PERBANDINGAN GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1966
DENGAN GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1998 DALAM
MERUNTUHKAN REZIM PENGUASA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Disusun Oleh :
ANDRI BASTIAN
030906028
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat yang telah
diberikan kepada penulis sehingga dengan izin-Nya jua akhirnya penulisan skripsi
ini dapat selesai. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada nabi besar
Muhammad SAW yang telah berjuang sampai tetes darah penghabisan demi
tegaknya kebenaran, semoga syafaat mu tercurahkan di akhirat kelak.
Pada penelitian yang berjudul “Perbandingan Gerakan Mahasiswa
Tahun 1966 Dengan Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 Dalam Meruntuhkan Rezim Penguasa”, penulis berangkat dari ketertarikan penulis terhadap kedua
gerakan mahasiswa tersebut karena di Indonesia hanya kedua gerakan mahasiswa
tersebut yang mampu meruntuhkan seorang penguasa. Adapun fokus
perbandingan keduanya ialah pada strategi yang digunakan.
Pada pelaksanaan penelitian ini ingin mengucapkan rasa terima kepada
ayahanda A. Kori Kuntji, SH dan ibunda Tenty Kumala Sari yang dengan gigih
berjuang membanting tulang demi anakmu ini, tidak ada yang bisa penulis
lakukan kecuali berdoa dan mencoba menjadi anak yang berbakti. Terima kasih
juga untuk abang ku Erwin, SH, yuk Dwi, Kiki dan Aldi, kalian sangat berarti
bagiku. Terima kasih juga untuk ayah, ibu, uda dan uni di Bukit Tinggi. Semoga
kita semua tetap menjadi keluarga yang sakinah, mawadah dan warrahmah, amin.
Penulis juga berterima kasih kepada seluruh civitas akademika FISIP
USU, Bapak Dekan FISIP USU Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, ketua
selaku dosen wali penulis serta para dosen yang telah memberikan ilmu
pengetahuan yang sangat berharga bagi penulis.
Terima kasih juga kepada Bapak Warjio, S.S, MA dan Bapak Indra
Kesuma Nst, SIP, MSi selaku dosen pembimbing dan dosen pembaca yang telah
banyak mengarahkan serta memberikan masukan yang sangat berharga kepada
penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
Terima kasih juga kepada seluruh staf pegawai administrasi dan
pendidikan, kak Uci, bang Rusdi, bang Udin, pak Jamal, Ket, bu Masdah dan
yang lainnya yang telah banyak membantu penulis dalam menuntut ilmu di FISIP
USU.
Terima kasih untuk Rani Tri Dayanti, S. Sos atas segala dorongan,
pengertian, kasih sayang dan pengorbanan yang diberikan selama ini. Engkau
sangat berarti bagiku. Semoga hubungan ini mendapat ridhoNya.
Selanjutnya ucapan terima kasih kepada keluarga besar HMI Kom’s FISIP
USU, bang Zacky, bang Wawan, bang Didi dan mas Pur (terima kasih atas waktu
yang diluangkan untuk berdiskusi) serta abang-abang yang tidak bisa disebutkan
satu persatu. Teman-teman ku di kampus Tata & Irsan (ambil tuh barang kalian
yang ketinggalan di sarman), Walid (bukalah dulu topengnya), Jupri (jadi yang
mana neh?), Prima (si alien nyasar), Rolan (jgn mau jadi ketupat PMB), Dika
(dik, hati2 bulan purnama), Veni (gober FISIP apa sastra y?), Crist Tarigan &
Akhyar (ambil hikmanya aja LK-4 itu), Pak Leo (aksi trus!!!), Fuad & Coky (slmt
dating dinegara ku padang bulan), Andi (kecap merek apa lagi neh?), Surya (ada
film lagi gak?), Aulia (org tua yang bijak), Akong (anggota dewan neh), Putra
Migdad (agak capat datang jumatnya), Dini, Nanda, Rika, Sri, Utik, Ana, Ratih,
Sita, Mimi (jagain cowok2nya ya dari sindrom gang sarman coz ada indikasi
semuanya terlibat !!!)
Buat junior2 ku Ari, Rajab, Wendi, Doni, Elis, Riri, Titin, Bimbi, Jean Ari,
Nia, Dayat, Lia kom, Pak de, Riri kom 05, Bedul, Anti, Amel, Cut, Fera, Irna, Lia
pol 04, Serta dan yang lainnya ( perjuangan belum selesai). Semua anak kost 28
(Trims ya). Mohon maaf bagi kawan-kawan yang tidak disebutkan, tapi yakinlah
kalian adalah sahabat sejati ku.
Selanjutnya untuk SBY-JK (bohong terus), semua aktivis mahasiswa
(semoga skripsi ini bisa menjadi inspirasi), terima kasih untuk para pejuang yang
telah mengorbankan nyawanya, semoga perjuangan kalian tidak sia-sia.
Penulis menyadari bahwa karya ini terdapat banyak kekuarangan di sana
sini. Oleh karena itulah saran dan kritik sangat diperlukan agar karya-karya yang
akan datang dapat lebih baik lagi. Akhirnya penulis mempersembahkan skripsi ini
untuk semua pejuang kebenaran.
Medan, 2 Juni 2008
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
ABSTRAKSI ... viii
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang ... 1
1. 2. Perumusan Masalah ... 8
1. 3. Pembatasan Masalah ... 8
1. 4. Tujuan Penelitian ... 9
1. 5. Manfaat Penelitian ... 9
1. 6. Kerangka Teori ... 10
1. 6. 1. Teori Gerakan Sosial Baru ... 12
1.6. 2. Teori Mobilisasi Sumber Daya ... 14
1. 7. Metodologi Penelitian ... 15
1.7. 1. Metode Penelitian ... 15
1. 7. 2. Teknik Pengumpulan Data ... 15
1. 7. 3. Taknik Analisa Data ... 16
1.7. 4. Teknik Perbandingan ... 16
vi
BAB II DESKRIPSI GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1966 DAN GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1998 DALAM MENGGULINGKAN REZIM PENGUASA
2. 1. Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 ... 19
2. 1. 1. Meletusnya Peristiwa Gerakan 30 September ... 19
2. 1. 2. Lahirnya Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 ... 24
2. 1. 3. Jatuhnya Presiden Soekarno ... 28
2. 2. Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 ... 30
2. 2. 1. Krisis Ekonomi Tahun 1997 ... 30
2. 2. 2. Lahirnya Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 ... 35
2. 2. 3. Jatuhnya Presiden Soeharto ... 42
BAB III STRATEGI YANG DIGUNAKAN GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1966 DAN GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1998 3. 1. Strategi Yang Digunakan Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 ... 44
3. 1. 1. Model Organisasi Yang Digunakan ... 44
3. 1. 2. Sekutu Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 ... 49
3. 1. 3. Mobilisasi Opini Publik ... 52
3. 2. Strategi Yang Digunakan Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 ... 57
3. 2. 1. Model Organisasi Yang Digunakan ... 57
3. 2. 2. Sekutu Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 ... 61
vii
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4. 1. Kesimpulan ... 72
4. 2. Saran ... 76
viii
ABTRAKSI
Mahasiswa sebagai salah satu elemen bangsa telah memainkan peranan yang sangat penting dan menentukan. Sejak era kebangkitan nasional pada tahun 1908 sampai pada saat pengguliran reformasi, mahasiswa selalu saja menjadi ujung tombak perubahan. Pada tahun 1908 mahasiswa mencetuskan Budi Utomo yang kemudian disusul dengan Sumpah Pemuda. Pada saat proklamasi kemerdekaan Indonesia, mahasiswa juga memainkan peranan yang sangat strategis dengan cara menculik Soekarno-Hatta guna mendesak proklamasi kemerdekaan secepat mungkin. Pasca proklamasi mahasiswa kembali menjadi super hero dengan berhasil menumbangkan Soekarno dan Soeharto dari kursi kekuasaan.
Pada penelitian ini, ketertarikan penulis mengambil judul “Perbandingan Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 Dengan Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 Dalam Meruntuhkan Rezim Penguasa” ialah lebih dikarenakan kekaguman penulis akan perjuangan mahasiswa tersebut. Adapun tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui strategi yang digunakan gerakan mahasiswa tahun 1966 dan gerakan mahasiswa tahun 1998 dalam meruntuhkan rezim penguasa serta membandingkannya. Untuk menjelaskan objek penelitian ini penulis berpendapat bahwa teori gerakan sosial baru dan teori mobilisasi sumber daya merupakan teori yang cocok dalam membedah objek dalam penelitian ini. Dengan menggunakan pisau analisis teori gerakan sosial baru dan teori mobilisasi sumber daya akhirnya penulis mengambil tiga unit analisis untuk dibandingkan yaitu model organisasi yang digunakan, sekutu gerakan dan mobilisasi opini publik.
viii
ABTRAKSI
Mahasiswa sebagai salah satu elemen bangsa telah memainkan peranan yang sangat penting dan menentukan. Sejak era kebangkitan nasional pada tahun 1908 sampai pada saat pengguliran reformasi, mahasiswa selalu saja menjadi ujung tombak perubahan. Pada tahun 1908 mahasiswa mencetuskan Budi Utomo yang kemudian disusul dengan Sumpah Pemuda. Pada saat proklamasi kemerdekaan Indonesia, mahasiswa juga memainkan peranan yang sangat strategis dengan cara menculik Soekarno-Hatta guna mendesak proklamasi kemerdekaan secepat mungkin. Pasca proklamasi mahasiswa kembali menjadi super hero dengan berhasil menumbangkan Soekarno dan Soeharto dari kursi kekuasaan.
Pada penelitian ini, ketertarikan penulis mengambil judul “Perbandingan Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 Dengan Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 Dalam Meruntuhkan Rezim Penguasa” ialah lebih dikarenakan kekaguman penulis akan perjuangan mahasiswa tersebut. Adapun tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui strategi yang digunakan gerakan mahasiswa tahun 1966 dan gerakan mahasiswa tahun 1998 dalam meruntuhkan rezim penguasa serta membandingkannya. Untuk menjelaskan objek penelitian ini penulis berpendapat bahwa teori gerakan sosial baru dan teori mobilisasi sumber daya merupakan teori yang cocok dalam membedah objek dalam penelitian ini. Dengan menggunakan pisau analisis teori gerakan sosial baru dan teori mobilisasi sumber daya akhirnya penulis mengambil tiga unit analisis untuk dibandingkan yaitu model organisasi yang digunakan, sekutu gerakan dan mobilisasi opini publik.
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Memahami Indonesia tidak bisa dipisahkan dari peran serta sebuah sosok
yang dinamakan mahasiswa. Jauh sebelum Indonesia dikenal sebagai sebuah
bangsa, mahasiswa telah lebih dahulu mendobrak pintu perlawanan terhadap
penindasan kolonialisme. Hal ini dimulai sejak era kebangkitan nasional yaitu
dari tahun 1908 sampai tahun1998.
Pada awal-awal kemerdekaan atau pada periode revolusi kemerdekaan,
peran mahasiswa sebagai pendobrak kemapanan sangatlah kabur untuk
digambarkan sosoknya. Peran mahasiswa secara politis sebagai kelompok sosial
yang berbicara atas namanya sendiri barulah muncul pada generasi tahun 1966.
prestasi gemilang dari angkatan ini adalah terjadinya peralihan kekuasaan Orde
Lama ke Orde Baru.
Setelah Soekarno diangkat menjadi Presiden Indonesia dan dengan
seiringnya waktu, demokrasi terpimpin berdiri sejak dikeluarkannya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 oleh Soekarno dengan disokong oleh kekuatan militer untuk
kembali kepada konstitus UUD 1945. Dampak dari diterapkannya Dekrit Presiden
ini membawa Soekarno sebagai kekuatan politik yang tak tertandingi. Untuk
menyokong kekuasaannya, Soekarno pada pidato kenegaraan Presiden pada
tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul penemuan kembali revolusi kita,
mencanangkan Manipol Usdek, U(UUD45), S(Sosialis Indonesia), D(Demokrasi
penggabungan ideologi-ideologi besar ke dalam satu konsepsi yang disebut
Nasakom (Nasionalisme, Agama dan Komunisme)1.
Sebagai pusat kekuasaan, ternyata banyak kekuatan-kekuatan politik yang
mencoba untuk mendapatkan posisi strategis disekitar Soekarno.
Kakuatan-kekuatan yang paling nyata berebut pengaruh ialah PKI dan TNI AD. Ujung dari
persaingan antara PKI dan TNI AD tersebut ternyata berujung pada meletusnya
tragedi G30S dengan terbunuhnya enam jenderal dan perwira pertama angkatan
darat.
Pasca pecahnya pristiwa G30S, ternyata membawa persatuan kekuatan
mahasiswa dan militer anti Soekarno. Dengan terbunuhnya para Jenderal AD
menjadikan alasan yang kuat untuk menggoyang posisi Soekarno disamping
alasan-alasan kemiskinan serta instabilitas politik dan pertentangan paham yang
tiada henti, atau dalam pandangan Anderson dan Mcvey, bahwa pristiwa G30S
adalah mewakili kulminasi logis dari kekerasan dan kebencian yang sangat
mendalam diantara kelompok-kelompok dan ideologi-ideologi yang jauh lebih
luas2.
Untuk menyikapi G30S, maka dibentuklah sebuah kesatuan aksi pada
tanggal 2 Oktober 1965 yang bertujuan untuk membersihkan PKI beserta
unsur-unsurnya yang dianggap dalang tragedi berdarah tersebut. Salah satu kesatuan aksi
tersebut adalah kesatuan aksi pengganyang Gestapu (KAP-Gestapu). Memasuki
fase berikutnya, berdasarkan hasil rapat dirumah Menteri Pendidikan Tinggi,
Brigjen Syarif Thayep dinyatakan bahwa kesatuan aksi mahasiswa Indonesia
1
Anhar Gonggong, Ketika Kekuatan Pemuda-Mahasiswa Memulai : Ketika kekuatan Lain Meraih “Untung” dalam Rum Aly, Titik silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966, Mitos Dan Dilema :
Mahasiswa Dalam Proses Perubahan Politik 1959-1970, (Jakarta : Kata Hasta Pustaka, 2006)
hal. XI iii
2
(KAMI) terbentuk tepat pada tanggal 25 Oktober 1965. KAMI didominasi oleh
Pergerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PMKRI), Sekretariat Bersama
Mahasiswa Lokal (SOMAL), Pregerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan
Mahasiswa Pancasila (Mapancas)3. KAMI didukung penuh oleh militer
dikarenakan bukan hanya memiliki tujuan yang sama serta aktivis-aktivis KAMI
ternyata mempunyai hubungan yang erat dengan tokoh-tokoh militer anti
Soekarno4.
Sebelum KAMI muncul, aksi-aksi mahasiswa masih bersifat sporadis,
tidak menyatu serta tidak tersistematis. Setelah KAMI berdiri, gerakan mahasiswa
lebih terfokus dengan menyuarakan Tritura (Tri Tuntutan Rakyat). Isi dari Tritura
tersebut ialah Bubarkan PKI, Retool Kabinet dan Turunkan Harga Barang.
Pada tanggal 16 Februari 1966, Soekarno malakukan reshuffle kabinet
Dwikora, akan tetapi kebijakan Soekarno tersebut ditentang oleh mahasiswa
karena komposisi kabinet yang baru masih diisi oleh orang-orang PKI, korup serta
tidak kompeten. Tepat pada tanggal 24 Februari 1966 pada saat pelantikan kabinet
Dwikora, jatuh korban tewas dari mahasiswa ketika melakukan aksi, salah
seorangnya adalah Arif Rahman Hakim (mahasiswa kedokteran UI) yang
ditembak pasukan Cakrabirawa5.
Dalam menghadapi aksi-aksi mahasiswa yang bertambah luas dan massif,
akhirnya Soekarno membubarkan KAMI dengan keputusan Presiden No
41/Kogam/19666. Pasca pembubaran KAMI oleh Soekarno, mahasiswa
membentuk wadah baru yang diambil dari nama mahasiswa yang gugur dalam
3
Suharsi dan Ign Mahendra K, Bergerak Bersama Rakyat, Sejarah Gerakan Mahasiswa Dan
aksi-aksi tahun 1966, yaitu Laskar Arif Rahman Hakim (Laskar ARH) yang
terdiri dari 42 universitas dan perguruan tinggi di Jakarta7.
Pasca keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) serta
pembersihan terhadap kekuatan-kekuatan PKI dan Soekarno, naiklah Jenderal
Soeharto ketampuk kekuasaan. Seluruh anggota legislatif pendukung PKI dan
Soekarno digantikan dengan orang-orang pendukung Jenderal Soeharto,
diantaranya merupakan perwakilan dari mahasiswa, antara lain Fahmi Idris,
Jhony Simanjuntak, David Napitupulu, Mar’ie Muhammad, Liem Bian Koen,
Soegeng Sarjadi, Nono Anwar Makarim, Yozar Anwar, Cosmas Batubara dan
Slamet Sukirnanto8.
Pasca turunnya Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia maka
masuklah pada babak baru yaitu Orde Baru dibawah pimpinan Jenderal Soeharto.
Naiknya Soeharto terhitung sejak keluarnya surat perintah sebelas Maret atau
Supersemar. Naiknya Soeharto tersebut tidak bisa dilepaskan dari peran
mahasiswa angkatan 66 dalam menggulingkan Soekarno. Seymour M Lipset
menggambarkan keberhasilan gerakan mahasiswa tahun 1966 dalam
menggulingkan Soekarno sejajar dengan keberhasilan mahasiswa menggulingkan
Juan Peron (1955) di Argentina dan Peres Jimones (1958) di Venezuela9.
Setelah lebih dari 30 tahun Soeharto berkuasa dengan sangat otoriter,
timbullah perlawanan-perlawanan dari mahasiswa. Penggulingan Soeharto pada
tahun 1998 sebenarnya puncak dari perjuangan-perjuangan mahasiswa
sebelumnya. Kejatuhan Soeharto dapat dirunut ketika terjadinya krisis ekonomi
pada tahun 1997. krisis ini bermula jatuhnya nilai mata uang Thailand yang
7
Miftahuddin, Op.Cit. hal. 44
8
Suharsi dan Ign Mahendra K, Op. Cit. hal. 76
9
kemudian diikuti oleh negara-negara Asia Tenggara lainnya. Pada bulan Juli 1997
nilai tukar Rupiah jatuh menjadi Rp 240010. Dampak dari melemahnya nilai
Rupiah ini membuat dunia usaha menjadi tidak berkutik bahkan sampai gulung
tikar serta melonjaknya harga bahan-bahan kebutuhan pokok.
Ternyata dampak dari krisis ekonomi ini dianalisa oleh seorang ekonom
UI, Faisal Basri dengan mengambil kesimpulan yang cukup provokatif :
“Kalau pemerintah masih juga mencari jalan pemecahan dengan cara berputar-putar dan mencoba-coba, karena enggan menengok ke inti permasalahan dari krisis yang terjadi,agaknya ratusan juta penduduk miskin tak akan lagi mau diajak bersabar dengan janji-janji tanpa perlu menunggu mahasiswa dan intelektual bergerak, mereka dengan sendirinya akan melangkahkan kaki mencari sesuap nasi untuk tujuan survival semata. Ditambah dengan seonggok persoalan lain yang belum kunjung menunjukan perbaikan berarti, maka secara ekonomi dan politik masalahnya menjadi semakin rawan. Dosa besar kalau kita berdiam diri menunggu hingga anarki berkecamuk”11.
Dari krisis ekonomi yang timbul pada saat itu, ternyata dijadikan
momentum politik mahasiswa untuk meruntuhnya Orde Baru. Mahasiswa
memandang bahwa tiadanya kedaulatan rakyat dan sistem yang demokratis itulah
yang membuat krisis ekonomi semakin parah. Lebih lanjut KM UGM menyatakan
bahwa rezim Soeharto tidak bisa ditoleransi lagi, karena dosanya menciptakan
kelaparan dan menindas rakyat yang sudah berkorban dengan darah dan air mata
selama ini. Jadi krisis ekonomi ini bagi KM UGM harus dijadikan momentum
untuk melakukan perlawanan menentang rezim Soeharto12. Pada tanggal 25
Februari 1998, kelompok civitas academica UI melakukan aksi mimbar bebas di
10
Mochtar E. Harahap dan Andris Basril, Gerakan Mahasiswa dan Politik Indonesia, (Jakarta : NSEAS, 1999) hal. 101
11
Muridan S. Widjojo, Turunkan Harga Atau Kami Turunkan Kamu, Gerakan Mahasiswa
Menggulingkan Soeharto, dalam Muridan S. Widjojo, Penakluk Rezim Orde Baru, Gerakam Mahasiswa 98, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1999) hal.158
12
UI Selemba. Aksi ini terdiri dari mahasiswa UI dan ikatan alumni UI (ILUN UI)
menuntut agar pemerintah mengatasi krisis yang terjadi 13.
Pada Sidang Umum MPR yang diselenggarakan pada tanggal 1-11 Maret
1998 menetapkan Soeharto sebagai Presiden untuk ketujuh kalinya. Pasca
pengukuhannya sebagai Presiden, Soeharto ternyata membuat kebijakan yang
menambah sakit hati rakyat, yaitu dengan melantik Siti Hardiyanti Rukman
sebagai Menteri Sosial, Bob Hasan sebagai Menteri Perindustrian dan
Perdagangan, mengangkat Haryanto Danoetirto dan Abdul Latif yang merupakan
kroni-kroni Soeharto.
Akan tetapi yang membuat bertambah marah mahasiswa ialah diangkatnya
Wiranto Arismunandar sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Dia adalah
mantan Rektor ITB periode 1986-1997. Selama kepemimpinannya di ITB,
sedikitnya 12 mahasiswa dikeluarkan dan 61 mahasiswa di skorsing karena
kebijakan NKK/BKK.
Pasca Sidang Umum MPR, aksi-aksi mahasiswa menentang Soeharto
semakin meluas. Tercatat dari 49 aksi mahasiswa pada Februari 1998 langsung
melonjak mencapai 247 aksi pada Maret 1998. Radikalisasi aksi mahasiswa
semakin hari semakin meningkat, sehingga sering terjadi bentrokan-bentrokan
dengan aparat keamanan (tentara dan polisi). Di Universitas Sebelas Maret
Surakarta dan Lampung, pada tanggal 17 Maret 1998 terjadi bentrok dengan
aparat antara mahasiswa yang ingin melanjutkan aksi keluar kampus dengan
aparat keamanan. Tanggal 2-3 April bentrokan terjadi di Boulevard UGM dan
bentrok berulang pada tanggal 13 April ketika demonstran dikejar-kejar dan
13
ditembaki oleh militer sampai ke dalam kampus. Di Medan juga terjadi bentrokan
serupa pada tanggal 24 April sehingga mengakibatkan Universitas Sumatera Utara
(USU) diliburkan beberapa hari14.
Dalam menanggapi aksi-aksi mahasiswa, Orde Baru mencoba meredakan
aksi-aksi mahasiswa tersebut dengan melakukan penculikan terhadap
pimpinan-pimpinan aksi tersebut.beberapa aktivis yang diculik antaranya : Faisol Reza,
Andi Arif, Desmond J. Mahesa, Rahardja Waluya Jati, Gilang , Pius Lustrilanang
dan lain sebagainya. Hingga saat ini masih ada 15 aktivis yang belum
diketemukan, sedangkan mayat Gilang ditemukan di Madiun. Aksi penculikan ini
dilakukan oleh Tim Mawar dari Kopassus yang dipimpin oleh Prabowa Subianto,
menantu Presiden Soeharto. Peristiwa berdarah juga terjadi pada tanggal 12 Mei
ketika terjadi aksi di Universitas Trisakti, Jakarta. Empat mahasiswa gugur
tertembak. Kejadian ini membuat kemarahan rakyat sehingga mengakibatkan
Jakarta lumpuh total dengan adanya kerusuhan masal.
Selain aksi-aksi jalanan yang dilakukan oleh mahasiswa, peristiwa lain
yang mempercepat turunnya Soeharto dari kursi kekuasaannya adalah
pendudukan gedung DPR/MPR oleh ratusan ribu mahasiswa sejak tanggal 18 Mei
1998. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan pengunduran
diri nya sebagai Presiden dan digantikan oleh Wakil Presiden BJ Habibie.
Dari uraian diatas, ketertarikan saya meneliti perbandingan gerakan
mahasiswa 1966 dan gerakan mahasiswa 1998 ini ialah bahwa dibandingkan
dengan gerakan mahasiswa di Indonesia yang lainnya hanya gerakan mahasiswa
1966 dan gerakan mahasiswa 1998 lah yang berhasil meruntuhkan rezim
14
penguasa disamping revolusi kemerdekaan Indonesia tahun 1945. kemudian
ketertarikan saya ingin membandingkan gerakan mahasiswa 1966 dengan gerakan
mahasiswa 1998 karena saya ingin melihat perbedaan serta kesamaan dari kedua
gerakan tersebut dalam meruntuhkan rezim yang sedang berkuasa karena setiap
gerakan selalu mempunyai karakteristik masing-masing.
1. 2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah penulis uraikan diatas,
maka penelitian ini memfokuskan perumusan masalah pada : “Bagaimana
perbandingan strategi gerakan mahasiswa 1966 dengan strategi gerakan
mahasiswa 1998 dalam meruntuhkan rezim penguasa ?”.
1. 3. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis membatasi permasalahan agar ruang lingkup
penelitian ini tidak terlalu luas serta dapat menghasilkan uraian yang sistematis.
Adapun pembatasan masalah pada penelitian ini ialah
1. Penelitian ini hanya memfokuskan pada strategi yang digunakan oleh
gerakan mahasiswa tahun 1966 dalam menggulingkan Soekarno
dimulai dari meletusnya G30S 1965
2. Penelitian ini hanya memfokuskan pada strategi yang digunakan oleh
gerakan mahasiswa tahun 1998 dalam menggulingkan Soeharto
dimulai dari munculnya krisis ekonomi di Indonesia
3. Penelitian ini hanya memfokuskan pada gerakan mahasiswa yang
bertujuan untuk menggulingkan Soekarno dan Soeharto, bukan
1. 4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui strategi yang digunakan dalam gerakan mahasiswa
tahun 1966 dan gerakan mahasiswa tahun 1998.
2. Untuk membandingkan strategi yang digunakan gerakan mahasiswa
tahun 1966 dan gerakan mahasiswa tahun 1998
1. 5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi penulis, untuk mengembangkan kemampuan berfikir serta
kemampuan menulis melalui karya ilmiah serta agar dapat
menyelesaikan pendidikan di strata satu Departemen Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara.
2. Bagi akademis, agar dapat dijadikan tambahan referensi dalam Ilmu
Politik
3. Bagi mahasiswa, semoga dapat menjadi masukan dalam gerakan
mahasiswa.
4. Bagi pemerintah, agar dapat mengetahui serta memahami bahwa
kekuatan gerakan mahasiswa dapat meruntuhkan rezim yang sedang
1. 6. Kerangka Teori
Teori Gerakan Sosial
Salah satu unsur penting dalam sebuah penelitian adalah penyusunan
kerangka teori, karena teori berfungsi sebagai landasan berfikir untuk
menggambarkan dari mana peneliti melhat objek yang di teliti sehingga penelitian
dapat lebih tersistematis. Teori adalah rangkaian asumsi, konsep, konstruksi,
defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis
dengan cara merumuskan hubungan antar konsep15.
Adapun teori yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu teori gerakan
sosial baru (New Social Movement) dan teori mobilisas sumber daya (Resource
Mobilization Theory). Kata gerakan sosial identik dengan kata-kata perlawanan,
perubahan sosial dan kata ideologi marxis. Sebelum menjelaskan teori gerakan
sosial baru dan teori mobilisasi sumber daya, kita harus mengetahui tentang
gerakan sosial secara umum.
Gerakan sosial memiliki defenisi yang luas karena beragam ruang lingkup
yang dimilikinya. Anthony Giddens menyatakan bahwa gerakan sosial adalah
suatu upaya kolektif untuk mengejar suatu kepentingan bersama atau gerakan
mencapai tujuan bersama melalui tindakan kolektif (collective action) diluar ruang
lingkup lembaga-lembaga yang mapan16.
Defenisi yang hampir sama juga di ungkapkan oleh Tarrow yang
menempatkan gerakan sosial sebagai politik perlawanan yang terjadi ketika rakyat
biasa bergabung dengan para kelompok masyarakat yang lebih berpengaruh
15
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, (Jakarta : LP3ES, 1989) hal. 37
16
Fadhillah Putra dkk, Gerakan Sosial, Konsep, strategi, actor,hambatan dan tantangan gerakan
menggalang kekuatan untuk melawan para elit, pemegang otoritas dan
pihak-pihak lawan lainnya. Ketika perlawanan ini didukung oleh jaringan sosial yang
kuat dan di gaungkan oleh resonansi kultural dan simbol-simbol aksi, maka
perlawanan mengarah ke interaksi yang berkelanjutan dengan pihak lawan, dan
hasilnya adalah gerakan sosial17.
Adapun menurut Mansour Fakih, secara harfiah gerakan sosial dapat
diartikan sebagai kelompok yang terorganisir secara tidak ketat dalam rangka
tujuan sosial terutama dalam usaha merubah struktur maupun nilai sosial18.
Gerakan sosial merupakan gejala yang telah lama ada akan tetapi baru beberapa
abad yang silam orang mulai memahami karakter dan wataknya.
Lebih lanjut Blumer menyatakan bahwa gerakan sosial dapat dirumuskan
sebagai sejumlah besar orang yang bertindak bersama atas nama sejumlah tujuan
atau gagasan19. Sedangkan Robert Mirsel menyatakan bahwa gerakan sosial
didefenisikan sebagai seperangkat keyakinan dan tindakan yang tak terlembaga
yang dilakukan sekelompok orang untuk memajukan atau menghalangi perubahan
di dalam masyarakat20.
Diantara defenisi tentang gerakan sosial diatas, kita menemukan benang
merah bahwa gerakan sosial menginginkan perubahan atau menghalangi
perubahan dengan beberapa tujuan, tidak terorganisir secara rapi dan memiliki
tindakan kolektif serta bertindak diluar saluran-saluran yang mapan.
17
Ibid. hal. 1-2
18
Mansour Fakih, Tiada Transformasi Sosial Tanpa Gerakan Sosial dalam Zaiyardam Zubir,
Radikalisme Kaum Pinggiran : Studi Tentang Ideologi, Isu, Strategi dan Dampak Gerakan,
(Yogyakarta : Insist Press,2002) hal. XXiV
19
Www.Satrioarismunandar.Multiply.Com
20
Dalam memahami dan menjelaskan fenomena gerakan sosial, para ahli
ilmu sosial terus mengembangkan wacana sehingga pada tataran teoritis telah
melahirkan apa yang dimanakan teori gerakan sosial baru (New Social Movement)
dan teori mobilisasi sumber daya (Resource Mobilization Theory).
1. 6. 1. Teori Gerakan Sosial Baru (New Social Movement)
Gerakan sosial beru esensialnya merupakan perkembangan dari teori
gerakan sosial yang ada sebelumnya, sebagaimana Laclau dan Mouffe
menganggap gerakan sosial baru sebagai model dalam pencarian alternatif atas
kemacetan pendekatan marxisme21. Di dalam gerakan sosial baru terdapat slogan
yang berbunyi there are many alternatives (ada banyak alternatif)22.
Gerakan sosial baru atau new social movement mulai muncul dan
berkembang sejak pertengahan tahun 1960 an. Gerakan sosial baru hadir sebagai
alternatif lain dari prinsip-prinsip, strategi, aksi atau pun pilihan ideologi dari
pandangan-pandangan teori marxis tradisional yang lebih menekankan pada
perjuangan kelas.
Menurut Richarso dan Singh, ciri yang menonjol dari gerakan sosial baru
dibandingkan dengan gerakan sosial klasik adala sebagai berikut:
1. Ideologi dan Tujuan
Gerakan sosial baru meninggalkan orientasi ideologi yang kuat melekat
pada gerakan sosial lama seperti ungkapan-ungkapan tentang anti kapitalisme,
revolusi kelas, dan perjuangan kelas. Gerakan sosial baru juga menepis argumen
21
Mansour Fakih, Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial, Pergolakan Ideologi LSM
Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996) hal. 46 22
marxis yang menyatakan bahwa semua perjuangan dan pengelompokan
berdasarkan atas konsep kelas seperti borjuasi dan proletariat. Gerakan sosial baru
lebih menekankan pada isu-isu spesifik non materialistik serta tampil sebagai
perjuangan lintas kelas.
2. Tujuan dan Pengorganisasian
Gerakan sosial baru umumnya tidak lagi mengikuti model
pengorganisasian sebagai mana gerakan sosial lama. Jika pada gerakan sosial
lama cenderung menggunakan serikat buruh dan model kepartaian maka gerakan
sosial beru lebih memilih saluran diluar itu yaitu dengan menggunakan teknik
mengganggu (disruptive) dan memobilisasi opini publik. Para aktivis gerakan
sosial baru cenderung menggunaan bentuk-bentuk demonstrasi yang sangat
dramatis dan dirancang matang sebelumnya serta dilengkapi dengan kostum dan
sombol-simbol.
3. Struktur
Gerakan sosial baru cenderung mengorganisir diri mereka dengan gaya
tidak kaku, mengalir dan egaliter guna menghindari bahaya oligarki yang mapan
karena gerakan sosial yang mapan biasnya memiliki karakteristik birokratis
sehingga menghambat gerakan itu sendiri dalam mencapai tujuan.
Gerakan sosial baru menggunakan cara rotasi kepemimpinan atau bahkan
dalam bentuk presidium agar semua kelompok merasa terwakili serta memiliki
rasa tanggung jawab yang besar terhadap gerakn sosial tersebut. Gerakan sosial
baru menerapkan struktur yang bersifat terbuka, terdesenteralisasi dan non
4. Partisapan atau Aktor
Partisipan atau aktor gerakan sosial baru berasal dari berbagai latar
belakang serta berjuang melintasi sekat-sekat sosial demi kepentingan
kemanusiaan. Clause Offe menyatakan bahwa aktor gerakan sosial baru berasal
dari tiga sektor utama yaitu :
1. Kelas menengah baru,
2. Unsur-unsurkelas menengah lama (petani, pemilik toko dan penghasil
karya seni), dan
3. orang-orang yang menempati posisi pinggiran yang tidak terlalu
terlibat dalam pasar kerja, seperti mahasiswa, ibu rumah tangga, dan
para pensiunan23.
Aktor gerakan sosial baru ini juga menolak pengklasifikasian menurut
ideologi politik seperti kanan maupun kiri. Gerakan sosial baru hadir bukan
sebagai bantahan atau kontradiksi gerakan sosial klasik akan tetapi gerakan sosial
baru berperan mengisi menisi ruang-ruang kosong yang luput dari perhatian
agenda gerakan sosial lama.
1. 6. 2. Teori Mobilisasi Sumber daya (Resource Mobilization Theory)
Teori mobilisasi sumber daya ini muncul sebagai anti tesa dari pandangan
yang mengatakan bahwa gerakan sosial muncul akibat dari pada penyakit sosial.
Dalam pandangan lama bahwa gerakan sosial muncul akibat dukungan dari
pihak-pihak yang mengalami penindasan, teralienasi dan terisolasi di dalam masyarakat.
23
Akan tetapi pandangan lama tersebut dibantah oleh teori ini yang
menyatakan bahwa gerakan sosial muncul karena tersedianya sumber-sumber
pendukung gerakan, tersedianya kelompok-kelompok koalisi, adanya dukngan
dana, adanya tekanan dan upaya pengorganisasian yang efektif serta sumberdaya
yang penting berupa ideologi24.
Teori ini lebih menekankan pada teknik, bukan pada sebab gerakan sosial
tersebut muncul. Para penganut teori mobilisasi sumber daya ini memandang
bahwa kepemimpinan, organisasi dan teknik sebagai faktor yang menentukan
sukses tidaknya sebuah gerakan sosial25.
1.7. Metodologi Penelitian
1.7.1. Motode Penelitian
Pada penelitian ini metode yang digunakan ialah metode deskriptif
kualitatif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah
dengan menggambarkan keadaan objek penelitian yang berdasarkan fakta-fakta
yang tampak atau sebagaimana adanya26. Sedangkan kualitatif merupakan
penelitian yang tidak menggunakan alat bantu rumus statistic atau dengan kata
lain bukan metode pengukuran.
1.7.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini ialah dengan metode library
research atau penelitian kepustakaan. Penelitian dengan menggunakan studi
24
Mansour Fakih, Tiada Transformasi Sosial Tanpa Gerakan Sosial dalam Zaiyardam Zubir,
Radikalisme Kaum Pinggiran : Studi Tentang Ideologi, Isu, Strategi dan Dampak Gerakan,
(Yogyakarta : Insist Press,2002) hal. XXVii
25
Www.Satrioarismunandar.Multiply.Com
26
pustaka ini dilakukan dengan cara menelusuri, mengumpulkan dan membahas
bahan-bahan, informasi dari karangan-karangan yang termuat dalam buku-buku,
artikel-artikel, internet, jurnal dan lain sebagainya yang berkaitan dengan objek
penelitian.
1.7.3. Teknik Analisis Data
Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis data kualitatif, dimana teknik ini melakukan analisa atas masalah
yang ada sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang akan diteliti
dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.
1.7.4. Teknik Perbandingan
Defenisi sederhana dari perbandingan adalah suatu kegiatan untuk
mengadakan identifikasi persamaan atau perbedaan antara dua gejala tertentu atau
lebih27. Agar proses perbandingan dalam penelitian ini bersifat sistematis, maka
penulis merujuk pada konsepsi dari Samuel Beer, Adam Ulam serta Roy Macridis
yang merumuskan tahapan-tahapan telaah komparatif atau tahapan-tahapan
perbandingan, tahapan-tahapan deskriptif, klasifikasi, penjelasan serta konfirmasi
nya meliputi, pertama, tahapan pengumpulan dan pemaparan deskripsi fakta yang
dilakukan berdasarkan skema atau tata cara penggolongan (klasifikasi) tertentu.
Tahapan kedua yaitu, berbagai kesamaan dan perbedaan dikenali dan dijelaskan .
Tahapan ketiga yaitu, hipotesa-hipotesa sementara tentang saling keterkaitan
dalam proses politiknya diformulasikan. Tahapan keempat yaitu,
27
hipotesa tersebut diverifikasi (diuji dan diperiksa melalui observasi empiris atau
pengamatan lapangan secara cermat Sedangkan tahapan kelima ialah
temuan-temuan yang didapat dipertanggung jawabkan harus ditetapkan28.
Lebih lanjut Lijphart mengemukakan bahwa metode perbandingan harus
menemukan hubungan empiris antara variabel serta bukan metode pengukuran
atau dengan kata lain metode perbandingan menggunakan analisas kualitatif,
bukan kuantitatif.
28
1.8. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan Latar Belakang, Perumusan Masalah, Pembatasan
Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metodologi
Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II : DESKRIPSI GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1966 DAN
GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1998 DALAM
MENGGULINGKAN REZIM PENGUASA
Bab ini berisi gambaran sejarah mahasiswa tahun 1996 dan gerakan
mahasiswa tahun 1998 dalam meruntuhkan rezim penguasa.
BAB III : PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA
Bab ini berisi analisis data hasil penelitian tentang perbandingan
Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 dan Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 dalam
meruntuhkan rezim penguasa.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini berisikan tentang kesimpulan penulis terhadap hasil yang
didapat dari penelitian, serta saran dari penulis sebagai rekomendasi kedepan.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
DESKRIPSI GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1966 DAN
GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1998 DALAM
MENGGULINGKAN REZIM PENGUASA
2. 1. Gerakan Mahasiswa Tahun 1966
2. 1. 1. Meletusnya Peristiwa Gerakan 30 September (G30S)
Pasca kemerdekaan 17 Agustus 1945, pemerintahan Indonesia sangatlah
rapuh, hal ini ditandai dengan seringnya terjadi gonta ganti kabinet. Melihat hal
tersebut, Soekarno selaku Presiden melontarkan gagasan tentang demokrasi
terpimpin (sebenarnya ide demokrasi terpimpin berasal dari Ki Hajar Dewantara)
ditolak karena untuk menjalankan konsepsi ini haruslah mengganti
Undang-Undang Dasar (UUD) Sementara yang masih digunakan dengan UUD yang lain1.
Celakanya Konstituante yang anggotanya di pilih melalui pemilihan umum
1955 belum menciptakan UUD negara yang baru, hal ini dikarenakan adanya
pertarungan antara pendukung ideologi Pancasila dan ideologi Islam. Hal yang
paling mendasar yang dibicarakan menyangkut soal dasar negara antara Pancasila,
Islam atau Sosialis ekonomi.
Akhirnya setelah melihat realitas yang ada di dalam tubuh Konstituante,
maka presiden Soekarno dengan didukung angkatan perang khususnya angkatan
darat, PNI, PKI dan kekuatan nasionalis dan kiri lainnya mengeluarkan Dekrit
presiden pada upacara 5 Juli 1959. Dengan keluarnya dekrit Presiden ini
1
Anhar Gonggong, Ketika Kekuatan Pemuda-Mahasiswa Memulai : Ketika kekuatan Lain Meraih “Untung” dalam Rum Aly, Titik silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966, Mitos Dan Dilema :
Mahasiswa Dalam Proses Perubahan Politik 1959-1970, (Jakarta : Kata Hasta Pustaka, 2006)
membawa Soekarno sebagai kekuatan politik yang tak tertandingi karena UUD
1945 yang diberlakukan sejak keluarnya dekrit Presiden ini memberikan
kekuasaan yang besar kepada kepala negara dan ini sejalan dengan prinsip
demokrasi terpimpin.
Untuk menyokong kekuasaan Soekarno dan demokrasi terpimpin
diciptakanlah seperangkat konsep yang kemudian di sampaikan pada pidato
kenegaraan presiden pada tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul penemuan
kembali revolusi kita, dirumuskan oleh DPA sebagai GBHN dengan nama
manipol yang kemudian dikaitkan dengan akronim USDEK, U(UUD 1945),
S(sosialis Indonesia), D(demokrasi terpimpin), E(ekonomi terpimpin),
K(keperibadian Indonesia). Kemudian diciptakan juga konsep yang menunjukan
kekompakan ideologi besar dunia yaitu Nasakom, N(nasionalis), A(agama),
Kom(komunis)2.
Setelah Soekarno membubarkan partai Masyumi dengan alasan
mendukung pemberontakan DI/TII, Soekarno menjadikan dirinya sebagai pusat
kekuasaan politik yang dikenal dengan sudut segitiga kekuatan yaitu kekuatan
TNI khusus nya angkatan darat pada sudut segitiga dan PKI pada sudut yang
lainnya3.
Dua kekuatan terakhir ini membangun hubungan dengan Soekarno yang
dengan seiring waktu akhirnya menimbulkan gesekan-gesekan antara keduanya
baik itu di tingkatan elit maupun akar rumput (grass root). Selain perseteruan
antara TNI AD dengan PKI, dunia kemahasiswaan pun terpecah belah karena
2
Ibid. hal. XIiii
3
Firdaus Syam, Yusril Ihza Mahendera, Perjalanan Hidup, Pemikiran, Dan Tindakan Politik,
ideologi yang dianut masing-masing organisasi kemahasiswaan yang cenderung
berafiliasi dengan partai politik tertentu.
Pasca kemerdekaan berdirilah berbagai organisasi kemahasiswaan
antaranya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang dekat dengan partai Masyumi,
Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos) yang berafiliasi dengan PSI4, Gerakan
Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang berafiliasi dengan PNI, Consentrasi
Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) berafiliasi dengan PKI, Resimen
Mahasiswa (Menwa) berafiliasi dengan TNI AD dan lain sebagainya5. Semua
organisasi kemahasiswaan ini mengikuti konflik yang terjadi pada organisasi
induknya yaitu partai politik dan TNI AD.
Antara tahun 1950 sampai 1960 an terjadi ledakan jumlah mahasiswa. Bila
pada tahun 1946 sampai 1947 terdaftar 387 mahasiswa maka di tahun 1965 ada
sekitar 280 ribu mahasiswa yang terdiri dari mahasiswa perguruan negeri, swasta
serta akademi atau institut yang dibawahi berbagai kementerian6. Karena
jumlahnya yang besar ini lah semua kekuatan politik baik itu partai politik
maupun TNI mencoba merekrut kader dari mahasiswa.
Ketegangan politik di kampus terasa semakin memanas setelah GMNI,
CGMI, Germindo dan Permi semakin mendominasi senat fakultas dan universitas
dihampir semua perguruan tinggi yang ada. Konflik yang terjadi di pada saat itu
misalnya ketika kongres nasional ke empat Majelis Mahasiswa Indonesia (MMI)7
pada bulan April 1964 di Malino, dalam kongres itu GMNI memenangkan 18
kursi dari 24 kursi eksekutif yang ada sedangkan mahasiswa non GMNI yang
4
Francoil Raillon, Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia, (Jakarta : LP3ES,1985) hal. 7
5
Suharsi dan Ign Mahendra K, Bergerak Bersama Rakyat, Sejarah Gerakan Mahasiswa Dan
Perubahan Sosial Di Indonesia, (Yogyakarta : Resist Book, 2007)hal. 69 6
Francoil Raillon, Op. Cit. hal. 9
7
berasal dari UI dan ITB tidak mendapatkan kursi sehingga mereka menolak hasil
kongres itu dan keluar dari MMI8.
Perseteruan berikutnya terjadi ditingkatan fakultas sastra UI ketika GMNI
dan sekutunya menuntut agar senat yang baru di bentuk dibubarkan karena
terdapat unsur-unsur kontra revolusioner seperti HMI. Adapun ketegangan yang
cukup mencolok yaitu ketika ketua CC PKI, DN Aidit dengan agresif melontarkan
ucapan yang provokatif berupa “kalau CGMI tidak bisa melenyapkan HMI
sebaiknya mereka memakai sarung saja” di depan kongres ke III CGMI pada 29
September 19659.
Setelah persaingan ideologi yang begitu panjang dan tak terbendung lagi
akhirnya meletuslah tragedi berdarah pada malam 30 September memasuki 1
Oktober 1965 yang merenggut nyawa tujuh perwira angkatan darat. Sebelum
G30S meletus, Chairul Saleh, wakil perdana menteri III telah mengungkapkan
penemuan suatu dokumen rahasia. Dokumen tersebut berjudul “Resume program
dan kegiatan PKI dewasa ini” dengan tanggal pembuatan 23 Desember 196310.
Di dalam dokumen itu diungkapkan rencana 4 tahun PKI yang akan
merebut kekuasaan politik dan kekuasaan negara di tahun 1967. Selain penemuan
dokumen rahasia itu, juga tersebar desas desus tentang rencana kudeta yang akan
dilakukan dewan jenderal pada tanggal 5 Oktober 1965 yang bertepatan dengan
HUT ABRI. Suasana suhu politik pada tahun 1965 ini begitu panas apalagi
dengan adanya desas desus akan adanya rencana penculikan terhadap sejumlah
perwira tinggi angkatan darat.
8
Suharsi dan Ign Mahendra K, Op. Cit. hal. 71
9
Rum Aly, Titik Silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966, Mitos Dan Dilema : Mahasiswa Dalam
Proses Perubahan Politik 1959-1970, (Jakarta : Kata Hasta Pustaka, 2006) hal. 137 10
Puncak dari suhu politik yang memanas pada saat itu di tandai denga
terjadinya penculikan perwira TNI AD yang dituduh sebagai dewan jenderal yaitu
: Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal R. Soeprapto, Mayor Jenderal MT
Harjono, Mayor Jenderal S. Parman, Berigadir Jenderal DI. Pasndjaitan, Berigadir
Jenderal Soetojo S dan Letnan Pierre Tendean yang dilakukan pasukan Pasopati di
bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung, seorang komandan Cakrabirawa.
Pasca peristiwa G30S, Mayor Jenderal Soeharto selaku Panglima
Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) segera mengambil alih kekosongan
pimpinan dan melakukan konsolidasi di lingkungan angkatan darat setelah
perwira tingginya di culik. Setelah pimpinan TNI AD di pegang, Soeharto
memerintahkan Kolonel Sarwo Edhi, komandan Resimen Pasukan Komando
Angkatan Darat (RPKAD) untuk melakukan pencarian terhadap perwira TNI AD
yang diculik. Tepat pada tanggal 5 Oktober 1965 sekelompok mahasiswa
Bandung mendapatkan informasi bahwa perwira yang diculik telah ditemukan di
dalam sebuah sumur tua di lubang buaya11.
Dalam pandangan Anderson dan Mcvey, menyatakan bahwa peristiwa
G30S adalah mewakili kulminasi logis dari kekerasan dan kebencian yang sangat
mendalam diantara kelompok-kelompok dan ideologi-ideologi yang jauh lebih
luas, kanan dan kiri, islam dan komunis, tuan tanah dan rakyat, santri, priyayi dan
petani12.
11
Ibid. hal. 201-202
12
2. 1. 2. Lahirnya Gerakan Mahasiswa Tahun 1966
Peristiwa tragis yang merenggut nyawa para perwira TNI AD, langsung di
respon oleh mahasiswa dengan membentuk kesatuan aksi pengganyang Gestapu
(KAP-Gestapu) pada tanggal 2 oktober 1965 yang di pimpin oleh politikus NU
Subchan dan aktivis Katolik Harry Tjan. Lima hari setelah pengangkatan jenazah
para perwira TNI AD, KAP-Gestapu mengadakan rapat akbar di Jakarta yang di
akhiri dengan penyerangan markas-markas PKI13.
Tepat pada tanggal 4 Oktober 1965, jenazah para jenderal dan letnan
angkatan darat di temukan dan di angkat dari lubang buaya dengan bantuan
pasukan angkatan laut. Berita tentang ditemukannya jenazah para perwira TNI
AD di terima oleh mahasiswa dengan sedih dan marah terutama saat mendengar
kebuasan pelaku G30S. Pada malam tanggal 4 Oktober 1965 beberapa mahasiswa
berkumpul untuk merencanakan apa yang akan dilakukan. Beberapa orang yang
hadir pada saat itu antara nya adalah Alex Rumondor, Aswar Aly, Robby
Sutrisno, Bonar Siagian, Gani Subrata, Deddy Ardi dan beberapa lainnya14.
Pada tanggal 25 Oktober 1965 terjadi pertemuan tokoh-tokoh mahasiswa
di rumah Brigjen Syarif Thayeb, Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu
Pengetahuan. Thayeb mengusulkan pembentukan sebuah organisasi yang
bertujuan menyikapi G30S serta memiliki jaringan nasional agar lebih dapat
terkoordinir. Usulan Thayeb di terima mahasiswa dan akhirnya terbentuklah
Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI).
13
Michael Van Langenberg, Gestapu dan Kekerasan Negar, dalam Robert Cribb, The Indonesian
Killings, Pembantaian PKI di Jawa dan Bali 1965-1966, (Yogyakarta : Mata Bangsa, 2004)
hal. 84
14
Komposisi KAMI terdiri organisasi keagamaan meliputi HMI, Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia
(PMKRI), dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Kemudian
organisasi non keagamaan seperti Sekretariat Bersama Mahasiswa Lokal
(SOMAL), Pelopor Mahasiswa Sosialis Indonesia (PELMASI), Gerakan
Mahasiswa Sosialis (Gemsos) dan Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI)15.
Pendirian KAMI didukung penuh dari pihak militer dikarenakan bukan
hanya ketuanya, David Napitupulu dekat dengan Brigjen Sukendro dan Jenderal
Nasution akan tetapi militer khususnya angkatan darat memiliki tujuan yang sama,
hal ini secara gamblang di ucapkan Soeharto sendiri dalam percakapan nya
dengan Komandan Kostrad Kemal Idris :
“Jagalah anak-anak muda ini (mahasiswa) jangan sampai mereka menjadi korban. Gerakan mereka adalah gerakan kita juga, kata Soeharto. Pak, saya telah mendahului mengamankan mereka, jawab Kemal Idris. Oh baik, jangan sampai jatuh korban, pesan Soeharto”16.
Setelah terbentuknya KAMI, tuntutan-tuntutan mahasiswa menjadi lebih
konkrit, yaitu Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang berisi : pembubaran PKI, retool
kabinet dan turunkan harga. Pada saat tritura tercetus pada tanggal 100 Januari
1966 dalam rapat akbar mahasiswa yang berlangsung di kampus UI Salemba, ikut
hadir juga Kolonel Sarwo Edhi. Didepan massa KAMI, Kolonel Sarwo Edi di
daulat oleh mahasiswa untuk berbicara. Pada saat itu Sarwo Edhi mengatakan
Tritura adalah hati nurani rakyat. Seandainya mahasiswa merasa yakin dengan
rumusan tersebut, maka saya anjurkan jalan terus17.
15
Francoil Raillon, Op. Cit. hal. 15
16
Rosihan Anwar dkk, Kemal Idris : Bertarung Dalam Revolusi, (Jakarta : Penerbit Sinar Harapan, 1996) hal. 137-138
17
Merasa telah mendapatkan dukungan militer, setelah rapat akbar di UI itu
selesai, selanjutnya mahasiswa bergerak menuju istana negara untuk mengajukan
tuntutan trituta. Setelah sampai di istana negara, mahasiswa di terima oleh
Waperdam III Chairul Saleh. Ketua KAMI, Cosmas Batubara membacakan
tuntutan Tritura yang dijawab oleh Chairul Saleh bahwa Tritura tidak benar dan
menyerahkan keputusan kepada Presiden. Kecewa mendengar jawaban Chairul
Saleh, Cosmas Batubara tampil kemuka menyerukan agar mahasiswa mogok
kuliah dan menganjurkan rakyat untuk membayar karcis bus sebesar RP 200,
bukan Rp 1.000 seperti yang ditetapkan pemerintah setelah keluar keputusan
pemotongan nilai mata uang rupiah dan menaikan harga BBM guna mengatasi
inflasi. Keputusan itu berlaku pada Desember 1966.
Setelah mahasiswa mendatangi istana negara pada tanggal 10 Januari
1966, pada tanggal 15 Januari 1966 ribuan mahasiswa dengan menggunakan
truk-truk yang disediakan oleh kepala staf Kodam Jaya, Witono dan kepala staf
Kostrad Kemal Idris mendatangi istana Bogor untuk berunjuk rasa pada saat
Soekarno mengadakan sidang kabinet. Soekarno di dalam sidang kabinet tersebut
menyampaikan pidato yang mengkritik keras cara-cara mahasiswa menyampaikan
tuntutannya. Soekarno menyerukan kepada siapa saja yang membutuhkan dan
setuju dengan nya agar membentuk barisan Soekarno18.
Kemudian dalam satu pidato di Jakarta pada tanggal 20 Januari, Soekarno
kembali menuduh mahasiswa dimanipulir oleh kekuatan-kekuatan neokolonialis
dan imperialis (Nekolim). Akibat pidato Soekarno tersebut timbullah demonstrasi
dimana berakibat bentrok antara anggota KAMI dengan mahasiswa pro Soekarno.
18
Tepat pada tanggal 24 Februari 1966, KAMI dan kesatuan aksi pemuda
dan pelajar Indonesia (KAPPI) memutuskan untuk memboikot pelantikan kabinet
Dwikora. Pada saat mahasiswa mencoba masuk kedalam istana negara, pasukan
Cakrabirawa menghalangi mereka dengan cara menembak ke arah mahasiswa.
Akibat tembakan itu seorang mahasiswa tewas yaitu Arif Rahman Hakim. Ia
adalah pahlawan angkatan 66 pertama. Keesokan harinya Soekarno membubarkan
KAMI dengan keputusan presiden No. 41/ Kogam/ 1966.
Menyikapi pembubaran KAMI, pada tanggal 4 Maret 1966, ribuan
mahasiswa berkumpul di kampus UI untuk memproklamirkan organisasi baru
pengganti KAMI yang telah di bubarkan oleh Soekarno dengan nama Resimen
Arif Rahman Hakim yang terdiri dari 42 universitas dan perguruan tinggi.
Keesokan harinya mahasiswa melakukan aksi dengan membawa patung
Soebandrio, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri dengan teriakan
“anjing Peking” serta mengutuk hubungannya dengan Peking.
Mulai saat itu gerakan mahasiswa mendapatkan simpati masyarakat secara
luas. Di Bandung para staf pegajar ITB dan Unpad mendirikan kesatuan aksi
sarjana Indonesia (KASI) yang bertujuan membantu perjuangan mahasiswa.
Pada tanggal 11 Maret 1966 mahasiswa memcoba memboikot sidang
kabinet seperti peristiwa 24 Februari 1966 dan dengan dibantu 6 batalion
Siliwangi. Merasa khawatir terhadap keselamatan dirinya akhirnya Soekarno
bersama Chairul Saleh dan Soebandrio meninggalkan istana negara menuju istana
Bogor dengan menggunakan helikopter. Pada saat Soekarno berada di Istana
Bogor tiga perwira tinggi menemui Soekarno yang memintanya untuk
didesak akhirnya Soekarno menandatangani surat perintah yang memberikan
kekuasaan kepada Soeharto untuk memulihkan ketertiban dan stabilitas negara19.
Di kemudian hari surat perintah itu kita kemal dengan nama Surat Perintah
Sebelas Maret atau Supersemar.
2. 1. 3. Jatuhnya Presiden Soekarno
Setelah Supersemar ditanda tangani oleh Soekarno, kemudian ke tiga
jenderal yang terdiri dari Mayjen Basoeki Rahmat, Brigjen Amir mahmud dan
Brigjen M. Jusuf membawa surat tersebut untuk diserahkan kepada Soeharto.
Pada tengah malam 11 Maret 1966, Kemal Idris memberitahukan para mahasiswa
yang berlindung di markas komando tempur (Kopur) bahwa PKI sebentar lagi
akan dibubarkan. Aktivis mahasiswa mendengarnya dengan suka ria20.
Tepat pukul 06.00 WIB sabtu pagi 12 Maret 1966 diumumkan bahwa
Letnan Jenderal Soeharto telah menerima Surat Perintah Sebelas Maret
(Supersemar) dan pada saat itu juga dengan kekuasaan yang ada di tangannya
Soeharto secara resmi membubarkan PKI beserta ormas-ormasnya. Mendengar
siaran itu sejenak Jakarta mendadak diliputi suasana pesta kemenangan.
Untuk menindaklanjuti pembubaran PKI beserta ormasnya, pada tanggal
18 Maret 1966, 15 Menteri kabinet Dwikora yang disempurnakan di tangkap
dengan alasan pembersihan kekuasaan dari pengaruh PKI yang dituduh
bertanggung jawab terhadap meletusnya peristiwa G30S. Sebagian besar
penangkapan dilakukan oleh pasukan RPKAD. Adapun menteri yang ditangkap
tersebut ialah : Dr. Soebandrio, Drs. Yusuf Muda Dalam, Mayjen Achmadi, Drs.
19
Francoil Raillon, Op. Cit. hal. 19
20
M. Achadi, Wie Tjoe Tat SH, Dr. Chairul Saleh, Ir. Setiadi Reksoprodjo,
Astrawinata SH, Armunanto, Sudibjo, Letkol M. Imam Syafei, S Martopradoto,
Jk Tumakaka, Koerwet Kartadiredja dan Mayjen Sumarno S.
Pada saat berlangsungnya Sidang Umum IV MPRS yang dilaksanakan
pada 20 Juni sampai 5 Juli 1966 di Jakarta, sikap anti Soekarno semakin
meningkat dan terbuka. Pada 12 Juni SOMAL menyampaikan tuntutan agar gelar
pimpinan besar revolusi Soekarno ditinjau ulang dan pembatalan sebagai presiden
seumur hidup21. Dalam SU IV MPRS inilah akhirnya gelar pemimpin besar
revolusi dan jabatan Soekarno sebagai Presiden seumur hidup dicabut. Pada saat
yang sama Jenderal A H Nasution terpilih secara aklamasi sebagai ketua MPRS.
Pada tanggal 22 Juni 1966 di depan SU IV MPRS Presiden Soekarno
membacakan pidati pertanggung jawaban yang dinamai dengan Nawaksara.
Dengan keputusan No 5/ MPRS/1966 tertanggal 5 Juli 1966, MPRS meminta
presiden Soekarno melengkapi pidato nya tersebut22.
Untuk memenuhi permintaan MPRS agar melengkapi pidato pertanggung
jawabannya, Soekarno pada tanggal 10 Juni 1967 menyampaikan pidato
pelengkap Nawaksara. Akan tetapi pidato pelengkap Nawaksara Presiden
Soekarno ditolak oleh MPRS dengan mengeluarkan keputusan No 13/B/1967.
Pada tanggal yang sama juga dikeluarkan keputusan MPRS No 14/ b/ 1967 tetang
penyelenggaraan Sidang Istimewa MPRS (SI MPRS).
Akhirnya pada tanggal 7 Maret 1967 SI MPRS menghasilkan keputusan
yang tertuang dalam TAP MPRS No XXXIII/ MPRS/ 1967 berupa pencabutan
21
Rum Aly, Op. Cit. hal. 275 22
kekuasaan pemerintah dari Presiden Soekarno dan pengangkatan Soeharto sebagai
Pejabat Presiden hingga dilaksanakannya pemilihan umum.
2.2. Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 2. 2. 1. Krisis Ekonomi Tahun 1997
Gerakan mahasiswa tahun 1998 yang berhasil menurunkan Soeharto dari
kursi presiden tidak dapat kita pisahkan dari timbulnya krisis ekonomi yang
melanda Indonesia. Pada masa-masa awal pemerintahan Orde Baru (1971-1981),
pertumbuhan ekonomi Indonesia sangatlah mengesankan, diatas 5% pertahun, hal
ini bahkan sampai pada tahun 1997. Hal Hiil dari Australian Nastional University
(ANU) menyatakan bahwa pertengahan tahun 1997 perekonomian Indonesia tetap
kokoh. Bahkan menurut pemenang Nobel ekonomi, Joseph Stiglitz menyatakan
bahwa Soeharto telah berhasil mengentaskan kemiskinan23. Pada awal tahun 1997,
pemerintah Indonesia tetap merasa percaya diri dengan kekuatan fundamental
ekonomi Indonesia yang telah dibangun selama 30 tahun melalui tahapan
pembangunan yang disebut pembangunan lima tahunan (pelita). Pada saat nilai
mata uang di beberapa negara di Asia seperti baht (Thailand), won (Korea
Selatan), ringgit (Malaysia) dan peso (Filipina) mengalami depresi, pemerintah
dibawah pimpinan Soeharto tetap saja tenang dan berkeyakinan bahwa krisis yang
melanda Asia tidak akan menimpa Indonesia.
Ditengah ketenangan dan rasa percaya diri yang besar tersebut, tiba-tiba
pada bulan Juli 1997 pemerintah dikejutkan dengan jatuhnya nilai mata uang
rupiah terhadap dolar sebesar Rp 2.400. semakin hari nilai mata uang rupiah
23
semakin merosot sampai pernah menembus Rp 12.000 per dolar Amerika Serikat.
Angka inflasi pada akhir ahun 1997 mencapai 11% pertahun dan terus meningkat
menjadi 77,6% pertahun pada tahun 1998 dan membuat terus turunnya nilai mata
uang rupiah terhadap dolar. Berkeyakinan bahwa krisis yang melanda Asia tidak
akan menimpa Indonesia.
Pada saat nilai mata uang rupiah menurun berhembuslah kabar bahwa
krisis yang membuat mata uang rupiah jatuh dikarenakan ulah dari para spekualan
yang terus mengusik-usuik rupiah24. Akan tetapi sebab yang menyatakan bahwa
krisis ekonomi disebabkan oleh ulah spekulan dibantah oleh banyak tokoh
maupun akademisi.
Menteri keuangan Mar’ie Muhammad pada saat berbicara di Asia Society
Confrence di New York pada bulan Desember 1997 menyatakan bahwa faktor
pemicu krisis ekonomi di Indonesia di sebabkan oleh krisis kepercayaan, tidak
konsistennya kebijakan, kurang konsistennya reformasi ekonomi, kurangnya
transparansi, rentannya sektor keuangan, utang luar negeri yang sangat besar,
lemahnya fundamenta ekonomi perusahaan, lemahnya kepercayaan dalam negeri,
pengaruh globalisasi, dominasi kekuatan pasar dan kecemasan para investor25.
Sementara itu Kwik Kian Gie menilai bahwa penyebab krisis adalah soal
modal asing. Hal ini telah berlangsung sejak Orde Baru berdiri. Hidup kita
bergantung pada pemasukan aliran modal asing. Kendati kita mengalami defisit
transaksi berjalan, kita masih terus bersyukur bahwa modal asing masih mengalir
masuk. Tetapi sekarang, seandainya dari utang swasta itu diambil alih asetnya
oleh kreditor asing, itu artinya perusahaan swasta beralih ketangan asing. Jadi,
24
Diro Aritonang, Runtuhnya Rezim Dari Pada Soeharto : Rekaman Perjuangan Mahasiswa
Indonesia 1998, (Bandung : Pustaka Hidayah, 1999) hal. 21 25
kita perlu berteriak soal kolonisasi. Kita sendiri mengundang modal asing masuk.
Kwik juga menambahkan bahwa utang swasta yang mencapai 65 miliyar dolar
Amerika Serikat ini sulit dilacak apalagi masuknya melalui beragam cara26.
Hampir seperti yang dikemukakan Kwik Kian Gie, pengamat ekonomi dan
juga dosen di fakultas ekonomi UI, Anwar Nasution mengatakan bahwa penyebab
krisis ekonomi di Indonesia adalah karena terlalu lama menjalankan kebijakan
lebih besar pasak dari pada tiang. Salah satu kesalahan dalam kaitan dengan utang
luar negeri ialah rendahnya kualitas investasi yang tercermin dari tingginya mark
up dan inefisiensi proyek-proyek infrastruktur di negeri ini27.
Pada bulan Oktober 1997, Soeharto meminta bantuan kepada IMF di
samping Soeharto juga meminta Widjojo Nitisastro untuk mengambil
langkah-langkah pemulihan ekonomi28. Syarat-syarat yang diberikan oleh IMF ialah agar
pemerintah mencabut semua subsidi kebutuhan barang-barang pokok sebagai
imbalan terhadap bantuan yang diberikan.
Ketika nilai tukar rupiah 10.000 terhadap dolar Amerika Serikat, IMF
memaksa Soeharto untuk membuat kesepakatan lagi. Kesepakatan tersebut
ditanda tangani pada tanggal 15 Januari yang mensyaratkan pencabutan subsidi
listrik dan BBM29. Dampak dari krisis ekonomi dan pencabutan berbagai subsidi
oleh pemerintah atas inisiatif IMF berakibat banyak perusahaan dan industri jatuh
pailit. Pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi dimana-mana sehingga
meningkatkannya jumlah penganguran terbuka dari 4,68 juta oarang pada tahun
1997 menjadi 5,46 juta orang pada tahun 1998. demikian juga jumlah setengah
26
Ibid. hal. 27 27
Www.Indomedia.Com
28
Diro Aritonang, Op. Cit, (Bandung : Pustaka Hidayah, 1999) hal.21
29
pengangguran dari 28,2 juta orang pada tahun 1997 menjadi 32,1 juta orang pada
tahun 199830
Kejatuhan nilai mata uang rupiah ini membawa pada kepanikan
masyarakat. Muali tanggal 9 Januari 1999 masyarakat secara panik memborong
sembako dipasar-pasar swalayan dan pasar-pasar tradisional. Aksi pembelian
semako secara besar-besaran terjadi dihampir seluruh kota di Indonesia terutama
di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandun dan Medan.
Pemborongan sembako secara besar-besaran ternyata dimanfaatkan oleh
oknum-oknum tertentu untuk memperoleh keuntungan. Bakorstanasda Jaya
mengaku telah menemukan timbunan beras hingga 250 ribu ton, 31 ribu ton
kedelai dan 11 ribu ton gula31.
Disamping krisis yang membawa dampak pada meningkatnya jumlah
pengangguran dan membumbungnya harga bahkan yang lebih parah lagi ialah
terjadinya krisis pangan. Penduduk dibeberapa desa di kabupaten Banjarnegara
Jawa Tengah mulai mengalami rawan pangan dan tidak mampu memperoleh
beras. Masyarakat di daerah ini hanya makan tiwul sebagai makanan utama. Di
Irian Jaya (Jayawijaya, Maurauke dan Puncak Wijaya) sekitar 90.000 orang
kelaparan dan 500 orang tewas akibat kelaparan. Di Nusa Tenggara Timur
penduduk mulai beralih makan rumput babi dan batang pisang. Di NTT
masyarakat kesulian memperoleh makanan pokok berupa jagung sedangkan di
Sulawesi Selatan 2000 penduduk terancam kelaparan dan 12 orang tewas karena
30
Baharuddin Jusuf Habibie, Detik-Detik Yang Menentukan, Jalan Panjang Indonesia Menuju
Demokrasi (Jakarta : THC Mandiri, 2006) hal 3 31
kelaparan. Di pulau Atauro Timor Timur penduduk tidak memperoleh makanan
utama dan mulai menyantap buah-buahan hutan dan buah siwalan32.
Indonesia adalah negara yang terparah dilanda kerisis ekonomi di kawasan
Asia Tenggara. Pada awal tahun 1998, harga-harga kebutuhan masyarakat
menjadi tidak terkontrol lagi, bahkan pada sidang kabinet lengkap pertama pada
tanggal 17 Maret 1998, Presiden Soeharto mengakui bahwa pemerintah belum
bisa mencari cara mengatasi krisis yang terjadi.
Tahun 1997 dan 1998 memang benar-benar tahun yang sangat berat
dihadapi Indonesia. Krisis ekonomi ternyata membawa pada krisis politik. Guru
besar ilmu politik Universitas Wisconsin Amerika Serikat, Donald K. Emmerson
menilai bahwa krisis ekonomi ditahun 1887 ini disertai dengan ketidak pastian
politik, khususnya suksesi. Karena hal terakhir inilah kepercayaan pada rupiah
dan bursa saham belum tentu akan tumbuh kembali selama stabilitas dan
kesinambungan politik orde baru masih terus dipertanyakan. Krisis ekonomi yang
sedang dialami Indonesia bersumber dari masalah politik yaitu otoriternya sistem
pemerintahan Orde Baru. Umumnya, menurut Donald, demokrasi mau tak mau
harus dijadikan prasyarat bagi proses pemulihan ekonomi33.
Hal ini senada seperti yang diungkapkan oleh mahasiswa. Mahasiswa
memandang bahwa tiadanya kedaulatan rakyat dan sistem demikratis itulah yang
membuat krisis ekonomi semakin parah. Gugatan terhadap Orde Baru dalam
mengatasi krisis kemudian di tegaskan oleh Front Aksi Mahasiswa Peduli Rakyat
(FAMPERA) dengan mengatakan bahwa:
“ Resesi ekonomi yang ditandai dengan anjloknya nilai tukar rupiah atas berbagai mata uang asing khususnya dolar, krisis moneter dan pangan
32
Forum Keadilan, “Sembako Dihantam Subsidi, Badai Belum Berlalu“ 23/3/1998, hal, 80-83
33
serta obat-obatan bertambah nya jumlah pengangguran dan masalah PHK, kelaparan di Irian Jaya dan Maluku serta berbagai macam ketimpanganlainnya merupakan bukti ketidak becusan orde baru dalam mengatur dan menata jalannya roda pembangunan”34.
Sejak saat itu lah krisis ekonomi berkaitan langsung dengan krisis politik
yang dalam hal ini bahwa legitimasi pemerintahan Soeharto yang telah dibangun
30 tahun lebih dipertanyakan atau bahkan digugat.
2. 2. 2. Lahirnya Gerakan Mahasiswa Tahun 1998
Krisis ekonomi yang membawa pada keresahan dan kerusuhan
ditengah-tengah masyarakat, ternyata direspon oleh mahasiswa serta civitas academica
secara umum sebagai momentum perlawanan terhadap Orde Baru yang telah
berkuasa 32 tahun.
Pada mulanya mahasiswa bergerak pada isu-isu penurunan harga. Isu-isu
ekonomi tersebut berhasil dimajukan menjadi gerakan yang lebih bersifat politis.
Isu yang diangkat kemudian tidak hanya terbatas pada tuntutan perbaikan
ekonomi akan tetapi menuntut Presiden Soeharto untuk turun dari kekuasaannya
serta pencabutan dwifungsi ABRI.
Untuk merespon tuntutan-tuntutan diatas akhirnya banyak bermunculan
nya organisasi-organisasi gerakan baik itu yang di gerakan oleh mahasiswa
maupun bukan. Organisasi-organisasi yang berdiri tersebut antara lain : KPRP,
SOMMASI, ARMY, FAMPERA di Yogyakarta, DRMS di Solo, FAMPR di
Purwokerto, APR, ASPR di Surabaya, FKMM di Malang, AGRESU, DEMUD di
34
Muridan S. Widjojo, Turunkan Harga Atau Kami Turunkan Kamu, Gerakan Mahasiswa
Medan, FKSMS, FORKOT FAMRED, GERMPUR di Jakarta dan masih banyak
yang lainnya35.
Dalam kurun waktu Februari sampai Mei 1998, secara kuantatif dan
kualitas gerakan mahasiswa naik secara drastis. Isu-isu yang banyak diangkat
selama bulan Februari tersebut adalah isu turunkan harga atau dengan kata lain
masih mengangkat isu-isu ekonomi.
Pelaku-pelaku gerakan ini bukan hanya organisas-organisasi yang sudah
lama bergerak sejak tahun 1980 an akan tetapi juga dari aktivis kampus dari
organisasi-organisasi seperti Senat Mahasiswa, BEM, KM dan Senat-Senat
Fakultas. Mereka juga didukung penuh oleh staf pengajar, pimpinan perguruan
tinggi yang menjadikan gerakan ini sebagai gerakan civitas akademica.
Kerja sama gerakan mahasiswa dan civitas academica di tandai dengan
aksi mimbar bebas di kampus UI Salemba, Jakarta pada tanggal 25 Februari 1998.
mahasiswa bergabung dengan Ikatan Alumni UI (ILUNI UI) yang dipimpin oleh
Irjen Kehutanan Mayjen (Purn) Hariadi Darmawan serta didukung oleh mantan
rektor UI Prof. Mahar Marjono dan guru besar UI Prof. Selo Soemardjan dan
Prof. Emil Salim yang menuntut pemerintah agar segera mengatasi krisis yang
melanda bangsa Indonesia36. Aksi ini ditutup dengan simbolis oleh mahasiswa UI
dengan memasang spanduk ‘ Selamat Datang di Kampus Perjuangan Orde Baru”.
Peristiwa ini secara simbolis menandakan berkurangnya dukungan maasiswa dan
civitas academica UI terhadap kekuasaan Orde Baru.
Kerja sama mahasiswa dan civitas akademika dalam menggulirkan
perubahan menyebar ke berbagai kampus di Indonesia. Pada tanggal 3 Maret 1998
35
Suharsi dan Ign Mahendra K, Lock. Cit. hal. 102
36