• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI YANG DIGUNAKAN GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1966 DAN GERAKAN MAHASISWA

3.1. Strategi Yang Digunakan Gerakan Mahasiswa Tahun

Sebenarnya dalam bab II telah dijelaskan tentang gambaran dari gerakan mahasiswa tahun 1966 dan gerakan mahasiswa tahun 1998, akan tetapi menyangkut pola strategi yang digunakan dalam gerakan tersebut belum dijelaskan secara gamblang. Untuk itulah pada bab ini penulis ingin menjelaskan pola strategi yang digunakan gerakan mahasiswa tahun 1966 dan gerakan mahasiswa tahun 1998 serta membandingkannya agar lebih mudah untuk memahaminya.

Untuk membandingkan pola strategi yang digunakan pada kedua gerakan mahasiswa tersebut dalam menggulingkan penguasa, yaitu Soekarno dan Soeharto, penulis akan menggunakan metode deskriptif yaitu penggambaran dari kedua pola strategi gerakan mahasiswa tersebut dengan menggunakan unit-unit analisis yang dijelaskan dalam gerakan sosial baru dan teori mobilisasi sumberdaya serta kemudian ditarik kesimpulan dari perbandingan tersebut.

3. 1. 1. Model Organisasi Yang Digunakan

Pasca meletusnya peristiwa G30 S, masyarakat Indonesia mengalami gejolak-gejolak sosial tak terkecuali di dunia kemahasiswaan. Sebenarnya gejolak-gejolak di dalam dunia kemahasiswaan telah terjadi jauh sebelum

meletusnya G30S, hal ini dapat kita lihat pada Majelis Mahasiswa Indonesia (MMI). Pasca G30S gesekan-gesekan tersebut semakin tajam.

Pasca meletusnya G30S, HMI, PMKRI, PMII, Mapancas dan SOMAL mendesak diadakannya kongres Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI)1 untuk mengecam peristiwa G30S, akan tetapi pimpinan PPMI menolak usulan tersebut. Setelah penolakan pimpinan PPMI tersebut terjadilah perselisihan diantara mahasiswa yang mendesak kongres tersebut yaitu sebagian mahasiswa yang menginginkan pembubaran PPMI dan dibentuknya wadah baru, organisasi mahasiswa yang mendukung alternatif ini adalah HMI dan SOMAL, sedangkan sebagian mahasiswa yang lain menganggap bahwa PPMI harus tetap dipertahankan, organisasi yang mendukung opsi ini ialah GMNI dan GMKI2.

Akhirnya pada tanggal 25 Oktober 1966 mahasiswa yang menginginkan dibentuknya wadah baru mengadakan pertemuan di rumah Menteri PTIP Brigjen Syarif Thayeb di jalan Imam Bonjol Jakarta. Pada malam itu dibentuk organisasi yang bernama Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Menurut Aldy Anwar, seorang aktifis mahasiswa ITB menjelaskan bahwa :

“ KAMI lahir karena kebutuhan bersama untuk menghadapiu musuh bersama dan mencapai tujuan bersama. KAMI merupakan organisasi darurat atau krisis organisasi”3

Oleh karena KAMI tidak memiliki aturan baku yang jelas seperti anggaran dasar dan anggaran rumah tangga maka dapat dikatakan bahwa KAMI telah melanggar syarat-syarat dan formalitas prosedur organisasi sebagaimana organisasi mapan pada umumnya dikarenakan keadaan yang mendesak.

1

Organisasi nasional yang menghimpun organisasi-organisasi ekstra universitas

2

Hasyrul Moechtar, Meraka Dari Bandung, Pergerakan Mahasiswa Bandung 1960-1967, (Bandung : Penerbit Alumni, 1998) hal. 92-93

3

Pembentukan KAMI yang mengabaikan prosedur legal formal organisasi sesungguhnya sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Pichardo dan Rajendra Singh bahwa organisasi gerakan sosial baru mengembangkan format yang tidak birokratis.

Kemudian untuk melihat model organisasi mahasiswa pada waktu itu yaitu KAMI, kita juga harus melihat model kepemimpinan di dalam KAMI. Masih merujuk pada Pichardo dan Singh bahwa merotasi kepemimpinan merupakan ciri dari gerakan sosial baru, begitu juga dengan KAMI.

Menteri PTIP Syarif Thayeb sebagai pengorganisir mahasiswa dalam membentuk KAMI mengusulkan agar KAMI di pimpin oleh mahasiswa dari organisasi yang berafiliasi dengan partai politik yang ada. Marsilam Simanjuntak, Syarif Thayeb memiliki jalan pikiran atau patron yang menilai satu organisasi berdasarkan rengking urutan partai politik yang menjadi induk organisasi tersebut. Karena PNI adalah partai terbesar maka GMNI pun ditempatkan pada urutan teratas. PMII yang anggotanya sangat sedikit mendapatkan posisi karena anak partai NU. SOMAL merupakan federasi nasional dengan anggota mahasiswa lokal dianggap Thayeb pantas mendapatkan posisi. PMKRI dan Mapancas adalah organisasi sayap partai katolik dan partai IPKI pun mendapatkan posisi4.

Syarif Thayeb menunjuk GMNI, PMII, PMKRI, SOMAL dan Mapancas untuk duduk dalam presidium KAMI pusat. Sedangkan HMI yang memiliki anggota terbesar diantara organisasi mahasiswa yang lain diabaikan karena tidak memiliki induk politik setelah pembubaran Masyumi oleh Soekarno.

4

Rum Aly, Titik Silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966, Mitos Dan Dilema : Mahasiswa Dalam

Dalam pertemuan tersebut akhirnya GMNI menolak masuk kedalam KAMI setelah berkonsultasi dengan PNI-ASU. Dengan sikap GMNI tersebut akhirnya presidium KAMI dibentuk dengan komposisi ketua periodik Zamroni BA (PMII), didampingi oleh Elyas (SOMAL), Cosmas Batubara (PMKRI) sedangkan sekretaris Nazar Nasution (HMI) dan Djoni Sunarja Hardjasumantri (IMADA)5.

Makna dari kata ketua periodik presidium KAMI sesungguhnya merupakan sistem kepemimpinan yang bergantian diantara anggota presidium KAMI dengan menggunakan jangka waktu tertentu. Sistem kepemimpinan periodik ini juga bertujuan adar semua kelompok dapat terwakili dan menumbuhkan rasa tanggung jawab yang besar dari setiap komponen dalam memperjuangkan tuntutan KAMI yaitu Tritura serta agar terhindar dari penyakit birokratis yang lamban dsalam bergerak.

Di samping berdirinya KAMI pusat, KAMI pada tingkat kota bahkan pada tingkat kampus pun didirikan. Pada tingkatan kota kita dapat melihat KAMI konsulat Bandung yang berdiri pada tanggal 1 November 1965 di gedung Margasiswa, jalan Merdeka 9 yang sehari-hari adalah kantor PMKRI cabang Bandung. Mengikuti pola KAMI pusat, KAMI Bandung pun dipimpin oleh presidium dengan ketua periodik Madjedi Syah (PMII) didampingi RAF Mully (PMKRI), Rohali Sani (SOMAL) dan Daim A Rachim (Mapancas) sedangkan sekretaris adalah Ta’lam Tachja (HMI) dan A. Mansur Tuakia (IMM)6

Ditingkatan kampus pun berdiri KAMI seperti pada kampus ITB. KAMI ITB didirikan pada tanggal 3 November 1965 oleh Adi Sasono (HMI), Wimar

5

Hasyrul Moechtar, Op. Cit. hal. 95-97

6

Witoelar (PMB), Ashwin Effendi (Mapancas) dan Lay Moek Yien (PMKRI) yang sekaligus menjadi presidium dengan Adi Sasono sebagai ketua periodik pertama7.

Pada tanggal 25 Februari 1966 pukul 20.00 malam melalui siaran RRI, presiden mengumumkan keputusan No 041/KOGAM/1966 yang menyatakan pembubaran KAMI. Pernyataan ini dibacakan oleh Panglima angkatan udara Marsekal Sri Mulyono Herlambang yang berbunyi :

“…..Menyatakan terlarang organisasi KAMI di seluruh Indonesia, melarang demonstrasi maupun berkumpul lebih dari lima orang, khususnya mahasiswa. Mereka yang melanggar atau pun membantu memungkinkan adanya pelanggaran akan diambil tindakan setimpal…..”8 Pada malam itu juga KAMI Bandung menolak keputusan presiden tersebut dan tetap menganggap KAMI tetap ada dengan mengeluarkan pernyataan yang disebut dengan nama “Ikrar keadilan dan kebenaran, Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia Bandung”.

Dengan keluarnya pernyataan KAMI Bandung tersebut maka keputusan Presiden tentang pembubaran KAMI tidak berlaku dan terbantahkan karena KAMI menolak pernyataan Presiden tersebut.

Pandangan yang berbeda dengan pernyataan KAMI Bandung ditunjukan mahasiswa Jakarta. Pimpinan-pimpinan mahasiswa memandang perlu dibentuk wadah baru akibat pembubaran KAMI oleh Presiden. Wadah baru tersebut adalah hasil dari tim pemikir KAMI Jaya yang terdiri dari Firdaus Wadji, Marsilam Simanjuntak, dan Hakim Sorimundo. Wadah baru tersebut dideklarasikan pada tanggal 4 Maret 1966 di halaman Fakultas Kedokteran UI. Apel tersebut dihadiri oleh massa mahasiswa dan pelajar se Jakarta dan dijaga aparat keamanan dari Kostrad dan pasukan elit Kodam Siliwangi, Kujang dengan mengerahkan panser

7

Ibid.

8

Saladin, Sarasin dan Farret. Apel tersebut dipimpin oleh mahasiswa IKIP Jakarta, Arief Rachman (sekarang tokoh pendidikan) dan yang membacakan berdirinya waqda tersebut adalah Aida Nasution. Wadah tersebut bernama Resimen Arief Rachman Hakim dengan komandan nya Fahmi Idris dan wakilnya Louis Wangge9.

Karakter wadah baru ini sengguh berbeda dengan KAMI. Laskar Arief Rachman Hakim ini bersifat semi militer yang memiliki disiplin tinggi. Resimen ini bisa diibaratkan bentengnya mahasiswa terhadap gangguan dari mahasiswa lain. Karena bersifat semi militer maka laskar ini pun mampu bergerak dengan cepat, efektif dan efisien., akan tetapi karena laskar ini hanya terbatas di wilayah Jakarta sehingga perannya sangat kecil jika dibandingkan dengan KAMI yang merupakan organisasi nasional dan mengakar sampai kekampus-kampus sehingga masyarakat pun lebih mengenal KAMI dari pada laskar ini.

3. 1. 2. Sekutu Gerakan Mahasiswa Tahun 1966

Sekutu merupakan keikutsertaan elemen lain dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai. Pada pergolakan mahasiswa tahun 1965/1966 kita dapat melihat bahwa gerakan mahasiswa didukung oleh elemen-elemen lain. Sekutu gerakan mahasiswa pada saat itu bermacam-macam seperti Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI), Kesatuan Aksi Guru Indinesia (KAGI) dan berbagai kesatuan aksi lainnya. Kepentingan akan dibubarkannya PKI dan penggulingan Soekarno pada

9

akhirnya mempertemukan mahasiswa dan militer khususnya angkatan darat. Pada sub ini hanya akan dibahas mengenai kerjasama mahasiswa dan militer karena kerjasama yang dijalin antar keduanya sangat erat tanpa mengingkari kelompok lain.

Militer dengan sangat jelas mendukung perjuangan mahasiswa pada saat itu. Bukti bahwa telah terjalin hubungan antara militer dan mahasiswa pada saat itu ialah pada saat berdirinya KAMI pada tanggal 25 Oktober 1965 di rumah Menteri PTIP Brigjen Syarif Thayeb yang merupakan militer aktif. Peran Thayeb dalam berdirinya KAMI sangat besar terutama dalam mengorganisir mahasiswa dan menentukan komposisi presidium KAMI. Cosmas Batubara menyetakan bahwa Brigjen Syarif Thayeb merupakan orang yang sangat anti komunis10. Walaupun Thayeb merupakan pembantu Presiden akan tetapi dia lebih loyal terhadap garis kebijakan angkatan darat yaitu menyingkirkan PKI dan Soekarno.

Pada saat bergulirnya aksi-aksi mahasiswa, angkatan darat selalu berada disekeliling mahasiswa hai ini bertujuan untuk mengantisipasi gangguan dari pihak luar. Bentuk-bentuk lindungan militer terhadap mahasiswa berupa pengawalan oleh RPKAD terhadap pimpinan KAMI seperti Cosmas Batubara11. Soe Hok Gie juga mengatakan bahwa disekeliling mahasiswa sudah disediakan RPKAD preman (RPKAD yang berpakaian sipil). Merekalah yang akan menghadapi tukang-tukang pukul dan orang-orang bayaran dari kaum ASU-Ben- Chairul12.

10

Cosmas Batubara, Cosmas Batubara, Sebuah Otobiografi Politik (Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2007) hal. 78

11

Ibid. hal. 11

12

Selain itu kendaraan-kendaraan berupa truk-truk juga disediakan guna mengangkut mahasiswa yang akan berdemo. Truk-truk tersebut disediakan terutama oleh Kostrad. Kampus UI sebagai basis pertahanan dan markas KAMI pun di jaga oleh Kostrad dengan mengerahkan kendaraan-kendaraan lapis baja dan panser. Peran serta militer terhadap perjuangan mahasiswa semakin bertambah dengan diberikannya senjata oleh Kodam V Jaya kepada pimpinan- pimpinan KAMI atas perintah Kolonel Djoni13.

Hubungan mahasiswa dan militer sangatlah erat. Bisa saja salah satunya memanfaatkan yang lain dalam mencapai tujuan atau bahkan mungkin keduanya saling memanfaatkan. Mahasiswa memanfaatkan militer dalam hal persenjataasn dan perlindungan militer terhadap mahasiswa dari gangguan fisik dari pihak lain, hal ini diakui sendiri oleh Cosmas Batubara dalam otobiografinya yang mengatakan

“…..Dalam setiap langkahnya KAMI meras perlu mendapatkan back-up dari tentara. Back-up tersebut diperlukan karena secara fisik dan organisatoris, tentara sangat dapat diandalkan jika terjadi sesuatu yang tidak di inginkan. Back-up yang diperlukan mahasiswa itu adalah back-up politik dan fisik”14

Sedangkan dari sudut pandang sebaliknya bahwa militer menggunakan mahasiswa sebagai pion-pion dalam menghadapi Soekarno. Militer peda saat itu tidak berani untuk berkonfrontasi dengan Soekarno secara terang-terangan mengingat masih kuatnya pengaruh dan dukungan terhadap Soekarno di lingkungan militer maupun sipil seperti angkatan udara dan angkatan laut yang masih sangat bersimpatik kepada Soekarno.

13

Cosmas Batubara, Op.Cit. hal. 123-124

14

Jika sikap konfrontasi ini di nyatakan terang-terangan oleh angkatan darat maka kemungkinan terjadinya perang saudara dan angkatan darat akan kalah, oleh sebab itulah angkatan darat beranggapan bahwa lebih baik menggunakan pihak ketiga dalam hai ini mahasiswa yang menjalankan kampanye anti Soekarno dan menyiapkan opini masyarakat tentang perlunya perubahan politik15.

3. 1. 3. Mobilisasi Opini Publik

Gerakan mahasiswa pada tahun 1966 yang berhasil menggulingkan Soekarno merupakan suatu proses perubahan politik secara nasional yaitu perubahan dari Orde Lama menuju Orde Baru. Keberhasilan mahasiswa tersebut tentunya juga dikarenakan mampunya mahasiswa memobilisasi opini publik agar mendukung perjuangan-perjuangan mahasiswa.

Mobilisasi opini publik yang pada esensialnya berusaha menarik simpati publik merupakan propaganda, hal ini sejalan seperti yang dikemukakan oleh Adolf Hitler tentang propaganda, Hitler mengatakan bahwa kegunaan propaganda untuk meyakinkan, dan apa yang aku maksud adalah meyakinkan massa16.

Jadi mobilisasi opini publik yang dilakukan oleh mahasiswa tahun 1966 bertujuan agar masyarakat luas mampu menyerap ide atau gagasan, nilai-nilai dan tujuan dari gerakan mahasiswa waktu itu. Sedangkan tujuan mahasiswa pada waktu itu adalah menjatuhkan Soekarno.

Sarana yang digunakan mahasiswa dalam melancarkan dan menyebarluaskan tuntutan-tuntutannya salah satunya lewat radio. Radio digunakan sebagai alat perjuangan mahasiswa pada tahun 1966 merupakan

15

Francoil Raillon, Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia, (Jakarta : LP3ES,1985) hal 12

16

kreatifitas mahasiswa Bandung terutama mahasiswa ITB. Dengan latar belakang pendidikan teknik, mahasiswa ITB telah berhasil mendirikan radio ITB yang di asuh dan di biayai oleh mahasiswa sendiri.

Ketika mahasiswa kontingen Bandung berangkat ke Jakarta guna mendukung perjuangan mahasiswa di kota pusat kekuasaai ini menuntut Tritura, ada inisiatif dari Anhar Tusin, Santoso Ramelan (Isan), Abas Faturachman dan Firrouz Muzzafar Idris (Ferry) untuk mendirikan pemancar radio di kampus UI17, alasan didirikan di kampus UI karena UI merupakan basis perjuangan KAMI dan sekaligus merupakan tempat mahasiswa Bandung tersebut bermukim selama di Jakarta. Radio yang didirikan tersebut diberi nama radio Ampera.

Berdirinya radio Ampera merupakan antitesis dari media massa, pers dan radio yang pengecut. Soe Hok Gie merupakan salah seorang yang aktif mengisi acara siaran di radio Ampera bersama kakaknya Soe Hok Djien (Arif Budiman) mengatakan bahwa :

“ Radio Ampera berbicara jujur tentang berbagai persoalan. Ia menyerang Soekarno (pada waktu semua orang masih menjilatnya), ia menyerang Ruslan Abdulgani dan Leimena (yang masih menjadi Waperdam), ia menyerang Ibnu Sutowo (yang dianggap korupsi), ia juga menggugat Mas Agung, Darmosugondo, Hartini dan semua yang dianggap tidak benar”.18

Radio Ampera tidak hanya didirikan di Jakarta akan tetapi berkat kerja keras mahasiswa dan sokongan dana dari ibu Tjipto (istri Prof. Dr. Soetjipto, dekan fakultas sastra UI), bapak Achmad Bakrie dan bapak Sudarpo Sastrosatomo19, akhirnya radio Ampera juga dapat berdiri di berbagai daerah seperti Solo, Jawa Timur, Bali, Yogyakarta dan Magelang. Dengan kekuatan 400

17

Hasyrul Moechtar, Op. Cit. hal 244-245

18

Soe hok Gie, Zaman peralihan (Depok : Gagas Media, 2005) hal 21

19

Watt dan satu antena lamda, radio Ampera dapat ditangkap tidak hanya di seluruh pulau jawa akan tetapi juga sampai ke Sumatera dan Bali.

Selain lewat sarana radio Ampera, mahasiswa juga mendirikan penerbitan- penerbitan pers seperti pers Angkatan 66, yang diterbitkan dengan maksud untuk meyakini angkatan 45 supaya mendukung penuh kehadiran angkatan 66. Angkatan Baru, diterbitkan oleh HMI, koran ini termasuk yang paling gigih melancarkan kampanye anti Soekarno di akhir tahun 1966. Harian KAMI yang dipimpin Nono Anwar Makarim, dengan cepat harian ini menjadi sebuah koran nasional berkat hubungannya dengan KAMI dan juga di sebabkan oleh segarnya pendekatan editorial mereka. Kemudian yang paling akhir adalah mingguan Mahasiswa Indonesia, minguan ini dengan cepat memiliki reputasi sebagai koran intelektual yang bermutu tinggi20.

Dari semua terbitan yang menyuarakan aspirasi mahasiswa ini hanya mingguan Mahasiswa Indonesia yang sangat radikal dalam melancarkan kritikan. Mahasiswa dengan tegas dan berani mengungkapkan kebobrokan orde lama di bawah pimpinan Soekarno. Proses desoekarnoisasi pun dilancarkan mingguan ini dengan mengungkapkan kepalsuan mitos-mitos yang dibangun Orde Lama sekitar Soekarno, baik itu mitor tentang pribadinya maupun mitos yang menyangkut perannya dalam sejarah sebagai tokoh politik. Terbitan yang membongkar mitos Soekarno tersebut berjudul “Desoekarnoisasi : mengakhiri kultus individu (No 35 s/d 40, Februari-Maret 1967)21.

Selain media komunikasi seperti radio dan terbitan ternyata demonstrasi- demonstrasi yang dilakukan mahasiswa juga mampu memobilisasi opini publik.

20

Francoil Raillon, Op. Cit.hal 21

21

Demonstrasi mahasiswa pada waktu itu sering menggunakan simbol-simbol sehingga melahirkan interpretasi yang beragam dari masyarakat luas.

Demonstrasi mahasiswa pada tahun 1965 dan 1966 sering menampilkan yel-yel sederhana akan tetapi langsung mengenai sasaran. Untuk menyindir Soekarno dan menteri-menterinya yang memiliki banyak istri, mahasiswa menyanyikan lagu yang dibuat sendiri mengikuti irama lagu-lagu lama, seperti ini salah satunya : “Win, kawin, kawin, kawin, menteri-menteri tukang kawin” (irama tek, kotek, kotek)22.

Plakat-plakat dan coretan-coretan pun digunakan mahasiswa dalam menyebarluaskan tuntutannya. Contoh kata yang sering digunakan dalam plakat- plakat dan coretan tersebut antaranya bubarkan PKI, stop impor istri, turunkan harga, ganyang plintat-plintut dan lain sebagainya.

Di samping plakat-plakat dan coretan, aksi mahasiswa juga menggunakan simbol-simbol. Aksi dengan menggunakan simbol ini diharapkan mampu memberikan nuansa yang berbeda. Muslim Nasution, salah seorang pimpinan kontingen mahasiswa Bandung mengatakan :

“Berbeda dengan mahasiswa Jakarta yang selalu melancarkan aksi massa, maka kontingen Bandung menampilkan modus-modus baru perjuangan. Kami akan menciptakan kreasi dan aksi yang mampu menggalang opini masyarakat, tetapi di pihak lain juga dapat memberikan pukulan kepada penguasa waktu itu”23.

Aksi dengan menggunakan simbol-simbol ini di prakarsai oleh mahasiswa-mahasiswa seni rupa ITB. Dengan ilmu yang dimiliki mereka membuat patung Soebandrio dengan kepala yang besar, bulat, dahi lebar, memakai kaca mata hitam besar, dengan badan yang kecil di lengkapi dengan jas

22

Soe hok Gie, Zaman peralihan, Op. Cit. hal. 9

23

dan dasi yang memakai cap palu arit. Patung ini di juluki Durno Peking. Walau dengan sinis patung ini mengejek Soebandrio, akan tetapi tetap saja meninggalkan kesan lucu bagi mereka yang melihatnya pertama kali.

Massa yang melakukan demonstrasi langsung menyebut Soebandrio anjing Peking ketika patung itu di tampilkan. Baru pertama kali ini mahasiswa dan pelajar Jakarta menyaksikan sebuah patung mampu mengekspresikan perasaan massa. Akhirnya patung itu pun di bakar massa.

Aksi mahasiswa berikutnya yang menjadi sorotan publik ialah apa yang dilakukan oleh Soegeng Sarjadi. Soegeng yan merupakan ketua dewan mahasiswa Unpad dan presidium KAMI Bandung adalah seorang orator ulung yang sanggup mengerahkan massa. Sebelum ia berorasi, Soegeng mengeluarkan segulung kertas dari balik jaketnya, dengan pelan ia memperlihatkan nya kepada massa sambil bertanya “Saudara-saudara ini gambar siapa? Gambar Soekarno jawab massa setelah melihat kertas yang di buka Soegeng. Reaksi itu membuat Soegeng berteriak lebih keras lagi. Inilah saudara-saudara, otak dari lubang buaya, arsitek gestapu. Apakah saudara-saudara setuju kalau gambar orang yang sudah menyengsarakan rakyat ini kita turunkan dan kita hancurkan? Tanya Soegeng. Dengan spontan massa pun berteriak setuju.24

Mendengar jawaban massa, Soegeng langsung merobek gambar Soekarno lalu membuangnya ke tanah. Akibat orasi Soegeng tersebut, massa malakukan penyisiran dan pembersihan terhadap gambar-gambar Soekarno pada saat itu juga baik itu di kantor-kantor maupun dirumah-rumah penduduk sehingga menjadikan

24

kota Bandung tanpa gambar Soekarno. Inilah kasus pertama gambar Soekarno dirobek dan tidak mengakuinya lagi sebagai Presiden Indonesia.

3. 2. Strategi Yang Digunakan Gerakan Mahasiswa Tahun 1998

Untuk mengupas strategi yang digunakan oleh gerakan mahasiswa tahun 1998, penulis tetap beracuan pada unit analisis yang telah digunakan pada penjelasan sebelumnya yang mengupas tentang strategi gerakan mahasiswa tahun 1966. Unit analisis tersebut adalah :

3. 2. 1. Model Organisasi Yang Digunakan

Melihat dunia kemahasiswaan pada tahun-tahun 1990 an sangatlah berbeda dengan era pada tahun 1960 an. Pada tahun 1990 an dunia kemahasiswaan cenderung tidak menunjukkan gesekan-gesekan di dalam internal kemahasiswaan. Juka pada tahun 1960 an dapat kita jumpai dengan sangat jelas perseteruan antar organisasi mahasiswa seperti CGMI dan HMI sedangkan pada era 1990 an mahasiswa memiliki musuh bersama yaitu orde baru.

Orde Baru yang menjadi musuh bersama mahasiswa tidak muncul dengan sendirinya. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah berupa NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Kordinasi Kemahasiswaan) yang di keluarkan Menteri P dan K D aoed Joesoef merupakan salah satu penyebab awal. Selain memasung kebebasan berpolitik mahasiswa lewat NKK/BKK, kebijakan asas tunggal Pancasila pun berdampak pada menyatunya organisasi mahasiswa dalam satu pola yaitu pola yag ditindas Orde Baru.

Pada saat badai krisis ekonomi dating melanda Indonesia pada tahun 1997, ternyata dijadikan momentum oleh gerakan mahasiswa untuk melakukan perlawanan. Pada saat krisis ekonomi itulah mulai banyak bermunculan organisasi-organisasi mahasiswa seperti KPRP, SOMMASI, ARMY, FAMPERA di Yogyakarta, DRMS di Solo, FAMPR di Purwokerto, APR, ASPR di Surabaya, FKMM di Malang, AGRESU, DEMUD di Medan, FKSMS, FORKOT FAMRED, GERMPUR di Jakarta dan masih banyak yang lainnya25.

Walaupun banyaknya bermunculan organisasi mahasiswa yang memiliki tujuan bersama akan tetapi mereka lebih memilih jalan untuk bergerak sendiri- sendiri. Pada saat itu tidak ada sebuah wadah yang menampung semua organisasi- organisasi mahasiswa yang bertujuan menjatuhkan Soeharto seperti KAMI pada tahun 1966.

Tidak adanya organisasi yang menampung semua organisasi mahasiswa tersebut sesungguhnya tidak menjadi halangan dalam melakukan gerakan dan aksi-aksi protes mahasiswa, seperti contoh pada tanggal 18 Mei 1998 Forkot menduduki gedung parlemen dan pada keesokan harinya FKSMJ juga menuju

Dokumen terkait