• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 KEADAAN UMUM

5. STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN DI PPN KARANGANTU

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu, berubah status dari Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) menjadi PPN sejak tahun 2010. Sejak saat itu, kegiatan kepelabuhanan tidak banyak mengalami perubahan terutama dibidang industri pengolahan ikan. Kegiatan industri pengolahan ikan saat ini di PPN Karangantu masih berada di luar pelabuhan perikanan (subbab, 4.1). Pane (2012) menyatakan bahwa untuk menjaga eksistensi PP ataupun pengembangannya maka, sebaiknya industri pengolahan ikan berada di dalam wilayah PP. Keberadaan pengolah ikan di dalam PP selain menguntungkan pengelola PP dengan ramainya aktivitas kepelabuhanan, juga menguntungkan untuk nelayan, pedagang dan pelaku pengolah ikan. Keuntungan berada di dalam wilayah PP adalah dekatnya pelaku pengolahan ikan terhadap bahan baku pengolahan, pengusaha pengolahan dapat menggunakan fasilitas pelayanan/jasa yanga ada di PP. Selain itu, adanya pengolah ikan, akan membuat daya serap pasar di PP tersebut meningkat.

Faktor-Faktor Internal Pengembangan Industri Pengolahan Ikan

Pada tahapan identifikasi faktor internal, penilaian dilakukan berdasarkan keadaan di PPN Karangantu, untuk kemudian diketahui faktor-faktor yang dapat dijadikan sebagai kekuatan dan kelemahan dalam pengembangan industri pengolahan ikan di PPN Karangantu. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan sebagai berikut:

1) Kekuatan (Strength)

a. Kestrategisan lokasi PPN Karangantu.

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu memiliki posisi yang strategis baik dari sisi foreland maupun hinterland. Dari sisi foreland, PPN Karangantu merupakan satu-satunya pelabuhan perikanan di Propinsi Banten yang memiliki fasilitas lengkap dan dekat dengan daerah penangkapan ikan nelayan. Daerah penangkapan ikan nelayan yang paling adalah Selat Sunda dan perairan Samudera Hindia. Posisi strategis pelabuhan dari sisi hinterland adalah dekatnya jarak PPN Karangantu ke daerah pemasaran atau konsumen yaitu Kabupaten/Kota Tangerang, Kabupaten Bogor, Lampung dan DKI Jakarta. PPN Karangantu memiliki posisi yang menguntungkan untuk kegiatan ekspor dimana lokasi PP terletak 20 km dari pintu tol Serang Timur dan selanjutnya terhubung dengan jalan tol ke bandara Soekarno-Hatta di Cengkareng dan pelabuhan niaga Tanjung Priok di Jakarta. Kestrategisan lokasi PPN Karangantu bisa mempermudah investor untuk melakukan investasi dalam kegiatan industri perikanan di PP tersebut.

b. Ketersediaan jenis dan volume produksi hasil tangkapan didaratkan di PPN Karangantu.

Ketersediaan bahan baku dari sisi jenis dan volume menjadi sangat penting mengingat kedua hal ini merupakan awal mula ketertarikan investor untuk melakukan investasi dibidang pengolahan di pelabuhan. Berdasarkan analisis pada Bab 4, diketahui bahwa volume produksi di PPN Karangantu

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan rata-rata peningkatan 3% dari tahun 2008-2012 begitu pula dengan ketersediaan ikan dimasa yang akan datang. Berdasarkan hasil proyeksi ikan hasil tangkapan yang didaratkan, PPN Karangantu mampu menyediakan ikan hasil tangkapan sebanyak 2.112 ton/bulan (subbab 4.3). Jenis ikan yang tersedia merupakan ikan-ikan ekonomis penting yang memiliki harga jual di tingkat nelayan diatas Rp10.000.

c. Ikan hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Karangantu memiliki mutu yang baik.

Mutu ikan hasil tangkapan yang akan digunakan untuk kegiatan pengolahan harus memiliki kualitas mutu yang baik. Pengolahan ikan akan menghasilkan produk yang baik jika bahan baku yang digunakan merupakan ikan dengan kualitas mutu yang baik. Operasi penangkapan ikan di PPN Karangantu sebagian besar adalah one day fishing mengingat dekatnya fishing ground dan ukuran kapal yang relatif kecil. Hal ini berdampak langsung pada kualitas mutu ikan hasil tangkapan yang didaratkan. Kesadaran nelayan untuk menggunakan es sebagai bahan pelengkap dalam operasi penangkapan menjadikan ikan hasil tangkapan memiliki mutu yang baik. Mutu ikan hasil tangkapan di PPN Karangantu berkisar antara 7-9 skala organoleptik (Subsubbab 4.3.3).

d. Ketersediaan prasarana yang terkait industri pengolahan ikan dan pendukung kegiatan industri pengolahan ikan (pabrik es, sumber air bersih) (Gambar 22).

 Pabrik es

Pabrik es tersedia di PPN Karangantu yang dioperasikan oleh pengelola pelabuhan perikanan. Semua kebutuhan nelayan akan es saat ini dapat dipenuhi oleh pabrik es tersebut. Saat ini, pabrik es di PPN Karangantu mempu memproduksi es balok sebanyak 12 ton/hari. Pabrik es ini menjual es dalam bentuk balok dengan ukuran 150x50 cm dengan berat 50 kg ataupun dalam bentuk curah. Harga es balok dijual dengan harga yang terjangkau oleh pihak elayan yaitu Rp25.000 per balok.  Sumber air bersih

Air bersih di peabuhan perikanan memiliki peranan penting. Selain sebagai bahan perbekalan nelayan, air bersih juga berfungsi untuk membersihkan ikan hasil tangkapan dan memberseihkan palka pada saat pembongkaran ikan HT dilakukan.

Fasilitas air bersih telah tersedia dan berfungsi dengan baik di PPN Karangantu saat ini. Fasilitas air bersih di PPN Karangantu saat ini berupa water treatment yaitu tabung induk penampung air bersih dari PDAM dan disalurkan ke pelabuhan dengan kapasitas 1,758.70 ton pada tahun 2013 (Laporan Tahunan PPN Karangantu 2013). Sumber air bersih di PPN Karangantu selain berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Serang, juga bisa diperoleh dari potensi air sumur artesis dan dari pengolahan air sungai.

Gambar 22 Instalasi air bersih dan pabrik es di PPN Karangantu e. Adanya visi atau kemampuan pengelola sumberdaya manusia pengelola PPN

Karangantu terhadap pengembangan PP.

Pengelola PPN Karangantu mengakui bahwa lahan yang dimiliki pihak pelabuhan sangat kecil untuk ukuran pelabuhan perikanan Tipe B, sehinggaini menyebabkan pengembangan industri menjadi terhambat. Pengelola PPN Karangantu telah melakukan studi dan akan melakukan pembangunan pelabuhan lebih menjorok ke lautan untuk mendapatkan area pelabuhan yang lebih luas.

f. Adanya pengolah ikan di sekitar PPN Karangantu.

Pengolah ikan di PPN Karangantu saat ini masih terbatas pada penggaraman, dengan jumlah 40 unit. Keberadaan pengolah ikan bisa menjadi salah satu kekuatan dalam pengembangan industri pengolahan ikan di PPN Karangantu, karena merupakan trigger bagi perkembangan industri lainnya. Kapasitas produksi saat ini untuk setiap unit pengolahan adalah sebanyak 200 kg per hari.

1) Kelemahan (Weakness)

a. Kurangnya koordinasi PPN Karangantu dengan Pemerintah Kota Serang Koordinasi antar intansi dalam merencanakan pembangunan sangat penting dilakukan supaya terjadi sinergi. Saat ini, koordinasi antara PPN Karangantu dengan Pemerintah Kota Serang masih lemah. Hal ini terbukti dari hasil pengamatan dan wawancara dimana PPN Karangantu, meskipun merupakan kawasan minapolitan, tidak mendapat perhatian yang lebih. Pemerintah Kota Serang leih memprioritaskan untuk mengembangkan industri pengolahan sate ikan bandeng dalam kemasan. Dinas Perikanan Kota Serang beralasan bahwa mengembangkan pengolahan ikan di PPN Karangantu sulit untuk dikembangkan karena higienitasnya. Bahkan, dalam rencana tata ruang yang dikeluarkan oleh Bappeda Kota Serang, PPN Karangantu tidak terdapat dalam peta pengembangan, mereka beralasan bahwa pelabuhan tersebut merupakan milik pusat dan diluar wewenang Pemerintah Kota Serang.

b. Ketidaktersediaan zona industri (lahan industri) di dalam PPN Karangantu yang terkait industri pengolahan ikan dan prasarana pendukungnya.

Terbatasnya lahan yang dimiliki oleh pengelola PPN Karangantu membuat pelabuhan perikanan ini mengalami kesulitan dalam pengembangan industri perikanan. Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa area untuk zona industri di PPN Karangantu belum tersedia, oleh karenanya perlu pengembangan lahan. Pengolah ikan yang ada saat ini terletak diluar wilayah pelabuhan perikanan dan menempati lahan milik Dinas Perhubungan Laut dan para pengusaha pengolahan ikan tidak memiliki izin hak guna usaha atas lahan tersebut. Hal ini akan menimbulkan resiko jika suatu saat Dinas Perhubungan Laut tidak mengizinkan lahannya digunakan oleh pengolah ikan, maka usaha pengolahan ikan di sekitar PPN Karangantu akan tutup. Tidak adanya lahan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pengolah ikan, membuat investor dari luar mengalami kesulitan untuk melakukan investasi pengolah ikan di PPN Karangantu.

c. Ketidaktersediaan mekanisme pelelangan ikan dalam sistem penjualan ikan hasil tangkapan.

Pengelola pelabuhan harus dapat memastikan bahwa keberlangsungan usaha baik usaha penangkapan ikan oleh nelayan, usaha perdagangan ikan maupun usaha pengolahan ikan dapat terjamin. Perlu ada mekanisme penyediaan ikan untuk pedagang ikan dan bahan baku industri. Mekanisme penyediaan ikan bahan baku pengolahan yang lainnya adalah dengan mengadakan sistem pemasaran yang mampu menarik minat nelayan baik nelayan Karangantu maupun luar Karangantu agar menjual ikan hasil tangkapannya di PPN Karangantu. Salah satu cara adalah dengan mengadakan pelelangan ikan karena pelelangan ikan (yang benar) antara lain dapat menjamin transaksi pelelangan yang jujur dan adil sehingga menguntungkan bagi nelayan penjual dan pedagang-pengolah pembeli ikan di TPI. Saat ini pelelangan ikan di PPN Karangantu sudah tidak berjalan lagi, akan tetapi pihak Dinas Perikanan Kota Serang sedang menyusun rencana agar pelelangan di PPN Karangantu segera berlangsung kembali. Nelayan di PPN Karangantu juga berharap agar pelelangan ikan di TPI PPN Karangantu dapat kembali berlangsung, terutama juga setelah pelelangan ikan di PPI Kronjo sudah tidak berlangsung. Pelelangan ikan akan menyebabkan pengolah ikan memiliki kesempatan yang sama untuk dapat membeli ikan dari pihak nelayan. Selama pelelangan ikan belum berlangsung, ikan hasil tangkapan nelayan menjadi rebutan pedagang untuk dijual kepada konsumen. d. Terikatnya nelayan oleh langgan

Langgan merupakan nama lain dari pengijon di PPN Karangantu. Langgan merupakan pihak perorangan yang mempunyai modal lebih dan seringkali meminjamkan modal melaut kepada nelayan untuk membeli perbekalan. Pembayaran utang nelayan kepada langgan dilakukan dengan menjual ikan hasil tangkapan. Dimonopolinya penjualan ikan hasil tangkapan oleh langggan sehingga pihak lain pedagnag ikan, pengolah ikan sulit untuk mendapatkan ikan hasil tangkapan untuk usahanya.

e. Belum adanya kebijakan-kebijakan operasional/teknis yang mendukung kegiatan industri pengolahan ikan.

Kebijakan mengenai kawasan minapolitan yang mengusung konsep pengembangan perikanan terpadu di pelabuhan perikaan telah ada di Kota Serang melalui Keputusan Walikota Serang Nomor : 523/Kep.116-Org/2011.

Implementasi Keputusan Walikota Serang ini baru sebatas pada minapolitan sate bandeng, sedangkan untuk lainnya seperti pengembangan perikanan tangkap dan industri lainnya masih belum terlihat. Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu yang dalam pengelolaannya merupakan milik pemerintah pusat, tampak belum ada koordinasi dengan pemerintah daerah atau sebaliknya, sehingga kebijakan tersebut tidak ada kebijakan-kebijakan turunannya yang dapat memberikan keuntungan bagi pengelolaan PPN Karangantu.

Tabel 27. Matrik IFAS Strategi pengembangan industri perikanan di PPN Karangantu, 2014

Faktor-faktor Internal Skor Bobot Nilai

Kekuatan (Strength)

(1) Kestrategisan lokasi PPN Karangantu. 3 6,8 15,8

(2) Ketersediaan jenis dan volume produksi hasil tangkapan

didaratkan di PPN Karangantu. 4 9,1 28,4

(3) Ikan hasil tangkapan yang didaratkan di PPN

Karangantu memiliki mutu yang baik. 4 8,6 36,4

(4) Ketersediaan prasarana yang terkait industri pengolahan

ikan dan pendukung kegiatan industri pengolahan ikan (pabrik es, sumber air bersih).

4 8,6 36,4

(5) Adanya visi atau kemampuan pengelola sumberdaya

manusia PPN Karangantu terhadap pengembangan PP 3 10,0 30,0

(6) Adanya pengolah ikan di sekitar PPN Karangantu 3 9,5 28,5

Subjumlah 52,6 184,1

Kelemahan (Weakness)

(1) Ketidaktersediaan lahan di dalam PPN Karangantu yang

terkait industri pengolahan ikan dan prasarana pendukungnya

3 12 36

(2) Kurangnya koordinasi PPN Karangantu dengan

pemerintah Kota Serang 2 9,5 19

(3) Ketidaktersediaan mekanisme pelelangan ikan dalam

sistem penjualan ikan hasil tangkapan 2 10 20

(4) Terikatnya nelayan oleh langgan 2 9,5 19

(5) Belum adanya kebijakan-kebijakan operasional/teknis

yang mendukung kegiatan industri pengolahan ikan. 2 6,4 12,8

Subjumlah 47,4 47,4

Jumlah 100,0 231,5

Berdasarkan faktor-faktor internal yang digambarkan diatas dan selanjutnya melalui matriks Internal Factor Analysis Summary (IFAS) kita dapat mengetahui kondisi internal potensi industri pengolahan ikan di PPN Karangantu. Matrik IFAS ini menggambarkan secara kualitatif nilai dari kekuatan dan kelemahan yang ada dalam industri perikanan.

Berdasarkan matrik IFAS (Tabel 27), terdapat enam faktor kekuatan dan tiga faktor kelemahan dalam aspek internal untuk strategi pengembangan industri perikanan di PPN Karangantu. Pada faktor kekuatan, kestrategisan lokasi PPN Karangantu dan Ketersediaan jenis dan volume produksi hasil tangkapan didaratkan di PPN Karangantu mendapat bobot terbesar karena tingkat kepentingannya dalam menarik investor untuk industri perikanan. Di sisi lain,

industri perikanan di PPN Karangantu juga memiliki kelemahan berupa tidak tersedianya lahan milik PPN Karangantu yang dapat digunakan sebagai zona industri di pelabuhan.

Analisis aspek internal pengelola pelabuhan untuk industri perikanan menghasilkan nilai sebesar 231,5. Nilai ini menunjukkan faktor internal berada pada kategori cukup (240-200) yang berarti faktor kelemahan yang dimiliki PPN Karangantu sangat dominan.

Faktor-Faktor Eksternal Pengembangan Industri Pengolahan Ikan

Faktor eksternal terdiri dari peluang yang harus dimanfaatkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dan ancaman yang merupakan faktor yang harus diatasi dalam pengembangan industri pengolahan ikan di PPN Karangantu. Faktor-faktor yang menjadi peluang dan ancaman dalam pengembangan industri pengolahan ikan di PPN Karangantu adalah sebagai berikut:

1) Peluang (Opportunity)

a. Ketersediaan pedagang ikan di luar PPN Karangantu yang memasukkan ikan ke dalam PPN Karangantu.

Adanya pedagang ikan yang mendatangkan ikan dari luar PPN Karangantu menunjukkan bahwa PPN Karangantu merupakan PP yang memiliki daya tarik bagi nelayan dan pengusaha di luar PPN Karangantu walaupun saat ini baru terdapat 3 pedagang ikan saja yang mendatangkan ikan dari PP/PPI lain untuk kebutuhan usahanya dengan total volume ikan ±2 ton per bulan. Hal ini memudahkan bagi pengusaha pengolah ikan untuk mendatangkan ikan jika kebutuhan ikan bahan baku dari PPN Karangantu tidak mencukupi.

b. Potensi pasar yang baik dari kota-kota sekitar PPN Karangantu.  Daerah wisata

Wilayah PPN Karangantu merupakan bagian dari situs Banten Lama yang merupakan komplek wisata di Propinsi Banten bersama dengan Keraton Kaibon. Berdasarkan pegamatan daerah wisata ini selalu ramai dikunjungi oleh wisatawan baik dari dalam maupun luar daerah Propinsi Banten. Kedatangan wisatawan tersebut bisa menjadi peluang pasar untuk konsumsi ikan basah (restaurant) dan ikan hasil olahan (oleh- oleh/buah tangan).

Selain merupakan bagian daerah wisata, lokasi PPN Karangantu juga memungkinkan untuk memasarkan ikan basah dan produk ikan hasil olahan ke daerah wisata lainnya seperti di Cilegon, Anyer dan Carita. Menurut pedagang ikan di PPN Karangantu, selama ini banyak permintaan dari pengusaha restauran di daerah tersebut ke pengusaha ikan segar di PPN Karangantu. Hanya karena keterbatasan produksi ikan, hal ini masih belum bisa dipenuhi. Untuk memenuhi permintaan tersebut, pedagang tersebut seringkali mendatangkan ikan dari PP/PPI dari luar PPN Karangantu seperti PPP Labuan, PPIKronjo dan PP di Jakarta.  Jarak PPN Karangantu ke sarana transportasi (pelabuhan niaga dan

Jarak PPN Karangantu yang terletak di Kota Serang ke pelabuhan niaga Merak adalah sejauh 30 km dan ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta sejauh 96,4 km dan Pelabuhan Niaga Tanjung Priok sejauh 99 km. Jarak tersebut relatif dekat dan mudah ditempuh karena kondisi jalan yang baik dan sebagian besar merupakan jalan tol. Pelabuhan merak dapat digunakan untuk mendistribusikan produk olahan ikan ke wilayah Sumatera terutama Lampung, sedangkan untuk Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan Pelabuhan Niaga Tanjung Priok dapat digunakan untuk mendistribusikan produk olahan ikan baik itu ke dalam maupun luar negeri.

 Tingkat Konsumsi ikan

Tingkat konsumsi ikan masyarakat banten adalah 28,06 kg/kapita/tahun pada tahun 2013, tingkat konsumsi ikan ini merupakan yang tertinggi di Pulau Jawa (DKP Propinsi Banten 2014). Mengingat masih sedikitnya sentra produksi perikanan di Propinsi Banten, ini menjadi peluang bagi pengusaha perikanan untuk pemenuhan kebutuhan ikan di Kota Serang dan Propinsi Banten.

c. Ketersediaan institusi penyedia sumberdaya manusia/tenaga kerja terampil yang mendukung industri pengolahan ikan.

Keberadaan Sekolah Tinggi Perikanan (STP) di Karangantu akan sangat membantu dalam penyediaan sumberdaya manusia bagi pengembangan industri perikanan di PPN Karangantu termasuk industri pengolahan ikan. Tersedianya tenaga terlatih akan memudahkan bagi pihak pengelola maupun pengusaha untuk mengembangkan industri perikanan di PPN Karangantu.

d. Telah adanya legalitas/kebijakan yang mendukung industri pengolahan ikan di PPN Karangantu.

PPN Karangantu merupakan pelabuhan perikanan yang telah ditetapkan sebagai kawasan industrialisasi perikanan, dan keputusan Kementrian Kelautan dan Perikanan ini direspon dengan baik melalui keluarnya Keputusan Walikota Serang Nomor : 523/Kep.116-Org/2011 mengenai penetapan kawasan minapolitan. Hal ini menunjukkan bahwa legalitas atau kebijakan yang mendukung industri pengolahan ikan telah ada sehingga bisa menjadi dasar hukum atas pengembangan industri pengolahan ikan di PPN Karangantu.

e. Adanya dukungan prasarana sarana untuk kegiatan pendistribusian produk hasil olahan ikan.

Peluang untuk mendistribusikan produk ikan olahan dengan mudah sangat terbuka di PPN Karangantu. Hal ini dikarenakan oleh lokasi pelabuhan ini berada relatif dekat dengan jalur kereta api Jakarta-Merak dan Rangkasbitung-Merak. Pengolah ikan asin di PPN Karangantu mengatakan bahwa setiap akhir pekan pedagang yang berasal dari Rangkasbitung sering datang ke PPN Karangantu untuk membeli ikan dengan memanfaatkan kereta api. Jarak stasiun kereta api karangantu dengan pelabuhan perikanan sekitar 5 km.

f. Ketersediaan prasarana sarana angkutan jalan darat (angkutan umum) untuk kegiatan suplai ikan dari PP/PPI luar ke dalam PPN Karangantu.

Angkutan umum yang menuju ke PPN Karangantu saat ini sudah tersedia meskipun dengan intensitas yang masih kurang. Jarak antara pasar Rau (pasar yang relatif besra di Kota Serang) dan Karangantu ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum selama 1 jam. Kendaraan umum ini hanya digunakan oleh sebagian orang, untuk pergi ke sekolah atau mengangkut barang. Sebagian besar orang di Karangantu lebih senang menggunakan kendaraan pribadi sebagai alat transportasi. Waktu operasional kendaraan umum ini masih terbatas dari pagi (jam 06.00 WIB) sampai sore hari (pukul 17.00 WIB). Adanya angkutan umum dan kereta api juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan distribusi produk baik ikan segar maupun produk ikan olahan.

2) Ancaman (Threath)

a. Ketersediaan jalan darat untuk kegiatan suplai ikan dari PP/PPI luar ke PPN Karangantu sempit dan kurang baik.

Lokasi PPN Karangantu yang strategis tidak ditunjang oleh prasarana jalan darat yang menghubungkan pelabuhan perikanan tersebut dengan jalan utama. Jalan yang tersedia berukuran panjang 25 km dengan lebar jalan 3 meter. Lebar jalan ini tidak begitu lebar jika pendistribusian menggunakan truk. Penyempitan jalur terjadi di pasar Karangantu hingga ke PPN Karangantu yang hanya dapat dilalui oleh satu kendaraan saja. Selain itu kondisi jalan yang kurang bagus bisa mengurangi minat pelaku pengolahan ikan untuk melakukan investasi di PPN Karangantu.

b. Kondisi alur pelayaran PPN Karangantu mengalami sedimentasi.

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu terletak di dalam sungai Cibanten. Alur pelayaran dari kolam pelabuhan seringkali mengalami sedimentasi. Kolam pelabuhan dan alur pelayaran PPN Karangantu pernah mengalami surut sejauh 1 km selama 2 minggu pada bulan Februari tahun 2013. Aktivitas nelayan di PPN Karangantu sangat bergantung pada pasang surut sungai yang menjadi alur pelayaran dan kolam pelabuhan. Nelayan hanya dapat pergi dan kembali melaut serta melakukan pembongkaran ikan hasil tangkapan ketika terjadi pasang. Saat air mengalami surut, maka kapal yang akan melakukan bongkar, harus menunggu hingga kondisi perairan memungkinkan untuk melakukan pembongkaran. Diperlukan pengerukan sungai dari lokasi pelabuhan ke muara sungai. Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, maka terdapat kemungkinan nelayan melakukan pembongkaran di PP/PPI yang tidak mengalami permasalah seperti ini.

Berdasarkan faktor-faktor eksternal diatas melalui matriks Eksternal Factor Analysis Summary (EFAS). Kita dapat mengetahui kondisi eksternal pengembangan industri perikanan di PPN Karangantu Matrik EFAS (Tabel 28) ini menggambarkan secara kualitatif nilai dari peluang dan ancaman yang ada dalam pengembangan industri perikanan di PPN Karangantu.

Berdasarkan tabel EFAS dibawah, terdapat tujuh peluang dan tiga ancaman yang akan dihadapi oleh pengelola pelabuhan dalam melakukan pengembangan industri perikanan di PPN Karangantu. Pada aspek peluang, potensi pasar yang baik dan telah adanya legalitas memegang peranan penting dalam pengembangan industri perikanan di PPN Karangantu. Dari sisi ancaman kondisi alur pelayaran yang mengalami sedimentasi mampu mengganggu stabilitas suplai ikan bahan

baku industri pengolahan sehingga harus mendapat perhatian yang serius dari pihak pengelola PPN Karangantu. Analisis aspek eksternal pengelola pelabuhan menghasilkan nilai sebesar 309,5. Nilai ini menunjukkan faktor eksternal pengelola PPN Karangantu berada pada kisaran cukup baik (319,7-279,7), yang berarti PPN Karangantu dapat merespon dengan baik peluang yang ada.

Tabel 28. Matrik EFAS strategi pengembangan industri perikanan di PPN Karangantu, 2014

Faktor-faktor eksternal Skor Bobot Nilai

Peluang (Oportunity)

(1) Ketersediaan pedagang ikan di luar PPN Karangantu yang memasukkan ikan ke dalam PPN Karangantu.

3 9,7 29,1

(2) Potensi pasar yang baik dari kota-kota sekitar

PPN Karangantu 4 13,9 55,6

(3) Jarak PPN Karangantu ke sarana transportasi (pelabuhan niaga dan bandara) relatif dekat dan mudah ditempuh

4 11,1 44,4

(4) Ketersediaan institusi penyedia sumberdaya manusia/tenaga kerja terampil yang mendukung industri pengolahan ikan.

4 9 36

(5) Telah adanya legalitas/kebijakan yang mendukung industri pengolahan ikan di PPN Karangantu.

4 13,9 55,6

(6) Adanya dukungan Prasarana sarana kereta api untuk kegiatan pendistribusian produk hasil olahan ikan

3 9 27

(7) Ketersediaan prasarana sarana angkutan jalan darat (angkutan umum) untuk kegiatan suplai ikan dari PP/PPI luar ke dalam PPN Karangantu

3 9 27

Subjumlah 75,6 274,7

Ancaman (Threath)

(1) Ketersediaan jalan darat untuk kegiatan suplai ikan dari PP/PPI luar ke PPN Karangantu sempit dan kurang baik.

2 10,4 20,8

(2) Kondisi alur pelayaran PPN Karangantu

Dokumen terkait