• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3. KARAKTERISTIK TANAH HUTAN PADA SISTEM

5.3.3. Strategi Pemulihan Kualitas Tanah

60 70 80 90 100 C K TPTII TPTI VF Ton / ha

Gambar 38. Grafik perbandingan kandungan unsur Karbon (C) dan Kalium (K) pada hutan produksi yang dikelola dengan sistem silvikultur TPTII, TPTI dan Virgin forest (ton/ha)

Perlu penerapan teknik baru untuk mengatasi masalah konservasi hara tersebut. Intensitas penebangan sangat mempengaruhi kandungan unsur hara. Intensitas penebangan TPTII lebih besar dibandingakan dengan TPTI, hal ini disebabkan karena adanya pembuatan Jalur Tanam. Pembuatan Jalur Tanam perlu dihilangkan dalam tahapan silvikultur TPTI dan tebang pilih perlu diganti dengan tebang jalur. Pembuatan Jalur Tanam dapat diakomodir dalam kegiatan penebangan secara jalur sehingga intensitas penebangan menjadi berkurang dan secara otomatis unsur hara akan dapat dikonservasi dengan baik. Penyatuan pembuatan Jalur Tanam dengan Jalur Penebangan diharapkan dapat mengurangi intensitas penebangan. Dengan demikian diharapkan dapat memperkecil hilangnya unsur hara dalam penerapan silvikultur TPTII.

5.3.3. Strategi Pemulihan Kualitas Tanah

Strategi pemulihan kualitas Tanah harus didasarkan pada status hara tanah pada lahan tersebut. Penambahan input unsur hara tertentu dilakukan terhadap areal yang mengalami penurunan kandungan unsur hara pada saat proses penerapan sistem silvikultur TPTII. Penambahan unsur hara yang paling umum dilakukan dengan cara pemupukan.

Penambahan pupuk yang mengandung unsur N, P, K dan Ca harus dilakukan terhadap Jalur Tanam dalam penerapan sistem silvikultur TPTII. Pemupukan harus melalui uji coba secara langsung di lapangan terlebih dahulu.

Disarankan pemupukan dilakukan secara bertahap karena pemberian pupuk pada awal tanam saja hanya berfungsi dalam memacu pertumbuhan awal dan mengem-bangkan sistem perakaran, tetapi sangat sedikit pengaruhnya untuk jangka pan-jang terhadap kesuburan tanah. Penambahan unsur hara melalui pemupukan ha-rus memperhatikan beberapa faktor, seperti: tingkat effisiensi penyerapan hara suatu jenis pohon, effisiensi penggunaan hara dalam proses metabolisme, kebutu-han hara tanaman, kemampuan mengabsorpsi hara dari tanah, kehilangan hara (panen, erosi dan aliran permukaan), ketersediaan hara dalam tanah, penambahan hara (dari udara, bahan organik, fiksasi N) dan adanya interaksi yang saling mem-pengaruhi antar unsur hara yang berbeda.

Respon pemupukan berbeda diantara jenis dan genotipa. Pola umum dari distribusi pupuk adalah : kurang dari seperempat bagian dari pupuk diserap oleh pohon pada awal tahun pertama pertumbuhan, sekitar seperempat bagian termobi-lisasi oleh mikroba biomassa dan bahan organik tanah, dan sebagian besar lainnya hilang dari ekosistem hutan melalui pencucian dan penguapan (Fisher dan Binkley 2000). Namun berdasarkan Mackensen (2000a), tingkat efisiensi penyerapan pu-puk N dan P oleh tanaman diperkirakan dapat mencapai 50-70%, tingkat efisiensi pupuk K sangat rendah sekitar 10-40%, dan tingkat efisiensi kapur dan dolomit sebagai sumber Ca dan Mg sebesar 70-100%. Tingkat efisiensi penyerapan pupuk yang relatif rendah dan adanya pencucian tanah akan mengakibatkan jumlah pu-puk yang dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan unsur hara akan jauh lebih tinggi. Apalagi yang dihitung dalam pemulihan hara tanah berdasarkan jumlah hara yang hilang akibat pengelolaan hutan tanaman (penyiapan lahan, erosi, aliran permukaan dan panen).

Di sisi lain, berdasarkan Mackensen dan Folster (2000) yang meneliti dam-pak pemupukan sebagai pengganti kehilangan hara, tamdam-pak bahwa pemupukan mengakibatkan kenaikan biaya penanaman dan biaya investasi. Kompensasi pe-mupukan sebesar hara yang hilang melalui panen saja mengakibatkan peningkatan biaya penanaman 18-33% dan biaya total investasi naik sebesar 9-15%. Kompen-sasi pemupukan sebesar hara yang hilang melalui panen, erosi dan pencucian hara mengakibatkan peningkatan biaya penanaman 20-35% dan biaya total investasi 9-16%. Kompensasi pemupukan sebesar hara yang hilang melalui panen, erosi dan

pencucian serta pembakaran sisa tebangan akan meningkatkan biaya penanaman 29-62% dan biaya total investasi 13-29%, sehingga konsekwensinya adalah terjadi penurunan keuntungan berdasarkan IRR (internal rate of return) dari 14% turun menjadi 9-12%. Peningkatan biaya tersebut kemungkinan besar akan lebih tinggi lagi karena tambahan biaya yang timbul dalam kegiatan pemupukan seperti pe-rencanaan, penelitian dan pelatihan petugas lapangan (Mackensen 2000a).

Sehubungan dengan jumlah pupuk yang harus diberikan sangat besar dan biaya pemupukan sangat mahal, maka perlu strategi pengelolaan hara berupa pe-nerapan teknik-teknik silvikultur yang efektif, efisien dan ramah lingkungan (low

impact management) agar jumlah input hara yang dibutuhkan menurun. Beberapa

strategi teknik silvikultur yang dapat diterapan dalam pengelolaan tanaman S. leprosula pada Jalur Tanam di IUPHHK PT. Sukajaya Makmur adalah :

Penggunaan Mikoriza Pada Bibit

Penggunaan mikoriza dalam pengelolaan HTI dapat meningkatkan hara ter-sedia dalam tanah yang dapat diserap tanaman. Mekanisme peran mikoriza dapat meningkatkan kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara adalah melalui perluasan permukaan akar dan melalui peningkatan menghasilkan enzime fosfa-tase sehingga unsur P yang semula dalam bentuk tidak tersedia dapat menjadi ter-sedia bagi tanaman. Penggunaan mikoriza akan meningkatkan kerapatan dan pan-jang akar yang dapat mendorong penyerapan hara, terutama untuk unsur-unsur hara yang mempunyai mobilitas rendah dan sedang seperti fosfat atau amonium (Bowen 1984 dalam Fisher dan Binkley 2000).

Penyiapan Lahan

Penyiapan lahan dilakukan sesedikit mungkin mengolah lahan dengan alat berat (minimum tillage) agar kehilangan unsur hara melalui erosi dapat ditekan sekecil mungkin. Tidak melakukan tebang bakar karena akan meningkatkan kehi-langan unsur hara dalam tanah. Menurut Mackensen (2000a), kehikehi-langan unsur hara ke atmosfir akibat kegiatan tebang bakar diperkirakan cukup tinggi, yaitu un-tuk jenis Acacia mangium 2,5 kg P/ha lebih tinggi dari E. deglupta 1,1 kg P/ha dan kehilangan Ca dan Mg sama untuk kedua jenis tersebut sekitar 63-64 kg Ca/ha dan sekitar 20-21 kg Mg/ha. Pembakaran akan memicu kehilangan unsur

hara terutama hara N karena N dapat hilang dalam jumlah banyak melalui volatili-sasi.

Pemeliharaan

Pemeliharaan di lapangan dapat dilakukan melalui beberapa kegiatan yang bertujuan meningkatkan ketersediaan unsur hara guna memperkecil kebutuhan pupuk, diantaranya adalah Penjarangan atau pengurangan kerapatan. Menurut Prescott (1997) dalam Fisher dan Binkley (2000), pengurangan kerapatan tegakan dengan menebang sebagian tegakan akan memberikan kenaikan tambahan dua kali lipat suplai N pada pohon-pohon yang tinggal. Menurut Rusdiana (2007) ke-rapatan tegakan yang menghasilkan produktivitas kayu Pinus merkusii paling baik adalah pada saat kondisi tegakan penuh yaitu indeks kerapatan tajuk sekitar 80 %. Kerapatan tegakan yang jarang atau terlalu rapat dapat menurunkan produktivitas. Kerapatan tegakan 400 pohon/ha merupakan kerapatan dengan volume terbesar dan kondisi iklim mikro dan keharaan tanah yang kondusif terhadap pertumbuhan tegakan.

Pengelolaan Sisa Tebangan.

Pemanfatan sisa tebangan yang dibiarkan di lantai hutan akan mengaki-batkan peningkatan kandungan unsur hara tanah. Menurut Stevenson (1982) ke-tersediaan bahan organik di dalam tanah ikut menentukan kesuburan tanah sebab bahan organik berfungsi sebagai sumber unsur hara dan berperan terhadap keter-sediaan N, P dan S dalam tanah, merangsang aktivitas mikroorganisme tanah ka-rena merupakan sumber energi bagi makro dan mikro fauna serta memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Lebih lanjut Stevenson (1982) menerangkan bahwa penambahan bahan organik dari sisa tebangan dapat meningkatkan keter-sediaan P dalam tanah melalui 5 cara: (1) proses mineralisasi bahan organik itu sendiri sehingga terjadi pelepasan anion-anion P dari mineral; (2) aksi dari asam organik atau senyawa pengkelat yang lain hasil dekomposisi sehingga terjadi pe-lepasan fosfat yang berikatan dengan Al dan Fe yang tidak larut menjadi bentuk terlarut, (3) bahan organik akan mengurangi jerapan fosfat karena adanya asam humik dan asam fulfik; (4) penambahan bahan organik mampu mengaktifkan proses penguraian bahan organik asli tanah; (5) membentuk kompleks fosfo-humik dan fosfo-fulfik yang dapat ditukar dan lebih tersedia bagi tanaman.

Fungsi bahan organik yang lain adalah untuk menurunkan laju aliran per-mukaan dan erosi tanah. Hal ini terjadi karena bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah, agregat tanah menjadi mantap dan kapasitas infiltrasi air mening-kat sehingga aliran permukaan dan erosi dapat diperkecil. Pengaruh bahan organik terhadap kesuburan kimia tanah adalah dapat meningkatkan kapasitas tukar ka-tion, kapasitas tukar anion, pH tanah, daya sangga tanah, keharaan tanah dan akti-vitas biologis dalam tanah (Stevenson 1982). Pengaruh positif lain dari penamba-han bapenamba-han organik adalah dapat meningkatkan pertumbupenamba-han tanaman karena ada senyawa-senyawa perangsang berupa hormon (auxin) dan vitamin yang ditemu-kan di dalam tanah (Suntoro 2003).

Hasil penelitian Sulistyono dkk.(2007) menunjukkan bahwa pemanfaatan si-sa tebangan (residu) yang dicacah menjadi potongan kecil-kecil dan ditebar di la-han secara merata pada saat penyiapan lala-han memberikan hasil yang paling baik dibanding tanpa sisa tebangan dan sisa tebangan yang tidak dicacah terhadap pro-duktivitas Acacia mangium. Propro-duktivitas A. mangium dengan perlakuan tadi pa-da umur 2 tahun pa-dapat mencapai 56,42 m3/ha, tanpa sisa tebangan hanya menca-pai 45,08 m3/ha dan dengan sisa tebangan tanpa pencacahan sebesar 50,05 m3/ha. Hasil penelitian yang sama terhadap hibrid Eucalyptus menunjukkan bahwa pe-manfaatan sisa tebangan dan serasah yang dicacah dan disebar berpengaruh nyata terhadap peningkatan pertumbuhan dibanding tanpa sisa tebangan (sisa tebangan dikeluarkan dari areal tebang) sebesar 73% di Congo, 41% di Brazil 35% di Afri-ka selatan dan 22% di India (Saint-Andre et al. 2007 dalam Deleporte et al. 2008). Sisa tebangan dapat dimanfaatkan sebagai sumber unsur hara.

Pemuliaan Tanaman

Penampakan (performance) suatu tegakan sangat tergantung pada faktor ge-netik dan faktor lingkungan dan keduanya dapat dimanipulasi (Zobel dan Talbert 1984). Oleh karena itu, pemulihan tapak dapat juga dilakukan dengan mengem-bangkan jenis-jenis yang mempunyai sifat effisien terhadap penggunaan hara. Me-lalui program pemuliaan rekayasa genetik dapat dihasilkan jenis-jenis yang sangat efisien dalam penggunaan hara.