang sifatnya wajib atau dipaksakan kepada anaknya. Mereka
tidak menetapkan apa saja yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan,
anak diijinkan untuk mengambil keputusan sendiri dan berbuat
sekehendak hati, hanya sedikit permintaan dan batasan yang dikenakan
pada anak (Lighter, 2005: 19).
Orang tua permisif terlalu cepat mengalihkan tanggung jawab
kepada anak–anaknya, apabila melakukan kesalahan, anak tidak
pernah dihukum (Lighter, 2005). Orang tua permisif mengabaikan
peluang yang penting untuk melatih dan membimbing anak–anaknya
dengan berbagai kecakapan yang diperlukan anak untuk mandiri
(Lighter, 2005: 19). Anak harus mempelajari sendiri kecakapan dengan
cara yang sulit tanpa tuntunan dan dukungan dari orang tua (Hurlock,
1999: 93)
Dalam keluarga yang merupakan suatu unit masyarakat yang
terkecil pengaruh terhadap pola konsumsi remaja adalah pada
pemilihan produk dan merk yang dipilih remaja yang sesuai dengan
harapan orang tua. Faktor keluarga terlebih ayah dan ibu, dalam pola
konsumsi remaja dapat berperan sebagai
a) Pengambil inisiatif untuk membeli
c) Menentukan keputusan apa yang dibeli, bagaimana cara membeli,
kapan dan di mana tempat membelinya.
d) Siapa yang melakukan pembelian
e) Pemakai, yang akan menggunakan produk yang akan dibeli.
E. Hasil Penelitian Terdahulu
Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan terlebih dahulu
mengenai pola konsumsi, antara lain:
No Peneliti Tahun Judul Teknik
Analisis
• Ada perbedaan yang siginfikan gaya hidup siswa yang berasal dari etnis jawa dan bukan jawa. Fhit>Ftabel, Fhit = 6.966, Ftabel = 3.89
• Ada perbedaan yang signifikan gaya hidup siswa berdasarkan status sosial ekonomi orang tua. Fhit = 4.54. Ftabel = 3.89
2. Farida
F. Kerangka Teoritik dan Hipotesis
Pengaruh status sosial ekonomi orang tua, lingkungan pergaulan, dan pola pengasuhan orang tua terhadap pola konsumsi anak.
Pola konsumsi anak terhadap makanan dan pakaian dipengaruhi
tinggi rendahnya status sosial ekonomi orang tua. Orang tua yang status sosial
ekonominya rendah, besarnya konsumsi sama dengan besarnya pendapatan yang
diperoleh orang tua, sedangkan orang tua yang status sosial ekonominya tinggi,
besarnya konsumsi hanya sebagian dari seluruh penghasilan orang tua, dan
Semakin besar pendapatan orang tua maka konsumsi anak semakin
besar juga, namun besarnya kenaikan persentase (%) konsumsi barang lebih kecil
dari pada persentase (%) kenaikan pendapatannya. Pola konsumsi anak terhadap
makanan dan pakaian dipengaruhi oleh banyak faktor selain status sosial ekonomi
orang tua faktor lain yang cukup berpengaruh adalah lingkungan pergaulan, mode
yang sedang populer dan kebiasaan orang tua yang berhubungan dengan pola
konsumsi.
Remaja yang tinggal di daerah perkotaan konsumsi terhadap
makanan, minuman, dan pakaian lebih tinggi dari pada remaja yang tinggal di
daerah pedesaan sehingga remaja yang tinggal di daerah perkotaan lebih
konsumstif daripada yang tinggal di derah pedesaan, hal tersebut dikarenakan
remaja yang tinggal di daerah perkotaan lebih dekat dengan pusat-pusat
perbelanjaan yang memberikan banyak kesempatan bagi remaja untuk
memperoleh barang dan jasa yang sedang populer. Begitu juga pola pengasuhan
yang diterapkan orang tua dalam mendidik anak, kebiasaan memberikan
kesempatan untuk memutuskan barang apa saja yang boleh dikonsumsi anak
secara bebas membuat pola konsumsinya meningkat, namun jika orang tua
mengajarkan kebiasaan-kebiasaan mengonsumsi makanan dan pakaian sesuai
kebutuhan maka pola konsumsi anak sedang, namun jika orangtua memberikan
banyak larangan dan tidak memberikan kesempatan bagi anak untuk memutuskan
makanan dan pakaian yang hendak dikonsumsi maka pola konsumsi anak akan
Berdasarkan uraian kerangka teoritik diatas maka dapat disusun hipotesis sebagai
berikut: Status Sosial Ekonomi Orangtua, Lingkungan Pergaulan dan Pola
Pengasuhan orangtua secara bersama-sama berpengaruh terhadap Pola Konsumsi
BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian asosiatif yaitu
penelitian yang menujukkan dugaan tentang hubungan dua variabel atau lebih
(Sugiyono, 2002: 86), yaitu menguji sejauh mana pengaruh status sosial ekonomi
orangtua, lingkungan pergaulan dan pola pengasuhan orangtua terhadap pola
konsumsi remaja.
B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA Pengudi Luhur Yogyakarta Jln. P. Senopati
No. 18 Yogyakarta 55121. Alasan dipilihnya sekolah ini karena status sosial
ekonomi orang tua siswa-siswi SMA Pangudi Luhur Yogyakarta bervariasi,
juga berasal dari lingkungan pergaulan yang berbeda-beda.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2006
C. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X dan XI SMA Pangudi
2. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah status sosial ekonomi orang tua, lingkungan
pergaulan, pola pengasuhan orang tua, dan pola konsumsi anak.
D. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian (Suharsimi: 1989).
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek dan subjek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2005:
56). Dalam Penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua siswa kelas X
dan XI SMA Pangudi Luhur Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007.
2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah populasi atau wakil populasi yang diteliti.
Penentuan sampel dalam penelitian ini adalah probalility sampling, dengan
teknik proportional sampling (sampling berimbang). Peneliti mengambil
wakil-wakil dari tiap-tiap kelompok yang ada dalam populasi yang jumlahnya
disesuaikan dengan jumlah anggota subjek yang ada di dalam masing-masing