BAB V : Bab ini adalah bab penutup yang terdiri dari simpulan yang merupakan jawaban dari masalah penelitian dan saran untuk
LANDASAN TEORI A. Strategi Komunikasi Dakwah
2. Macam-Macam Strategi Komunikasi Dakwah
Komunikasi ialah inti dari kegiatan dakwah. Ketika kita berkomunikasi, maka
telah terjadi proses menjadikan sama sebuah persepsi dari komunikator ke komunikan. Dalam efek yang lebih luas, terjadi perubahan dalam diri mad’u ke arah yang diinginkan oleh da’i sebagai fasilitator ajaran-ajaran Islam. Para mad’u yang
awalanya hanya diarahkan, kemudian berlanjut pada kesadaran pribadi untuk lebih
mencintai Allah dan agamanya. Itulah substansi dari strategi komunikasi dakwah.
Beberapa macam strategi komunikasi yang perlu diperhatikan untuk mencapai
keberhasilan dakwah ialah:
a. Kredibiltas Komunikator
Untuk menjadi seorang komunikator harus memiliki kredibilitas yang tinggi.
Kredibilitas menurut Aristoteles9 dapat diperoleh jika seorang komunikator memiliki
ethos, patos, dan logos yang baik. Ethos ialah kemampuan seorang komunikator
melalui karakter pribadinya, sehingga ucapan-ucapannya tidak mungkin diragukan
orang lain. Pathos ialah kemampuan yang dimiliki seorang pembicara dalam
mengendalikan emosi pendengarnya, sedangkan logos adalah kekuatan yang dimiliki
komunkator melalui argumentasinya. Menurut bentuknya, kredibiltas dapat
dibedakan atas tiga macam, yaitu10:
Initial Credibility, yakni kredibilitas yang diperoleh komunikator sebelum proses komunikasi berlangsung.
Derived Credibility, yakni kredibiltas yang diperoleh saat komunikasi berlangsung.
Terminal Credibility, yakni kredibiltas yang diperoleh setelah pendengar mendengarkan ulasan komunikator sampai selesai.
9
Hamidi, Metode Penelitian dan Teori Komunikasi: Pendekatan Praktis Penulisan Proposal dan Laporan Penelitian, (Malang : UMM Press, 2010), hal. 71-72.
10
Saiful Rohim, Teori Komunikasi-Ragam, Perspektif, dan Aplikasi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009), hal. 73.
b. Kualitas penyampaian dan isi pesan
Perkataan yang berasal dari hati akan sampai ke hati. Itulah tujuan
penyampaian pesan dakwah. Kalimat menjadi sarana penghubung antara da’i dan mad’u. karenanya,ada beberapa lima hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1) Hendaknya perkataan itu berisi, tidak sekedar kalimat yang tanpa makna.
2) Kalimat yang dipilih harus bersih dari kalimat-kalimat asing yang
sekiranya tidak bisa dipahami oleh sasaran dakwah.
3) Fikrah dakwah itu hendaknya disampaikan menggunakan bahasa yang
mengandung unsur harapan, khayalan, dan keinginan manusia pada
umumnya.
4) Fikrah dakwah harus disampaikan dengan bahasa yang universal, tidak
terbatas pada keuntungan kelompok tertentu.
5) Hindari menggunakan redaksi perintah yang membuat mad’u merasa
tertekan atau terpojokkan.
c. Sasaran dakwah/ mad’u/komunikan
Secara etimologi kata mad’u memiliki asal kata da’a- yad’u dengan ismul
maf’ul(kata objek) mad’u yang berarti orang yang diseru. Secara terminologi, mad’u ialah orang atau kelompok orang (jama’ah) yang sedang menuntut ilmu agama dari seorang da’i.
Mad’u yang satu dengan yang lain berbeda dalam hal kemampuan untuk
menerima informasi. Perbedaan tersebut dipicu oleh beberapa faktor, diantaranya11:
11
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), h. 279-280.
1) Faktor sosiologis, yaitu mad’u yang dilihat berdasarkan wilayah tinggalnya. Orang yang tinggal di daerah pedesaan, perkotaan dan pinggiran memiliki
daya tangkap yang berbeda.
2) Faktor struktur kelembagaan, berupa masyarakat, pemerintahan, dan
keluarga.
3) Faktor sosial kultural, meliputi golongan priyayi, abangan, dan santri.
4) Faktor usia, brupa golongan anak-anak, remaja, dewasa, orang tua, dan
lansia.
5) Faktor ekonomi, mad’u pada jenis ini diklasisfikasikan pada tingkat
ekonomi rendah, sedang, dan tinggi.
6) Faktor okupasional (pendidikan dan profesi), penggolonganya disesuaikan
dengan pendidikan dan profesi.
7) Faktor jenis kelamin, materi dakwah dengan mad’u mayoritas perempuan tentulah bukan seputar kewajiban mencari nafkah, namun disesuaikan
dengan peran dan tanggung jawab perempuan.
8) Faktor golongan masyarakat. pada factor ini seorang da’i harus bisa melihat mad’u apakah berasal dari golongan biasa atau seorang tuna wisma, tuna karya, narapidana, dan lain sebagainya.
Faktor-faktor tersebut memengaruhi terbentuknya klasifikasi khalayak yang
dapat dilihat dalam aspek-aspek berikut12:
12
Innovator (senang mendapatkan pengetahuan keagamaan yang baru dipelajari)
Early adapters (cepat bersedia mengamalkan ajaran agama yang baru diterima)
Early majority (cepat menerima ajaran agama jika orang lain banyak yang menerima)
Majority (menerima atau menolak dalam jumlah besar terbatas pada suattu daerah)
Non-Adopters (tidak suka pengetahuan keagamaan bagi mereka yang belum pernah mempelajari agama sebelumnya)
Bagi lakon dakwah, untuk memahami mad’u sebelum menyampaikan dakwah merupakan salah satu strategi yang sangat penting. Oleh sebab itu, masalah
masyarakat ini harus dipelajari dengan sebaik-baiknya sebelum melangkah ke
aktivitas dakwah yang sesungguhnya. Agar dakwah bisa diterima oleh seluruh lapisan
masyarakat.
d. Waktu dan Tempat
Penentuan waktu dan tempat mempunyai pengaruh bagi kelancaran dakwah.
Lokasi haruslah memiliki segi yang menguntungkan. Faktor-faktor yang perlu
akan dilaksanakan, sumber tenaga pelaksana, fasilitas atau alat yang diperlukan, serta
keadaan lingkungan.13
Sedangkan penentuan waktu sangat berkaitan dengan urutan pelaksanaan dan
penyelesaian dari kegiatan dawah. Dengan diketahuinya kapan setiap kegiatan
dakwah itu harus dilakukan, maka para pelaku dakwah dapat mempersiapkan materi,
fasilitas, dan biaya yang perlu dikeluarkan untuk menunjang kegiatan dakwah. Di
samping itu. Akan memudahkan pimpinan dakwah untuk mengorganisir dan mngkoordinir peserta (jama’ah) dakwah secara efisien dan efektif.
e. Tema
Tema merupakan inti pesan yang akan disampaikan oleh da’i (komunikator)
kepada mad’unya (komunikan). Karena itu, tema menjadi penting. Dalam
menentukan tema, maka perlu lah seorang da’i atau organisasi dakwah mempelajari problematika ummat yang sesuai dengan kondisi lingkunan mad’u. tema merupakan fikrah utama yang akan mengantarkan pesan dakwah pada efek yang diharapkan dan
mengawal da’i agar tidak keluar dari substansi pesan ketika menyampaikan dakwah.
f. Publikasi/ Penyebaran Informasi Efektivitas komunikasi sangat ditentukan oleh cara penyampaian dan nilai dari
informasi yang akan disampaikan. Oleh sebab itu, sebelum dilakukan penyebaran,
ada baiknya informasi diteliti terlebih dahulu. Berkaitan dengan penyelenggaraan
kegiatan dakwah, maka informasi tersebut harus diteliti terlebih dahulu apakah
13
waktu, tempat, dan tema yang dicantumkan telah sesuai dengan perencanaan
sebelumnya. Baru kemudian, informasi tersebut didistribusikan kepada khalayak.
Efektivitas strategi publikasi juga dapat dilihat dari menarik tidaknya kemasan
suatu informasi. di era cyber saat ini, mengkombinasikan antara pesan dengan visual
sangatlah mudah. pihak informasi harus berupaya untuk membangkitkan perhatian
khalayak sehingga mereka tertarik untuk berpartisipasi dalam kegiatan dakwah.
B. Dimensi-Dimensi Partisipasi 1. Partisipasi Sebuah Konsep
Secara terminologi, partisipasi berasal dari kata „participate’ yang artinya mengikutsertakan. Menurut FAO 1986, partisipasi memiliki beberapa definisi14,
yaitu:
Partisipasi adalah suatu proses aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau
sekelompok terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya
untuk melakukan hal.
Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan
yang ditentukannya sendiri.
Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri,
kehidupan, dan lingkungan.
Partisipasi sebagai bentuk kepedulian dalam upaya pengaktualisasikan diri, di
mana seorang partisipan terlibat atau melibatkan diri dalam suatu kegiatan.
14
Britha Mikkelsen, Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya Pemberdayaan,
Semakin besar tingkat partisipasi semakin besar pula status sosial yang
dimilikinya. Ia merupakan suatu proses identifikasi diri seseorang untuk menjadi
peserta dalam suatu proses kegiatan bersama dalam situasi social tertentu. Oleh
karena itu unsur intern dalam partisipasi adalah adanya keterlibatan mental dan
emosional.15
Pada konteks partisipasi dakwah, kata partisipasi memilik makna kemampuan
seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan sesuatu secara sadar dan
sukarela serta mampu mengajak orang lain untuk bergabung bersamanya yang
diyakini sebagai suatu kebaikan.