• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR

C. Penatalaksanaan

2. Strategi Terapi

a. Terapi Nonfarmakologi

1) Pasien hipertensi harus dianjurkan modifikasi gaya hidup, termasuk pengurangan berat badan jika kelebihan berat badan, melakukan diet makanan yang diambil dari DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension), diet pembatasan natrium ideal untuk 1,5 g/hari (3,8 g/hari natrium klorida), olahraga teratur, berhenti mengkonsumsi alkohol, dan berhenti merokok (Wells, et al., 2009).

2) Pada stroke iskemia akut, penanganan operasi terbatas. Operasi dekompresi dapat menyelamatkan hidup dalam kasus pembengkakan signifikan yang berhubungan dengan infark serebral. Pendekatan interdisipliner untuk penanganan stroke yang mencakup rehabilitasi awal

sangat efektif dalam pengurangan kejadian stroke dan terjadinya stroke

berulang pada pasien tertentu. Pembesaran karotid dapat efektif dalam pengurangan risiko stroke berulang pada pasien komplikasi berisiko tinggi selama endarterektomi.

3) Perdarahan subarakhnoid disebabkan oleh rusaknya aneurisme intrakranial atau cacat arteriintravena, operasi untuk memotong atau memindahkan pembuluh darah yang abnormal, penting untuk mengurangi kematian dari perdarahan. Keuntungan operasi tidak didokumentasikan dengan baik dalam kasus perdarahan intraserebral primer. Pada pasien hematoma intraserebral, insersi pada saluran pembuluh darah dengan pemantauan atau tekanan intrakranial umum dilakukan. Operasi dekompresi hematoma masih diperdebatkan sebagai penyelamat terakhir dalam kondisi terancamnya hidup (Wells, et al., 2009).

b. Terapi Farmakologi

1) Terapi farmakologi hipertensi

a) Diuretik adalah agen utama yang digunakan untuk mengontrol hipertensi pada sebagian besar pasien. Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing), sehingga volume cairan tubuh berkurang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi ringan dan berefek turunnya tekanan darah (Anonim, 2006). Empat subkelas diuretik yang digunakan adalah tiazid, loop diuretik, agen hemat kalsium, dan antagonis aldosteron. Penurunan tekanan

darah terjadi karena diuretik menyebabkan diuresis (Wells, et al., 2009).

b) Antagonis α2-pusat bekerja dengan menghambat aktifitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktifitas) (Anonim, 2006).

c) β-blocker bekerja dengan melibatkan penurunan daya pompa jantung melalui kronotropik negatif dan efek inotropik jantung dan inhibisi pelepasan renin dari ginjal. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernafasan seperti asma bronkhial (Anonim, 2006).

d) Vasodilator bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah) (Anonim, 2006).

e) Penghambat enzim pengubah angiotensin (penghambat ACE) adalah pilihan terapi kedua setelah diuretik. Penghambat ACE menghambat pembentukan angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor (Wells, et al., 2009).

f) Antagonis kalsium menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos arterial dengan cara menyekat kanal kalsium voltase tinggi, sehingga mengurangi masuknya kalsium ekstraseluler ke dalam sel. Relaksasi otot polos pada pembuluh darah menyebabkan vasodilatasi yang akhirnya menurunkan tekanan darah (Wells, et al., 2009).

g) Antagonis reseptor angiotensin II bekerja dengan menghalangi penempelan zat angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan

ringannya daya pompa jantung (Anonim, 2006). Golongan ini menyekat secara langsung reseptor angiotensin tipe 1 (AT1) yang merupakan mediator dari efek angiotensin II (Wells, et al., 2009).

2) Terapi farmakologi stroke iskemia

a) The American Heart Association/ American Stroke Association (AHA/ASA) memberikan rekomendasi hanya dua terapi farmakologi: (1) IV tissue plasminogen activator (alteplase) dalam waktu 3 jam onset; dan (2) aspirin dalam waktu 48 jam onset. Rekomendasi berbasis bukti untuk farmakoterapi stroke iskemia dapat dilihat di Tabel II.

b) Alteplase dimulai dalam waktu 3 jam onset telah terbukti mengurangi kecacatan utama akibat stroke iskemia. CT scan kepala harus diperoleh untuk mengesampingkan perdarahan sebelum memulai terapi. Pasien juga harus memenuhi kriteria inklusi dan tidak ada kriteria eksklusi (Tabel III). Dosis 0,9 mg/kg (maks 90 mg) infus IV lebih dari 1 jam setelah bolus 10% dari dosis total yang diberikan lebih dari 1 menit. Antikoagulan dan antiplatelet harus dihindari selama 24 jam, dan pasien harus dipantau ketat terkait perdarahan

Tabel II. Anjuran untuk Farmakoterapi Stroke Iskemia (Wells, et al., 2009):

Rekomendasi

Terapi akut

Alteplase 0,9 mg/kg IV (maks 90 mg) diatas 1 jam untuk pasien tertentu dalam 3 jam onset.

Aspirin 160-325 mg/hari dimulai dalam waktu 48 jam onset

Pencegahan sekunder

Nonkardioemboli

Terapi antiplatelet

Aspirin 50-325 mg/hari

Klopidogrel 75 mg/hari

Aspirin 25 mg + dipiridamol pelepasan jangka panjang 200 mg dua kali sehari Kardioemboli (terutama

fibrilasi atrial) Warfarin (INR = 2.5) Semua pasien Antihipertensi

Sebelumnya hipertensi Penghambat ACE + diuretik Sebelumnya normotensi Penghambat ACE + diuretik Dislipidemia Statin

Kadar lipid normal Statin

Tabel III. Kriteria Inklusi dan Eksklusi untuk Penggunaan Alteplase pada Stroke Iskemia Akut (Wells, et al., 2009) :

Kriteria Inklusi

Usia 18 tahun ke atas

Diagnosis klinis stroke iskemia yang disebabkan defisit neurologik Onset terjadinya simptom kurang dari 180 menit sebelum pengobatan

akan dimulai

Kriteria Eksklusi

CT scan menunjukkan perdarahan intrakranial Defisit neurologik yang cepat membaik

Secara klinik menunjukkan perdarahan subarakhnoid meskipun secara

CT scan normal

Perdarahan saluran cerna atau urin dalam waktu 21 hari Trombosit < 100,000/mm3

Penggunaan heparin 48 jam sebelumnya dan aPTT memanjang Penggunaan antikoagulan (misalnya warfarin) dan PT tinggi (> 15

detik)/INR

Operasi intrakranial, trauma kepala yang serius, atau riwayat stroke sebelumnya dalam waktu 3 bulan

Operasi besar atau trauma serius dalam 14 hari

Baru saja mendapat pungsi arteri di bagian yang tidak dapat ditekan Pungsi lumbar dalam waktu 7 hari

Sejarah perdarahan intrakranial, malformasi arteri, atau aneurisma Kejang saat onset stroke

Sedang menderita infark miokard akut

TD sistolik sebelum terapi > 185 mmHg atau TD diastolik > 110 mmHg Keterangan : aPTT, activated partial thromboplastin time; INR, international normalized ratio; PT, prothrombin time.

c) Aspirin 50-325 mg/hari dimulai antara 24 dan 48 jam setelah penggunaan alteplase juga telah terbukti mengurangi kematian dan cacat jangka panjang.

d) AHA/ASA menyarankan bahwa terapi antiplatelet sebagai landasan terapi antitrombosit untuk pencegahan sekunder stroke iskemia dan harus digunakan pada stroke nonkardioemboli. Aspirin, klopidogrel, dan kombinasi aspirin dengan dipiridamol pelepasan jangka panjang dianggap sebagai agen antiplatelet lini pertama (Tabel II). Kombinasi aspirin dan klopidogrel hanya dapat direkomendasikan pada pasien dengan stroke iskemia dan sejarah infark miokard atau penempatan stent koroner dan kemudian hanya dengan aspirin dosis sangat rendah untuk meminimalkan risiko pendarahan.

e) Warfarin adalah agen antitrombosit pilihan pertama untuk pencegahan sekunder pada pasien dengan fibrilasi atrial dan diduga kardioemboli. f) Peningkatan tekanan darah sering terjadi setelah stroke iskemia, dan

terapi yang dilakukan sangat mempengaruhi penurunan risiko terjadinya stroke ulang. JNC dan AHA/ASA merekomendasikan penghambat ACE dan diuretik untuk mengurangi tekanan darah pada pasien dengan stroke atau TIA setelah masa akut (7 hari pertama).

Antagonis reseptor angiotensin II juga telah terbukti mengurangi risiko stroke dan harus dipertimbangkan pada pasien yang tidak dapat mentoleransi penghambat ACE setelah stroke iskemia akut.

iskemia atau TIA setara dengan risiko penyakit koroner dan merekomendasikan penggunaan statin pada pasien stroke iskemia untuk mencapai kadar LDL kolesterol < 100 mg/dL.

h) Low-molecular-weight heparin atau low-dose subcutaneous unfractionated heparin disarankan untuk pencegahan trombosis vena dalam pada pasien yang dirawat dengan penurunan mobilitas karena stroke dan harus digunakan dalam semua stroke minor.

i) Penggunaan full-dose unfractionated heparin pada periode stroke akut belum terbukti secara positif dapat mempengaruhi outcome stroke, dan secara signifikan meningkatkan risiko perdarahan intraserebral

(Wells, et al., 2009).

3) Terapi farmakologi stroke hemoragi

Pada stroke hemoragi, diberikan terapi khusus meliputi :

a) Antifibrinolitik yang digunakan sebagai pencegahan kemungkinan komplikasi setelah pembedahan. Obat yang digunakan adalah asam aminokaproat 5 g dan diikuti dengan infus konstan 1-1,5 g/jam, atau dengan asam traneksamat. Obat-obat tersebut menghambat aktivasi plasminogen sehingga menstabilkan jendalan fibrin (Wibowo dan Gofir, 2001).

b) Obat untuk mencegah vasospasmus yang digunakan adalah obat antagonis selektif untuk sintesis tromboksan A2. Selain itu, juga digunakan nimodipin dan nikardipin. Keduanya berfungsi sebagai profilaksis untuk mencegah spasme dan terbukti bermanfaat selama

pengobatan akut perdarahan subarakhnoid. Penggunaan obat ini tidak dianjurkan untuk perdarahan intraserebral (Wibowo dan Gofir, 2001).

Nimodipin 60 mg setiap 4 jam harus dimulai setelah diagnosis ditegakkan dan diteruskan selama 21 hari pada semua pasien perdarahan subarakhnoid.Jika hipotensi terjadi, dapat dikelola dengan mengurangi interval pemberian dosis sampai 30 mg setiap 2 jam (dosis harian yang sama), mengurangi dosis harian total (30 mg setiap 4 jam), dan menjaga volume cairan intravaskuler (Wells, et al., 2009).

Dokumen terkait