• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Bertahan Pedagang Kaki Lima Di Sekitar Kampus Universitas Sumatera Utara

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.4. Strategi Bertahan Pedagang Kaki Lima Di Sekitar Kampus Universitas Sumatera Utara

Pedagang kaki lima yang berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara memiliki beberapa strategi dalam menghadapi kebijakan yang dibuat oleh pihak universitas. Kebijakan tersebut berupa larangan berjualan disekitar kampus universitas tanpa izin. Larangan berjualan tersebut dipertegas dengan dibuatnya razia yang dilakukan petugas patroli oleh pihak universitas setiap dua jam dalam satu hari. Strategi-strategi tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Menjalin Hubungan Pertemanan Dengan Petugas Patroli

Dalam berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara pedagang kaki lima memiliki strategi agar tetap bertahan salah satunya adalah membangun hubungan pertemanan dengan petugas patroli universitas. Pedagang kaki lima memiliki hubungan baik dengan petugas patroli dengan menganggapnya sebagai teman, bukan sebagai petugas patroli yang ingin mengusir mereka. Begitu juga sebaliknya. Terlebih pada saat petugas patroli melakukan razia. Salah satu bentuk strategi yang dilakukan pedagang yaitu pedagang selalu melobi dengan cara menawarkan barang jualan mereka untuk di makan di tempat tersebut atau di bawa pulang dengan gratis tanpa harus membayarnya. Dan apabila satpam ingin membayar pedagang pun menolaknya. Seperti yang diungkapkan oleh Pak Parjono (50 tahun) selaku penjual tahu medan sebagai berikut:

“ Kalau datang petugas patroli ya di kasih la makanan yang bapak jual ini, itu pun kalau dia mau, kadang dia ntah udah kenyang ya gak di

ambilnya. Tapi yang penting udah kita tawari lah. Kadang kalau mau dibayarnya pun kami tolak. Kami anggap kawan ja petugas itu”.

Bagi pedagang, yang penting mereka sudah mencoba menawari petugas patroli untuk makan atau minum. Selanjutnya, apakah petugas mahu mengambilnya atau tidak yang penting sudah ditawari. Bahkan terkadang petugas langsung meminta makanan dengan cara dibungkus untuk dibawa ke kantor beberapa bungkus, begitu juga dengan jenis makanan yang lain. Makanan atau minuman yang dibawa petugas dengan jumlah yang banyak seperti itu akan dibagi-bagikan kepada para petugas yang berada di kantornya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Bang Antoni Delle (37 tahun) selaku penjual es pisang ijo sebagai berikut:

“Pokoknya kalau datang petugas patroli kita tawari lah,,maunya apa, kebetulan abang kan jualan es pisang ijo dan ada yang lain-lain juga ya kita turuti aja lah, yang penting kita gak diusir dari sini”.

Para pedagang menjalin hubungan pertemanan dengan petugas patroli melalui memberikan makanan atau minuman yang mereka jual. Pedagang tidak mempermasalahkan bahwa mereka sedikit rugi apabila terus-terusan memberikan barang jualannya kepada petugas. Bagi mereka asalkan tidak diusir saja mereka sudah senang. Mereka tidak pernah memberikan sejumlah uang dan petugas patroli juga tidak pernah memintanya kepada pedagang. Hal ini dipertegas oleh ungkapan Bang Antono Delle ( 37 tahun) selaku penjual es pisang ijo sebagai berikut:

“Untungnya petugas patroli ini gak minta uang, paling cuma minta makanan dan minuman yang kami jual ini. Berapa pun makanan yang mereka minta saya kasih yang penting saya bisa tetap jualan di sini”.

Hal di atas serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (tanpa tahun) bahwa, agar tidak di usir petugas pedagang melobi dengan memberikan imbalan kapada petugas berupa uang damai atau pun bentuk makanan dan minuman. Imbalan tersebut akan lebih baik daripada pedagang harus di usir, sehingga tidak dapat berjualan dan mempengaruhi kehidupan pedagang selanjutnya.

Berhubung sudah setiap harinya petugas patroli menggelar razia, sehingga seiring berjalannya waktu petugas patroli dan pedagang sudah saling mengenal dan hubungan kekerabatan mereka semakin baik. Para pedagang sendiri pun menganggap petugas patroli sebagai teman sehingga mereka menjalin hubungan pertemanan yang akrab. Seperti yang diungkapkan Pak Parjono (50 tahun) selaku penjual tahu medan sebagai berikut:

“Kita di sini udah menganggap petugas patroli itu kayak teman kita sendiri, begitu juga sebaliknya. Tutur sapa mereka pun sopan-sopan, mereka juga punya solidaritas lah, karena kan kita sama-sama cari makan di sini”.

Hasil wawancara informan di atas senada dengan hasil obsesrvasi yang dilakukan peneliti di lapangan. Bahwasanya petugas patroli dan pedagang terlihat akrab saat petugas menggelar razia tanpa diikuti oleh komandannya. Tutursapa petugas terhadap pedagang juga baik dan sopan.

Dengan menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan petugas patroli, pedagang banyak mendapatkan kemudahan dalam berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara. Pada saat Komandan petugas patroli turun langsung untuk merazia biasanya tidak ada toleransi terhadap pedagang. Dalam situasi inilah petugas patroli akan memberitahu kepada pedagang agar segera pergi dari tempat jualannya melalui Handphone.

Pihak universitas memiliki petugas patroli yang sengaja ditugaskan untuk melakukan razia. Tetapi, pada kenyataannya petugas justru memiliki hubungan baik dengan para pedagang yang berjualan di lokasi tersebut. Secara diam-diam petugas patroli telah melakukan kerja sama dengan pedagang pada saat komandan petugas patroli tidak ikut merazia, artinya petugas patroli merazia hanya menggunakan sepeda motor. Tetapi petugas patroli akan bertindak profesional saat melakukan razia yang diikuti oleh komandan mereka yang biasanya menggunakan mobil patroli khusus. Hal ini terjadi karena komandan petugas tidak selalu ikut dalam melakukan razia. Oleh karena itu pedagang bisa menjalin hubungan baik dan bekerja sama dengan petugas patroli tersebut.

Pada dasarnya petugas patroli juga tidak tega untuk mengusir para pedagang yang berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara. Petugas menganggap mereka sama-sama sedang mencari nafkah untuk keluarga. Namun, di sisi lain petugas juga menjalankan tugasnya yaitu merazia para pedagang, sehingga petugas membiarkan pedagang berjualan. para petugas patroli pun menggunakan waktu merazia untuk sekedar beristirahat sejenak sambil mengisi perut dengan makanan yang ditawarkan oleh pedagang kepada petugas. Namun, hal itu dilakukan apabila komanda tidak ikut dalam merazia. Selanjutnya, petugas patroli melaporkan hasil razia kepada komandan mereka bahwa kondisi lingkungan kampus bersih dari pedagang kaki lima. Petugas juga beranggapan bahwa sebelum para petugas patroli ini ada dan bekerja di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara, sudah terlebih dahulu ada pedagang kaki lima di sini. Seperti yang diungkapkan oleh E (30 tahun) selaku petugas patroli sebagai berikut:

“Sebenarnya peraturan ini diadakan dari PR II (Pembantu Rektor II) yang mulai resah dengan kebersihan lingkungan USU, akibat adanya pedagang kaki lima. Tapi mau gimana lagi la coba, kami di sini kan sama-sama cari makan, sebelum kami kerja disini pun udah duluan pedagang jualan disini, sampai belasan tahun. Jadi kami toleransi aja lah. Tapi kalau komandan turun ke lapangan baru terpaksa kita tertibkan dulu”.

Pada saat petugas patroli datang untuk merazia, apabila ada pedagang yang tidak terlihat berjualan petugas pun memulai perbincangan dengan menanyakan keberadaannya. Itulah kekerabatan yang terjalin di antara mereka. Razia yang digelar oleh petugas patroli sendiri tanpa didampingi komandan mereka biasanya menggunakan sepeda motor milik petugas sendiri. Kalau sudah seperti itu pedagang tidak perlu takut karena petugas biasanya akan minta makanan mereka saja. Jadi pedagang tidak perlu melarikan diri.

Pernyataan di atas sesuai dengan konsep strategi jaringan pengaman yang dikemukakan oleh Edi Suharto bahwa agar tetap bertahan, pedagang harus menjalin relasi baik secara formal ataupun informal dengan lingkungan sosialnya. Dalam hal ini pedagang juga melakukan strategi jaringan pengaman dengan menjalin relasi kepada sesama pedagang, petugas patroli universitas, dan pembeli atau mahasiswa. Dengan menjalin relasi tersebut, pedagang akan dapat bertahan dari razia petugas dan juga bertahan dalam menarik pembeli, sehingga barang jualan mereka laris manis.

2. “Kucing-kucingan” dengan Petugas Patroli

Strategi selanjutnya yang dilakukan oleh pedagang yaitu biasa disebut dengan kucing-kucingan. Istilah kucing-kucingan tersebut dapat diartikan bahwa setiap petugas patroli datang merazia, pedagang akan melarikan diri ketempat yang lebih aman. Setelah petugas sudah pergi ke tempat lain, pedagang pun

kembali lagi ke tempat berjualannya semula. Begitu seterusnya. Ketika pedagang sedang asyik melakukan aktivitas berjualannya, dan biasanya tepat pada pukul 10.00 WIB, 12.00 WIB, 14.00 WIB dan pukul 16.00 WIB razia akan digelar, para pedagang harus sudah siap-siap untuk melarikan diri. Pedagang harus senantiasa bersiap-siap, karena mereka tidak tahu siapa yang akan melakukan razia tersebut, bisa saja petugas sendiri atau komandan petugas. Hal tersebut dilakukan apabila pedagang tidak sedang melayani pembeli. Namun, apabila sedang melayani pembeli atau sedang ramainya pembeli, biasanya pedagang akan meminta maaf kepada pembeli agar sabar menunggu sampai pedagang kembali ke lokasi jualan semula. Terkadang razia digelar dengan menggunakan sepeda motor milik petugas patroli. Pada saat seperti itu, petugas masih bisa dilobi dengan memberikan imbalan makanan atau minuman. Namun, tidak jarang juga razia digelar menggunakan mobil patroli yang di dalam mobil tersebut ada petugas dan komandannya. Biasanya mereka membunyikan klakson yang tandanya agar pedagang segera pergi atau akan menangkapnya.

Apabila tidak segera pergi maka petugas akan menangkap para pedagang yang sedang melakukan aktivitas berjualannya dan akan diproses di kantor biro rektorat dengan diberi sanksi. Setelah tertangkap oleh petugas patroli, pedagang akan dibawa ke kantor biro rektorat untuk dinasehati bahkan dimarahi juga, sedangkan gerobak jualan mereka akan ditahan selama dua hari. Menghadapi hal ini pedagang langsung lari ke tempat yang aman, yaitu daerah yang sudah dilalui oleh razia petugas patroli. Hal tersebut dilakukan karena, biasanya daerah yang sudah dilalui oleh petugas razia, tidak akan dilalui kembali. Setelah petugas razia

sudah pergi pedagang akan kembali ketempat semula. Hal di atas seperti diungkapkan oleh Bu Suri (31 tahun) selaku penjual mie pecal sebagai berikut:

“Kucing-kucingan kami lah kalau ada petugas razia. Kalau petugaspatrolinya datang kami lari. Udah pigi petugasnya, kami pun balek lagi lah,.gitu-gitu aja setiap razia ada”.

Hasil wawancara informan di atas senada dengan hasil observasi yang dilakukan peneliti. Pedagang melarikan diri pada saat mobil patroli berada di ujung jalan. Mereka lari ke tempat yang aman dahulu, kemudian setelah petugas razia pergi, pedagang akan kembali lagi ke lokasi jualan semula. Kalau sudah begitu, pedagang tidak akan membuka payung jualan mereka, karena mereka akan merasa kesulitan untuk melarikan diri jika petugas datang merazia.

“Kucing-kucingan” merupakan strategi paling ampuh yang pedagang miliki, karena dengan begitu mereka dapat bertahan berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara. Pedagang sebenarnya lelah harus setiap hari kucing-kucingan terus dengan petugas razia, tetapi itulah yang harus mereka hadapi agar tetap bertahan. Pada dasarnya pedagang juga merasa lelah dengan aktivitas berjualan mereka yang terganggu dengan adanya razia petugas patroli, sehingga mereka harus “kucinng-kucingan”. Namun, pedagang selalu semangat setiap harinya dengan terus berusaha untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah. Hal di atas serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pramono (tanpa tahun) bahwa strategi yang dilakukan adalah dengan cara menghindar untuk sementara waktu sambil menunggu waktu yang tepat untuk kembali berdagang ke tempat semula tersebut atau dengan kata lain “kucing-kucingan” Sebagian besar (65%) para PKL akan tetap berdagang ditempat semula setelah penertiban selesai.

Hal senada juga diungkapkan oleh Pak Harahap (45 tahun) selaku penjual pecal sebagai berikut:

“Biasanya sebelum waktu razia datang, Bapak uda siap-siap dulu. Jadi pas uda Nampak petugas patrolinya baru qita lari. Habis itu kalau uda lewat petugasnya ya Bapak balek lagi”.

Semua pedagang memiliki strategi yang sama dalam menghadapi razia satpam tersebut. Mereka tidak memikirkan lelahnya mereka karena harus berulangkali melarikan diri dengan membawa sepeda motor dan barang jualannya untuk terlepas dari razia petugas patroli. Hal di atas juga sama dengan hasil penelitian Yuni Ratnasari di Bandar Lampung bahwa jika pedagang mengetahui adanya razia, maka yang mereka lakukan adalah dengan mengosongkan termpat berdagang dan berpindah ke tempat lain untuk sementara. Jika telah aman mereka akan kembali ke lokasi semula mereka berdagang.

Mereka sudah paham dengan resiko yang harus mereka terima dalam melakoni pekerjaan sebagai pedagang kaki lima. Bagi mereka yang terpenting adalah sikap semangat pantang menyerah yang dimiliki agar tetap dapat berjualan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga yang mendesak.

Hal di atas sejalan dengan teori struktural fungsional dikemukakan bahwa sebuah masyarakat memiliki beberapa fungsi di dalamnya yang harus tetap dapat beradaptasi dengan lingkungannya yang bisa menjamin kelangsungan hidup masyarakat. Dalam hal ini, pedagang melakukan adaptasi terhadap lingkungannya dengan cara kucing-kucingan dengan petugas patroli agar tidak tertangkap razia tersebut. Sehingga, pedagang dapat berjualan kembali untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

3. Membangun Relasi dengan Sesama Pedagang

Dalam melakukan aktivitas berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara, para pedagang melakukan kerjasama antar sesama pedagang dalam menghadapi razia petugas patroli yang setiap harinya digelar. Kerjasama tersebut terjalin dalam bentuk berbagi informasi tentang datangnya razia yang dilakukan oleh petugas patroli dan komandannya. Pada saat seperti itu, pedagang yang lokasi berjualannya berjarak cukup jauh dengan pedagang lain, akan memberikan informasi tersebut melalui alat komunikasi yaitu handphone. Sedangkan pedagang yang berdekatan, mereka saling menyampaikan lewat mulut ke mulut saja.

Apabila ada pedagang yang sedang melayani pembeli dan tiba-tiba petugas datang, maka pedagang lain yang tidak sedang sibuk akan membantu membereskan barang-barang jualan pedagang tersebut. Hal itu dilakukan karena, agar sesama pedagang tidak terkena razia, sehingga mereka saling membantu apabila ada teman-teman pedagang yang sedang sibuk membereskan barang dagangannya untuk di bawa lari.

Hal ini dilakukan sebagai bentuk kekerabatan yang terjalin antar sesama pedagang. Mereka merasa senasib sepenanggungan dan sudah merasa seperti keluarga sendiri. Seperti yang telah dituturkan oleh Bang Antoni Delle (37 tahun) selaku penjual es pisang ijo sebagai berikut:

“Kalau sama pedagang di sini yaa udah kayak keluarga sendiri la. Kita pun udah saling mengenal dekat, istri, anak pun udah saling kenal”. Terlihat bahwa para pedagang memiliki hubungan kekerabatan yang erat, mereka saling membantu satu sama lain. Akibat dari adanya razia petugas yang digelar di Universitas Sumatera Utara membuat para pedagang memiliki

kerjasama yang tinggi untuk terlepas dari razia petugas patroli kampus. Hal ini dipertegas oleh Bang Alex Pratama (30 tahun) selaku penjual taiso sebagai berikut:

“Kami yaa kenalnya, akrabnya yaa karena di kejar-kejar petugas patroli ini.Jadi saling bertukar informasi. Kadang kalau jauh jarak jualannya lewat HP la, makanya punya nomor HP kawan-kawan pedagang yang lain”.

Terlihat bahwa pedagang sangat akrab akibat adanya razia yang digelar petugas patroli tersebut. Mereka saling memiliki nomor Handphone pedagang yang lain. Hal ini sengaja dilakukan pedagang untuk bertukaran informasi tentang razia petugas patroli yang tiba-tiba digelar. Seperti yang dituturkan juga oleh Pak Rian (59 tahun) selaku penjual roti sebagai berikut:

“yaa memang tukaran nomor HP itu perlu, karena seperti saya yang berjualan di daerah simpang pajus lama ini pasti mengetahui dulu ketika petugas patroli datang. Jadi, saya menelpon kawan yang jualan di daerah perpustakaan dan yang lainnya”.

Pedagang yang berjualan khususnyaa di jalan-jalan protokol universitas dan di depan PAJUS lama akan mengetahui terlebih dahulu ketika razia digelar. Oleh karena itu, pedagang yang berada di lokasi tersebut akan memberitahu kepada pedagang lain yang berjualan di lokasi tersembunyi dengan cara meneleponnya. Pedagang tidak ada perasaan rugi dengan pulsa yang mereka keluarkan. Menurut mereka, semua pedagang sudah seperti keluarga sendiri yang memang harus saling membantu.

Selain dalam bentuk kerjasama dalam menghadapi razia, pedagang juga sering bersendagurau dengan sesama pedagang yang lain. Apabila bertutur sapa dengan pedagang yang lebih tua, mereka juga terdengar sopan begitu juga sebaliknya. Pedagang juga saling beramah tamah terhadap sesama pedagang

lainnya. Abila pedagang ingin makan atau minum dari barang jualan pedagang lain, mereka tidak perlu membayarnya. Bahkan ketika ingin dibayar pun pedagang yang memiliki barang jualan tersebut tidak mahu menerima uangnya. Walau ada rasa segan yang terselip di dalam hati pedagang yang meminta makanannya tersebut. Tetapi itu lah kekerabatan mereka.

Pedagang juga sering meminjam uang kepada pedagang lain apabila mereka tidak memiliki uang pecahan seribu rupiah, atau dua ribu rupiah. Uang tersebut dipinjam untuk keperluan mengembalikan uang pembeli. Terlebih pada saat ini memang susah untuk mencari uang pecahan seperti seribu rupiah. Terkadang, hanya seribu rupiah justru pedagang yang memberi pinjaman tersebut tidak mahu uangnya dikembalikan. Bagi mereka apalah arti uang seribu rupiah dibandingkan pertemanan para pedagang di lokasi tersebut. Namun, biasanya terjadi sebaliknya. Suatu hari pedagang juga saling mengalami hal yang sama dengan meminjam uang seribu rupiah kepada pedagang lain.

Selain bentuk kerjasama dalam bertukaran nomor handphone untuk menghindarkan dan terlepas dari razia petugas patroli. Kekerabatan yang terjalin di antara pedagang bukan sebatas di lokasi berjualan mereka saja, tetapi sampai ke tempat tinggal masing-masing. Mereka sering berkunjung ke rumah pedagang lain bersama anak dan istri mereka. Apa lagi jarak rumah mereka yang tidak jauh, membuat pedagang sering berkumpul bersama. Maka, tak heran bahwa anak istri mereka sudah saling mengenal.

Pedagang juga sering patungan untuk menjenguk apabila pedagang yang lain ada yang sakit. Mereka datang ke rumah pedagang yang sedang sakit dengan mengumpulkan uang sedikit-sedikit lalu menyumbangkannya untuk pedagang

yang sakit dengan harapan supaya dapat meringankan sedikit beban pedagang tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Bang Antoni Delle (37 tahun) selaku penjual es pisang ijo sebagai berikut:

“Kalau ada yang sakit kawan-kawan pedagang di sini yaa kita jenguk ke rumahnya atau kerumah sakit. Kami kumpul lah uang sedikit-sedikit untuk mengurangi bebannya. Itulah bentuk kekerabatan, bahkan uda kayak keluarga pun”.

Relasi sosial yang terjalin di antara sesama pedagang yang berjualan di lokasi tersebut terjadi secara alamiah akibat proses sosial yang terjadi di lingkungan Universitas Sumatera Utara. Mereka merasa sudah senasib sepenanggungan. Mereka sadar akan pentingnya hubungan kekerabatan yang harus dijaga terlebih lagi dalam berjualan di lokasi tersebut yang penuh dengan berbagai hambatan. Tanpa seorang teman pedagang juga tidak dapat bertahan untuk tetap bisa berjualan. Pernyataan di atas sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuni Ratnasari yang dilakukan di Bandar Lampung bahwa strategi yang dilakukan 50 % responden agar tidak terkena razia pemerintah kota Bandar Lampung adalah responden saling bertukar informasi antar sesama pedagang tentang kemungkinan razia akan dilakukan.

Hal tersebut di atas sejalan dengan konsep jaringan sosial. Dimana jaringan tersebut merupakan ikatan antar pribadi yang mengikat para pedagang melalui ikatan kekerabatan, persahabatan dan komunitas yang sama. Dalam hal ini, jaringan sosial dikembangkan secara tibal balik antar sesama pedagang. Jaringan tersebut diwujudkan dalam bentuk kerjasama berupa saling membantu dan saling bertukar informasi ketika razia petugas patroli akan digelar.

4. Melakukan Penyamaran

Agar tetap bertahan, pedagang selalu memiliki strategi pengaman untuk kelangsungan usaha mereka dari razia petugas patroli. Apa saja akan mereka lakukan di tengah sulitnya ekonomi seperti saat ini. Terlebih dalam berjualan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Para pedagang juga memiliki sifat pantang menyerah dalam melakukan aktivitasnya. Salah satunya dengan menciptakan strategi-strategi pengaman dalam menjalankan usahanya.

Strategi yang juga di lakukan salah seorang pedagang yang bernama Pak Tono adalah menyamar menjadi mahasiswa dengan menggelar jualannya di dalam lingkungan Fakultas Ekonomi. Pedagang tersebut sengaja memarkirkan sepeda motornya di parkiran kampus Pasca Sarjana Ekonomi. Hal ini dilakukan supaya tidak diketahui oleh petugas. Kemudian, barang jualannya dimasukkan ke dalam tas ransel yang dipakai dibahagian depan tubuhnya. Hal yang dilakukannya tersebut semakin membuat Pak Tono mirip dengan mahasiswa. Kebetulan barang jualannya berupa nasi yang dibungkus menggunakan kertas nasi, sehingga dapat disimpan di dalam tas ransel. Pedagang ini pun duduk di koridor Fakultas Ekonomi sambil menjajakan jualannya. Hal ini diungkapkan oleh Pak Tono (47 tahun) selaku penjual nasi sarapan sebagai berikut:

“Bapak sengaja jualan di Ekonomi, karena gak ketauan sama petugas patroli. Lagi pula bapak jualan nasi sarapan, jadi bisa di tarok di dalam tas ransel ini. Bapak pun menyesuaikan baju bapak sama mahasiswa,jadi biar gak ketauan juga. Kalau mereka pakai hitam putih bapak juga ikut,