• Tidak ada hasil yang ditemukan

19. Ji ka bapak/ibu menjawab “Ya” pada pertanyaan nomor 18, sebutkan jenis -

1.1 Latar belakang

Indonesia dapat dikatakan tengah menghadapi dilema, yaitu dilema antara memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan dan memenuhi kebutuhan pekerja untuk mendapatkan upah yang sesuai. Hal mana yang sebenarnya yang harus diprioritaskan? Setidaknya, ketika program pembangunan kurang mampu menyediakan peluang kerja bagi angkatan kerja, sektor informal dengan segala kekurangannya mampu berperan sebagai penampung dan alternatif peluang kerja bagi para pencari kerja.

Gelombang ketidakpuasan kaum miskin dan para penganggur terhadap ketidakmampuan pembangunan menyediakan peluang kerja, untuk sementara dapat diredam lantaran tersedia peluang kerja di sektor informal. Begitupun ketika kebijakan pembangunan cenderung menguntungkan usaha skala besar, sektor informal kendati tanpa dukungan fasilitas sepenuhnya dari negara, dapat memberikan subsidi sebagai penyedia barang dan jasa murah untuk mendukung kelangsungan hidup para pekerja usaha skala besar.

Peran sektor informal ini telah berlangsung sejak lama dalam pasang surut perkembangan masyarakat dan dinamika perkembangan ekonomi. Bahkan takkala perekonomian nasional mengalami kemunduran akibat resesi, sektor informal mampu bertahan, sehingga roda perekonomian masyarakat tetap bertahan.

Sulit untuk merumuskan secara tegas batasan-batasannya, akan tetapi sektor informal sering ditandai beberapa kharakteristik khas seperti sangat bervariasinya bidang kegiatan produksi barang dan jasa, berskala kecil, unit-unit produksinya dimiliki secara perorangan atau keluarga, banyak menggunakan tenaga kerja dan

tekneologi yang dipakai relatif sederhana, para pekerja yang menciptakan sendiri lapangan kerjanya, bahan baku usaha kebanyakan memanfaatkan sumber daya lokal, sebagian besar melayani kebutuhan rakyat kelas menengah ke bawah.

Karakteristik yang melekat pada sektor informal bisa merupakan sebuah kelebihan atau kekuatan yang potensional, diantaranya: a). Daya tahan : terbukti selama krisis ekonomi sektor informal tidak hanya dapat bertahan, bahkan berkembang pesat. Hal ini disebabkan faktor permintaan dan faktor penawaran. Dari sisi permintaan, akibat krisis ekonomi pendapatan riil rata-rata masyarakat masyarakat turun drastis dan terjadi pergeseran permintaan masyarakat, dari barang-barang sektor formal atau impor (yang harganya relatif mahal) ke barang-barang-barang-barang sederhana buatan sektor informal (yang harganya relatif murah). b). Padat karya : Dibandingkan sektor formal, khususnya usaha skala besar, sektor informal yang umumnya adalah usaha skala kecil bersifat padat karya. Sementara itu persediaan tenaga kerja di Indonesia sangat banyak, sehingga upahnya relatif lebih murah jika dibandingkan dengan negara negara lain dengan jumlah penduduk yang kurang dari Indonesia. Dengan asumsi faktor-faktor lain mendukung (seperti kualitas produk yang dibuat baik dan tingkat efisiensi usaha serta produktivitas pekerja tinggi), maka upah murah merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki usaha kecil di Indonesia. c). Keahlian khusus (Tradisional) : Bila dilihat dari jenis-jenis produk yang dibuat di industri kecil (IK) dan industri rumah tangga (IRT) di Indonesia, dapat dikatakan bahwa produk yang mereka buat umumnya sederhana dan tidak terlalu membutuhkan pendidikan formal, tetapi membutuhkan keahlian khusus. Disinilah keunggulan lain, yang selama ini bisa membuat sektor informal dan keahlian khusus tersebut biasanya dimiliki pekerja atau pengusaha secara turun-temurun, dari generasi ke generasi. d). Permodalan: kebanyakan pengusaha di sektor

informal menguntungkan diri pada uang (tabungan) sendiri, atau dana pinjaman dari sumber-sumber informal (di luar sektor perbankan/keuangan) untuk kebutuhan modal kerja dan investasi mereka. Walaupun banyak juga pengusaha-pengusaha kecil yang memakai fasilitas kredit khusus dari pemerintah.

Selain faktor kekuatan tersebut di atas, Disisi lain pada kekuatan tersebut tersirat kekurangan atau kelemahan yang justru menjadi penghambat perkembangannya sektor informal, masa depan perkembangan sektor informal sangat ditentukan kemampuan sektor tersebut . Dengan kata lain, mampu tidaknya sektor informal bersaing dengan sektor formal atau barang-barang impor, juga tergantung pada seberapa serius dan sifat serta bentuk dari kelemahan-kelemahan yang dimiliki sektor informal. Kelemahan sektor informal tercermin pada kendala-kendala yang dihadapi tersebut, diantaranya yang sering terjadi adalah keterbatasan modal (khususnya modal kerja), kesulitan pemasaran, penyediaan bahan baku, keterbatasan sumber daya manusia, pengetahuan minim mengenai bisnis, dan kurangnya penguasaan tekneologi (BAPPENAS, 2004: 29).

Sektor informal ini memiliki banyak keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dalam perekonomian pedesaan,perkotaan bahkan nasional keseluruhan. Misalnya dalam hal ini sektor informal di pedesaan, individu atau keluarga yang membuka usaha dengan dibantu oleh beberapa karyawan yang berasal dari lingkungan sekitar dan selanjutnya akan disebut buruh tergantung kelancaran usaha tersebut, begitupun kaitannya dengan lingkup perkotaan dan nasional (BAPPENAS, 2004: 24-25).

Buruh terlepas bekerja pada sektor formal maupun sektor informal, data BPS melalui Sakernas menunjukkan persentase masyarakat indonesia yang berprofesi sebagai buruh pada tahun 2011mengalami peningkatan sebesar 4,52% dari tahun

sebelumnya, pada tahun 2012 menurun menjadi 3,68%, tahun 2013 menurun kembali pada 0,22% tahun 2014 meningkat kembali ssebesar 1,11% (BPS, 2014).

Bagi buruh, upah adalah alasan utama bekerja. Upah digunakan untuk menanggung kebutuhannya dan kebutuhan keluarganya.Upah merupakan hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang atas jasa yang telah dilakukan. Upah, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya, dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan.

Upah menjadi salah satu sumber penghasilan utama memenuhi kebutuhan hidup keluarga, seperti kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan), pendidikan anak, serta biaya sosial yang harus dibayar. Besar kecilnya upah sangat menentukan kelangsungan hidup sekaligus menentukan ukuran kepuasan dan kesejahteraan mereka. Tiadanya jaminan kerja yang tepat dan pasti, tingginya jam kerja dan beban kerja serta tekanan upah yang dialami oleh buruh umumnya, khususnya memaksa mereka untuk bekerja melebihi kemampuan rasional manusia.

Keadaan ini menuntut buruh berjuang keras memutar otak untuk mencukupi kebutuhan hidup ditengah mahalnya biaya hidup. Tidak hanya itu lapangan pekerjaan dan sumber penghidupan lainnya juga semakin sempit termakan besarnya tingkat populasi penduduk Indonesia. Hal ini membuat orang menempuh berbagai cara untuk tetap bertahan hidup ditengah himpitan ekonomi, ditengah sulitnya kondisi perekonomian negara saat ini.

Dengan persentase jumlah buruh tersebut, data BPS menunjukkanrata-rata upah minimum regional provinsi di Indonesia pada tahun 2010 senilai Rp 908.800,- tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 8,81% tahun 2012 naik sebesar 13,17% tahun 2013 naik sebesar 19,06% kenaikan upah tersebut dipengaruhi oleh laju inflasi, pengetatan kebijakan moneter di AS, penyesuaian terhadap kebijakan perdagangan,

ketidakpastian fiskal dan tekanan terhadap harga konsumen dalam negri yang terkait dengan penyesuaian harga BBM, sementara tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 19,77% (BPS, 2014).

Sementara upah minimum regional untuk provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010 senilaiRp 965.000,- pada tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 7,30% pada tahun 2012 meningkat sebesar 15,88% pada tahun 2013 meningkat sebesar 14,58% dan tahun 2014 meningkat sebesar 9,25% (BPS, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh BPS menunjukkan bahwa, perbandingan upah dan hasil kapital masih sangat rendah yaitu 20% : 80%. Seharusnya dari keseluruhan output yang dihasilkan, upah mendapatkan porsi 40% dan 60% sisanya dialokasikan untuk hasil kapital. Perbandingan tersebut sudah proporsional, artinya upah yang diperoleh buruh tidak terlalu rendah dan biaya produksi yang ditanggung perusahaan juga tidak terlalu tinggi

(http://www.academia.edu/8185657/memperbaiki_kesejahteraan_buruh_melalui_ke bijakan_upah_minimum diakses pada 25 Maret 2015 pukul 13:51 WIB).

Upah minimum yang diterima oleh buruh tidak sebanding dengan apa yang harus dikerjakan. Fakta yang terjadi selama ini, perusahaan memeras keringat buruh untuk bekerja semaksimal mungkin.

Hal yang lebih menarik lagi adalah masalah upah buruh yang tidak layak di Indonesia juga diexpose dalam film dokumenter tentang globalisasi yang berjudul “The New Rules of The World”, karya produser John Pilger. Film tersebut menceritakan betapa buruh Indonesia dihargai atau bisa dikatakan dijual dengan harga sangat murah kepada para investor asing. Investor asing yang dipaparkan dalam film tersebut adalah investor produk garmen GAP, Nike, dan Old Navy.

Pada bagin awal ditampilkan sebuah tayangan tentang sepasang kekasih dari golongan bangsawan yang dipertemukan dan sedang menjalani resepsi pernikahan

yang megah. Dijelaskan dalam film, saking mahalnya biaya pernikahan sepasang bangsawan ini, seorang pelayan yang melayani para tamu pada resepsi itu membutuhkan waktu 400 tahun untuk bisa menyelenggarakan resepsi pernikahan yang sama. Jika diambil rata-rata umur penduduk indonesia adalah 70 tahun , empat generasi dari pelayan itu pun tidak sanggup untuk mengumpulkan uang untuk menyelenggarakan pesta yang serupa. Sementara tidak jauh dari tempat pernikahan tersebut terdapat suatu perkampunganh kumuh yang sebaagian warganya ada yang bekerja di pabrik pabrik kapitalis global yang membuat barang seperti Nike,adidas, reebok dan GAP. Warga disini banyak yang tidak terpenuhi hak untuk kesehatan dan pendidikannya.

Produk GAP dan Nike yang selama ini terpampang manis sebagai brand mahal dan terkenal di dunia, ternyata dibuat oleh para buruh Indonesia. Dibalik harganya yang selangit, ternyata menyimpan berjuta cerita bersama buruh-buruh yang dibayar murah oleh perusahaan. Seperti contoh produk sepatu olah raga yang berlabel Nike dijual dengan harga 1,4 juta rupiah, dari harga yang selangit itu buruh di Indonesia hanya mendapatkan upah Rp 5.000,- saja. Belum lagi ketika GAP menjual produknya seharga Rp 112.000,- dengan memberikan upah Rp 500,- kepada buruh perusahannya. Mereka ditargetkan memproduksi minimal 3000 produk dalam satu hari. Konsekuensinya, para buruh ini harus bekerja extra keras selama 36 jam dengan 2 kali istirahat.

Pada tahun 2008, satu tahun sebelum film tersebut dibuat, ada data yang menyebutkan bahwa perusahaan GAP memperoleh keuntungan sebesar 38 milyar dolar dari penjualannya selama satu tahun. Sementara dirut GAP memperoleh gaji sebesar 5,5 juta dolar. Adapun Nike, membayar pegolf Tiger Woods lebih tinggi dari upah para buruhnya, hanya untuk mempromosikan produk olah raganya. Sungguh

fantastis sekali perbandingan besaran angka tersebut jika dibandingkan dengan upah yang diterima oleh para buruh yang memproduksinya (https://gatotkacamuda.wordpress.com/2013/03/10/review-film-dokumenter-the-new-rules-of-the-world-john-pilger/ diakses pada 03 Maret 2015 pukul 11:04 WIB).

Penelitian yang dilakukan oleh Nining Sumarsih, mahasiswa program studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta tentang strategi survive buruh bangunan di masyarakat pegunungan Prambanan, dusun Mlakan, desa Sambirejo, kabupaten Sleman Yogyakarta menyimpulkan bahwa buruh bangunan di dusun Mlakan mempunyai cara yang beragam untuk mempertahankan hidupnya. Diantaranya yaitu dengan menjalani pekerjaan sampingan serta menghemat pengeluaran. barang-barang yang dapat diperoleh secara cuma-cuma maka mereka akan mengusahakannya walaupun dengan cara yang sulit, misalnya saja mengambil air di mata air untuk menghemat pengeluaran. Selain itu mereka juga mempunyai pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan, misalnya dengan mencari kayu bakar serta memelihara ternak. Dari pekerjaan tambahan tersebut mereka memperoleh pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhan keluarga (Sumarsih, Nining.Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta).

Bagi buruh harian kemenyandi Desa Lumban Tobing Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan yang dominasi oleh perempuan-perempuan janda yang menjadi batang punggung keluarga dalam mencari nafkah. Walaupun pendapatannya jauh dari di bawah UMR, akan tetapi mereka tetap bertahan dalam melakukan pekerjaan tersebut seolah tidak memiliki pilihan lain. Selain karena pekerjaan yang cukup mudah untuk dipelajari dan dekat dengan tempat tinggal mereka.

Di Desa Lumban Tobing sekitar 40 0rang berprofesi sebagai buruh harian kemenyan. Mereka dibayar dengan upah senilai Rp 30.000 per hari, akan tetapi mereka tidak bekerja selama satu hari penuh, mereka hanya bekerja setengah hari dari jam 08.00 WIB sampai 13.00 WIB dan upah yang mereka dapatkanpun hanya Rp 15.000 per hari. Hanya waktu tertentu saja mereka bekerja satu hari penuh di gudang milik toke, misalnya saat kemenyan akan di kirim ke pembeli.

Jika dibandingkan apa yang didapatkan oleh buruh harian kemenyan dengan harga jual kemenyan, sangat berbanding terbalik. Kemenyan yang notabene adalah komoditi unggulan dari Kabupaten Humbang Hasundutan yang memiliki manfaat yang sangat besar seperti bahan baku untuk kosmetik, rokok, dupa, obat-obatan, sabun, parfum dan pangan, dan banyak kegunaan lainnya, tentunya dijual dengan harga yang cukup mahal apalagi setelah disortir akan menghasilkan kemenyan yang lebih bagus dengan harga yang cukup mahal juga, walaupun terkadang harga kemenyan menurun drastis karena beberapa faktor lainnya. .

Dengan manfaat yang multiguna, negara-negara asingpun sangat banyak yang meminatinya. Seperti Singapura, Malaysia, Hongkong, Taiwan, China, Jepang, , Switzerland, Perancis, dan USA. Diantara negara-negara ini, yang paling banyak mengimpor kemenyan dari provinsi Sumatera Utara adalah Singapura, yaitu

sebanyak 461.982 Kg senilai US 545,996

(http://hutanb2011.blogspot.com/2013/06/budidaya-dan-pemasaran-kemenyan-di.html diakses pada 03 maret 2015 pukul 11:45 WIB).

Berbeda dengan buruh pada umumnya, buruh harian kemenyan selain memiliki semangat yang tinggi juga memiliki motivasi dan keinginan yang kuat untuk meningkatkan taraf hidup keluarganya, beberapa dari antar mereka berjuang untuk menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi, walaupun dengan

keadaan ekonomi yang sangat pas-pasan. Sehingga ketika menjalani masa kuliah tidak banyak dari anak mereka harus tinggal dengan sanak saudaranya dengan harapan meringankan biaya hidupnya.

Buruh harian kemenyan hanya dibayar dengan upah senilai Rp 30.000 per hari, akan tetapi mereka tidak bekerja selama satu hari penuh, mereka hanya bekerja setengah hari dari jam 08.00 WIB sampai 13.00 WIB dan upah yang mereka dapatkanpun hanya Rp 15.000 per hari. Akan tetapi pemilik modal (toke) tempat mereka bekerja mengijinkan mereka untuk membawa kemenyan ke tempat tinggal mereka untuk disortir, selain menambah pendapatan juga bisa dikerjakan bersama anggota keluarga. Dengan syarat kemenyan yang di bawa pulang harus dikembalikan dengan timbangan yang sama dan tidak boleh rusak. Sistem pembayaran telah disepakati bersama, biasanya kemenyan yang dibawa ke rumah untuk disortir di bayar perkilogramnya, tergantung tingkat kesulitan kemenyan untuk disortir. Biasanya jenis kemenyan yang mudah untuk disortir akan dibayar dengan harga Rp 30.000 per 30 Kg.

Jika kemenyan yang di bawa ke rumah oleh buruh, berkurang timbangannya maka biasanya akan dikenakan denda uang oleh toke atau pemilik modal, dengan harga sesuai dengan harga awal atau harga beli kemenyan dari petani kemenyan, dan akan dipotong langsung dari akumulasi gaji per minggu, dan Jika kemenyan kondisinya rusak, biasanya sanksi yang diterima adalah jatah kemenyan untuk dikerjakan di rumah keesok harinya dikurangi oleh toke ditambah lagi sanksi sosial.

Permasalahan yang sering mereka hadapi adalah, ketika harga kemenyan merendah dan pasokan kemenyanmerosot. Para buruh tersebut terpaksa tidak bekerja sama sekali dalam rentan waktu lima sampai tujuh hari. Disanalah mereka bisa melakukan aktivitas lain seperti ke ladang atau ke sawah bagi mereka yang memiliki

lahan, atau mereka yang menggarap lahan milik sanak saudara atau tetangga. Dan bagi mereka yang tidak memiliki lahan, biasanya mereka beralih menjadi buruh tani oleh kerabat atau tetangga yang membutuhkan.

Kondisi yang sebaliknya, ketika pasokan kemenyan banyak atau permintaan pasar yang tinggi, para buruh tersebut dengan semangat membawa pulang kemenyan dengan jumlah yang lebih banyak, terkadang mencapai 150 Kg atau lebih dengan anggapan untuk menambah pendapatan, dan kemenyan tersebut dikerjakan bersama setelah pulang dari gudang milik toke sampai selesai, bahkan untuk menyelesaikan kemenyan tersebut mereka rela tidak tidur atau hanya tidur dalam 2 atau 3 jam saja. Semua itu mereka lakukan agar keesok harinya bisa membawa kemenyan dalam jumlah yang banyak pula.

Selain dari pekerjaan ini, para buruh harian kemenyan mempunyai aktivitas lain seperti bertani. Penghasilan dari kerja sebagai buruh kemenyan mereka gunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Tidak hanya untuk kebutuhan konsumtif keluarga namun juga untuk mencukupi kebutuhan sosial mereka, seperti menjenguk orang sakit, menghadiri acara pernikahan keluarga, tetangga, iuran untuk kelompok-kelompok sosial yang diikuti.

Hal lain yang dilakukan buruh harian kemenyan pada umumnya adalah memanfaatkan program kemiskinan dari pemerintah seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai), bantuan raskin yang dapat meringankan sedikit biaya hidupnya, selain itu mereka juga sering membentuk kelompok-kelompok seperti arisan dengan tujuan uang yang mereka dapatkan ketika giliran tiba bisa dipergunakan untuk keperluan yang besar. Misalnya untuk biaya kuliah anak, bagi yang memiliki anak yang duduk di perguruan tinggi, membantu modal usaha anak, dan lain-lain.

Beranjak dari apa yang sudah dipaparkan sebelumnya, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam lagi untuk melihat bagaimana strategi buruh harian kemenyan dalam mempertahankan hidup. Untuk itu peneliti membuat dalam suatu kajian ilmiah dengan judul “Strategi Mempertahankan Hidup Oleh Buruh Harian Kemenyandi Desa Lumban Tobing Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan”.

Dokumen terkait