• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 Dengan Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 Dalam Meruntuhkan Rezim Penguasa.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 Dengan Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 Dalam Meruntuhkan Rezim Penguasa."

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1966

DENGAN GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1998 DALAM

MERUNTUHKAN REZIM PENGUASA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Disusun Oleh :

ANDRI BASTIAN

030906028

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat yang telah

diberikan kepada penulis sehingga dengan izin-Nya jua akhirnya penulisan skripsi

ini dapat selesai. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada nabi besar

Muhammad SAW yang telah berjuang sampai tetes darah penghabisan demi

tegaknya kebenaran, semoga syafaat mu tercurahkan di akhirat kelak.

Pada penelitian yang berjudul “Perbandingan Gerakan Mahasiswa

Tahun 1966 Dengan Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 Dalam Meruntuhkan Rezim Penguasa”, penulis berangkat dari ketertarikan penulis terhadap kedua

gerakan mahasiswa tersebut karena di Indonesia hanya kedua gerakan mahasiswa

tersebut yang mampu meruntuhkan seorang penguasa. Adapun fokus

perbandingan keduanya ialah pada strategi yang digunakan.

Pada pelaksanaan penelitian ini ingin mengucapkan rasa terima kepada

ayahanda A. Kori Kuntji, SH dan ibunda Tenty Kumala Sari yang dengan gigih

berjuang membanting tulang demi anakmu ini, tidak ada yang bisa penulis

lakukan kecuali berdoa dan mencoba menjadi anak yang berbakti. Terima kasih

juga untuk abang ku Erwin, SH, yuk Dwi, Kiki dan Aldi, kalian sangat berarti

bagiku. Terima kasih juga untuk ayah, ibu, uda dan uni di Bukit Tinggi. Semoga

kita semua tetap menjadi keluarga yang sakinah, mawadah dan warrahmah, amin.

Penulis juga berterima kasih kepada seluruh civitas akademika FISIP

USU, Bapak Dekan FISIP USU Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, ketua

(3)

selaku dosen wali penulis serta para dosen yang telah memberikan ilmu

pengetahuan yang sangat berharga bagi penulis.

Terima kasih juga kepada Bapak Warjio, S.S, MA dan Bapak Indra

Kesuma Nst, SIP, MSi selaku dosen pembimbing dan dosen pembaca yang telah

banyak mengarahkan serta memberikan masukan yang sangat berharga kepada

penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Terima kasih juga kepada seluruh staf pegawai administrasi dan

pendidikan, kak Uci, bang Rusdi, bang Udin, pak Jamal, Ket, bu Masdah dan

yang lainnya yang telah banyak membantu penulis dalam menuntut ilmu di FISIP

USU.

Terima kasih untuk Rani Tri Dayanti, S. Sos atas segala dorongan,

pengertian, kasih sayang dan pengorbanan yang diberikan selama ini. Engkau

sangat berarti bagiku. Semoga hubungan ini mendapat ridhoNya.

Selanjutnya ucapan terima kasih kepada keluarga besar HMI Kom’s FISIP

USU, bang Zacky, bang Wawan, bang Didi dan mas Pur (terima kasih atas waktu

yang diluangkan untuk berdiskusi) serta abang-abang yang tidak bisa disebutkan

satu persatu. Teman-teman ku di kampus Tata & Irsan (ambil tuh barang kalian

yang ketinggalan di sarman), Walid (bukalah dulu topengnya), Jupri (jadi yang

mana neh?), Prima (si alien nyasar), Rolan (jgn mau jadi ketupat PMB), Dika

(dik, hati2 bulan purnama), Veni (gober FISIP apa sastra y?), Crist Tarigan &

Akhyar (ambil hikmanya aja LK-4 itu), Pak Leo (aksi trus!!!), Fuad & Coky (slmt

dating dinegara ku padang bulan), Andi (kecap merek apa lagi neh?), Surya (ada

film lagi gak?), Aulia (org tua yang bijak), Akong (anggota dewan neh), Putra

(4)

Migdad (agak capat datang jumatnya), Dini, Nanda, Rika, Sri, Utik, Ana, Ratih,

Sita, Mimi (jagain cowok2nya ya dari sindrom gang sarman coz ada indikasi

semuanya terlibat !!!)

Buat junior2 ku Ari, Rajab, Wendi, Doni, Elis, Riri, Titin, Bimbi, Jean Ari,

Nia, Dayat, Lia kom, Pak de, Riri kom 05, Bedul, Anti, Amel, Cut, Fera, Irna, Lia

pol 04, Serta dan yang lainnya ( perjuangan belum selesai). Semua anak kost 28

(Trims ya). Mohon maaf bagi kawan-kawan yang tidak disebutkan, tapi yakinlah

kalian adalah sahabat sejati ku.

Selanjutnya untuk SBY-JK (bohong terus), semua aktivis mahasiswa

(semoga skripsi ini bisa menjadi inspirasi), terima kasih untuk para pejuang yang

telah mengorbankan nyawanya, semoga perjuangan kalian tidak sia-sia.

Penulis menyadari bahwa karya ini terdapat banyak kekuarangan di sana

sini. Oleh karena itulah saran dan kritik sangat diperlukan agar karya-karya yang

akan datang dapat lebih baik lagi. Akhirnya penulis mempersembahkan skripsi ini

untuk semua pejuang kebenaran.

Medan, 2 Juni 2008

Penulis

(5)

v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAKSI ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang ... 1

1. 2. Perumusan Masalah ... 8

1. 3. Pembatasan Masalah ... 8

1. 4. Tujuan Penelitian ... 9

1. 5. Manfaat Penelitian ... 9

1. 6. Kerangka Teori ... 10

1. 6. 1. Teori Gerakan Sosial Baru ... 12

1.6. 2. Teori Mobilisasi Sumber Daya ... 14

1. 7. Metodologi Penelitian ... 15

1.7. 1. Metode Penelitian ... 15

1. 7. 2. Teknik Pengumpulan Data ... 15

1. 7. 3. Taknik Analisa Data ... 16

1.7. 4. Teknik Perbandingan ... 16

(6)

vi

BAB II DESKRIPSI GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1966 DAN GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1998 DALAM MENGGULINGKAN REZIM PENGUASA

2. 1. Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 ... 19

2. 1. 1. Meletusnya Peristiwa Gerakan 30 September ... 19

2. 1. 2. Lahirnya Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 ... 24

2. 1. 3. Jatuhnya Presiden Soekarno ... 28

2. 2. Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 ... 30

2. 2. 1. Krisis Ekonomi Tahun 1997 ... 30

2. 2. 2. Lahirnya Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 ... 35

2. 2. 3. Jatuhnya Presiden Soeharto ... 42

BAB III STRATEGI YANG DIGUNAKAN GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1966 DAN GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1998 3. 1. Strategi Yang Digunakan Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 ... 44

3. 1. 1. Model Organisasi Yang Digunakan ... 44

3. 1. 2. Sekutu Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 ... 49

3. 1. 3. Mobilisasi Opini Publik ... 52

3. 2. Strategi Yang Digunakan Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 ... 57

3. 2. 1. Model Organisasi Yang Digunakan ... 57

3. 2. 2. Sekutu Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 ... 61

(7)

vii

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4. 1. Kesimpulan ... 72

4. 2. Saran ... 76

(8)

viii

ABTRAKSI

Mahasiswa sebagai salah satu elemen bangsa telah memainkan peranan yang sangat penting dan menentukan. Sejak era kebangkitan nasional pada tahun 1908 sampai pada saat pengguliran reformasi, mahasiswa selalu saja menjadi ujung tombak perubahan. Pada tahun 1908 mahasiswa mencetuskan Budi Utomo yang kemudian disusul dengan Sumpah Pemuda. Pada saat proklamasi kemerdekaan Indonesia, mahasiswa juga memainkan peranan yang sangat strategis dengan cara menculik Soekarno-Hatta guna mendesak proklamasi kemerdekaan secepat mungkin. Pasca proklamasi mahasiswa kembali menjadi super hero dengan berhasil menumbangkan Soekarno dan Soeharto dari kursi kekuasaan.

Pada penelitian ini, ketertarikan penulis mengambil judul “Perbandingan Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 Dengan Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 Dalam Meruntuhkan Rezim Penguasa” ialah lebih dikarenakan kekaguman penulis akan perjuangan mahasiswa tersebut. Adapun tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui strategi yang digunakan gerakan mahasiswa tahun 1966 dan gerakan mahasiswa tahun 1998 dalam meruntuhkan rezim penguasa serta membandingkannya. Untuk menjelaskan objek penelitian ini penulis berpendapat bahwa teori gerakan sosial baru dan teori mobilisasi sumber daya merupakan teori yang cocok dalam membedah objek dalam penelitian ini. Dengan menggunakan pisau analisis teori gerakan sosial baru dan teori mobilisasi sumber daya akhirnya penulis mengambil tiga unit analisis untuk dibandingkan yaitu model organisasi yang digunakan, sekutu gerakan dan mobilisasi opini publik.

(9)

viii

ABTRAKSI

Mahasiswa sebagai salah satu elemen bangsa telah memainkan peranan yang sangat penting dan menentukan. Sejak era kebangkitan nasional pada tahun 1908 sampai pada saat pengguliran reformasi, mahasiswa selalu saja menjadi ujung tombak perubahan. Pada tahun 1908 mahasiswa mencetuskan Budi Utomo yang kemudian disusul dengan Sumpah Pemuda. Pada saat proklamasi kemerdekaan Indonesia, mahasiswa juga memainkan peranan yang sangat strategis dengan cara menculik Soekarno-Hatta guna mendesak proklamasi kemerdekaan secepat mungkin. Pasca proklamasi mahasiswa kembali menjadi super hero dengan berhasil menumbangkan Soekarno dan Soeharto dari kursi kekuasaan.

Pada penelitian ini, ketertarikan penulis mengambil judul “Perbandingan Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 Dengan Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 Dalam Meruntuhkan Rezim Penguasa” ialah lebih dikarenakan kekaguman penulis akan perjuangan mahasiswa tersebut. Adapun tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui strategi yang digunakan gerakan mahasiswa tahun 1966 dan gerakan mahasiswa tahun 1998 dalam meruntuhkan rezim penguasa serta membandingkannya. Untuk menjelaskan objek penelitian ini penulis berpendapat bahwa teori gerakan sosial baru dan teori mobilisasi sumber daya merupakan teori yang cocok dalam membedah objek dalam penelitian ini. Dengan menggunakan pisau analisis teori gerakan sosial baru dan teori mobilisasi sumber daya akhirnya penulis mengambil tiga unit analisis untuk dibandingkan yaitu model organisasi yang digunakan, sekutu gerakan dan mobilisasi opini publik.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Memahami Indonesia tidak bisa dipisahkan dari peran serta sebuah sosok

yang dinamakan mahasiswa. Jauh sebelum Indonesia dikenal sebagai sebuah

bangsa, mahasiswa telah lebih dahulu mendobrak pintu perlawanan terhadap

penindasan kolonialisme. Hal ini dimulai sejak era kebangkitan nasional yaitu

dari tahun 1908 sampai tahun1998.

Pada awal-awal kemerdekaan atau pada periode revolusi kemerdekaan,

peran mahasiswa sebagai pendobrak kemapanan sangatlah kabur untuk

digambarkan sosoknya. Peran mahasiswa secara politis sebagai kelompok sosial

yang berbicara atas namanya sendiri barulah muncul pada generasi tahun 1966.

prestasi gemilang dari angkatan ini adalah terjadinya peralihan kekuasaan Orde

Lama ke Orde Baru.

Setelah Soekarno diangkat menjadi Presiden Indonesia dan dengan

seiringnya waktu, demokrasi terpimpin berdiri sejak dikeluarkannya Dekrit

Presiden 5 Juli 1959 oleh Soekarno dengan disokong oleh kekuatan militer untuk

kembali kepada konstitus UUD 1945. Dampak dari diterapkannya Dekrit Presiden

ini membawa Soekarno sebagai kekuatan politik yang tak tertandingi. Untuk

menyokong kekuasaannya, Soekarno pada pidato kenegaraan Presiden pada

tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul penemuan kembali revolusi kita,

mencanangkan Manipol Usdek, U(UUD45), S(Sosialis Indonesia), D(Demokrasi

(11)

penggabungan ideologi-ideologi besar ke dalam satu konsepsi yang disebut

Nasakom (Nasionalisme, Agama dan Komunisme)1.

Sebagai pusat kekuasaan, ternyata banyak kekuatan-kekuatan politik yang

mencoba untuk mendapatkan posisi strategis disekitar Soekarno.

Kakuatan-kekuatan yang paling nyata berebut pengaruh ialah PKI dan TNI AD. Ujung dari

persaingan antara PKI dan TNI AD tersebut ternyata berujung pada meletusnya

tragedi G30S dengan terbunuhnya enam jenderal dan perwira pertama angkatan

darat.

Pasca pecahnya pristiwa G30S, ternyata membawa persatuan kekuatan

mahasiswa dan militer anti Soekarno. Dengan terbunuhnya para Jenderal AD

menjadikan alasan yang kuat untuk menggoyang posisi Soekarno disamping

alasan-alasan kemiskinan serta instabilitas politik dan pertentangan paham yang

tiada henti, atau dalam pandangan Anderson dan Mcvey, bahwa pristiwa G30S

adalah mewakili kulminasi logis dari kekerasan dan kebencian yang sangat

mendalam diantara kelompok-kelompok dan ideologi-ideologi yang jauh lebih

luas2.

Untuk menyikapi G30S, maka dibentuklah sebuah kesatuan aksi pada

tanggal 2 Oktober 1965 yang bertujuan untuk membersihkan PKI beserta

unsur-unsurnya yang dianggap dalang tragedi berdarah tersebut. Salah satu kesatuan aksi

tersebut adalah kesatuan aksi pengganyang Gestapu (KAP-Gestapu). Memasuki

fase berikutnya, berdasarkan hasil rapat dirumah Menteri Pendidikan Tinggi,

Brigjen Syarif Thayep dinyatakan bahwa kesatuan aksi mahasiswa Indonesia

1

Anhar Gonggong, Ketika Kekuatan Pemuda-Mahasiswa Memulai : Ketika kekuatan Lain Meraih “Untung” dalam Rum Aly, Titik silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966, Mitos Dan Dilema :

Mahasiswa Dalam Proses Perubahan Politik 1959-1970, (Jakarta : Kata Hasta Pustaka, 2006)

hal. XI iii

2

(12)

(KAMI) terbentuk tepat pada tanggal 25 Oktober 1965. KAMI didominasi oleh

Pergerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PMKRI), Sekretariat Bersama

Mahasiswa Lokal (SOMAL), Pregerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan

Mahasiswa Pancasila (Mapancas)3. KAMI didukung penuh oleh militer

dikarenakan bukan hanya memiliki tujuan yang sama serta aktivis-aktivis KAMI

ternyata mempunyai hubungan yang erat dengan tokoh-tokoh militer anti

Soekarno4.

Sebelum KAMI muncul, aksi-aksi mahasiswa masih bersifat sporadis,

tidak menyatu serta tidak tersistematis. Setelah KAMI berdiri, gerakan mahasiswa

lebih terfokus dengan menyuarakan Tritura (Tri Tuntutan Rakyat). Isi dari Tritura

tersebut ialah Bubarkan PKI, Retool Kabinet dan Turunkan Harga Barang.

Pada tanggal 16 Februari 1966, Soekarno malakukan reshuffle kabinet

Dwikora, akan tetapi kebijakan Soekarno tersebut ditentang oleh mahasiswa

karena komposisi kabinet yang baru masih diisi oleh orang-orang PKI, korup serta

tidak kompeten. Tepat pada tanggal 24 Februari 1966 pada saat pelantikan kabinet

Dwikora, jatuh korban tewas dari mahasiswa ketika melakukan aksi, salah

seorangnya adalah Arif Rahman Hakim (mahasiswa kedokteran UI) yang

ditembak pasukan Cakrabirawa5.

Dalam menghadapi aksi-aksi mahasiswa yang bertambah luas dan massif,

akhirnya Soekarno membubarkan KAMI dengan keputusan Presiden No

41/Kogam/19666. Pasca pembubaran KAMI oleh Soekarno, mahasiswa

membentuk wadah baru yang diambil dari nama mahasiswa yang gugur dalam

3

Suharsi dan Ign Mahendra K, Bergerak Bersama Rakyat, Sejarah Gerakan Mahasiswa Dan

(13)

aksi-aksi tahun 1966, yaitu Laskar Arif Rahman Hakim (Laskar ARH) yang

terdiri dari 42 universitas dan perguruan tinggi di Jakarta7.

Pasca keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) serta

pembersihan terhadap kekuatan-kekuatan PKI dan Soekarno, naiklah Jenderal

Soeharto ketampuk kekuasaan. Seluruh anggota legislatif pendukung PKI dan

Soekarno digantikan dengan orang-orang pendukung Jenderal Soeharto,

diantaranya merupakan perwakilan dari mahasiswa, antara lain Fahmi Idris,

Jhony Simanjuntak, David Napitupulu, Mar’ie Muhammad, Liem Bian Koen,

Soegeng Sarjadi, Nono Anwar Makarim, Yozar Anwar, Cosmas Batubara dan

Slamet Sukirnanto8.

Pasca turunnya Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia maka

masuklah pada babak baru yaitu Orde Baru dibawah pimpinan Jenderal Soeharto.

Naiknya Soeharto terhitung sejak keluarnya surat perintah sebelas Maret atau

Supersemar. Naiknya Soeharto tersebut tidak bisa dilepaskan dari peran

mahasiswa angkatan 66 dalam menggulingkan Soekarno. Seymour M Lipset

menggambarkan keberhasilan gerakan mahasiswa tahun 1966 dalam

menggulingkan Soekarno sejajar dengan keberhasilan mahasiswa menggulingkan

Juan Peron (1955) di Argentina dan Peres Jimones (1958) di Venezuela9.

Setelah lebih dari 30 tahun Soeharto berkuasa dengan sangat otoriter,

timbullah perlawanan-perlawanan dari mahasiswa. Penggulingan Soeharto pada

tahun 1998 sebenarnya puncak dari perjuangan-perjuangan mahasiswa

sebelumnya. Kejatuhan Soeharto dapat dirunut ketika terjadinya krisis ekonomi

pada tahun 1997. krisis ini bermula jatuhnya nilai mata uang Thailand yang

7

Miftahuddin, Op.Cit. hal. 44

8

Suharsi dan Ign Mahendra K, Op. Cit. hal. 76

9

(14)

kemudian diikuti oleh negara-negara Asia Tenggara lainnya. Pada bulan Juli 1997

nilai tukar Rupiah jatuh menjadi Rp 240010. Dampak dari melemahnya nilai

Rupiah ini membuat dunia usaha menjadi tidak berkutik bahkan sampai gulung

tikar serta melonjaknya harga bahan-bahan kebutuhan pokok.

Ternyata dampak dari krisis ekonomi ini dianalisa oleh seorang ekonom

UI, Faisal Basri dengan mengambil kesimpulan yang cukup provokatif :

“Kalau pemerintah masih juga mencari jalan pemecahan dengan cara berputar-putar dan mencoba-coba, karena enggan menengok ke inti permasalahan dari krisis yang terjadi,agaknya ratusan juta penduduk miskin tak akan lagi mau diajak bersabar dengan janji-janji tanpa perlu menunggu mahasiswa dan intelektual bergerak, mereka dengan sendirinya akan melangkahkan kaki mencari sesuap nasi untuk tujuan survival semata. Ditambah dengan seonggok persoalan lain yang belum kunjung menunjukan perbaikan berarti, maka secara ekonomi dan politik masalahnya menjadi semakin rawan. Dosa besar kalau kita berdiam diri menunggu hingga anarki berkecamuk”11.

Dari krisis ekonomi yang timbul pada saat itu, ternyata dijadikan

momentum politik mahasiswa untuk meruntuhnya Orde Baru. Mahasiswa

memandang bahwa tiadanya kedaulatan rakyat dan sistem yang demokratis itulah

yang membuat krisis ekonomi semakin parah. Lebih lanjut KM UGM menyatakan

bahwa rezim Soeharto tidak bisa ditoleransi lagi, karena dosanya menciptakan

kelaparan dan menindas rakyat yang sudah berkorban dengan darah dan air mata

selama ini. Jadi krisis ekonomi ini bagi KM UGM harus dijadikan momentum

untuk melakukan perlawanan menentang rezim Soeharto12. Pada tanggal 25

Februari 1998, kelompok civitas academica UI melakukan aksi mimbar bebas di

10

Mochtar E. Harahap dan Andris Basril, Gerakan Mahasiswa dan Politik Indonesia, (Jakarta : NSEAS, 1999) hal. 101

11

Muridan S. Widjojo, Turunkan Harga Atau Kami Turunkan Kamu, Gerakan Mahasiswa

Menggulingkan Soeharto, dalam Muridan S. Widjojo, Penakluk Rezim Orde Baru, Gerakam Mahasiswa 98, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1999) hal.158

12

(15)

UI Selemba. Aksi ini terdiri dari mahasiswa UI dan ikatan alumni UI (ILUN UI)

menuntut agar pemerintah mengatasi krisis yang terjadi 13.

Pada Sidang Umum MPR yang diselenggarakan pada tanggal 1-11 Maret

1998 menetapkan Soeharto sebagai Presiden untuk ketujuh kalinya. Pasca

pengukuhannya sebagai Presiden, Soeharto ternyata membuat kebijakan yang

menambah sakit hati rakyat, yaitu dengan melantik Siti Hardiyanti Rukman

sebagai Menteri Sosial, Bob Hasan sebagai Menteri Perindustrian dan

Perdagangan, mengangkat Haryanto Danoetirto dan Abdul Latif yang merupakan

kroni-kroni Soeharto.

Akan tetapi yang membuat bertambah marah mahasiswa ialah diangkatnya

Wiranto Arismunandar sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Dia adalah

mantan Rektor ITB periode 1986-1997. Selama kepemimpinannya di ITB,

sedikitnya 12 mahasiswa dikeluarkan dan 61 mahasiswa di skorsing karena

kebijakan NKK/BKK.

Pasca Sidang Umum MPR, aksi-aksi mahasiswa menentang Soeharto

semakin meluas. Tercatat dari 49 aksi mahasiswa pada Februari 1998 langsung

melonjak mencapai 247 aksi pada Maret 1998. Radikalisasi aksi mahasiswa

semakin hari semakin meningkat, sehingga sering terjadi bentrokan-bentrokan

dengan aparat keamanan (tentara dan polisi). Di Universitas Sebelas Maret

Surakarta dan Lampung, pada tanggal 17 Maret 1998 terjadi bentrok dengan

aparat antara mahasiswa yang ingin melanjutkan aksi keluar kampus dengan

aparat keamanan. Tanggal 2-3 April bentrokan terjadi di Boulevard UGM dan

bentrok berulang pada tanggal 13 April ketika demonstran dikejar-kejar dan

13

(16)

ditembaki oleh militer sampai ke dalam kampus. Di Medan juga terjadi bentrokan

serupa pada tanggal 24 April sehingga mengakibatkan Universitas Sumatera Utara

(USU) diliburkan beberapa hari14.

Dalam menanggapi aksi-aksi mahasiswa, Orde Baru mencoba meredakan

aksi-aksi mahasiswa tersebut dengan melakukan penculikan terhadap

pimpinan-pimpinan aksi tersebut.beberapa aktivis yang diculik antaranya : Faisol Reza,

Andi Arif, Desmond J. Mahesa, Rahardja Waluya Jati, Gilang , Pius Lustrilanang

dan lain sebagainya. Hingga saat ini masih ada 15 aktivis yang belum

diketemukan, sedangkan mayat Gilang ditemukan di Madiun. Aksi penculikan ini

dilakukan oleh Tim Mawar dari Kopassus yang dipimpin oleh Prabowa Subianto,

menantu Presiden Soeharto. Peristiwa berdarah juga terjadi pada tanggal 12 Mei

ketika terjadi aksi di Universitas Trisakti, Jakarta. Empat mahasiswa gugur

tertembak. Kejadian ini membuat kemarahan rakyat sehingga mengakibatkan

Jakarta lumpuh total dengan adanya kerusuhan masal.

Selain aksi-aksi jalanan yang dilakukan oleh mahasiswa, peristiwa lain

yang mempercepat turunnya Soeharto dari kursi kekuasaannya adalah

pendudukan gedung DPR/MPR oleh ratusan ribu mahasiswa sejak tanggal 18 Mei

1998. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan pengunduran

diri nya sebagai Presiden dan digantikan oleh Wakil Presiden BJ Habibie.

Dari uraian diatas, ketertarikan saya meneliti perbandingan gerakan

mahasiswa 1966 dan gerakan mahasiswa 1998 ini ialah bahwa dibandingkan

dengan gerakan mahasiswa di Indonesia yang lainnya hanya gerakan mahasiswa

1966 dan gerakan mahasiswa 1998 lah yang berhasil meruntuhkan rezim

14

(17)

penguasa disamping revolusi kemerdekaan Indonesia tahun 1945. kemudian

ketertarikan saya ingin membandingkan gerakan mahasiswa 1966 dengan gerakan

mahasiswa 1998 karena saya ingin melihat perbedaan serta kesamaan dari kedua

gerakan tersebut dalam meruntuhkan rezim yang sedang berkuasa karena setiap

gerakan selalu mempunyai karakteristik masing-masing.

1. 2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah penulis uraikan diatas,

maka penelitian ini memfokuskan perumusan masalah pada : “Bagaimana

perbandingan strategi gerakan mahasiswa 1966 dengan strategi gerakan

mahasiswa 1998 dalam meruntuhkan rezim penguasa ?”.

1. 3. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis membatasi permasalahan agar ruang lingkup

penelitian ini tidak terlalu luas serta dapat menghasilkan uraian yang sistematis.

Adapun pembatasan masalah pada penelitian ini ialah

1. Penelitian ini hanya memfokuskan pada strategi yang digunakan oleh

gerakan mahasiswa tahun 1966 dalam menggulingkan Soekarno

dimulai dari meletusnya G30S 1965

2. Penelitian ini hanya memfokuskan pada strategi yang digunakan oleh

gerakan mahasiswa tahun 1998 dalam menggulingkan Soeharto

dimulai dari munculnya krisis ekonomi di Indonesia

3. Penelitian ini hanya memfokuskan pada gerakan mahasiswa yang

bertujuan untuk menggulingkan Soekarno dan Soeharto, bukan

(18)

1. 4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui strategi yang digunakan dalam gerakan mahasiswa

tahun 1966 dan gerakan mahasiswa tahun 1998.

2. Untuk membandingkan strategi yang digunakan gerakan mahasiswa

tahun 1966 dan gerakan mahasiswa tahun 1998

1. 5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Bagi penulis, untuk mengembangkan kemampuan berfikir serta

kemampuan menulis melalui karya ilmiah serta agar dapat

menyelesaikan pendidikan di strata satu Departemen Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara.

2. Bagi akademis, agar dapat dijadikan tambahan referensi dalam Ilmu

Politik

3. Bagi mahasiswa, semoga dapat menjadi masukan dalam gerakan

mahasiswa.

4. Bagi pemerintah, agar dapat mengetahui serta memahami bahwa

kekuatan gerakan mahasiswa dapat meruntuhkan rezim yang sedang

(19)

1. 6. Kerangka Teori

Teori Gerakan Sosial

Salah satu unsur penting dalam sebuah penelitian adalah penyusunan

kerangka teori, karena teori berfungsi sebagai landasan berfikir untuk

menggambarkan dari mana peneliti melhat objek yang di teliti sehingga penelitian

dapat lebih tersistematis. Teori adalah rangkaian asumsi, konsep, konstruksi,

defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis

dengan cara merumuskan hubungan antar konsep15.

Adapun teori yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu teori gerakan

sosial baru (New Social Movement) dan teori mobilisas sumber daya (Resource

Mobilization Theory). Kata gerakan sosial identik dengan kata-kata perlawanan,

perubahan sosial dan kata ideologi marxis. Sebelum menjelaskan teori gerakan

sosial baru dan teori mobilisasi sumber daya, kita harus mengetahui tentang

gerakan sosial secara umum.

Gerakan sosial memiliki defenisi yang luas karena beragam ruang lingkup

yang dimilikinya. Anthony Giddens menyatakan bahwa gerakan sosial adalah

suatu upaya kolektif untuk mengejar suatu kepentingan bersama atau gerakan

mencapai tujuan bersama melalui tindakan kolektif (collective action) diluar ruang

lingkup lembaga-lembaga yang mapan16.

Defenisi yang hampir sama juga di ungkapkan oleh Tarrow yang

menempatkan gerakan sosial sebagai politik perlawanan yang terjadi ketika rakyat

biasa bergabung dengan para kelompok masyarakat yang lebih berpengaruh

15

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, (Jakarta : LP3ES, 1989) hal. 37

16

Fadhillah Putra dkk, Gerakan Sosial, Konsep, strategi, actor,hambatan dan tantangan gerakan

(20)

menggalang kekuatan untuk melawan para elit, pemegang otoritas dan

pihak-pihak lawan lainnya. Ketika perlawanan ini didukung oleh jaringan sosial yang

kuat dan di gaungkan oleh resonansi kultural dan simbol-simbol aksi, maka

perlawanan mengarah ke interaksi yang berkelanjutan dengan pihak lawan, dan

hasilnya adalah gerakan sosial17.

Adapun menurut Mansour Fakih, secara harfiah gerakan sosial dapat

diartikan sebagai kelompok yang terorganisir secara tidak ketat dalam rangka

tujuan sosial terutama dalam usaha merubah struktur maupun nilai sosial18.

Gerakan sosial merupakan gejala yang telah lama ada akan tetapi baru beberapa

abad yang silam orang mulai memahami karakter dan wataknya.

Lebih lanjut Blumer menyatakan bahwa gerakan sosial dapat dirumuskan

sebagai sejumlah besar orang yang bertindak bersama atas nama sejumlah tujuan

atau gagasan19. Sedangkan Robert Mirsel menyatakan bahwa gerakan sosial

didefenisikan sebagai seperangkat keyakinan dan tindakan yang tak terlembaga

yang dilakukan sekelompok orang untuk memajukan atau menghalangi perubahan

di dalam masyarakat20.

Diantara defenisi tentang gerakan sosial diatas, kita menemukan benang

merah bahwa gerakan sosial menginginkan perubahan atau menghalangi

perubahan dengan beberapa tujuan, tidak terorganisir secara rapi dan memiliki

tindakan kolektif serta bertindak diluar saluran-saluran yang mapan.

17

Ibid. hal. 1-2

18

Mansour Fakih, Tiada Transformasi Sosial Tanpa Gerakan Sosial dalam Zaiyardam Zubir,

Radikalisme Kaum Pinggiran : Studi Tentang Ideologi, Isu, Strategi dan Dampak Gerakan,

(Yogyakarta : Insist Press,2002) hal. XXiV

19

Www.Satrioarismunandar.Multiply.Com 

20

(21)

Dalam memahami dan menjelaskan fenomena gerakan sosial, para ahli

ilmu sosial terus mengembangkan wacana sehingga pada tataran teoritis telah

melahirkan apa yang dimanakan teori gerakan sosial baru (New Social Movement)

dan teori mobilisasi sumber daya (Resource Mobilization Theory).

1. 6. 1. Teori Gerakan Sosial Baru (New Social Movement)

Gerakan sosial beru esensialnya merupakan perkembangan dari teori

gerakan sosial yang ada sebelumnya, sebagaimana Laclau dan Mouffe

menganggap gerakan sosial baru sebagai model dalam pencarian alternatif atas

kemacetan pendekatan marxisme21. Di dalam gerakan sosial baru terdapat slogan

yang berbunyi there are many alternatives (ada banyak alternatif)22.

Gerakan sosial baru atau new social movement mulai muncul dan

berkembang sejak pertengahan tahun 1960 an. Gerakan sosial baru hadir sebagai

alternatif lain dari prinsip-prinsip, strategi, aksi atau pun pilihan ideologi dari

pandangan-pandangan teori marxis tradisional yang lebih menekankan pada

perjuangan kelas.

Menurut Richarso dan Singh, ciri yang menonjol dari gerakan sosial baru

dibandingkan dengan gerakan sosial klasik adala sebagai berikut:

1. Ideologi dan Tujuan

Gerakan sosial baru meninggalkan orientasi ideologi yang kuat melekat

pada gerakan sosial lama seperti ungkapan-ungkapan tentang anti kapitalisme,

revolusi kelas, dan perjuangan kelas. Gerakan sosial baru juga menepis argumen

21

Mansour Fakih, Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial, Pergolakan Ideologi LSM

Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996) hal. 46 22

(22)

marxis yang menyatakan bahwa semua perjuangan dan pengelompokan

berdasarkan atas konsep kelas seperti borjuasi dan proletariat. Gerakan sosial baru

lebih menekankan pada isu-isu spesifik non materialistik serta tampil sebagai

perjuangan lintas kelas.

2. Tujuan dan Pengorganisasian

Gerakan sosial baru umumnya tidak lagi mengikuti model

pengorganisasian sebagai mana gerakan sosial lama. Jika pada gerakan sosial

lama cenderung menggunakan serikat buruh dan model kepartaian maka gerakan

sosial beru lebih memilih saluran diluar itu yaitu dengan menggunakan teknik

mengganggu (disruptive) dan memobilisasi opini publik. Para aktivis gerakan

sosial baru cenderung menggunaan bentuk-bentuk demonstrasi yang sangat

dramatis dan dirancang matang sebelumnya serta dilengkapi dengan kostum dan

sombol-simbol.

3. Struktur

Gerakan sosial baru cenderung mengorganisir diri mereka dengan gaya

tidak kaku, mengalir dan egaliter guna menghindari bahaya oligarki yang mapan

karena gerakan sosial yang mapan biasnya memiliki karakteristik birokratis

sehingga menghambat gerakan itu sendiri dalam mencapai tujuan.

Gerakan sosial baru menggunakan cara rotasi kepemimpinan atau bahkan

dalam bentuk presidium agar semua kelompok merasa terwakili serta memiliki

rasa tanggung jawab yang besar terhadap gerakn sosial tersebut. Gerakan sosial

baru menerapkan struktur yang bersifat terbuka, terdesenteralisasi dan non

(23)

4. Partisapan atau Aktor

Partisipan atau aktor gerakan sosial baru berasal dari berbagai latar

belakang serta berjuang melintasi sekat-sekat sosial demi kepentingan

kemanusiaan. Clause Offe menyatakan bahwa aktor gerakan sosial baru berasal

dari tiga sektor utama yaitu :

1. Kelas menengah baru,

2. Unsur-unsurkelas menengah lama (petani, pemilik toko dan penghasil

karya seni), dan

3. orang-orang yang menempati posisi pinggiran yang tidak terlalu

terlibat dalam pasar kerja, seperti mahasiswa, ibu rumah tangga, dan

para pensiunan23.

Aktor gerakan sosial baru ini juga menolak pengklasifikasian menurut

ideologi politik seperti kanan maupun kiri. Gerakan sosial baru hadir bukan

sebagai bantahan atau kontradiksi gerakan sosial klasik akan tetapi gerakan sosial

baru berperan mengisi menisi ruang-ruang kosong yang luput dari perhatian

agenda gerakan sosial lama.

1. 6. 2. Teori Mobilisasi Sumber daya (Resource Mobilization Theory)

Teori mobilisasi sumber daya ini muncul sebagai anti tesa dari pandangan

yang mengatakan bahwa gerakan sosial muncul akibat dari pada penyakit sosial.

Dalam pandangan lama bahwa gerakan sosial muncul akibat dukungan dari

pihak-pihak yang mengalami penindasan, teralienasi dan terisolasi di dalam masyarakat.

23

(24)

Akan tetapi pandangan lama tersebut dibantah oleh teori ini yang

menyatakan bahwa gerakan sosial muncul karena tersedianya sumber-sumber

pendukung gerakan, tersedianya kelompok-kelompok koalisi, adanya dukngan

dana, adanya tekanan dan upaya pengorganisasian yang efektif serta sumberdaya

yang penting berupa ideologi24.

Teori ini lebih menekankan pada teknik, bukan pada sebab gerakan sosial

tersebut muncul. Para penganut teori mobilisasi sumber daya ini memandang

bahwa kepemimpinan, organisasi dan teknik sebagai faktor yang menentukan

sukses tidaknya sebuah gerakan sosial25.

1.7. Metodologi Penelitian

1.7.1. Motode Penelitian

Pada penelitian ini metode yang digunakan ialah metode deskriptif

kualitatif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah

dengan menggambarkan keadaan objek penelitian yang berdasarkan fakta-fakta

yang tampak atau sebagaimana adanya26. Sedangkan kualitatif merupakan

penelitian yang tidak menggunakan alat bantu rumus statistic atau dengan kata

lain bukan metode pengukuran.

1.7.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini ialah dengan metode library

research atau penelitian kepustakaan. Penelitian dengan menggunakan studi

24

Mansour Fakih, Tiada Transformasi Sosial Tanpa Gerakan Sosial dalam Zaiyardam Zubir,

Radikalisme Kaum Pinggiran : Studi Tentang Ideologi, Isu, Strategi dan Dampak Gerakan,

(Yogyakarta : Insist Press,2002) hal. XXVii

25

Www.Satrioarismunandar.Multiply.Com

26

(25)

pustaka ini dilakukan dengan cara menelusuri, mengumpulkan dan membahas

bahan-bahan, informasi dari karangan-karangan yang termuat dalam buku-buku,

artikel-artikel, internet, jurnal dan lain sebagainya yang berkaitan dengan objek

penelitian.

1.7.3. Teknik Analisis Data

Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik analisis data kualitatif, dimana teknik ini melakukan analisa atas masalah

yang ada sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang akan diteliti

dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.

1.7.4. Teknik Perbandingan

Defenisi sederhana dari perbandingan adalah suatu kegiatan untuk

mengadakan identifikasi persamaan atau perbedaan antara dua gejala tertentu atau

lebih27. Agar proses perbandingan dalam penelitian ini bersifat sistematis, maka

penulis merujuk pada konsepsi dari Samuel Beer, Adam Ulam serta Roy Macridis

yang merumuskan tahapan-tahapan telaah komparatif atau tahapan-tahapan

perbandingan, tahapan-tahapan deskriptif, klasifikasi, penjelasan serta konfirmasi

nya meliputi, pertama, tahapan pengumpulan dan pemaparan deskripsi fakta yang

dilakukan berdasarkan skema atau tata cara penggolongan (klasifikasi) tertentu.

Tahapan kedua yaitu, berbagai kesamaan dan perbedaan dikenali dan dijelaskan .

Tahapan ketiga yaitu, hipotesa-hipotesa sementara tentang saling keterkaitan

dalam proses politiknya diformulasikan. Tahapan keempat yaitu,

27

(26)

hipotesa tersebut diverifikasi (diuji dan diperiksa melalui observasi empiris atau

pengamatan lapangan secara cermat Sedangkan tahapan kelima ialah

temuan-temuan yang didapat dipertanggung jawabkan harus ditetapkan28.

Lebih lanjut Lijphart mengemukakan bahwa metode perbandingan harus

menemukan hubungan empiris antara variabel serta bukan metode pengukuran

atau dengan kata lain metode perbandingan menggunakan analisas kualitatif,

bukan kuantitatif.

28

(27)

1.8. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan Latar Belakang, Perumusan Masalah, Pembatasan

Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metodologi

Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II : DESKRIPSI GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1966 DAN

GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1998 DALAM

MENGGULINGKAN REZIM PENGUASA

Bab ini berisi gambaran sejarah mahasiswa tahun 1996 dan gerakan

mahasiswa tahun 1998 dalam meruntuhkan rezim penguasa.

BAB III : PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA

Bab ini berisi analisis data hasil penelitian tentang perbandingan

Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 dan Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 dalam

meruntuhkan rezim penguasa.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan penulis terhadap hasil yang

didapat dari penelitian, serta saran dari penulis sebagai rekomendasi kedepan.

DAFTAR PUSTAKA

(28)

BAB II

DESKRIPSI GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1966 DAN

GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1998 DALAM

MENGGULINGKAN REZIM PENGUASA

2. 1. Gerakan Mahasiswa Tahun 1966

2. 1. 1. Meletusnya Peristiwa Gerakan 30 September (G30S)

Pasca kemerdekaan 17 Agustus 1945, pemerintahan Indonesia sangatlah

rapuh, hal ini ditandai dengan seringnya terjadi gonta ganti kabinet. Melihat hal

tersebut, Soekarno selaku Presiden melontarkan gagasan tentang demokrasi

terpimpin (sebenarnya ide demokrasi terpimpin berasal dari Ki Hajar Dewantara)

ditolak karena untuk menjalankan konsepsi ini haruslah mengganti

Undang-Undang Dasar (UUD) Sementara yang masih digunakan dengan UUD yang lain1.

Celakanya Konstituante yang anggotanya di pilih melalui pemilihan umum

1955 belum menciptakan UUD negara yang baru, hal ini dikarenakan adanya

pertarungan antara pendukung ideologi Pancasila dan ideologi Islam. Hal yang

paling mendasar yang dibicarakan menyangkut soal dasar negara antara Pancasila,

Islam atau Sosialis ekonomi.

Akhirnya setelah melihat realitas yang ada di dalam tubuh Konstituante,

maka presiden Soekarno dengan didukung angkatan perang khususnya angkatan

darat, PNI, PKI dan kekuatan nasionalis dan kiri lainnya mengeluarkan Dekrit

presiden pada upacara 5 Juli 1959. Dengan keluarnya dekrit Presiden ini

1

Anhar Gonggong, Ketika Kekuatan Pemuda-Mahasiswa Memulai : Ketika kekuatan Lain Meraih “Untung” dalam Rum Aly, Titik silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966, Mitos Dan Dilema :

Mahasiswa Dalam Proses Perubahan Politik 1959-1970, (Jakarta : Kata Hasta Pustaka, 2006)

(29)

membawa Soekarno sebagai kekuatan politik yang tak tertandingi karena UUD

1945 yang diberlakukan sejak keluarnya dekrit Presiden ini memberikan

kekuasaan yang besar kepada kepala negara dan ini sejalan dengan prinsip

demokrasi terpimpin.

Untuk menyokong kekuasaan Soekarno dan demokrasi terpimpin

diciptakanlah seperangkat konsep yang kemudian di sampaikan pada pidato

kenegaraan presiden pada tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul penemuan

kembali revolusi kita, dirumuskan oleh DPA sebagai GBHN dengan nama

manipol yang kemudian dikaitkan dengan akronim USDEK, U(UUD 1945),

S(sosialis Indonesia), D(demokrasi terpimpin), E(ekonomi terpimpin),

K(keperibadian Indonesia). Kemudian diciptakan juga konsep yang menunjukan

kekompakan ideologi besar dunia yaitu Nasakom, N(nasionalis), A(agama),

Kom(komunis)2.

Setelah Soekarno membubarkan partai Masyumi dengan alasan

mendukung pemberontakan DI/TII, Soekarno menjadikan dirinya sebagai pusat

kekuasaan politik yang dikenal dengan sudut segitiga kekuatan yaitu kekuatan

TNI khusus nya angkatan darat pada sudut segitiga dan PKI pada sudut yang

lainnya3.

Dua kekuatan terakhir ini membangun hubungan dengan Soekarno yang

dengan seiring waktu akhirnya menimbulkan gesekan-gesekan antara keduanya

baik itu di tingkatan elit maupun akar rumput (grass root). Selain perseteruan

antara TNI AD dengan PKI, dunia kemahasiswaan pun terpecah belah karena

2

Ibid. hal. XIiii

3

Firdaus Syam, Yusril Ihza Mahendera, Perjalanan Hidup, Pemikiran, Dan Tindakan Politik,

(30)

ideologi yang dianut masing-masing organisasi kemahasiswaan yang cenderung

berafiliasi dengan partai politik tertentu.

Pasca kemerdekaan berdirilah berbagai organisasi kemahasiswaan

antaranya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang dekat dengan partai Masyumi,

Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos) yang berafiliasi dengan PSI4, Gerakan

Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang berafiliasi dengan PNI, Consentrasi

Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) berafiliasi dengan PKI, Resimen

Mahasiswa (Menwa) berafiliasi dengan TNI AD dan lain sebagainya5. Semua

organisasi kemahasiswaan ini mengikuti konflik yang terjadi pada organisasi

induknya yaitu partai politik dan TNI AD.

Antara tahun 1950 sampai 1960 an terjadi ledakan jumlah mahasiswa. Bila

pada tahun 1946 sampai 1947 terdaftar 387 mahasiswa maka di tahun 1965 ada

sekitar 280 ribu mahasiswa yang terdiri dari mahasiswa perguruan negeri, swasta

serta akademi atau institut yang dibawahi berbagai kementerian6. Karena

jumlahnya yang besar ini lah semua kekuatan politik baik itu partai politik

maupun TNI mencoba merekrut kader dari mahasiswa.

Ketegangan politik di kampus terasa semakin memanas setelah GMNI,

CGMI, Germindo dan Permi semakin mendominasi senat fakultas dan universitas

dihampir semua perguruan tinggi yang ada. Konflik yang terjadi di pada saat itu

misalnya ketika kongres nasional ke empat Majelis Mahasiswa Indonesia (MMI)7

pada bulan April 1964 di Malino, dalam kongres itu GMNI memenangkan 18

kursi dari 24 kursi eksekutif yang ada sedangkan mahasiswa non GMNI yang

4

Francoil Raillon, Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia, (Jakarta : LP3ES,1985) hal. 7

5

Suharsi dan Ign Mahendra K, Bergerak Bersama Rakyat, Sejarah Gerakan Mahasiswa Dan

Perubahan Sosial Di Indonesia, (Yogyakarta : Resist Book, 2007)hal. 69 6

Francoil Raillon, Op. Cit. hal. 9

7

(31)

berasal dari UI dan ITB tidak mendapatkan kursi sehingga mereka menolak hasil

kongres itu dan keluar dari MMI8.

Perseteruan berikutnya terjadi ditingkatan fakultas sastra UI ketika GMNI

dan sekutunya menuntut agar senat yang baru di bentuk dibubarkan karena

terdapat unsur-unsur kontra revolusioner seperti HMI. Adapun ketegangan yang

cukup mencolok yaitu ketika ketua CC PKI, DN Aidit dengan agresif melontarkan

ucapan yang provokatif berupa “kalau CGMI tidak bisa melenyapkan HMI

sebaiknya mereka memakai sarung saja” di depan kongres ke III CGMI pada 29

September 19659.

Setelah persaingan ideologi yang begitu panjang dan tak terbendung lagi

akhirnya meletuslah tragedi berdarah pada malam 30 September memasuki 1

Oktober 1965 yang merenggut nyawa tujuh perwira angkatan darat. Sebelum

G30S meletus, Chairul Saleh, wakil perdana menteri III telah mengungkapkan

penemuan suatu dokumen rahasia. Dokumen tersebut berjudul “Resume program

dan kegiatan PKI dewasa ini” dengan tanggal pembuatan 23 Desember 196310.

Di dalam dokumen itu diungkapkan rencana 4 tahun PKI yang akan

merebut kekuasaan politik dan kekuasaan negara di tahun 1967. Selain penemuan

dokumen rahasia itu, juga tersebar desas desus tentang rencana kudeta yang akan

dilakukan dewan jenderal pada tanggal 5 Oktober 1965 yang bertepatan dengan

HUT ABRI. Suasana suhu politik pada tahun 1965 ini begitu panas apalagi

dengan adanya desas desus akan adanya rencana penculikan terhadap sejumlah

perwira tinggi angkatan darat.

8

Suharsi dan Ign Mahendra K, Op. Cit. hal. 71

9

Rum Aly, Titik Silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966, Mitos Dan Dilema : Mahasiswa Dalam

Proses Perubahan Politik 1959-1970, (Jakarta : Kata Hasta Pustaka, 2006) hal. 137 10

(32)

Puncak dari suhu politik yang memanas pada saat itu di tandai denga

terjadinya penculikan perwira TNI AD yang dituduh sebagai dewan jenderal yaitu

: Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal R. Soeprapto, Mayor Jenderal MT

Harjono, Mayor Jenderal S. Parman, Berigadir Jenderal DI. Pasndjaitan, Berigadir

Jenderal Soetojo S dan Letnan Pierre Tendean yang dilakukan pasukan Pasopati di

bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung, seorang komandan Cakrabirawa.

Pasca peristiwa G30S, Mayor Jenderal Soeharto selaku Panglima

Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) segera mengambil alih kekosongan

pimpinan dan melakukan konsolidasi di lingkungan angkatan darat setelah

perwira tingginya di culik. Setelah pimpinan TNI AD di pegang, Soeharto

memerintahkan Kolonel Sarwo Edhi, komandan Resimen Pasukan Komando

Angkatan Darat (RPKAD) untuk melakukan pencarian terhadap perwira TNI AD

yang diculik. Tepat pada tanggal 5 Oktober 1965 sekelompok mahasiswa

Bandung mendapatkan informasi bahwa perwira yang diculik telah ditemukan di

dalam sebuah sumur tua di lubang buaya11.

Dalam pandangan Anderson dan Mcvey, menyatakan bahwa peristiwa

G30S adalah mewakili kulminasi logis dari kekerasan dan kebencian yang sangat

mendalam diantara kelompok-kelompok dan ideologi-ideologi yang jauh lebih

luas, kanan dan kiri, islam dan komunis, tuan tanah dan rakyat, santri, priyayi dan

petani12.

11

Ibid. hal. 201-202

12

(33)

2. 1. 2. Lahirnya Gerakan Mahasiswa Tahun 1966

Peristiwa tragis yang merenggut nyawa para perwira TNI AD, langsung di

respon oleh mahasiswa dengan membentuk kesatuan aksi pengganyang Gestapu

(KAP-Gestapu) pada tanggal 2 oktober 1965 yang di pimpin oleh politikus NU

Subchan dan aktivis Katolik Harry Tjan. Lima hari setelah pengangkatan jenazah

para perwira TNI AD, KAP-Gestapu mengadakan rapat akbar di Jakarta yang di

akhiri dengan penyerangan markas-markas PKI13.

Tepat pada tanggal 4 Oktober 1965, jenazah para jenderal dan letnan

angkatan darat di temukan dan di angkat dari lubang buaya dengan bantuan

pasukan angkatan laut. Berita tentang ditemukannya jenazah para perwira TNI

AD di terima oleh mahasiswa dengan sedih dan marah terutama saat mendengar

kebuasan pelaku G30S. Pada malam tanggal 4 Oktober 1965 beberapa mahasiswa

berkumpul untuk merencanakan apa yang akan dilakukan. Beberapa orang yang

hadir pada saat itu antara nya adalah Alex Rumondor, Aswar Aly, Robby

Sutrisno, Bonar Siagian, Gani Subrata, Deddy Ardi dan beberapa lainnya14.

Pada tanggal 25 Oktober 1965 terjadi pertemuan tokoh-tokoh mahasiswa

di rumah Brigjen Syarif Thayeb, Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu

Pengetahuan. Thayeb mengusulkan pembentukan sebuah organisasi yang

bertujuan menyikapi G30S serta memiliki jaringan nasional agar lebih dapat

terkoordinir. Usulan Thayeb di terima mahasiswa dan akhirnya terbentuklah

Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI).

13

Michael Van Langenberg, Gestapu dan Kekerasan Negar, dalam Robert Cribb, The Indonesian

Killings, Pembantaian PKI di Jawa dan Bali 1965-1966, (Yogyakarta : Mata Bangsa, 2004)

hal. 84

14

(34)

Komposisi KAMI terdiri organisasi keagamaan meliputi HMI, Pergerakan

Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia

(PMKRI), dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Kemudian

organisasi non keagamaan seperti Sekretariat Bersama Mahasiswa Lokal

(SOMAL), Pelopor Mahasiswa Sosialis Indonesia (PELMASI), Gerakan

Mahasiswa Sosialis (Gemsos) dan Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI)15.

Pendirian KAMI didukung penuh dari pihak militer dikarenakan bukan

hanya ketuanya, David Napitupulu dekat dengan Brigjen Sukendro dan Jenderal

Nasution akan tetapi militer khususnya angkatan darat memiliki tujuan yang sama,

hal ini secara gamblang di ucapkan Soeharto sendiri dalam percakapan nya

dengan Komandan Kostrad Kemal Idris :

“Jagalah anak-anak muda ini (mahasiswa) jangan sampai mereka menjadi korban. Gerakan mereka adalah gerakan kita juga, kata Soeharto. Pak, saya telah mendahului mengamankan mereka, jawab Kemal Idris. Oh baik, jangan sampai jatuh korban, pesan Soeharto”16.

Setelah terbentuknya KAMI, tuntutan-tuntutan mahasiswa menjadi lebih

konkrit, yaitu Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang berisi : pembubaran PKI, retool

kabinet dan turunkan harga. Pada saat tritura tercetus pada tanggal 100 Januari

1966 dalam rapat akbar mahasiswa yang berlangsung di kampus UI Salemba, ikut

hadir juga Kolonel Sarwo Edhi. Didepan massa KAMI, Kolonel Sarwo Edi di

daulat oleh mahasiswa untuk berbicara. Pada saat itu Sarwo Edhi mengatakan

Tritura adalah hati nurani rakyat. Seandainya mahasiswa merasa yakin dengan

rumusan tersebut, maka saya anjurkan jalan terus17.

15

Francoil Raillon, Op. Cit. hal. 15

16

Rosihan Anwar dkk, Kemal Idris : Bertarung Dalam Revolusi, (Jakarta : Penerbit Sinar Harapan, 1996) hal. 137-138

17

(35)

Merasa telah mendapatkan dukungan militer, setelah rapat akbar di UI itu

selesai, selanjutnya mahasiswa bergerak menuju istana negara untuk mengajukan

tuntutan trituta. Setelah sampai di istana negara, mahasiswa di terima oleh

Waperdam III Chairul Saleh. Ketua KAMI, Cosmas Batubara membacakan

tuntutan Tritura yang dijawab oleh Chairul Saleh bahwa Tritura tidak benar dan

menyerahkan keputusan kepada Presiden. Kecewa mendengar jawaban Chairul

Saleh, Cosmas Batubara tampil kemuka menyerukan agar mahasiswa mogok

kuliah dan menganjurkan rakyat untuk membayar karcis bus sebesar RP 200,

bukan Rp 1.000 seperti yang ditetapkan pemerintah setelah keluar keputusan

pemotongan nilai mata uang rupiah dan menaikan harga BBM guna mengatasi

inflasi. Keputusan itu berlaku pada Desember 1966.

Setelah mahasiswa mendatangi istana negara pada tanggal 10 Januari

1966, pada tanggal 15 Januari 1966 ribuan mahasiswa dengan menggunakan

truk-truk yang disediakan oleh kepala staf Kodam Jaya, Witono dan kepala staf

Kostrad Kemal Idris mendatangi istana Bogor untuk berunjuk rasa pada saat

Soekarno mengadakan sidang kabinet. Soekarno di dalam sidang kabinet tersebut

menyampaikan pidato yang mengkritik keras cara-cara mahasiswa menyampaikan

tuntutannya. Soekarno menyerukan kepada siapa saja yang membutuhkan dan

setuju dengan nya agar membentuk barisan Soekarno18.

Kemudian dalam satu pidato di Jakarta pada tanggal 20 Januari, Soekarno

kembali menuduh mahasiswa dimanipulir oleh kekuatan-kekuatan neokolonialis

dan imperialis (Nekolim). Akibat pidato Soekarno tersebut timbullah demonstrasi

dimana berakibat bentrok antara anggota KAMI dengan mahasiswa pro Soekarno.

18

(36)

Tepat pada tanggal 24 Februari 1966, KAMI dan kesatuan aksi pemuda

dan pelajar Indonesia (KAPPI) memutuskan untuk memboikot pelantikan kabinet

Dwikora. Pada saat mahasiswa mencoba masuk kedalam istana negara, pasukan

Cakrabirawa menghalangi mereka dengan cara menembak ke arah mahasiswa.

Akibat tembakan itu seorang mahasiswa tewas yaitu Arif Rahman Hakim. Ia

adalah pahlawan angkatan 66 pertama. Keesokan harinya Soekarno membubarkan

KAMI dengan keputusan presiden No. 41/ Kogam/ 1966.

Menyikapi pembubaran KAMI, pada tanggal 4 Maret 1966, ribuan

mahasiswa berkumpul di kampus UI untuk memproklamirkan organisasi baru

pengganti KAMI yang telah di bubarkan oleh Soekarno dengan nama Resimen

Arif Rahman Hakim yang terdiri dari 42 universitas dan perguruan tinggi.

Keesokan harinya mahasiswa melakukan aksi dengan membawa patung

Soebandrio, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri dengan teriakan

“anjing Peking” serta mengutuk hubungannya dengan Peking.

Mulai saat itu gerakan mahasiswa mendapatkan simpati masyarakat secara

luas. Di Bandung para staf pegajar ITB dan Unpad mendirikan kesatuan aksi

sarjana Indonesia (KASI) yang bertujuan membantu perjuangan mahasiswa.

Pada tanggal 11 Maret 1966 mahasiswa memcoba memboikot sidang

kabinet seperti peristiwa 24 Februari 1966 dan dengan dibantu 6 batalion

Siliwangi. Merasa khawatir terhadap keselamatan dirinya akhirnya Soekarno

bersama Chairul Saleh dan Soebandrio meninggalkan istana negara menuju istana

Bogor dengan menggunakan helikopter. Pada saat Soekarno berada di Istana

Bogor tiga perwira tinggi menemui Soekarno yang memintanya untuk

(37)

didesak akhirnya Soekarno menandatangani surat perintah yang memberikan

kekuasaan kepada Soeharto untuk memulihkan ketertiban dan stabilitas negara19.

Di kemudian hari surat perintah itu kita kemal dengan nama Surat Perintah

Sebelas Maret atau Supersemar.

2. 1. 3. Jatuhnya Presiden Soekarno

Setelah Supersemar ditanda tangani oleh Soekarno, kemudian ke tiga

jenderal yang terdiri dari Mayjen Basoeki Rahmat, Brigjen Amir mahmud dan

Brigjen M. Jusuf membawa surat tersebut untuk diserahkan kepada Soeharto.

Pada tengah malam 11 Maret 1966, Kemal Idris memberitahukan para mahasiswa

yang berlindung di markas komando tempur (Kopur) bahwa PKI sebentar lagi

akan dibubarkan. Aktivis mahasiswa mendengarnya dengan suka ria20.

Tepat pukul 06.00 WIB sabtu pagi 12 Maret 1966 diumumkan bahwa

Letnan Jenderal Soeharto telah menerima Surat Perintah Sebelas Maret

(Supersemar) dan pada saat itu juga dengan kekuasaan yang ada di tangannya

Soeharto secara resmi membubarkan PKI beserta ormas-ormasnya. Mendengar

siaran itu sejenak Jakarta mendadak diliputi suasana pesta kemenangan.

Untuk menindaklanjuti pembubaran PKI beserta ormasnya, pada tanggal

18 Maret 1966, 15 Menteri kabinet Dwikora yang disempurnakan di tangkap

dengan alasan pembersihan kekuasaan dari pengaruh PKI yang dituduh

bertanggung jawab terhadap meletusnya peristiwa G30S. Sebagian besar

penangkapan dilakukan oleh pasukan RPKAD. Adapun menteri yang ditangkap

tersebut ialah : Dr. Soebandrio, Drs. Yusuf Muda Dalam, Mayjen Achmadi, Drs.

19

Francoil Raillon, Op. Cit. hal. 19

20

(38)

M. Achadi, Wie Tjoe Tat SH, Dr. Chairul Saleh, Ir. Setiadi Reksoprodjo,

Astrawinata SH, Armunanto, Sudibjo, Letkol M. Imam Syafei, S Martopradoto,

Jk Tumakaka, Koerwet Kartadiredja dan Mayjen Sumarno S.

Pada saat berlangsungnya Sidang Umum IV MPRS yang dilaksanakan

pada 20 Juni sampai 5 Juli 1966 di Jakarta, sikap anti Soekarno semakin

meningkat dan terbuka. Pada 12 Juni SOMAL menyampaikan tuntutan agar gelar

pimpinan besar revolusi Soekarno ditinjau ulang dan pembatalan sebagai presiden

seumur hidup21. Dalam SU IV MPRS inilah akhirnya gelar pemimpin besar

revolusi dan jabatan Soekarno sebagai Presiden seumur hidup dicabut. Pada saat

yang sama Jenderal A H Nasution terpilih secara aklamasi sebagai ketua MPRS.

Pada tanggal 22 Juni 1966 di depan SU IV MPRS Presiden Soekarno

membacakan pidati pertanggung jawaban yang dinamai dengan Nawaksara.

Dengan keputusan No 5/ MPRS/1966 tertanggal 5 Juli 1966, MPRS meminta

presiden Soekarno melengkapi pidato nya tersebut22.

Untuk memenuhi permintaan MPRS agar melengkapi pidato pertanggung

jawabannya, Soekarno pada tanggal 10 Juni 1967 menyampaikan pidato

pelengkap Nawaksara. Akan tetapi pidato pelengkap Nawaksara Presiden

Soekarno ditolak oleh MPRS dengan mengeluarkan keputusan No 13/B/1967.

Pada tanggal yang sama juga dikeluarkan keputusan MPRS No 14/ b/ 1967 tetang

penyelenggaraan Sidang Istimewa MPRS (SI MPRS).

Akhirnya pada tanggal 7 Maret 1967 SI MPRS menghasilkan keputusan

yang tertuang dalam TAP MPRS No XXXIII/ MPRS/ 1967 berupa pencabutan

21

Rum Aly, Op. Cit. hal. 275 22

(39)

kekuasaan pemerintah dari Presiden Soekarno dan pengangkatan Soeharto sebagai

Pejabat Presiden hingga dilaksanakannya pemilihan umum.

2.2. Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 2. 2. 1. Krisis Ekonomi Tahun 1997

Gerakan mahasiswa tahun 1998 yang berhasil menurunkan Soeharto dari

kursi presiden tidak dapat kita pisahkan dari timbulnya krisis ekonomi yang

melanda Indonesia. Pada masa-masa awal pemerintahan Orde Baru (1971-1981),

pertumbuhan ekonomi Indonesia sangatlah mengesankan, diatas 5% pertahun, hal

ini bahkan sampai pada tahun 1997. Hal Hiil dari Australian Nastional University

(ANU) menyatakan bahwa pertengahan tahun 1997 perekonomian Indonesia tetap

kokoh. Bahkan menurut pemenang Nobel ekonomi, Joseph Stiglitz menyatakan

bahwa Soeharto telah berhasil mengentaskan kemiskinan23. Pada awal tahun 1997,

pemerintah Indonesia tetap merasa percaya diri dengan kekuatan fundamental

ekonomi Indonesia yang telah dibangun selama 30 tahun melalui tahapan

pembangunan yang disebut pembangunan lima tahunan (pelita). Pada saat nilai

mata uang di beberapa negara di Asia seperti baht (Thailand), won (Korea

Selatan), ringgit (Malaysia) dan peso (Filipina) mengalami depresi, pemerintah

dibawah pimpinan Soeharto tetap saja tenang dan berkeyakinan bahwa krisis yang

melanda Asia tidak akan menimpa Indonesia.

Ditengah ketenangan dan rasa percaya diri yang besar tersebut, tiba-tiba

pada bulan Juli 1997 pemerintah dikejutkan dengan jatuhnya nilai mata uang

rupiah terhadap dolar sebesar Rp 2.400. semakin hari nilai mata uang rupiah

23

(40)

semakin merosot sampai pernah menembus Rp 12.000 per dolar Amerika Serikat.

Angka inflasi pada akhir ahun 1997 mencapai 11% pertahun dan terus meningkat

menjadi 77,6% pertahun pada tahun 1998 dan membuat terus turunnya nilai mata

uang rupiah terhadap dolar. Berkeyakinan bahwa krisis yang melanda Asia tidak

akan menimpa Indonesia.

Pada saat nilai mata uang rupiah menurun berhembuslah kabar bahwa

krisis yang membuat mata uang rupiah jatuh dikarenakan ulah dari para spekualan

yang terus mengusik-usuik rupiah24. Akan tetapi sebab yang menyatakan bahwa

krisis ekonomi disebabkan oleh ulah spekulan dibantah oleh banyak tokoh

maupun akademisi.

Menteri keuangan Mar’ie Muhammad pada saat berbicara di Asia Society

Confrence di New York pada bulan Desember 1997 menyatakan bahwa faktor

pemicu krisis ekonomi di Indonesia di sebabkan oleh krisis kepercayaan, tidak

konsistennya kebijakan, kurang konsistennya reformasi ekonomi, kurangnya

transparansi, rentannya sektor keuangan, utang luar negeri yang sangat besar,

lemahnya fundamenta ekonomi perusahaan, lemahnya kepercayaan dalam negeri,

pengaruh globalisasi, dominasi kekuatan pasar dan kecemasan para investor25.

Sementara itu Kwik Kian Gie menilai bahwa penyebab krisis adalah soal

modal asing. Hal ini telah berlangsung sejak Orde Baru berdiri. Hidup kita

bergantung pada pemasukan aliran modal asing. Kendati kita mengalami defisit

transaksi berjalan, kita masih terus bersyukur bahwa modal asing masih mengalir

masuk. Tetapi sekarang, seandainya dari utang swasta itu diambil alih asetnya

oleh kreditor asing, itu artinya perusahaan swasta beralih ketangan asing. Jadi,

24

Diro Aritonang, Runtuhnya Rezim Dari Pada Soeharto : Rekaman Perjuangan Mahasiswa

Indonesia 1998, (Bandung : Pustaka Hidayah, 1999) hal. 21 25

(41)

kita perlu berteriak soal kolonisasi. Kita sendiri mengundang modal asing masuk.

Kwik juga menambahkan bahwa utang swasta yang mencapai 65 miliyar dolar

Amerika Serikat ini sulit dilacak apalagi masuknya melalui beragam cara26.

Hampir seperti yang dikemukakan Kwik Kian Gie, pengamat ekonomi dan

juga dosen di fakultas ekonomi UI, Anwar Nasution mengatakan bahwa penyebab

krisis ekonomi di Indonesia adalah karena terlalu lama menjalankan kebijakan

lebih besar pasak dari pada tiang. Salah satu kesalahan dalam kaitan dengan utang

luar negeri ialah rendahnya kualitas investasi yang tercermin dari tingginya mark

up dan inefisiensi proyek-proyek infrastruktur di negeri ini27.

Pada bulan Oktober 1997, Soeharto meminta bantuan kepada IMF di

samping Soeharto juga meminta Widjojo Nitisastro untuk mengambil

langkah-langkah pemulihan ekonomi28. Syarat-syarat yang diberikan oleh IMF ialah agar

pemerintah mencabut semua subsidi kebutuhan barang-barang pokok sebagai

imbalan terhadap bantuan yang diberikan.

Ketika nilai tukar rupiah 10.000 terhadap dolar Amerika Serikat, IMF

memaksa Soeharto untuk membuat kesepakatan lagi. Kesepakatan tersebut

ditanda tangani pada tanggal 15 Januari yang mensyaratkan pencabutan subsidi

listrik dan BBM29. Dampak dari krisis ekonomi dan pencabutan berbagai subsidi

oleh pemerintah atas inisiatif IMF berakibat banyak perusahaan dan industri jatuh

pailit. Pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi dimana-mana sehingga

meningkatkannya jumlah penganguran terbuka dari 4,68 juta oarang pada tahun

1997 menjadi 5,46 juta orang pada tahun 1998. demikian juga jumlah setengah

26

Ibid. hal. 27 27

Www.Indomedia.Com

28

Diro Aritonang, Op. Cit, (Bandung : Pustaka Hidayah, 1999) hal.21

29

(42)

pengangguran dari 28,2 juta orang pada tahun 1997 menjadi 32,1 juta orang pada

tahun 199830

Kejatuhan nilai mata uang rupiah ini membawa pada kepanikan

masyarakat. Muali tanggal 9 Januari 1999 masyarakat secara panik memborong

sembako dipasar-pasar swalayan dan pasar-pasar tradisional. Aksi pembelian

semako secara besar-besaran terjadi dihampir seluruh kota di Indonesia terutama

di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandun dan Medan.

Pemborongan sembako secara besar-besaran ternyata dimanfaatkan oleh

oknum-oknum tertentu untuk memperoleh keuntungan. Bakorstanasda Jaya

mengaku telah menemukan timbunan beras hingga 250 ribu ton, 31 ribu ton

kedelai dan 11 ribu ton gula31.

Disamping krisis yang membawa dampak pada meningkatnya jumlah

pengangguran dan membumbungnya harga bahkan yang lebih parah lagi ialah

terjadinya krisis pangan. Penduduk dibeberapa desa di kabupaten Banjarnegara

Jawa Tengah mulai mengalami rawan pangan dan tidak mampu memperoleh

beras. Masyarakat di daerah ini hanya makan tiwul sebagai makanan utama. Di

Irian Jaya (Jayawijaya, Maurauke dan Puncak Wijaya) sekitar 90.000 orang

kelaparan dan 500 orang tewas akibat kelaparan. Di Nusa Tenggara Timur

penduduk mulai beralih makan rumput babi dan batang pisang. Di NTT

masyarakat kesulian memperoleh makanan pokok berupa jagung sedangkan di

Sulawesi Selatan 2000 penduduk terancam kelaparan dan 12 orang tewas karena

30

Baharuddin Jusuf Habibie, Detik-Detik Yang Menentukan, Jalan Panjang Indonesia Menuju

Demokrasi (Jakarta : THC Mandiri, 2006) hal 3 31

(43)

kelaparan. Di pulau Atauro Timor Timur penduduk tidak memperoleh makanan

utama dan mulai menyantap buah-buahan hutan dan buah siwalan32.

Indonesia adalah negara yang terparah dilanda kerisis ekonomi di kawasan

Asia Tenggara. Pada awal tahun 1998, harga-harga kebutuhan masyarakat

menjadi tidak terkontrol lagi, bahkan pada sidang kabinet lengkap pertama pada

tanggal 17 Maret 1998, Presiden Soeharto mengakui bahwa pemerintah belum

bisa mencari cara mengatasi krisis yang terjadi.

Tahun 1997 dan 1998 memang benar-benar tahun yang sangat berat

dihadapi Indonesia. Krisis ekonomi ternyata membawa pada krisis politik. Guru

besar ilmu politik Universitas Wisconsin Amerika Serikat, Donald K. Emmerson

menilai bahwa krisis ekonomi ditahun 1887 ini disertai dengan ketidak pastian

politik, khususnya suksesi. Karena hal terakhir inilah kepercayaan pada rupiah

dan bursa saham belum tentu akan tumbuh kembali selama stabilitas dan

kesinambungan politik orde baru masih terus dipertanyakan. Krisis ekonomi yang

sedang dialami Indonesia bersumber dari masalah politik yaitu otoriternya sistem

pemerintahan Orde Baru. Umumnya, menurut Donald, demokrasi mau tak mau

harus dijadikan prasyarat bagi proses pemulihan ekonomi33.

Hal ini senada seperti yang diungkapkan oleh mahasiswa. Mahasiswa

memandang bahwa tiadanya kedaulatan rakyat dan sistem demikratis itulah yang

membuat krisis ekonomi semakin parah. Gugatan terhadap Orde Baru dalam

mengatasi krisis kemudian di tegaskan oleh Front Aksi Mahasiswa Peduli Rakyat

(FAMPERA) dengan mengatakan bahwa:

“ Resesi ekonomi yang ditandai dengan anjloknya nilai tukar rupiah atas berbagai mata uang asing khususnya dolar, krisis moneter dan pangan

32

Forum Keadilan, “Sembako Dihantam Subsidi, Badai Belum Berlalu“ 23/3/1998, hal, 80-83

33

(44)

serta obat-obatan bertambah nya jumlah pengangguran dan masalah PHK, kelaparan di Irian Jaya dan Maluku serta berbagai macam ketimpanganlainnya merupakan bukti ketidak becusan orde baru dalam mengatur dan menata jalannya roda pembangunan”34.

Sejak saat itu lah krisis ekonomi berkaitan langsung dengan krisis politik

yang dalam hal ini bahwa legitimasi pemerintahan Soeharto yang telah dibangun

30 tahun lebih dipertanyakan atau bahkan digugat.

2. 2. 2. Lahirnya Gerakan Mahasiswa Tahun 1998

Krisis ekonomi yang membawa pada keresahan dan kerusuhan

ditengah-tengah masyarakat, ternyata direspon oleh mahasiswa serta civitas academica

secara umum sebagai momentum perlawanan terhadap Orde Baru yang telah

berkuasa 32 tahun.

Pada mulanya mahasiswa bergerak pada isu-isu penurunan harga. Isu-isu

ekonomi tersebut berhasil dimajukan menjadi gerakan yang lebih bersifat politis.

Isu yang diangkat kemudian tidak hanya terbatas pada tuntutan perbaikan

ekonomi akan tetapi menuntut Presiden Soeharto untuk turun dari kekuasaannya

serta pencabutan dwifungsi ABRI.

Untuk merespon tuntutan-tuntutan diatas akhirnya banyak bermunculan

nya organisasi-organisasi gerakan baik itu yang di gerakan oleh mahasiswa

maupun bukan. Organisasi-organisasi yang berdiri tersebut antara lain : KPRP,

SOMMASI, ARMY, FAMPERA di Yogyakarta, DRMS di Solo, FAMPR di

Purwokerto, APR, ASPR di Surabaya, FKMM di Malang, AGRESU, DEMUD di

34

Muridan S. Widjojo, Turunkan Harga Atau Kami Turunkan Kamu, Gerakan Mahasiswa

(45)

Medan, FKSMS, FORKOT FAMRED, GERMPUR di Jakarta dan masih banyak

yang lainnya35.

Dalam kurun waktu Februari sampai Mei 1998, secara kuantatif dan

kualitas gerakan mahasiswa naik secara drastis. Isu-isu yang banyak diangkat

selama bulan Februari tersebut adalah isu turunkan harga atau dengan kata lain

masih mengangkat isu-isu ekonomi.

Pelaku-pelaku gerakan ini bukan hanya organisas-organisasi yang sudah

lama bergerak sejak tahun 1980 an akan tetapi juga dari aktivis kampus dari

organisasi-organisasi seperti Senat Mahasiswa, BEM, KM dan Senat-Senat

Fakultas. Mereka juga didukung penuh oleh staf pengajar, pimpinan perguruan

tinggi yang menjadikan gerakan ini sebagai gerakan civitas akademica.

Kerja sama gerakan mahasiswa dan civitas academica di tandai dengan

aksi mimbar bebas di kampus UI Salemba, Jakarta pada tanggal 25 Februari 1998.

mahasiswa bergabung dengan Ikatan Alumni UI (ILUNI UI) yang dipimpin oleh

Irjen Kehutanan Mayjen (Purn) Hariadi Darmawan serta didukung oleh mantan

rektor UI Prof. Mahar Marjono dan guru besar UI Prof. Selo Soemardjan dan

Prof. Emil Salim yang menuntut pemerintah agar segera mengatasi krisis yang

melanda bangsa Indonesia36. Aksi ini ditutup dengan simbolis oleh mahasiswa UI

dengan memasang spanduk ‘ Selamat Datang di Kampus Perjuangan Orde Baru”.

Peristiwa ini secara simbolis menandakan berkurangnya dukungan maasiswa dan

civitas academica UI terhadap kekuasaan Orde Baru.

Kerja sama mahasiswa dan civitas akademika dalam menggulirkan

perubahan menyebar ke berbagai kampus di Indonesia. Pada tanggal 3 Maret 1998

35

Suharsi dan Ign Mahendra K, Lock. Cit. hal. 102

36

Gambar

gambaran.

Referensi

Dokumen terkait

Kemunculan Gerakan Tarbiyah yang kemudian bermetamorfosis menjadi Partai Keadilan tahun 1998 dan menjadi Partai Keadilan Sejahtera tahun 2003 tidak dapat dipisahkan

Asimilasi Kebudayaan Tionghoa Dengan Budaya Jawa di Surakarta Tahun 1966-1998 dan Relevansi Bagi

Kebijakan Asimilasi Etnis Tionghoa Pada Masa Orde Baru Tahun 1966-1998 ; Silsilatil Faidho, 060210302114; 2011:114 halaman; Program Studi Pendidikan Sejarah; Jurusan Pendidikan

Kebijakan Asimilasi Etnis Tionghoa Pada Masa Orde Baru Tahun 1966-1998 ; Silsilatil Faidho, 060210302114; 2011:114 halaman; Program Studi Pendidikan Sejarah; Jurusan Pendidikan

Untuk melihat kebijakan pemerintah itu, maka terlebih dahulu akan dibahas secara singkat periodisasi gerakan mahasiswa yang terjadi pada tahun 1966, 1974, 1978, dan pasca 1978

transformasi masyarakat hutan yang berada di wilayah KPH Ngawi pada tahun

Pada bagian pembahasan akan disajikan tentang uraian hasil penelitian perbandingan pelaksanaan PPL tahun 2013 dengan PPP tahun 2014 mahasiswa FIK UNESA. Sesuai dengan rumusan

Arsip demonstrasi yang terjadi pada tahun 1998  Objek: Menggambarkan suasana demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa  Tempat: depan Kampus Universitas Trisakti, Jakarta 