• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PAPARAN DAN ANALISISDATA

B. Temuan Penelitian

2. Strategi Pengasuhan Anak dalam

anaknya secara sendirian di dalam keluarga yang disebabkan istrinya bekerja sebagai TKW di luar negeri. Permasalahan yang timbul yakni tidak lengkapnya peran orang tua dalam keluarga yaitu tidak adanya peran ibu dalam mengasuh anak. Dalam pengasuhan anak tentunya ada strategi yang digunakan ayah untuk mengatasi masalah dalam mengasuh anak. Adapun strategi yang digunakan oleh setiap ayah pastinya berbeda keluarga yang satu dengan keluarga yang lain.

Begitu pula strategi yang digunakan oleh ayah siswi SMP Negeri 7 Grabag, sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak Junet:

“Karena saya mengasuh anak itu sendirian jadi kalau ada

kesulitan atau kerepotan dalam mengasuh anak ya saya selesaikan sendiri mbak. Saya berusaha menyelesaikannya sendiri dan berusaha memahami anak mbak, anak juga membutuhkan perhatian penuh apalagi tidak ada ibunya. Kalau anak melakukan kesalahan anak saya beri nasihat mbak dan untuk memotivasi anak untuk rajin belajar saya memberikan hadiah walapun itu sederhana mbak. Saya tidak meminta bantuan orang lain karena saya tidak mau merepotkan orang lain mbak. Sejauh ini saya juga

masih bisa dan tidak kewalahan dalam mengasuh anak.”

Peneliti dapat melihat bahwa untuk mengatasi kesulitan dalam mengasuh anak, ayah tersebut berusaha menyelesaikannya dengan kemampuannya tanpa meminta bantuan orang lain. Dalam mengasuh dan mendidik anak dalam hal pembentukan karakter Bapak Junet menggunakan strategi nasihat dan pemberian reward.

Untuk membenarkan apa yang di ungkapkan Bapak Junet diatas peneliti melakukan observasi langsung memang benar apa yang diungkapkan oleh Bapak Junet diatas mengenai strategi yang digunakan dalam mengasuh anaknya yakni dengan cara beliau menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dirinya dalam mengasuh anaknya tanpa bantuan orang lain. Peneliti melihat ayah sepenuhnya sendirian mengasuh anaknya seperti menyiapkan makan, menyiapkan keperluan anak untuk sekolah maupun keperluan anak di rumah.

Berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh Bapak Mislan dijelaskan bahwa jika ada masalah atau kesulitan dalam mengasuh anak maka dibicarakan dengan mertuanya dan saling memberikan saran. Selanjutnya Bapak Mislan mengungkapkan bagaimana strategi beliau mengatasi masalah dalam mengasuh anaknya. Beliau mengungkapkan sebagai berikut:

“Kan saya mengasuh anak saya ini dibantu oleh kakek dan

neneknya Tio. Jadi kalau ada masalah atau kesulitan dalam mengasuh anak saya, ya saya dibantu oleh mereka. Jadi tidak terlalu repot saya mengurusinya. Ada yang bisa saya ajak cerita dan saya mintakan saran bagaimana baiknya. Apalagi anak seperti Tio, dia kan lumayan ndablek mbak, ya jadi saya butuh

teman untuk mengasuh dan mengontrol Tio. Sedikit-sedikit saya juga selalu memberikan contoh yang baik kepada Tio, seperti sholat dan mengaji dan juga saya nasihati supaya dia itu bisa

menjadi anak yang lebih baik lagi tidak seperti teman-temannya.”

(Wawancara dengan Bapak Warsito).

Dari penjelasan Bapak Warsito untuk mengatasi masalah ataupun kesulitan yang beliau hadapi dalam mengasuh anak, dalam keluarga tersebut secara bersama berusaha mengkomunikasikan untuk mengatasi kesulitan tersebut. Tampak bahwa dalam keluarga ini strategi yang digunakan oleh Bapak Mislan yaitu dengan cara memberikan contoh yang baik dan memberikan nasihat. Walaupun anaknya selalu membantah apa yang dinasehati oleh ayahnya maupun kakek dan neneknya.

Hal serupa yang diungkapkan oleh Bapak Sukamto ayah dari Nadia, beliau mengungkapkan bahwa:

“Kalau saya ya pasrah sama adik saya mbak, jadi kalau ada

masalah atau kesulitan tentang mengasuh dan mengurus Nadia saya cerita dengan adik saya, dan sebaliknya jika adik saya mengalami kesulitan mengurus Nadia, adik saya juga cerita ke saya. Tapi ya saling memberi saran mbak, kadang saya memberi saran kepada adik saya, sebaliknya adik saya memberi saran dan nasihat kepada saya. Kalau untuk urusan pekerjaan ataupun yang lainnya saya berusaha menyelesaikan sendiri mbak. Untuk memotivasi Nadia dalam belajar saya dan adik saya selalu memberikan dia hadiah, kemudian Nadia saya beri nasihat dan saya berikan contoh yang baik. Saya memberikan semua i i tujuannya agar anak saya itu nantinya akan terbiasa dan menjadi

anak yang dapat membanggakan orang tuanya.” (Wawancara

dengan Bapak Sukamto).

Hal ini dibenarkan oleh Ibu Sumiyati adik dari Bapak Kamto, bahwa beliau mengungkapkan:

“Nadia ini memang dari kecil saya yang mengasuh mbak sejak ibunya pergi ke Arab Saudi. Ya rumah saya dengan Bapak Sukamto bersebelahan jadi kalau ada apa-apa ayahnya juga tahu. Tapi kalau ada apa-apa itu ya pasti dibicarakan sama-sama, seperti ayahnya punya masalah atau kesulitan apa pasti minta pendapat saya, dan intinya kita ngasuh sama-sama jadi kalau ada apa-apa saling menasehati dan memberi saran biar anak tidak nakal dan rajin sekolah rajin belajar, kan kasihan kalau nanti ibunya pulang anaknya malah jadi anak yang tidak baik, dibela-

belain jadi TKW itu karena semua demi anak.” (Wawancara

dengan Ibu Sumiyati).

Dalam keluarga Bapak Sukamto dapat dilihat bahwa jika keluarga ini mengalami kesulitan dalam mengasuh anak dan cara menyelesaikannya dengan anggota keluarga yang lain untuk menyelesaikannya. Tampak dalam keluarga Bapak Sukamto menggunakan strategi keteladanan dan memberikan nasihat dalam mengasuh anaknya.

Dari paparan diatas dapat diketahui bahwa ayah single parent dalam pembentukan karater anak dengan cara memberikan nasihat dan memberikan contoh yang baik pada anak sehingga anak mampu melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya.

3. Hambatan Single Parent Ayah dalam Mengasuh Anak TKW Setiap orang tua dalam mengasuh anak tentu banyak mempunyai hambatan-hambatan tersendiri. Hambatan-hambatan yang dialami

single parent ayah, berdasarkan ketrangan Bapak Junet (37 tahun)

yang bekerja sebagai petani. Beliau mengungkapan hambatan- hambatan yang dialaminya seperti keterbatasan pengetahuan tentang agama. Selebihnya anak diserahkan pada sekolah maupun madrasah

yang lebih banyak memiliki pengetahuan tentang agama. Di keluarga sendiri, ayah single parent merasa kurang pengetahuannya dalam mendidik dan mengajarkan tentang agama pada anak, sehingga Bapak Junet hanya mengandalkan pendidikan anak dari sekolah maupun madrasah tempat anak mengaji.

Berdasarkan pengamatan, setiap sore anak mengikuti madrasah TPA. Tujuannya agar anak mendapatkan pengetahuan yang lebih luas tentang agama dari guru madrasahnya, maka ayah single parent ini menyekolahkan anaknya ke madrasah TPA.

Selain itu, menurut ketrangan Bapak Mislan (40 tahun) yang bekerja sebagai supir bus luar kota. Bapak Mislan mengungkapan bahwa ketika ditinggal istrinya menjadi TKW selama 5 tahun ini, anaknya yang dititipkan di rumah mertuanya, karena pekerjaan ayahnya sebagai supir luar kota menjadikan ayah single parent ini tidak bisa mengasuh dan mendidik anak sepenuhnya. Hal ini mengakibatkan kedekatan ayah dan anak menjadi berkurang. Kemudian pengaruh HP yang membuat anak akan lupa waktu, karena tidak ada yang mengawasi dan mengingatkannya.

Hambatan lain yang dialami oleh ayah single parent dengan Bapak Sukamto (45) tahun yang bekerja sebagai buruh dengan pendidikan terakhir SMA. Beliau mengungkapakan bahwa hambatan yang dialaminya yaitu waktu kebersamaan orang tua dan anak yang kurang

sehingga orang tua tidak bisa sepenuhnya mengawasi dan mendidik anak secara langsung.

Dari hambatan-hambatan yang dialam oleh ayah single parent

selama mengasuh anaknya itu tentu berbeda dengan yang lain. Hal tersebut tergantung bagaimana ayah single parent dalam mengasuh anak dan menggantikan peran ibu sementara di rumah.

B. Analisis Data

Berdasarkan hasil penelitian diatas mengenai pola pengasuhan anak TKW di Desa Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo yaitu menggunakan cara sebagai berikut:

1. Pola Pengasuhan Ayah Single Parent dalam Pembentukan Karakter Anak TKW di Desa Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo

Dari paparan data diatas yang diperoleh penulis, orang tua memiliki peranan penting dalam mengasuh dan mendidik anaknya dalam pembentukan karakter anak TKW sebagai berikut:

a. Pola Asuh Demokratif

Ayah single parent dalam mengasuh dan mendidik anaknnya, ada yang mengasuh anaknya secara sendirian dan ada juga yang dibantu oleh kerabat dekatnya hal ini disebabkan karena ayah memiliki kesibukan dalam pekerjaannya sebagai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan anak. Ayah dalam mengasuh dan mendidik anaknya, memberikan kebebasan anak dalam bermain namun ada

pengontrolan dan aturan dari ayah maupun kerabat dekatnya yang ikut membantu mengasuh anak tersebut.

Ayah dan keluarga yang membantu mengasuh menerapkan pemberian reward terhadap prestasi anak. Hal tersebut menujukkan bahwa ayah melakukan tanggung jawabnya dalam mendidik anak. Dengan adanya reward yang diberikan kepada anak akan memacu anak untuk lebih giat belajar dan menjadikan anak untuk lebih berusaha menjadi yang lebih baik. Sehingga anak akan bertanggung jawab terhadap tugas-tugasnya. Sama dengan teori yang diungkapkan oleh Purwanto (2006:182) bahwa penggunaan

reward pada anak dimaksudkan untuk membuat anak lebih giat

dan anak merasa senang karena perbuatan atau pekerjaannya mendapatkan penghargaan. Cara ini seperti yang diajarkan Islam juga diajarkan oleh Rasulullah. Dalam hal ini hubungan hadiah dan hukumanan sangatlah erat yaitu membiasakan anak untuk berbuat baik dan peringatan jika anak berbuat yang tidak baik. Pemberian hadiah apabila anak berprestasi atau anak berbuat baik, disamping itu juga harus ada hukuman sebagai sarana dalam pembentukan karakter anak.

Untuk perkembangan belajar ada perhatian dan pendampingan belajar pada anak. Sesuai dengan pendapat Syafei (2006:51) bahwa kewajiban ayah yaitu mengingatkan anak jika lupa belajar dan menyemangati anak agar mau belajar. Dari

penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa sesibuk apapun ayah bekerja namun ayah tetap melakukan kewajibannya mengasuh dan mendidik anak. Ayah juga tetap mengontrol kegiatan anak dan memperhatikan perkembangan belajar anak.

Adanya komunikasi yang baik antara ayah dengan anak. Tidak ada hukuman fisik yang diterapkan oleh ayah jika anak melakukan kesalahan namun ayah memberikan nasihat pada anak. Mendidik dan tanggung jawab pada anak dengan menegur dan dan memberikan nasihat dari kesalahan yang dilakukan anak.

Bapak Junet dan Bapak Sukamto yang istrinya bekerja sebagai TKW di luar negeri mereka menggunakan pola asuh demokratis dalam mengasuh anak-anaknya. Hal ini sesuai dengan pendapat Noor A. Roesli (2014:17) yang menyatakan diskusi dua arah antara orang tua dan anak akan membantu untuk menyelesaikan masalah yang terjadi. Selain itu terdapat studi yang menunjukkan bahwa kesejahteraan berhasil terjadi saat anak diasuh oleh orang tua demokratis. Pola asuh demokratis lebih kondusif dalam pendidikan karakter anak.

Ayah yang mengasuh dan mendidik anak secara sendirian tampak lebih totalitas dalam mengasuh anaknya yakni dengan cara memberikan kasih sayang, memenuhi kebutuhan anak sendiri dan memantau perkembangan belajar anak. Memberi kebebasan anak dalam bergaul namun tetap ada kontrol dari ayah. Dalam

membentuk karakter kemandirian dan tanggung jawab pada anak, cara mengasuh dan mendidik anak antara ayah yang mengasuh secara sendirian dengan ayah yang mengasuh dibantu oleh kerabat dekatnya yakni tidak jauh berbeda. Ayah single parent ini menggunakan cara nasihat, keteladanan, pembiasaan, serta reward

dan punishment.

Untuk membentuk karakter kemandirian dan tanggung jawab anak, ada beberapa ayah single parent yang membentuk karakter tersebut dengan cara memberi pengertian dan pemahaman kepada anak mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Hal tersebut seperti yang dilakukan oleh ayah yakni

moral knowing, dimana ayah memberikan contoh dan

membiasakan anaknya untuk melakukan kewajiban dan tugasnya yakni kewajiban sebagai anak dan tugasnya sebagai pelajar yaitu berangkat ke sekolah, belajar, mengerjakan PR, dan lain sebagainya.

Berdasarkan paparan diatas dapat dijelaskan bahwa dalam membentuk karakter kemandirian dan tanggung jawab anak, yang dilakukan oleh ayah yaitu sebagian ayah tidak melalui tahapan

moral knowing dan moral action namun yang dilakukan ayah

dengan membiasakan anak melakukan perbuatan nyata untuk membentuk karakter kemandirian dan tanggung jawab anak.

Untuk pembentukan karakter juga diperlukan syarat yang mendasar untuk terbentuknya karakter anak yaitu kelekatannya anak dengan ibu, namun disini syarat yang mendasar tersebut hilang dikarenakan ibu yang bekerja di luar negeri sebagai TKW. Seperti pendapat Ratna Megawati (2010:92) ada tiga kebutuhan yang mendasar yang harus dipenuhi oleh anak yaitu maternal

bonding (kelekatan psikologis anak dengan ibunya), rasa aman,

dan stimulasi fisik dan mental. b. Pola Asuh Permisif

Dalam mendidik dan mengasuh anaknya, Bapak Mislan tidak secara sendirian, namun ayah single parent ini dibantu oleh keluarga lain yakni kakek dan neneknya. Ayah single parent dan kakeknya dalam mengasuh anak dengan menuruti semua keinginan anak, pengontrolan terhadap anak lemah, tidak ada perhatian dalam perkembangan belajar anak.

Dalam mengasuh anak ayah single parent tidak menerapkan

reward dan punishment untuk memotivasi anak agar menjadi lebih

baik. Untuk pembentukan karakter anak, ayah juga tidak melakukan pembiasaan terhadap anak. Dapat dikatakan bahwa ayah menggunakan pola asuh permisif dalam mengasuh dan mendidik anak. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Hurlock dalam Aliyah (2015:102-103) bahwa pola asuh permisif merupakan adanya sikap yang longgar atau bebas dari orang tua.

Orang tua tidak banyak mengatur, tidak banyak mengontrol dan juga tidak banyak membimbing. Anak diberi kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri. Sehingga dalam hal ini dengan kesibukan orang tua dan kurangnya komunikasi dengan anak, dalam keluarga ini menimbulkan pola asuh permisif. Sehubungan dengan hal tersebut, informan (x) mengemukakan bahwa:

“Saya jarang sekali bertanya kepda anak apa saja yang anak saya

butuhkan, saya sibuk bekerja apalagi saya pekerjaan saya yang menjadi supir dan jarang pulang mbak, jadi jarang nanya kebutuhan anak, toh anak saya juga diasuh oleh kakek dan neneknya. Paling saya memberikan uang kepada kakek dan neneknya, kadang juga anaknya yang meminta uang ke saya ya

saya kasih mbak.”

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat kesesuaian antara teori, hasil wawancara dan hasil observasi diatas yang menunjukkan bahwasannya orang tua menerapkan pola asuh permisif yang cenderung kurang memberikan perhatian terhadap kebutuhan anaknya. Jarang sekali melakukan komunikasi terhadap anak.

Sebagian ayah mengasuh dan mendidik anaknya dengan cara ayah tidak membiasakan anak untuk melakukan tugasnya, ayah selalu memanjakan anak dengan menuruti semua keinginan anak. Seperti apa yang diungkapkan oleh informan (x) bahwa “pokoknya apa yang anak minta selalu diturutin.”

Dapat disimpulkan bahwa pola asuh permisif yang digunakan oleh ayah dalam mendidik anak tidak kondusif untuk membentuk

karakter anak. Pengasuhan permisif yang dilakukan oleh ayah sebagaimana yang telah dipaparkan diatas tampak bahwa ayah tidak mengajarkan anak bertanggung jawab. Apabila anak diajarkan tanggung jawab dari usia dini maka nanti anak akan bertanggung jawab dimasa dewasanya. Orang tua hendaknya memberikan kasih sayang kepada anak namun jangan memanjakan anak berlebihan.

2. Strategi Pengasuhan Ayah Single Parent dalam Pembentukan Karakter Anak TKW di Desa Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo

Pengasuhan anak TKW oleh ayah single parent tanpa hadirnya seorang ibu akan terasa berbeda dengan keluarga yang lengkap, dimana ada seorang ayah dan seorang ibu di dalamnya. Ayah single

parent dalam mengasuh dan mendidik anaknya memiliki strategi

dalam pengasuhan untuk pembentukan karakter terutama pada kemandirian dan tanggug jawab. Adapun strategi yang digunakan oleh ayah single parent sebagai berikut:

1. Pemberian Nasihat

Dari hasil wawancara dengan beberapa informan, mereka banyak yang menggunakan mendidik dan mengasuh anaknya dengan cara menasehati. Karena nasihat merupakan cara yang mudah untuk menyampaikan dan mejelaskan apa yang

diharapkan orang tua untuk anaknya. Alasan mereka menggunakan cara ini yaitu mudah dan praktis.

2. Keteladanan

Strategi ini dipilih karena dianggap sangat bagus dan menarik, anak dapat melakukannya setelah dicontohkan. Pada usia anak sekolah khususnya usia sekolah dasar metode ini cepat ditiru apa yang dilakukan oleh orang tua maupun orang-orang disekitar.

Dengan memberi keteladanan yang positif informan berharap supaya anak dapat menirunya, sehingga anak-anaknya dapat memiliki karakter yang lebih baik. Seperti yang diungkapkan salah satu informan Bapak Sukamto (45):

“Saya mendidik anak dalam membentuk karakter caranya yang

pertama anaknya saya kasih tahu saya beri nasihat terus anak saya kasih contoh mbak. Kalau tidak diberikan contoh anak jaman sekarang susah nurut tapi kalau sudah dikasih tahu dan

diberikan contoh Insya Allah anak bisa nurut.”

Jadi, strategi keteladanan ini lebih efektif dan menarik untuk diterapkan bersamaand engan metode nasihat, karena disamping anak mendapatkan masukan anak juga sekaligus mendapatkan contoh langsung orang tuanya. Sehingga kemungkinan besar anak untuk menurut.

3. Pembiasaan

Strategi pembiasaan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh anak untuk berfikir, bertindak, dan bersikap sesuai dengan ajaran agama. Cara ini sangat praktis dalam pembentukan

karakter anak dalam meningkatkan pembiasaan-pembiasaan dalam melakukan kewajiban dan tanggung jawabnya.

Dengan membiasakan hal-hal yang baik anak akan terbiasa melakukan hal tersebut dengan ikhlas dan tanpa rasa berat, dan kebiasaan tersebut dapat melekat pada diri anak. Dalam hal ini, informan membiasakan anak dengan hal-hal yang baik seperti shalat, mengaji, dan dibiasakan menyiapkan kebutuhannya sendiri serta bersih-bersih rumah.

3. Hambatan Ayah Single Parent dalam Mengasuh Anak TKW

Dokumen terkait