• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi pengelolaan TWA Cimanggu berbasis daya dukung

Dalam tahapan identifikasi isu pengembangan model telah dijelaskan gambaran potensi permasalahan di TWA Cimanggu yaitu: (a) adanya potensi dampak terhadap fungsi konservasi TWA Cimanggu akibat pengembangan kawasan tersebut menjadi kawasan wisata, potensi dampak terdiri dari pencemaran sampah dan pencemaran perairan, (b) Pariwisata Alam di TWA Cimanggu diharapkan dapat memberikan dampak ekonomi kepada masyarakat sekitar TWA Cimanggu berupa kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat dari kegiatan pariwisata, (c) kegiatan pariwisata alam di TWA Cimanggu diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi pengusahaan TWA Cimanggu dan memberikan pendapatan bagi pemerintah dalam bentuk pajak, (e) tingkat kepuasan pengunjung TWA Cimanggu termasuk kategori cukup puas

sehingga, perlu adanya peningkatan pelayanan jasa wisata bagi pengunjung, dan (f) tingkat kepedulian pengunjung yang masih rendah terhadap kelestarian lingkungan.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut dikembangkan 2 tindakan pengelolaan yaitu pengelolaan pengunjung dan peningkatan asimilasi pencemaran. Berdasarkan hasil kajian dengan menggunakan model dinamis maka dijabarkan arahan strategi pengelolaan yang dapat dilakukan oleh pengelola sebagai konsep pengelolaan TWA Cimanggu.

1. Karakteristik pengunjung TWA Cimanggu didominasi pengunjung berusia muda 17-34 tahun, mempunyai motivasi rekreasi dan mengunjung TWA Cimanggu bersama rombongan atau keluarga. Dari sisi sediaan pada kawasan secara ekologis mempunyai pemandangan alam yang indah, sumber air panas, area perkemahan, penangkaran dan hutan. Keunikan sediaan pada kawasan tersebut dapat dijadikan sebagai potensi pengembangan daya tarik wisata air, kesehatan dan petualangan yang dapat dinikmati oleh pengunjung TWA Cimanggu. Selain di TWA Cimanggu juga mempunyai potensi pengembangan wisata religi dan budaya yaitu adanya makam keramat yang sering menjadi tempat ziarah.

2. TWA Cimanggu merupakan daerah pariwisata yang berada di daerah konservasi. Oleh karena itu perlu adanya pengelolaan kegiatan wisata alam dengan tetap mempertahankan kondisi habitat, flora dan fauna serta fungsi esensial ekologi kawasan. Diperlukan pengawasan yang ketat terhadap kondisi lingkungan TWA Cimanggu. Faktor perilaku pengunjung menjadi penting untuk mendapat perhatian. Berdasarkan karakteristik pengunjung TWA, kepedulian terhadap lingkungan relatif masih rendah sehingga diperlukan program edukasi bagi pengunjung tentang lingkungan hidup. Untuk kondisi TWA Cimanggu perlu di tetapkan batasan-batasan wilayah yang diperbolehkan dimasuki oleh pengunjung dan wilayah yang tidak bisa dimasuki pengunjung karena kondisi ekologis yang rentan. Perlu dikembangan sistem informasi bagi pengunjung tentang perlindungan kawasan dan perbuatan atau kegiatan yang dapat dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.

3. Kawasan TWA Cimanggu mempunyai potensi mendapatkan dampak ekologi berupa produksi sampah dan limbah cair domestik yang melebihi kemampuan untuk dikelola. Hal ini diakibatkan oleh tingkat kesadaran pengunjung yang belum cukup baik dan kondisi sistem pengelolaan limbah yang masih terbatas. Oleh karena itu perlu dikembangkan antara lain: (a) Pembuatan aturan yang tegas mengenai pengelolaan sampah dan limbah cair dan disertai dengan melengkapi sarana dan prasarana pengelolaan sampah dan limbah seperti tempat sampah, sarana mandi cuci kakus (MCK) dan pengolahan air kotor, (b) pemanfaatan elemen lokal atau pemanfaatan teknologi untuk pengelolaan limbah, (c) kegiatan sosialisasi program pengelolaan lingkungan bagi pengunjung, masyarakat sekitar TWA Cimanggu dan pengelola TWA Cimanggu, (d) pengembangan sistem drainase yang baik untuk pengelolaan limbah cair

4. Untuk meningkatkan kepuasaan pengunjung maka perlu beberapa kegiatan dilakukan diantaranya: (a) Peningkatan promosi wisata bagi pengunjung domestik maupun manca negara, (b) memberikan pelayanan yang prima kepada pengunjung dengan meningkatkan sarana dan prasarana pendukung seperti: sanitasi, air bersih, kelistrikan dan telekomunikasi, kemudahan trasnporasi, dan sarana ibadah, (c) memberikan informasi yang akurat terutama untuk meningkatkan pemahaman mengenai lingkungan hidup yang dapat mendorong upaya pelestarian lingkungan hidup, (d) meningkatkan layanan penginapan, restauran dan kolam pemandian air panas, (e) diversifikasi objek, makanan trandisional, kesenian sehingga menjadi alternatif atraksi wisata, dan (f) meningkatkan keamanan dan kenyamanan berwisata.

5. Dampak negatif dari kegiatan wisata di area konservasi adalah terganggunya fungsi area konservasi diakibatkan pencemaran lingkungan dari limbah cair atau sampah atau dikarenakan sikap pengunjung yang kurang peduli terhadap lingkungan. Solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan front of pipe atau end of pipe. Pendekatan

front of pipe adalah satu pendekatan minimalisasi beban pencemaran yang dilakukan pada sumbernya sebelum terjadi pencemaran. Diharapkan dengan

pendekatan ini beban pencemaran dapat dikurangi. Bebeberapa strategi yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kesadaran pengunjung tentang dampak pencemaran lingkungan terhadap area wisata dan lingkungan. Peningkatan kesadaran terhadap pengunjung harus bersifat integratif tidak hanya himbauan berupa poster, papan informasi atau spanduk akan tetapi peraturan atau tata tertib wisata yang diberlakukan secara konsisten merupakan hal yang penting. Selain itu fasilitas untuk menunjang pengurangan sumber pencemaran perlu disediakan. Fasilitas tersebut antara lain tempat sampah, toilet yang tersedia dengan kondisi yang cukup dan baik, tempat pembuangan sampah sementara, tempat pembuangan sampah akhir dan sumber daya manusia yang cukup untuk mengelola sumber pencemaran.

6. Pola pendekatan end of pipe adalah pola untuk mengatasi pencemaran yang terjadi akibat kegiatan wisata. Pola pengelolaan limbah cair dapat dilakukan secara on site atau pun off site. Pengelolaan on site adalah pengelolaan limbah yang dilakukan di daerah tujuan objek wisata tidak dilakukan ditempat lain. Pola pengelolaan ini dilakukan di TWA Cimanggu. Untuk pengelolaan limbah cair dilakukan dengan septitank. selain itu ada kolam penampungan limbah cair. Akan tetapi dari hasil kajian sebelumnya kapasitas dari fasilitas pengelolaan limbah cair telah terlampaui sehingga limbah yang keluar dari kolam masih dalam terkategori tercemar dan tergantung kepada kapasitas asimilasi sungai di TWA Cimanggu. Oleh karena itu perlu dikembangkan teknologi baru yang sederhana untuk meningkatkan kapasitas asimilasi kolam pengelolaan limbah cair. Salah satu cara yang paling efektif dan murah adalah dengan memberikan aerasi dikolam pengelolaan tersebut sehingga dapat meningkatkan kapasitas asimilasinya.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait