• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab IV Deskripsi Wilayah Pesisir Pekalongan

D. Strategi Adaptasi Masyarakat dalam Menghadapi

Proses persepsi dan sikap masyarakat untuk bertahan terhadap banjir pasang air laut, merupakan awal bagi adaptasi masyarakat untuk menghadapi tekanan dari dampak banjir pasang air laut. Beberapa adaptasi yang dilakukan dalam menghadapi banjir pasang air laut di setiap tipe lingkungan dapat dibedakan sebagai berikut.

1) Adaptasi dalam Tipe Lingkungan Permukiman

Dua karakteristik permukiman yang berbeda di daerah penelitian yaitu permukiman kampung dan permukiman perumahan memiliki karakteristik adaptasi yang berbeda.

a. Adaptasi terhadap lingkungan permukiman kampung memiliki ciri khas beberapa wujud kegiatan berikut.

(1) Meninggikan jalan lingkungan melalui bantuan dari pemerintah kota.

(2) Meninggikan pondasi rumah oleh masing-masing individu atau membuat tanggul di teras rumah yang dapat menghalangi air masuk ke dalam rumah. Hal ini dilakukan sesuai dengan kemampuan fi nancial masing-masing individu atau rumah tangga.

(3) Membuat “urugan” tanah di genangan yang sulit untuk surut untuk dipakai sebagai jalan. Jalan ini dibuat dari tanah dan batu yang dilakukan secara swadaya oleh masyarakat maupun individu.

(4) Membuat tanggul dari bambu yang diisi oleh tanah sepanjang tepi jalan yang membatasi area dengan tanggul pantai yang jebol dengan area perkampungan. Kegiatan ini merupakan kegiatan swadaya masyarakat yang dilakukan dengan melibatkan beberapa Rukun Warga (RW).

(5) Pembuatan tanggul buatan dari bambu pada mulut saluran air untuk menahan pasir agar tidak jatuh dan menahan pasir dari laut masuk ke dalam saluran ketika banjir pasang surut datang. Kegiatan ini merupakan kegiatan swadaya masyarakat.

Untuk lebih jelasnya, proses adaptasi masyarakat dapat ditunjukkan pada Gambar 5.10 sampai dengan Gambar 5.17. (Sumber: Survei lapangan, 2011).

b. Adaptasi terhadap lingkungan permukiman perumahan memiliki ciri khas beberapa kegiatan sebagai berikut.

(1) Meninggikan jalan lingkungan melalui swadaya maupun bantuan dari pemerintah kota.

(2) Meninggikan pondasi rumah oleh masing-masing individu atau membuat tanggul di teras rumah yang dapat menghalangi air masuk ke dalam rumah. Hal ini dilakukan sesuai dengan kemampuan fi nansial masing-masing individu atau rumah tangga.

(3) Memperbaiki pintu saluran air secara swadaya sehingga dapat berfungsi dengan baik ketika banjir pasang air laut datang.

(4) Mengoperasikan mesin sedot kecil yang dibeli melalui swadaya masyarakat untuk menyedot air yang kemudian dibuang ke saluran air di bagian utara perumahan. Pada saat pembelian mesin sedot, setiap rumah tangga iuran sebesar Rp 5.000,00.

(5) Membangun polder melalui inisiatif warga perumahan dengan bantuan pemerintah kota. Warga mengajukan bantuan kepada pemerintah kota serta berkontribusi sebesar 10% (berupa uang tunai atau bahan bangunan atau tenaga kerja) dari total biaya pembangunan. Pembangunan polder berupa penampungan air ukuran 2,75 x 3 x 30 meter yang dibangunan di bawah jalan masuk ke perumahan, pompa air otomatis beserta ruangannya, dan saluran drainase yang mengalirkan air hasil sedotan menuju saluran air di luar perumahan menuju Kali Sepucung.

(6) Melakukan pengelolaan mandiri terhadap polder di bawah peng-awasan BKM Kelurahan Panjang Baru.

Adaptasi terhadap lingkungan permukiman perumahan ditunjukkan pada Gambar 5.18 sampai dengan Gambar 5.26 yang didapatkan dari survei lapangan tahun 2011.

2) Adaptasi dalam Tipe Lingkungan Tambak

Adaptasi dalam tipe lingkungan tambak terwujud dalam beberapa aktifi tas masyarakat sebagai berikut.

(1) Membuat jaring atau oleh warga disebut waring yang dipasang di sepanjang kolam dan pintu saluran air tambak untuk menghalangi ikan berpindah dari kolam ketika air tambak menjadi luber akibat banjir pasang air laut. Kegiatan ini dilakukan oleh masing-masing pemilik atau buruh tambak.

(2) Membuat alat dari pipa pralon yang digunakan untuk membuka saluran air yang menghubungkan sungai dengan tambak ketika surut dan menutupnya ketika pasang sehingga air tambak tidak meluap.

(3) Memperbaiki tambak menjadi lebih tinggi serta tidak tergenang lagi dan mengeruk lahan tambak lebih dalam 1 meter dibandingkan tambak-tambak pada umumnya sehingga tambak-tambak akan sangat sulit untuk dikeringan. Kegiatan ini dilakukan oleh masing-masing petani tambak. (4) Menyusun proposal bantuan dana yang akan digunakan untuk pembelian

benih oleh paguyuban petani tambak.

(5) Mencoba budidaya rumput laut di area tambak karena dianggap tidak begitu terpengaruh oleh kejadian banjir pasang air laut. Hal dilakukan sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan masing-masing petani tambak.

(6) Melakukan panen lebih awal sebelum waktunya oleh para petani tambak yang mengetahui jadwal puncak pasang air laut.

Adaptasi dalam tipe lingkungan tambak ditunjukkan pada Gambar 5.27 sampai dengan Gambar 5.30 berdasarkan survei lapangan tahun 2011.

3) Adaptasi dalam Tipe Lingkungan Pertanian Sawah

Adaptasi dalam tipe lingkungan pertanian sawah di Kelurahan Degayu terwujud dalam beberapa kegiatan berikut.

(1) Meninggikan tanggul/pematang sawah oleh masing-masing pemilik lahan sehingga genangan air asin tidak masuk ke dalam lahan sawah. Usaha ini dilakukan per hektar sawah membutuhkan 12 orang buruh, dengan bayaran Rp 35.000,00. Sehingga per hektar sawah memerlukan biaya untuk meninggikan tanggul sebanyak Rp. 420.000,00. Tanggul ini akan bertahan untuk setiap satu kali musim tanam.

(2) Mengganti bibit padi dari bibit air tawar menjadi bibit yang tahan dengan air asin. Kegiatan ini ditawarkan baik bagi pemilik lahan maupun buruh penggarap sawah melalui Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dengan bantuan bibit dari Dinas Pertanian.

(3) Bagi para buruh tani yang tidak lagi dapat menggarap sawah, pilihannya adalah dengan beralih profesi menjadi buruh di wilayah lain; pemulung TPA (Tempat Pembuangan Akhir Sampah); dan pencari ikan, kepiting, dan udang.

(4) Penataan ruang oleh pemerintah (DKP dan DPU) dan masyarakat melalui Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dengan pembuatan irigasi dan tanggul yang akan memisahkan lahan sawah menjadi 3 fungsi utama yaitu budidaya tambak (bagian utara), pertanian sawah (bagian selatan), dan budidaya air tawar (bagian tengah).

Dokumen terkait