i
INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE JULI 2008 – JUNI 2009
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Floriberta Yoaquin Intan Anantaka Honggodipuro
NIM : 068114033
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE JULI 2008 – JUNI 2009
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Floriberta Yoaquin Intan Anantaka Honggodipuro
NIM : 068114033
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
v
“Our talents are the gift that God gives to us.
What we make of our talents is our gift back to God”
(Leo Buscaglia)
Kupersembahkan sebuah karya yang sederhana ini untuk……
Bunda Maria dan Tuhan Yesus Kristus,
yang telah mencukupkan aku dan menyertaiku
dalam perjalanan hidupku,
Ayahanda Antonius Aris Honggodipuro,
yang berjuang untuk membiayai kuliahku hingga selesai
dan selalu membimbingku agar fokus pada pendidikan,
Ibunda Irene Yovita Endang Setyani,
yang selalu mengerti kondisiku, menyemangatiku,
dan memberi inspirasi hingga tercipta karya ini.
Lewat karya ini aku banyak belajar, banyak membaca,
sehingga aku bisa menjaga ibu yang juga sedang sakit
hipertensi
stroke
…..
Kakak-kakakku :
Ricke Honggodipuro, Advent Honggodipuro,
dan Fina Honggodipuro,
yang selalu ada untuk memberi semangat dan membantuku.
Saat aku lemah dan merasa tak sanggup melewati semua,
kalian ada untuk menghiburku.
vii
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Pengasih
dan Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan berkat-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Evaluasi Drug Related Problems pada Pengobatan Pasien Hipertensi dengan Komplikasi Stroke di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Juli 2008 -
Juni 2009”, ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelas Sarjana
Farmasi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Skripsi ini dapat terwujud berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Direktur Rumah Sakit Panti Rapih atas ijin yang diberikan kepada penulis
untuk melakukan penelitian;
2. Dekan Fakultas Farmasi, Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., yang telah
memberi ijin terlaksananya penelitian ini;
3. Ibu Dra. A. M. Wara Kusharwanti, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing
yang dengan sabar telah banyak meluangkan waktu, tenaga, memberi
dukungan serta segala masukan dan saran dalam penyusunan skripsi;
4. Bapak Drs. Mulyono, Apt. selaku dosen pembimbing atas waktu, kesabaran,
nasihat dan semangat dalam proses penyusunan skripsi;
5. Ibu dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK. dan Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt.
selaku dosen penguji;
viii
dalam mengumpulkan data untuk penelitian ini;
8. Bapak Antonius Aris Honggodipuro dan Ibu Irene Yovita Endang Setyani
atas doa, cinta dan kasih sayangnya serta bantuan finansial, sehingga skripsi
ini dapat selesai;
9. Saudara-saudaraku terkasih Mbak Ricke, Mas Gatot, Mas Advent, Mbak
Ester, Mbak Fina, dan Mas Tino yang selalu ada memberi dukungan dan
bantuan dalam menyelesaikan skripsi;
10. Bapak dr. Rizaldy Pinzon, Sp.S., M.Kes. yang telah memberi referensi dan
membagi pengetahuannya;
11. Semua teman Fakultas Farmasi angkatan 2006 khususnya
teman-teman FKK, terima kasih atas bantuan dan kebersamaannya;
12. Semua orang di masa lalu dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan
satu-persatu, namun telah banyak memberikan dukungan dan perhatian sampai
selesainya skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati dan terbuka, penulis
mohon sumbangan pemikiran, kritik, dan saran untuk menyempurnakannya.
Meskipun demikian, penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, terima
kasih.
Yogyakarta, 10 Juli 2010
ix
Stroke merupakan masalah kesehatan yang menjadi penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi merupakan faktor risiko utama stroke. Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif dengan menggunakan data rekam medik di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 2,63% hipertensi komplikasi
stroke terjadi pada kelompok umur 40-49 tahun; 28,95% pada kelompok umur 50-59 tahun; 34,21% pada kelompok umur 60-69 tahun; dan 34,21% pada kelompok umur 70-79 tahun. Prevalensi pada laki-laki lebih besar daripada perempuan yaitu 63,16% : 36,84%. Stroke iskemia sebanyak 68,42%, stroke hemoragi sebanyak 31,58%. Obat yang digunakan meliputi obat kardiovaskuler (100%); obat gizi dan darah (100%); obat sistem saraf pusat (76,32%); antiinfeksi (47,37%); obat skelet dan sendi (34,21%); analgesik (28,95%); obat saluran cerna (21,05%); obat saluran nafas (13,16%); obat saluran kemih (10,53%); obat hormonal (7,89%); dan sediaan topikal (7,89%).
Dari hasil evaluasi drug related problems terdapat 23 kasus DRP, yaitu 7 kasus membutuhkan obat tambahan, 12 kasus dengan pemilihan obat kurang tepat, 5 kasus dengan dosis terlalu tinggi, 7 kasus dengan efek samping obat yang tidak diinginkan dan interaksi obat, dan 1 kasus ketidaktaatan pasien. Sebanyak 95% pasien keluar dari rumah sakit dalam keadaan sudah membaik.
x
Stroke is the problem of the cause of death and major disability. Hypertension is a major risk factor for stroke. This study is a non-experimental descriptive evaluative design using a retrospective medical record data on inpatient installation Panti Rapih Hospital Yogyakarta .
The results showed as much as 2,63% hypertensive stroke complications occurred in 40-49 year age group; 28,95% in the 50-59 years age group; 34,21% in the age group 60-69 years and 34,21% in 70-79 year age group. Prevalence in men was greater than in women which were 63,16% : 36,84%. Incidence of ischemic stroke was as much as 68,42%, 31,58% of haemorrhage stroke. Drugs used in patients consist of cardiovascular drugs (100%), nutritional medicine and blood (100%); central nervous system drugs (76,32%); antiinfection (47,37%); drugs and the skeletal joints (34,21%); analgesic (28,95%), gastrointestinal drugs (21,05%); drugs respiratory tract (13,16%); drug urinary tract (10,53%); hormonal drugs (7,89 %) and topical preparations (7,89%).
From evaluation results of drug related problems, there were 23 cases with the DRP, there were 7 cases require additional medication, 12 cases with inappropriate drug selection, 5 cases with too high dosages, 7 cases with drug side effects and unwanted drug interactions, and one case of patient disobedience. As many as 95% patients left the hospital in a state of recovery.
Key words : drug related problems, hypertension, stroke
xi
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PRAKATA ... vii
INTISARI ... ix
ABSTRACT ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xviii
BAB I PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Perumusan Masalah ... 3
2. Keaslian Penelitian ... 5
3. Manfaat Penelitian ... 5
a. Manfaat teoritis ... 5
b. Manfaat praktis ... 6
B. Tujuan Penelitian ... 6
1. Tujuan Umum ... 6
xii
1. Definisi dan Klasifikasi ... 8
2. Etiologi ... 9
3. Patofisiologi ... 9
4. Faktor Risiko ... 11
5. Gambaran Klinis ... 13
6. Diagnosis ... 14
B. Stroke ... 14
1. Definisi ... 14
2. Etiologi dan Klasifikasi ... 15
3. Patofisiologi ... 17
4. Faktor Risiko ... 18
5. Gambaran Klinis ... 21
6. Diagnosis ... 22
C. Penatalaksanaan ... 23
1. Tujuan Terapi ... 23
2. Strategi Terapi ... 24
D. Drug Related Problems (DRP) ... 31
E. Keterangan Empiris ... 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 35
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 35
xiii
D. Bahan Penelitian dan Lokasi Penelitian ... 38
E. Jalannya Penelitian ... 39
F. Kesulitan ... 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42
A. Profil pasien hipertensi dengan komplikasi stroke di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih ... 42
1. Profil pasien berdasarkan umur ... 42
2. Profil pasien berdasarkan jenis kelamin ... 44
B. Profil distribusi pasien hipertensi dengan komplikasi stroke berdasarkan jenis stroke di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih ... 45
C. Profil pengobatan yang diberikan pada pasien hipertensi dengan komplikasi stroke di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih ... 45
1. Obat yang digunakan untuk penyakit pada sistem kardiovaskuler .... 47
2. Obat yang mempengaruhi gizi dan darah ... 49
3. Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat ... 50
4. Obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi ... 51
5. Obat untuk penyakit otot skelet dan sendi ... 52
6. Obat yang bekerja sebagai analgesik ... 53
7. Obat yang bekerja pada saluran pencernaan ... 54
xiv
10.Obat hormonal ... 55
11.Sediaan topikal ... 56
D.Evaluasi Drug Related Problems (DRP) yang terjadi pada penatalaksanaan terapi pasien hipertensi dengan komplikasi stroke di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih ... 56
1. Membutuhkan obat tambahan ... 57
2. Pemilihan obat kurang tepat ... 58
3. Dosis terlalu tinggi ... 60
4. Efek samping obat yang tidak diinginkan dan interaksi obat ... 61
5. Ketidaktaatan pasien ... 62
E. Outcome terapi pada pasien hipertensi dengan komplikasi stroke di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih ... 62
F. Rangkuman pembahasan ... 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66
A. Kesimpulan ... 66
B. Saran ... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 68
LAMPIRAN ... 72
xv
Tabel I. Klasifikasi Hipertensi ... 8
Tabel II. Anjuran untuk Farmakoterapi Stroke Iskemia ... 28 Tabel III. Kriteria Inklusi dan Eksklusi untuk Penggunaan Alteplase
pada Stroke Iskemik Akut ... 28
Tabel IV. Persentase Obat Kardiovaskuler yang Digunakan pada
Pasien Hipertensi Komplikasi Stroke di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Periode Juli 2008 – Juni 2009 ... 47
Tabel V. Persentase Obat Gizi dan Darah yang Digunakan pada
Pasien Hipertensi Komplikasi Stroke di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Periode Juli 2008 – Juni 2009 ... 49
Tabel VI. Persentase Obat Sistem Saraf Pusat yang Digunakan pada
Pasien Hipertensi Komplikasi Stroke di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Periode Juli 2008 – Juni 2009 ... 50
Tabel VII. Persentase Obat Infeksi yang Digunakan pada
Pasien Hipertensi Komplikasi Stroke di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Periode Juli 2008 – Juni 2009 ... 51
xvi
Periode Juli 2008 – Juni 2009 ... 52
Tabel IX. Persentase Obat Analgesik yang Digunakan pada
Pasien Hipertensi Komplikasi Stroke di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Periode Juli 2008 – Juni 2009 ... 53
Tabel X. Persentase Obat Saluran Cerna yang Digunakan pada
Pasien Hipertensi Komplikasi Stroke di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Periode Juli 2008 – Juni 2009 ... 54
Tabel XI. Persentase Obat Saluran Nafas yang Digunakan pada
Pasien Hipertensi Komplikasi Stroke di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Periode Juli 2008 – Juni 2009 ... 54
Tabel XII. Persentase Obat Saluran Kemih yang Digunakan pada
Pasien Hipertensi Komplikasi Stroke di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Periode Juli 2008 – Juni 2009 ... 55
Tabel XIII. Persentase Obat Hormonal yang Digunakan pada Pasien
Hipertensi Komplikasi Stroke di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rapih Periode Juli 2008 – Juni 2009 ... 56
xvii
Periode Juli 2008 – Juni 2009 ... 56
Tabel XV. Persentase Kasus DRP yang Terjadi pada Pasien Hipertensi
Komplikasi Stroke di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
xviii
Gambar 1. Perbedaan Stroke Hemoragi dan Stroke Iskemia ... 16 Gambar 2. Distribusi Pasien Hipertensi Komplikasi Stroke Berdasarkan
Umur di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Periode Juli 2008 – Juni 2009 ... 43
Gambar 3. Distribusi Pasien Hipertensi Komplikasi Stroke Berdasarkan Jenis Kelamin di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Periode Juli 2008 – Juni 2009 ... 44
Gambar 4. Distribusi Pasien Hipertensi Komplikasi Stroke Berdasarkan Jenis Stroke di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Periode Juli 2008 – Juni 2009 ... 45
Gambar 5. Diagram Kelas Terapi Obat yang Digunakan pada Pasien
Hipertensi Komplikasi Stroke di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rapih Periode Juli 2008 – Juni 2009 ... 46
Gambar 6. Distribusi Pasien Hipertensi Komplikasi Stroke Berdasarkan Outcome Terapi di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rapih Periode Juli 2008 – Juni 2009 ... 63
1
A. Latar Belakang
Stroke merupakan kedaruratan medis akibat kerusakan neurologik karena adanya gangguan akut aliran darah otak akibat terjadinya oklusi (penyumbatan)
atau terjadinya perdarahan pada stroke hemoragi (Wibowo dan Gofir, 2001). Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan yang utama di Indonesia (Anonim, 1999).
Angka kecacatan stroke umumnya lebih tinggi dari angka kematian, perbandingan antara cacat dan mati dari penderita stroke adalah 4 : 1. Penderita stroke
menunjukkan kenaikan setiap tahunnya. Hasil SKRT Indonesia melaporkan
bahwa proporsi stroke di rumah sakit di 27 propinsi dari tahun 1984 sampai dengan 1986 meningkat, yaitu 0,72 per 100 penderita pada 1984, naik menjadi
0,89 per 100 penderita pada tahun 1986. Dilaporkan pula bahwa prevalensi stroke
pada tahun 1996 adalah 35,6 per 100.000 penduduk (Lumbantobing, 1996;
Lamsudin, 1998).
Insidensi stroke di Amerika Serikat yaitu ± 700.000 pertahunnya dan merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung koroner dan
kanker (Gorelick, 1995; Caplan, 2000), sedangkan di Indonesia menduduki
utama terjadinya kelumpuhan (Kofler, 2008).
Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa hipertensi merupakan
faktor risiko stroke yang sangat signifikan. Penelitian di beberapa negara ASEAN memperlihatkan bahwa 50-70% kasus stroke berhubungan dengan hipertensi. Hipertensi akan meningkatkan risiko perdarahan sebesar 2,8 kali
(Venketasubramanian, 1998). Hal serupa juga terjadi pada penelitian Suarez yang
menunjukkan bahwa pada penderita stroke, hipertensi ditemukan pada 74,8% kasus. Penelitian Pinzon, dkk. menunjukkan bahwa dari 1.162 pasien stroke, hipertensi dijumpai pada 88,2% pasien stroke. Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah arteri. Prevalensi hipertensi di seluruh dunia
diperkirakan antara 15-20%. Data WHO tahun 2000 menunjukkan bahwa
sebanyak 972 juta (26,4%) penghuni bumi menderita hipertensi. Angka ini terus
meningkat tajam, diprediksikan oleh WHO pada tahun 2025 nanti sekitar 29,2%
orang dewasa di seluruh dunia menderita hipertensi (Anonim, 2006).
Hipertensi merupakan penyakit yang dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Jika dibiarkan lebih lama maka hipertensi ini
dapat menyebabkan tekanan yang lebih besar pada dinding pembuluh darah
sehingga dinding pembuluh darah akan mudah pecah dan terjadilah stroke. Penyakit ini harus diterapi dengan baik mengingat tingginya tingkat kematian
yang diakibatkannya. Penatalaksanaan terapi pada pasien hipertensi komplikasi
kronis yang pengobatannya seumur hidup. Jika obat tidak diminum, tekanan akan
kembali naik. Banyak pasien berhenti meminum obat ketika mereka tidak lagi
merasakan gejala hipertensi, selain karena mereka khawatir efek samping akibat
pemakaian obat kimia secara terus-menerus. Padahal pemakaian obat
antihipertensi secara teratur sangat penting untuk mencegah terjadinya stroke. Dari survei yang telah dilakukan, hipertensi dengan komplikasi stroke
adalah salah satu dari sepuluh penyakit terbanyak yang ditemukan di Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta. Penelitian evaluasi drug related problems dilakukan di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih karena penyakit ini merupakan
penyakit yang kompleks sehingga potensial terjadi DRP, baik karena tekanan
darah yang tidak terkendali maupun karena pada pasien hipertensi komplikasi
stroke morbiditas dan mortalitasnya tinggi sehingga memerlukan intervensi farmakologi dengan obat yang banyak. Drug related problems terjadi kira-kira sepertiga bagian yang berkaitan dengan pasien rawat inap (Anonim, 1995).
Adanya DRP yang terjadi dalam pengobatan akan merugikan pasien. Drug related problems mengakibatkan penurunan kualitas hidup pasien, meningkatkan biaya pengobatan yang dikeluarkan pasien, serta meningkatkan rata-rata angka kematian
pada pasien (Nguyen, 2000).
1. Perumusan Masalah
Masalah yang dapat dirumuskan mengenai evaluasi drug related problems pada pengobatan pasien hipertensi dengan komplikasi stroke di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli 2008 - Juni 2009
a. bagaimana profil pasien hipertensi dengan komplikasi stroke yang meliputi distribusi kelompok umur dan jenis kelamin di instalasi rawat inap Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli 2008 - Juni 2009?
b. bagaimana profil distribusi pasien hipertensi dengan komplikasi stroke
berdasarkan jenis stroke di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli 2008 - Juni 2009?
c. bagaimana profil pengobatan yang diberikan pada pasien hipertensi dengan
komplikasi stroke yang meliputi kelas terapi, golongan obat dan jenis obat di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli
2008 - Juni 2009?
d. apakah ada Drug Related Problems (DRP) yang terjadi pada penatalaksanaan terapi pasien hipertensi dengan komplikasi stroke di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli 2008
- Juni 2009 meliputi :
1) membutuhkan obat tambahan (need for additional drug therapy)? 2) mendapat obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy)? 3) pemilihan obat kurang tepat (wrong drug)?
4) dosis terlalu rendah (dosage too low)? 5) dosis terlalu tinggi (dosage too high)?
6) adanya efek samping obat yang tidak diinginkan (adverse drug reaction) dan interaksi obat (drug interaction)?
7) ketidaktaatan pasien (uncompliance) (Cipolle, et al., 1998)?
stroke di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli 2008 - Juni 2009?
2. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran pustaka yang telah dilakukan oleh penulis,
penelitian mengenai evaluasi drug related problems pada pengobatan pasien hipertensi dengan komplikasi stroke di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli 2008 - Juni 2009 ini belum pernah dilakukan.
Penelitian yang telah dilakukan dan terkait dengan penelitian ini adalah :
a. Evaluasi Drug Related Problems pada Pengobatan Pasien Stroke di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005, oleh
Krismayanti (2007).
b. Evaluasi Penatalaksanaan Terapi Pasien Diabetes Mellitus dengan
Komplikasi Stroke di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Tahun 2005, oleh Widyastuti (2007).
Penelitian ini sangat terkait dengan penelitian-penelitian sebelumnya.
Penelitian yang pernah dilakukan yaitu mengidentifikasi terjadinya drug related problems pada stroke tanpa penyakit lain, sedangkan penelitian ini mengevaluasi
drug related problems pada pasien hipertensi dengan komplikasi stroke. Selain itu penelitian ini juga berbeda dalam hal subjek penelitian dan waktu pelaksanaan
penelitian.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
informasi tentang drug related problems pada pengobatan pasien hipertensi dengan komplikasi stroke.
b. Manfaat praktis
Manfaat praktis penelitian ini yaitu bagi pihak Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta dapat dimanfaatkan sebagai evaluasi dan bahan masukan dalam
meningkatkan pelayanan kesehatan.
A. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Tujuan Umum
Untuk mengevaluasi drug related problems pada pengobatan pasien hipertensi dengan komplikasi stroke di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli 2008 - Juni 2009.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui profil pasien hipertensi dengan komplikasi stroke yang meliputi distribusi umur dan jenis kelamin di instalasi rawat inap Rumah
Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli 2008 - Juni 2009.
b. Untuk mengetahui profil distribusi pasien hipertensi dengan komplikasi
stroke berdasarkan jenis stroke di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli 2008 - Juni 2009?
c. Untuk mengetahui profil pengobatan yang diberikan pada pasien hipertensi
periode Juli 2008 - Juni 2009.
d. Untuk mengetahui seperti apa Drug Related Problems (DRP) yang terjadi pada penatalaksanaan terapi pasien hipertensi dengan komplikasi stroke di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli 2008
- Juni 2009.
e. Untuk mengetahui seperti apakah outcome terapi pada pasien hipertensi dengan komplikasi stroke di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli 2008 - Juni 2009.
8
A. Hipertensi
1. Definisi dan Klasifikasi
a. Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya risiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal (Anonim, 2007).
b. The Seventh Report of the Joint National Committee on the Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) mengklasifikasikan hipertensi seperti ditunjukkan pada tabel I.
Tabel I. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Prehipertensi 120 – 139 atau 80 – 89 Hipertensi tingkat 1 140 – 159 atau 90 – 99 Hipertensi tingkat 2 ≥ 160 atau ≥ 100
c. Pasien dengan tekanan darah diastolik < 90 mmHg dan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dipisahkan sebagai hipertensi sistolik.
1. Etiologi
a. Hipertensi primer (90 – 95%) : tidak diketahui penyebabnya. b. Hipertensi sekunder (5 – 10 %), disebabkan :
1) Beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah;
2) Penyakit ginjal;
3) Kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB); 4) Feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan
hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin);
5) Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), stres, alkohol atau garam dalam makanan;
6) Stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu, jika stres telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali normal (Anonim, 2007).
2. Patofisiologi
dan penyempitan pembuluh darah aorta. Beberapa obat yang dapat meningkatkan TD meliputi kortikosteroid, estrogen, obat-obat anti inflamasi non steroid (OAINS), amfetamin, sibutramin, siklosforin, takrolimus, eritropoietin, dan venlafaxin.
b. Beberapa faktor yang dapat berkontribusi pada pengembangan hipertensi primer, meliputi:
1) Kelainan humoral melibatkan sistem renin-angiotensin-aldosteron, hormon natriuretik, atau hiperinsulinemia;
2) Gangguan patologis di sistem saraf pusat, serabut saraf otonom, reseptor adrenergik, atau baroreseptor;
3) Kelainan baik di dalam ginjal maupun jaringan proses autoregulatory
terhadap ekskresi natrium, volume plasma, dan penyempitan arteriolar; 4) Kekurangan sintesis lokal zat vasodilator dalam endotelium vaskuler,
seperti prostasiklin, bradikinin, dan nitrat oksida, atau peningkatan produksi zat-zat seperti vasokonstriktor angiotensin II dan endothelin I; 5) Asupan natrium yang tinggi dan meningkatnya sirkulasi hormon
penghambat natriuretik pada transport natrium intraseluler, mengakibatkan peningkatan reaktivitas vaskuler dan peningkatan tekanan darah; dan
6) Peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler, yang menyebabkan otot polos vaskuler mengubah fungsi dan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer.
serebrovaskuler, penyakit kardiovaskuler, dan gagal ginjal. Probabilitas kematian dini berkorelasi dengan keparahan tingginya tekanan darah (Wells,
et al., 2009).
3. Faktor Risiko
Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan antara lain : a. Umur
Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur, disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai akibatnya adalah meningkatnya tekanan darah sistolik (Anonim, 2006). Oleh karena itu semakin bertambah usia seseorang, maka risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar.
b. Jenis kelamin
Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan wanita. Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Bahkan setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal. Penelitian di Indonesia yang lebih tinggi terdapat pada wanita.
c. Keturunan (genetik)
Faktor risiko yang dapat dikendalikan antara lain : a. Obesitas
Kaitan erat antara kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan darah telah dilaporkan pada beberapa studi. Berat badan dan indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk penderita hipertensi pada orang-orang gemuk lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang yang badannya normal.
b. Psikososial dan stres
Stres atau ketegangan jiwa dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah meningkat. Jika stres berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag.
c. Merokok
untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri. d. Alkohol
Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun, diduga peningkatan kadar kortisol, dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam menaikkan tekanan darah.
e. Konsumsi garam berlebihan
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
f. Dislipidemia
Kelainan metabolisme lipid (lemak) yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan/ atau penurunan kadar kolesterol HDL dalam darah. Kolesterol merupakan faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan peningkatan tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat (Anonim, 2006).
4. Gambaran Klinis
b. Pasien dengan hipertensi primer biasanya diawali asimtomatik.
c. Pasien dengan hipertensi sekunder mungkin mengeluhkan gejala gangguan yang mendasarinya. Pasien dengan feokromositoma mungkin memiliki riwayat sakit kepala paroksimal, berkeringat, takikardia, palpitasi, dan hipotensi ortostatik. Pada aldosteronisme primer, gejala hipokalemia dapat terjadi seperti kram dan kelemahan otot. Pasien dengan hipertensi sekunder untuk Sindrom Cushing mungkin mengeluhkan berat badan, poliuria, edema, haid tidak teratur, jerawat berulang, atau kelemahan otot (Wells, et al., 2009).
5. Diagnosis
Tekanan darah diukur setelah seseorang duduk/ berbaring 5 menit. Apabila pertama kali diukur ternyata tinggi (> 140/90 mmHg) maka pengukuran diulang 2 kali pada 2 hari berikutnya untuk meyakinkan adanya hipertensi (Anonim, 2007).
A. Stroke
1. Definisi
Stroke atau disebut juga dengan CVD (cerebrovascular disease), dahulu orang menyebutnya CVA (cerebrovascular accidence) (Riyanto, 1984) merupakan kedaruratan medis akibat kerusakan neurologik karena adanya gangguan akut aliran darah otak akibat terjadinya oklusi (penyumbatan) atau terjadinya perdarahan pada stroke hemoragi (Wibowo dan Gofir, 2001). Stroke
peringatan dapat sembuh dengan cacat atau kematian akibat gangguan aliran darah ke otak karena perdarahan ataupun non perdarahan (Junaidi, 2004).
2. Etiologi dan Klasifikasi
Menurut Fagan dan Hess (2005), klasifikasi stroke berdasarkan mekanismenya dibagi menjadi dua, yaitu iskemia dan hemoragi (masing-masing 88% dan 12%, berdasarkan semua laporan stroke dari American Heart Association tahun 2003). Stroke iskemia disebabkan oleh aterotrombosis atau emboli yang mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah arteri ke otak. Aterosklerosis adalah faktor penyebab sebagian besar kasus stroke iskemia, walaupun 30% adalah kriptogenik. Emboli bisa muncul baik dari intra atau ekstrakranial arteri (termasuk lengkung aorta) maupun seperti yang terjadi pada 20% dari seluruh kasus stroke iskemia, jantung. Emboli kardiogenik diduga dapat terjadi jika pasien menderita atrial fibrilasi, penyakit katup jantung, atau kondisi jantung lainnya yang dapat menyebabkan pembentukan gumpalan (Wibowo dan Gofir, 2001). Berdasarkan perjalanan klinisnya, stroke iskemia dikelompokkan menjadi:
a. Trancient ischemic attack (TIA), serangan stroke sementara yang
berlangsung kurang dari 24 jam.
b. Reversible ischemic neurologic deficit (RIND) yaitu gejala neurologis yang akan menghilang antara > 24 jam sampai dengan 21 hari.
d. Completed stroke yaitu kelainan neurologis yang sudah menetap dan tidak berkembang lagi (Junaidi, 2004).
Sedangkan stroke hemoragi terdiri dari hemoragi subarakhnoid, hemoragi intraserebral, dan hematoma subdural. Hemoragi subarakhnoid terjadi ketika darah memasuki ruang subarakhnoid (dimana cairan serebrospinal ditempatkan) baik karena trauma, pecahnya suatu aneurisma intrakranial, maupun pecahnya arteriovenosa malformasi. Sebaliknya, hemoragi intraserebral terjadi bila pembuluh darah pecah di dalam otak parenkima itu sendiri, sehingga terbentuk hematom. Jenis perdarahan ini sering dikaitkan dengan tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol dan kadang-kadang dengan antitrombotik atau terapi trombolitik. Hematoma subdural merujuk pada menumpuknya darah di bawah dura (yang menutupi otak), dan hal ini paling sering disebabkan oleh trauma.
Stroke hemoragi, walaupun jarang tetapi secara signifikan lebih mematikan daripada stroke iskemia (dua sampai enam kali lebih tinggi). Stroke iskemia terjadi karena pembentukan trombus lokal atau fenomena emboli, mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah arteri otak (Fagan dan Hess, 2005).
3. Patofisiologi
Patofisiologi stroke dibedakan menurut jenis stroke, yaitu stroke iskemia dan stroke hemoragi.
a. Stroke iskemia
Nilai normal cerebral blood flow adalah 50-60 ml/100 g/menit dengan rata-rata tekanan darah arteri 50-150 mmHg. Pembuluh darah akan melebar dan menyempit dengan adanya perubahan tekanan darah yang disebut cerebral autoregulation (Fagan dan Hess, 2005). Batas atas tekanan darah sistemik yang masih dapat ditanggulangi adalah 220/110-120 mmHg (Haryono, 2002).
berakibat terjadinya oxidative stress. Oxidative stress dan aktivasi fosfolipase A2 akan menyebabkan kematian neuron. Neuron yang mati ini akan direspon oleh jaringan dengan cara menghasilkan NOS kembali sehingga akan menyebabkan lebih banyak lagi neuron yang mati disebut infark (Junaidi, 2004). Jika gangguan CBF masih antara 15-30 ml/100 mg/menit, keadaan iskemia masih dapat dipulihkan jika terapi dilakukan sejak awal (Wibowo dan Gofir, 2001).
b. Stroke hemoragi
Stroke hemoragi (perdarahan) disebabkan oleh perdarahan pada arteri
serebral. Darah yang keluar dari pembuluh arteri masuk ke jaringan otak parenkima sehingga terjadi hematom. Hematom menyebabkan tekanan tinggi intrakranial. Keadaan ini terjadi pada perdarahan intrakranial atau intraserebral. Tekanan tinggi intrakranial (TTIK) menyebabkan terjadinya hipertensi. Semakin tinggi tekanan intrakranial maka semakin parah hipertensi yang terjadi. Oleh karena itu, pada stroke perdarahan intraserebral biasanya disertai hipertensi maligna. Jika darah dari sistem pembuluh darah masuk ke rongga subarakhnoid terjadi perdarahan subarakhnoid sekunder. Jika sumber perdarahan berasal dari rongga subarakhnoid maka akan terjadi perdarahan subarakhnoid primer (Junaidi, 2004; Fagan dan Hess, 2005).
4. Faktor risiko
yang dapat dikendalikan sehingga dapat mengurangi risiko terkena stroke. a. Usia
Usia merupakan faktor risiko yang penting bagi terjadinya serangan stroke. Semakin tua seseorang, fungsi organ tubuhnya akan mengalami kemunduran sehingga kemungkinan untuk terkena serangan stroke lebih besar (Harsono, 1994).
b. Jenis kelamin
Penelitian terbaru tentang pola stroke di tujuh negara ASEAN menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak terkena stroke dibanding perempuan dengan perbandingan 55% laki-laki dan 45% perempuan. Untuk semua tingkat usia, lebih banyak perempuan yang meninggal akibat stroke dibandingkan laki-laki (Misbach, 2001).
c. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel-sel otak akan mengalami kematian. Dari berbagai penelitian diperoleh bukti yang jelas bahwa pengendalian hipertensi dapat menurunkan angka kejadian stroke (Harsono, 1994).
d. Diabetes mellitus
mempersempit lubang pembuluh darah dan mengganggu kelancaran aliran darah ke otak, yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian sel-sel otak (Harsono,1994).
e. Penyakit jantung
Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke di kemudian hari. Faktor risiko ini pada umumnya akan menimbulkan embolus yaitu sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepas gumpalan darah, sel-sel atau jaringan yang telah mati ke dalam aliran darah (Harsono, 1994).
f. Gangguan peredaran darah sepintas (Trancient ischemic attack/ TIA)
Gangguan peredaran darah sepintas dapat didefinisikan sebagai defisit neurologik yang timbul secara mendadak sebagai akibat gangguan peredaran darah setempat di otak, yang pulih dalam waktu 24 jam. Semakin sering seseorang mengalami gangguan peredaran darah sepintas ini maka kemungkinan untuk mengalami stroke semakin besar (Wibowo dan Gofir, 2001).
g. Dislipidemia
empedu, jadi semakin tinggi HDL maka nilai kolesterol akan rendah karena semakin banyak HDL yang membawa kolesterol ke hati dan diubah menjadi asam empedu. LDL mengangkut sebagian besar kolesterol darah dari hati ke jaringan. Kolesterol yang telah dioksidasi oleh radikal bebas (oksi-LDL) dapat mengendap pada dinding pembuluh dan mengakibatkan aterosklerosis (Harsono, 1994). Peristiwa aterosklerosis dapat menyebabkan terjadinya
stroke dan dapat dicegah dengan menurunkan LDL. h. Merokok
Merokok merupakan faktor risiko utama terjadinya infark jantung terutama pada laki-laki. Perokok mempunyai faktor risiko dua kali lipat dibandingkan yang bukan perokok untuk mengalami penyakit jantung koroner yang dapat menyebabkan kematian mendadak maupun stroke (Thomas, 1988). Karbonmonoksida dalam asap rokok mengikat hemoglobin lebih cepat dan lebih kuat daripada oksigen, akibatnya penyerapan oksigen di paru-paru sangat berkurang. Tembakau dalam rokok mengandung nikotin yang memperkuat kerja jantung dan menciutkan arteri kecil sehingga sirkulasi darah berkurang dan tekanan darah meningkat (Tjay dan Rahardja, 2002).
5. Gambaran klinis
Secara umum gambaran klinis yang sering dijumpai pada penderita
stroke akut adalah sebagai berikut :
a. Hemiparesis yaitu pasien akan mengalami kelemahan pada salah satu bagian tubuh.
c. Aphagia yaitu kehilangan kemampuan untuk menelan
d. Hemianopsia yaitu penglihatan terganggu yaitu penglihatan gelap atau ganda sesaat.
e. Vertigo yaitu pusing yang menetap dan terjatuh (Fagan dan Hess, 2005).
6. Diagnosis
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil pemeriksaan fisik. Perjalanan penyakit yang dimaksud adalah riwayat penyakit pasien sedangkan pemeriksaan fisik berfungsi untuk membantu menentukan lokasi kerusakan otak. Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain :
a. Pemeriksaan neurologis, meliputi : Glasgow Coma Scale (GCS), respon pupil, denyut nadi, tekanan darah, frekuensi pernafasan, dan suhu (Junaidi, 2004).
b. Pemeriksaan rutin, meliputi : jumlah sel darah total (full blood count): hemoglobin, hematokrit, eritrosit, lekosit, hitung jenis lekosit, trombosit, waktu perdarahan dan waktu pembekuan, laju endap darah, glukosa darah sewaktu, glukosa darah puasa, glukosa darah 2 jam setelah makan, kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida; urea, protein darah, asam urat, kreatinin, fungsi hati, urin lengkap; elektrolit (bila perlu); foto thorax; tes serologik untuk sifilis, AIDS, TBC, autoimun, dan lain-lain (Junaidi, 2004). c. Computerized Tomography scanning (CT scan) dapat memperlihatkan area
al., 2009).
d. Angiografi, dilakukan pada pembuluh darah di otak yang mengalami ruptur jika perdarahan yang terjadi berasal dari aneurisme dan malformasi pembuluh arteriovenous (Anonim, 2005).
e. Magnetic Resonance Imaging (MRI), peka terhadap iskemia dengan resolusi yang lebih tinggi dan lebih awal daripada CT scan. Diffusion-weighted
imaging akan mengungkapkan infark yang berkembang dalam beberapa
menit (Wells, et al., 2009).
f. Karotis Doppler akan memperlihatkan apakah terdapat stenosis tingkat tinggi di arteri karotis (Wells, et al., 2009).
g. Electrocardiography (ECG), akan memperlihatkan apakah terjadi atrial fibrilasi (Wells, et al., 2009).
h. Transthoracic ECG dapat mendeteksi gerakan dinding katup atau kelainan yang merupakan sumber emboli ke otak (Wells, et al., 2009).
i. Transesophageal ECG merupakan tes yang lebih sensitif untuk trombus atrium kiri. Hal ini juga efektif dalam memeriksa lengkung aorta untuk ateroma, sumber potensial lain terjadinya emboli (Wells, et al., 2009).
j. Transkranial Doppler dapat mendeteksi adanya sklerosis intrakranial (misalnya, stenosis arteri serebral tengah) (Wells, et al., 2009).
C. Penatalaksanaan
1. Tujuan Terapi
a. mencapai target nilai tekanan darah, yaitu :
1) ≤ 160-180/90-100 mmHg untuk pasien yang tidak memiliki riwayat hipertensi sebelumnya, dan
2) ≤ 180/100-105 mmHg untuk pasien yang telah memiliki riwayat hipertensi sebelumnya (Hacke, 2003).
b. menurunkan angka kematian dan kecacatan jangka panjang;
c. mengurangi luka sistem saraf yang sedang berlangsung serta menurunkan angka mortalitas dan cacat jangka panjang;
d. mencegah komplikasi sekunder untuk imobilitas dan disfungsi sistem saraf; dan
e. mencegah berulangnya stroke (Wells, et al., 2009).
2. Strategi Terapi
a. Terapi Nonfarmakologi
1) Pasien hipertensi harus dianjurkan modifikasi gaya hidup, termasuk pengurangan berat badan jika kelebihan berat badan, melakukan diet makanan yang diambil dari DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension), diet pembatasan natrium ideal untuk 1,5 g/hari (3,8 g/hari natrium klorida), olahraga teratur, berhenti mengkonsumsi alkohol, dan berhenti merokok (Wells, et al., 2009).
sangat efektif dalam pengurangan kejadian stroke dan terjadinya stroke
berulang pada pasien tertentu. Pembesaran karotid dapat efektif dalam pengurangan risiko stroke berulang pada pasien komplikasi berisiko tinggi selama endarterektomi.
3) Perdarahan subarakhnoid disebabkan oleh rusaknya aneurisme intrakranial atau cacat arteriintravena, operasi untuk memotong atau memindahkan pembuluh darah yang abnormal, penting untuk mengurangi kematian dari perdarahan. Keuntungan operasi tidak didokumentasikan dengan baik dalam kasus perdarahan intraserebral primer. Pada pasien hematoma intraserebral, insersi pada saluran pembuluh darah dengan pemantauan atau tekanan intrakranial umum dilakukan. Operasi dekompresi hematoma masih diperdebatkan sebagai penyelamat terakhir dalam kondisi terancamnya hidup (Wells, et al., 2009).
b. Terapi Farmakologi
1) Terapi farmakologi hipertensi
darah terjadi karena diuretik menyebabkan diuresis (Wells, et al., 2009).
b) Antagonis α2-pusat bekerja dengan menghambat aktifitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktifitas) (Anonim, 2006).
c) β-blocker bekerja dengan melibatkan penurunan daya pompa jantung melalui kronotropik negatif dan efek inotropik jantung dan inhibisi pelepasan renin dari ginjal. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernafasan seperti asma bronkhial (Anonim, 2006).
d) Vasodilator bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah) (Anonim, 2006).
e) Penghambat enzim pengubah angiotensin (penghambat ACE) adalah pilihan terapi kedua setelah diuretik. Penghambat ACE menghambat pembentukan angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor (Wells, et al., 2009).
f) Antagonis kalsium menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos arterial dengan cara menyekat kanal kalsium voltase tinggi, sehingga mengurangi masuknya kalsium ekstraseluler ke dalam sel. Relaksasi otot polos pada pembuluh darah menyebabkan vasodilatasi yang akhirnya menurunkan tekanan darah (Wells, et al., 2009).
ringannya daya pompa jantung (Anonim, 2006). Golongan ini menyekat secara langsung reseptor angiotensin tipe 1 (AT1) yang merupakan mediator dari efek angiotensin II (Wells, et al., 2009).
2) Terapi farmakologi stroke iskemia
a) The American Heart Association/ American Stroke Association (AHA/ASA) memberikan rekomendasi hanya dua terapi farmakologi:
(1) IV tissue plasminogen activator (alteplase) dalam waktu 3 jam
onset; dan (2) aspirin dalam waktu 48 jam onset. Rekomendasi berbasis bukti untuk farmakoterapi stroke iskemia dapat dilihat di Tabel II.
b) Alteplase dimulai dalam waktu 3 jam onset telah terbukti mengurangi kecacatan utama akibat stroke iskemia. CT scan kepala harus
diperoleh untuk mengesampingkan perdarahan sebelum memulai
terapi. Pasien juga harus memenuhi kriteria inklusi dan tidak ada
kriteria eksklusi (Tabel III). Dosis 0,9 mg/kg (maks 90 mg) infus IV
lebih dari 1 jam setelah bolus 10% dari dosis total yang diberikan
lebih dari 1 menit. Antikoagulan dan antiplatelet harus dihindari
selama 24 jam, dan pasien harus dipantau ketat terkait perdarahan
Tabel II. Anjuran untuk Farmakoterapi Stroke Iskemia (Wells, et al., 2009):
Rekomendasi
Terapi akut
Alteplase 0,9 mg/kg IV (maks 90 mg) diatas 1 jam untuk pasien tertentu dalam 3 jam onset.
Aspirin 160-325 mg/hari dimulai dalam waktu 48 jam onset
Pencegahan sekunder
Nonkardioemboli
Terapi antiplatelet
Aspirin 50-325 mg/hari
Klopidogrel 75 mg/hari
Aspirin 25 mg + dipiridamol pelepasan jangka panjang 200 mg dua kali sehari Kardioemboli (terutama
fibrilasi atrial) Warfarin (INR = 2.5) Semua pasien Antihipertensi
Sebelumnya hipertensi Penghambat ACE + diuretik Sebelumnya normotensi Penghambat ACE + diuretik Dislipidemia Statin
Kadar lipid normal Statin
Tabel III. Kriteria Inklusi dan Eksklusi untuk Penggunaan Alteplase pada Stroke Iskemia Akut (Wells, et al., 2009) :
Kriteria Inklusi
− Usia 18 tahun ke atas
− Diagnosis klinis stroke iskemia yang disebabkan defisit neurologik − Onset terjadinya simptom kurang dari 180 menit sebelum pengobatan
akan dimulai
Kriteria Eksklusi
− CT scan menunjukkan perdarahan intrakranial − Defisit neurologik yang cepat membaik
− Secara klinik menunjukkan perdarahan subarakhnoid meskipun secara
CT scan normal
− Perdarahan saluran cerna atau urin dalam waktu 21 hari − Trombosit < 100,000/mm3
− Penggunaan heparin 48 jam sebelumnya dan aPTT memanjang − Penggunaan antikoagulan (misalnya warfarin) dan PT tinggi (> 15
detik)/INR
− Operasi intrakranial, trauma kepala yang serius, atau riwayat stroke sebelumnya dalam waktu 3 bulan
− Operasi besar atau trauma serius dalam 14 hari
− Baru saja mendapat pungsi arteri di bagian yang tidak dapat ditekan − Pungsi lumbar dalam waktu 7 hari
− Sejarah perdarahan intrakranial, malformasi arteri, atau aneurisma − Kejang saat onset stroke
− Sedang menderita infark miokard akut
c) Aspirin 50-325 mg/hari dimulai antara 24 dan 48 jam setelah penggunaan alteplase juga telah terbukti mengurangi kematian dan
cacat jangka panjang.
d) AHA/ASA menyarankan bahwa terapi antiplatelet sebagai landasan terapi antitrombosit untuk pencegahan sekunder stroke iskemia dan
harus digunakan pada stroke nonkardioemboli. Aspirin, klopidogrel,
dan kombinasi aspirin dengan dipiridamol pelepasan jangka panjang
dianggap sebagai agen antiplatelet lini pertama (Tabel II). Kombinasi aspirin dan klopidogrel hanya dapat direkomendasikan pada pasien
dengan stroke iskemia dan sejarah infark miokard atau penempatan
stent koroner dan kemudian hanya dengan aspirin dosis sangat rendah
untuk meminimalkan risiko pendarahan.
e) Warfarin adalah agen antitrombosit pilihan pertama untuk pencegahan sekunder pada pasien dengan fibrilasi atrial dan diduga kardioemboli. f) Peningkatan tekanan darah sering terjadi setelah stroke iskemia, dan
terapi yang dilakukan sangat mempengaruhi penurunan risiko
terjadinya stroke ulang. JNC dan AHA/ASA merekomendasikan penghambat ACE dan diuretik untuk mengurangi tekanan darah pada
pasien dengan stroke atau TIA setelah masa akut (7 hari pertama).
Antagonis reseptor angiotensin II juga telah terbukti mengurangi risiko stroke dan harus dipertimbangkan pada pasien yang tidak dapat
mentoleransi penghambat ACE setelah stroke iskemia akut.
iskemia atau TIA setara dengan risiko penyakit koroner dan
merekomendasikan penggunaan statin pada pasien stroke iskemia
untuk mencapai kadar LDL kolesterol < 100 mg/dL.
h) Low-molecular-weight heparin atau low-dose subcutaneous unfractionated heparin disarankan untuk pencegahan trombosis vena
dalam pada pasien yang dirawat dengan penurunan mobilitas karena
stroke dan harus digunakan dalam semua stroke minor.
i) Penggunaan full-dose unfractionated heparin pada periode stroke akut belum terbukti secara positif dapat mempengaruhi outcome stroke,
dan secara signifikan meningkatkan risiko perdarahan intraserebral
(Wells, et al., 2009).
3) Terapi farmakologi stroke hemoragi
Pada stroke hemoragi, diberikan terapi khusus meliputi :
a) Antifibrinolitik yang digunakan sebagai pencegahan kemungkinan komplikasi setelah pembedahan. Obat yang digunakan adalah asam aminokaproat 5 g dan diikuti dengan infus konstan 1-1,5 g/jam, atau dengan asam traneksamat. Obat-obat tersebut menghambat aktivasi plasminogen sehingga menstabilkan jendalan fibrin (Wibowo dan Gofir, 2001).
pengobatan akut perdarahan subarakhnoid. Penggunaan obat ini tidak dianjurkan untuk perdarahan intraserebral (Wibowo dan Gofir, 2001).
Nimodipin 60 mg setiap 4 jam harus dimulai setelah diagnosis
ditegakkan dan diteruskan selama 21 hari pada semua pasien
perdarahan subarakhnoid.Jika hipotensi terjadi, dapat dikelola dengan
mengurangi interval pemberian dosis sampai 30 mg setiap 2 jam
(dosis harian yang sama), mengurangi dosis harian total (30 mg setiap
4 jam), dan menjaga volume cairan intravaskuler (Wells, et al., 2009).
D. Drug Related Problems (DRP)
Drug Related Problems (DRP) didefinisikan sebagai kejadian yang tidak diinginkan yang dialami oleh pasien yang melibatkan terapi obat dan cenderung mengganggu kesembuhan yang pasien inginkan.
Masalah-masalah dalam kajian DRP menurut Cipolle, Strand dan Morley (1998) antara lain:
1. Memerlukan terapi tambahan (need for additional drug therapy), jika kondisi baru yang membutuhkan obat, kondisi kronis yang membutuhkan kelanjutan terapi obat, kondisi yang membutuhkan kombinasi obat, dan kondisi yang mempunyai risiko kejadian efek samping dan membutuhkan obat untuk pencegahannya.
3. Obat salah (wrong drug), jika obat yang diberikan kepada pasien tidak efektif (kurang sesuai dengan indikasinya), obat tersebut efektif tetapi tidak ekonomis, pasien mempunyai alergi terhadap obat tersebut, obat yang diberikan mempunyai kontraindikasi dengan obat lain yang dibutuhkan, dan antibiotika yang sudah resisten terhadap infeksi pasien.
4. Pasien mendapat obat yang tidak mencukupi atau kurang (dosage too low), jika dosis obat tersebut terlalu rendah untuk memberikan efek, dan interval dosis tidak cukup.
5. Pasien mendapat dosis obat yang berlebih (dosage too high), jika dosis obat terlalu tinggi untuk memberikan efek.
6. Munculnya efek yang tidak diinginkan atau efek samping obat (adverse drug reaction) dan adanya interaksi obat (drug interaction), jika ada alergi, ada faktor risiko, ada interaksi dengan obat lain, dan hasil laboratorium berubah akibat penggunaan obat.
7. Ketidaktaatan pasien pada penggunaan obat yang diresepkan (uncompliance), jika pasien tidak menerima regimen obat yang tepat, terjadi medication error
pada saat peresepan, penyerahan obat dan monitoring pasien, ketidaktaatan pasien, pasien tidak membeli obat yang disarankan karena mahal, pasien tidak menggunakan obat karena ketidaktahuan cara pemakaian obat, pasien tidak menggunakan obat karena ketidakpercayaan dengan produk obat yang dianjurkan.
informasi dari rekam medik. Dengan informasi yang telah terkumpul tersebut maka dapat membantu untuk menyelesaikan masalah maupun situasi yang kompleks. SOAP terdiri dari:
1. Data subjektif
Data subjektif merupakan informasi yang dapat diketahui dari informasi yang diberikan oleh pasien, anggota keluarga pasien, atau tenaga medis yang merawat pasien. Informasi yang dapat dimasukkan ke dalam data subjektif yaitu antara lain : keluhan atau gejala yang dirasakan pasien, riwayat terkait gejala yang dirasakan, riwayat penyakit, riwayat pengobatan (termasuk kepatuhan dan efek samping), alergi, riwayat sosial atau keluarga (Jones and
Rospond, 2003). 2. Data objektif
Data objektif diisi berdasarkan informasi hasil observasi atau pengukuran. Informasi yang dapat dimasukkan ke dalam data objektif antara lain : tanda vital, pemeriksaan fisik, hasil tes laboratorium, hasil tes diagnosa, profil pengobatan (Jones and Rospond, 2003).
3. Assessment
Setelah data subjektif dan objektif terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah menegakkan diagnosa pasien dan melakukan identifikasi terhadap drug related
problems yang mungkin terjadi pada pengobatan sebelumnya (Kimble and
Young, 2005). 4. Plan
rekomendasi terhadap kasus drug related problems yang teridentifikasi (Kimble and Young, 2005).
E. Keterangan Empiris
Distribusi kelompok umur pasien, jenis kelamin pasien, profil pengobatan pasien yang meliputi : kelas terapi obat, golongan obat, dan jenis obat yang digunakan pasien akan mempengaruhi terjadinya drug related problems
pada pasien hipertensi dengan komplikasi stroke di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli 2008 – Juni 2009.
35
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai evaluasi drug related problems pada pengobatan pasien hipertensi dengan komplikasi stroke di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli 2008 - Juni 2009 merupakan jenis penelitian
non-eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat
retrospektif. Penelitian non-eksperimental merupakan penelitian yang
observasinya dilakukan terhadap sejumlah ciri (variabel) subyek menurut keadaan
apa adanya (in nature), tanpa adanya manipulasi atau intervensi peneliti (Pratiknya, 1986). Rancangan penelitian deskriptif evaluatif karena data yang
diperoleh dari lembar rekam medik dievaluasi berdasarkan studi pustaka, dan
dideskripsikan dengan memaparkan fenomena yang terjadi, yang kemudian
ditampilkan dalam bentuk tabel. Penelitian ini bersifat retrospektif karena data
yang digunakan diambil dengan melakukan penelusuran dokumen terdahulu, yaitu
pada lembar rekam medik pasien hipertensi dengan komplikasi stroke di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Juli 2008 - Juni 2009.
B. Definisi Operasional
1. Evaluasi adalah menganalisis obat yang digunakan pasien hipertensi dengan
obatan tersebut.
2. Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri yang
menyebabkan meningkatnya risiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal.
3. Stroke adalah kedaruratan medis akibat kerusakan neurologik karena adanya gangguan akut aliran darah otak akibat terjadinya oklusi (penyumbatan) atau
terjadinya perdarahan pada stroke hemoragik.
4. Pasien rawat inap dalam penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis
hipertensi komplikasi stroke yang dirawat di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli 2008 - Juni 2009.
5. Pola pengobatan adalah terapi farmakologis yang digunakan dalam
pengobatan pasien hipertensi dengan komplikasi stroke selama berada di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli 2008 -
Juni 2009.
6. Drug related problems adalah kejadian atau efek yang tidak diharapkan yang dialami pasien dalam proses terapi dengan obat secara aktual atau potensial
yang terjadi bersamaan dengan outcome yang diharapkan pada saat pasien mendapatkan obat.
7. Memerlukan terapi tambahan (need for additional drug therapy), jika kondisi baru yang membutuhkan obat, kondisi kronis yang membutuhkan kelanjutan
terapi obat, kondisi yang membutuhkan kombinasi obat, dan kondisi yang
mempunyai risiko kejadian efek samping dan membutuhkan obat untuk
8. Terapi tanpa indikasi (unnecessary drug therapy), jika obat yang diberikan tidak sesuai dengan indikasi pada saat itu, pemakaian obat kombinasi yang
seharusnya tidak diperlukan, dan meminum obat dengan tujuan untuk
mencegah efek samping obat lain yang seharusnya dapat dihindarkan.
9. Obat salah (wrong drug), jika obat yang diberikan kepada pasien tidak efektif (kurang sesuai dengan indikasinya), obat tersebut efektif tetapi tidak
ekonomis, pasien mempunyai alergi terhadap obat tersebut, obat yang
diberikan mempunyai kontraindikasi dengan obat lain yang dibutuhkan.
10. Pasien mendapat obat yang tidak mencukupi atau kurang (dosage too low), jika dosis obat tersebut terlalu rendah untuk memberikan efek, dan interval
dosis tidak cukup.
11. Pasien mendapat dosis obat yang berlebih (dosage too high), jika dosis obat terlalu tinggi untuk memberikan efek.
12. Munculnya efek yang tidak diinginkan atau efek samping obat (adverse drug reaction) dan adanya interaksi obat (drug interaction), jika ada alergi, ada faktor risiko, ada interaksi dengan obat lain, dan hasil laboratorium berubah
akibat penggunaan obat.
13. Ketidaktaatan pasien (uncompliance), jika pasien tidak menerima regimen obat yang tepat, terjadi medication error pada saat peresepan, penyerahan obat dan monitoring pasien, ketidaktaatan pasien, pasien tidak membeli obat yang disarankan karena mahal, pasien tidak menggunakan obat karena
ketidaktahuan cara pemakaian obat, pasien tidak menggunakan obat karena
14. Lembar rekam medik merupakan lembar catatan dokter dan perawat yang
berisi data klinis serta perkembangan kondisi pasien hipertensi dengan
komplikasi stroke di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli 2008 - Juni 2009.
15. Outcome adalah hasil atau dampak terapi dari pengobatan pasien hipertensi dengan komplikasi stroke setelah menjalani rawat inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli 2008 - Juni 2009.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang masuk kriteria inklusi adalah pasien yang dirawat
di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli 2008 -
Juni 2009 yang memiliki diagnosis keluar hipertensi komplikasi stroke, melakukan pemeriksaan CT scan dan/ atau MRI cerebral yang menegaskan bahwa pasien mengalami stroke. Sedangkan kriteria eksklusi penelitian ini adalah rekam medik yang tidak menyertakan hasil CT scan maupun MRI cerebral, hasil pemeriksaan laboratorium, dan pasien meninggal.
D. Bahan Penelitian dan Lokasi Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar rekam medik (medical record) pasien hipertensi dengan komplikasi stroke yang menjalani rawat inap pada periode Juli 2008 - Juni 2009. Lokasi penelitian yaitu di instalasi rekam
medik Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta yang terletak di Jalan Cik Ditiro No.
E. Jalannya Penelitian
Jalannya penelitian meliputi empat tahap, yaitu :
1. Tahap persiapan
Dimulai dengan survei jumlah pasien dengan diagnosa hipertensi komplikasi
stroke yang dirawat di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli 2008 - Juni 2009 di instalasi rekam medik. Dari hasil
survei data diperoleh jumlah pasien hipertensi komplikasi stroke sebanyak 135 pasien. Setelah dilakukan pengecekan nomor rekam medik, ditemukan
ada sepasang nomor rekam medik yang sama dan satu nomor rekam medik
pasien yang tidak menderita hipertensi komplikasi stroke. Oleh karena itu diperoleh jumlah data pasien hipertensi komplikasi stroke periode Juli 2008 – Juni 2009 sebanyak 133 data pasien.
2. Tahap pengambilan data
Tahap ini adalah tahap pengambilan data dari pasien hipertensi dengan
komplikasi stroke yang dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli 2008 – Juni 2009. Data yang dikumpulkan terdiri atas : identitas
pasien, diagnosa, keluhan masuk dan selama dirawat di rumah sakit, lama
tinggal, riwayat penyakit, riwayat alergi, pemeriksaan fisik, hasil
laboratorium, pemeriksaan tekanan darah, hasil CT scan dan/ atau MRI
cerebral, serta terapi obat yang telah diberikan selama tinggal di rumah sakit. Cara pengambilan data yaitu dari jumlah keseluruhan 133 data, secara
67 pasien, dipilih hanya pasien yang memenuhi kriteria inklusi penelitian ini.
Sebanyak 29 pasien yang tidak memenuhi kriteria inklusi, sehingga hanya 38
pasien saja yang akan dianalisis. Jumlah pasien ini sesuai dengan ketentuan
menurut Gay yaitu untuk desain deskriptif populasi kecil dapat diambil 20%
dari total populasi (Danapriatna dan Setiawan, 2005).
3. Tahap analisis data
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan mengelompokkan pasien
berdasarkan umur, jenis kelamin, jenis stroke, serta obat-obat yang digunakan selama dirawat di rumah sakit. Kemudian kasus DRP yang terjadi dievaluasi
menggunakan standar pengobatan hipertensi komplikasi stroke, yaitu : a. Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI);
b. MIMS Indonesia (periode 2009/2010);
c. Drug Information Handbook (DIH);
d. American Heart Association/ American Stroke Association (AHA/ASA); dan
e. European Stroke Initiative (EUSI) Recommendations for Stroke Management.
Setelah dievaluasi, kasus DRP yang terjadi dikelompokkan dan
masing-masing dihitung persentasenya.
4. Pembahasan kasus
Kasus yang didapat, dibahas dengan metode SOAP berdasarkan standar
F. Kesulitan
Penelitian ini bersifat retrospektif sehingga memiliki banyak kelemahan
bila dibandingkan penelitian prospektif. Pada penelitian retrospektif, peneliti tidak
dapat mengamati perkembangan kondisi pasien yang sebenarnya berkaitan dengan
analisis DRP seperti terjadinya efek samping obat dan kepatuhan minum obat.
Sedangkan kesulitan lain yang dihadapi adalah peneliti sulit membaca rekam
medik karena penulisan dan penggunaan singkatan-singkatan yang kurang jelas.
Cara mengatasinya adalah dengan meminta bantuan kepada petugas yang ada di
instalasi rekam medik untuk membacanya. Selain itu waktu yang diberikan oleh
pihak rumah sakit hanya empat jam setiap harinya, sehingga tidak cukup untuk
membaca seluruh rekam medik yang telah dipesan. Cara mengatasinya dengan
menyiapkan tabel data sebelumnya berisi apa saja yang akan disalin, sehingga
mempercepat proses penyalinan.
Kesulitan lain yaitu beberapa kali tidak bisa membaca rekam medik
pasien karena sedang dipakai di instalasi lain, atau saat pasien tersebut datang ke
rumah sakit untuk mengontrol penyakitnya. Cara mengatasinya adalah dengan
mendaftarkan kembali nomor rekam medik tersebut untuk dapat dibaca beberapa
hari kemudian.
42
Penelitian mengenai evaluasi drug related problems pada pengobatan pasien hipertensi dengan komplikasi stroke di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli 2008 - Juni 2009 dilakukan dengan
menelusuri data di bagian rekam medis. Dari data-data yang telah diperoleh,
didapatkan 38 data yang memenuhi kriteria inklusi.
A.Profil pasien hipertensi dengan komplikasi stroke di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih
1. Profil pasien berdasarkan umur
Umur merupakan salah satu faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan
pada pasien hipertensi dengan komplikasi stroke. Semakin bertambah umur seseorang, maka risiko terkena hipertensi semakin besar karena terjadi
perubahan struktur pada pembuluh darah. Saat tubuh menua, pembuluh darah
akan mengeras. Pengerasan pembuluh darah ini akibat menebalnya dan
mengurangnya elastisitas dinding pembuluh darah arteri. Penebalan dinding ini
kemudian menyebabkan penyempitan pembuluh darah (arteriosklerosis) dan
dapat mengakibatkan tekanan darah meningkat. Hipertensi ini kemudian
menjadi faktor risiko stroke yang potensial dan paling banyak ditemukan dalam kasus stroke. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah
maka aliran darah ke otak akan terhambat dan akibatnya otak kekurangan oksigen
sehingga fungsi sel otak terganggu.
Stroke
tidak hanya dapat terjadi pada orangtua, pada usia produktif pun
memiliki kemungkinan untuk terserang
stroke
, terutama bagi mereka yang
memiliki pola hidup yang tidak sehat. Salah satunya adalah gemar mengkonsumsi
makanan berlemak secara berlebihan sehingga menyebabkan kadar lemak dalam
darah meningkat (hiperlipidemia). Penimbunan lemak pada dinding pembuluh
darah dapat berkembang menjadi plak dan menyebabkan aterosklerosis.
Aterosklerosis ini akan menyebabkan pembuluh darah semakin sempit sehingga
suplai darah menuju ke otak akan berkurang dan mengakibatkan terjadinya
stroke
.
Gambar 2. Distribusi Pasien Hipertensi Komplikasi
Stroke
Berdasarkan
Umur di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Periode Juli 2008 – Juni 2009
Dari data yang diperoleh, kasus hipertensi komplikasi
stroke
banyak
ditemukan pada pasien umur 50 tahun ke atas (Gambar 2). Hal ini sesuai teori
yang dikemukakan Fagan dan Hess (2005) bahwa insiden
stroke
meningkat
2.
Profil pasien berdasarkan jenis kelamin
Gambar 3. Distribusi Pasien Hipertensi Komplikasi
Stroke
Berdasarkan
Jenis Kelamin di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Periode Juli 2008 – Juni 2009
Penelitian ini menunjukkan perbandingan prevalensi hipertensi
stroke
pada
laki-laki lebih besar daripada perempuan yaitu 63,16% : 36,84%. Hal ini sesuai
dengan referensi yang menyatakan bahwa laki-laki lebih berisiko terkena
stroke
daripada perempuan (Sacco,
et al
., 2006).
Gaya hidup yang berbeda antara laki-laki dan perempuan mempengaruhi
angka prevalensi
stroke
. Laki-laki lebih banyak merokok dibandingkan
perempuan. Tembakau dalam rokok mengandung nikotin yang memperkuat kerja
jantung dan menyebabkan penyempitan arteri sehingga sirkulasi darah berkurang
dan tekanan darah meningkat. Merokok juga memicu produksi fibrinogen (faktor
penggumpal darah) lebih banyak sehingga merangsang timbulnya aterosklerosis.
Selain rokok, juga bisa karena laki-laki lebih banyak mengkonsumsi alkohol
dibandingkan perempuan. Alkohol bisa meningkatkan derasnya aliran darah,
jadi meninggi. Apabila ada sumbatan di pembuluh darah otak, bisa menimbulkan
stroke
.
B.
Profil distribusi pasien hipertensi dengan komplikasi
stroke
berdasarkan
jenis
stroke
di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih
Gambar 4. Distribusi Pasien Hipertensi Komplikasi
Stroke
Berdasarkan
Jenis
Stroke
di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Periode Juli 2008 – Juni 2009
Dari 38 kasus pasien hipertensi komplikasi
stroke
di Rumah Sakit Panti
Rapih, 68,42% kasus mengalami
stroke
iskemia dan sisanya 31,58% mengalami
stroke
hemoragi. Prevalensi ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh
the American
Heart Association
yang menyatakan angka kejadian
stroke
iskemia (88%) lebih
banyak daripada
stroke
hemoragi (12%).
C.
Profil pengobatan yang diberikan pada pasien hipertensi dengan
komplikasi
stroke
di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih
Hipertensi dengan komplikasi
stroke
merupakan penyakit yang menjadi
penghuni terbanyak di bangsal-bangsal pada hampir semua pusat pelayanan rawat