• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan A.Isu Strategis dan Kondisi eksisting

Dalam dokumen ASPEK TEKNIS PER SEKTOR (Halaman 31-37)

Tabel Kebutuhan Air Bersih Kota Kediri 2008 – 2014

2014 16230070,03 13667817,24 12313212,73 42211100 Sumber : Hasil perhitungan

B. Lingkup Pengelolaan Air Limbah

8.4.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan A.Isu Strategis dan Kondisi eksisting

Berdasarkan analisa SWOT ditemukan isu strategis pembangunan sanitasi untuk aspek Keuangan, adalah sebagai berikut :

 Dialokasikannya anggaran sanitasi di SKPD terkait dalam APBD setiap tahunnya dengan prosentase penyerapan anggaran maksimal (capaian rencana dan alokasi sama)

Sistem anggaran Pemerintah Kota Kediri merupakan anggaran berbasis kinerja, secara objektif capaian kinerja dari program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Kediri akan sangat berpengaruh terhadap penganggaran untuk program pada tahun berikutnya, termasuk dalam hal ini program-program kegiatan di bidang sanitasi. Program-program kegiatan sanitasi yang selama ini telah dianggarkan dan direncanakan dapat dilaksanakan sesuai dengan target yang telah ditetapkan, sehingga program yang akan dilaksanakan periode berikutnya dapat direncanakan dan dianggarkan dengan lebih baik.

 Sistem penganggaran APBD dalam proses perencanaan dan penjadwalan pencairan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga memudahkan SKPD terkait untuk melaksanakan program Secara umum prosedur perencanaan program kegiatan pada masing-masing SKPD telah terstruktur dengan jelas. Pelaksanaan Program Sanitasi oleh SKPD terkait telah direncanakan berdasarkan time schedule dengan mempertimbangkan prosedur yang ada, sehingga kegiatan tersebut dapat dilaksananan tepat waktu.

 Terjadinya kenaikan tren anggaran sanitasi dalam 5 (lima) tahun terakhir dalam APBD dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 46%

Dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kepada masyarakat dibidang sanitasi masih diperlukan peningkatan alokasi dana belanja langsung untuk sanitasi. Dalam merencanakan pendanaan dimasa datang, CAGR pada setiap SKPD merupakan salah satu variabel yang perlu dipertimbangkan, disamping variabel-variabel lainnya, yaitu makro ekonomi nasional dan daerah, kebijakan dan keputusan politik, rencana program aksi sanitasi jangka menengah.

 Terjadinya rasionalisasi anggaran yang berdampak pada kurang sesuainya kecukupan anggaran dengan kebutuhan riil di lapangan sehingga berpengaruh dalam pelaksanakan kegiatan fisik yang harus memenuhi standar teknis perencanaan

Hal ini diakibatkan karena masih rendahnya jalinan koordinasi antar SKPD terkait serta masih rendahnya kesadaran untuk mengutamakan efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas dalam perencanaan, pelaksanaan kegiatan.

 Menurunnya kinerja sektor sanitasi yang diakibatkan oleh kemampuan/kapasitas pelaksana kegiatan tentang sistem birokasi anggaran dari berbagai sumber yang belum memadai

Hal ini berdampak pada terhambatnya proses pelaporan sesuai ketentuan yang berlaku. Sistem perencanaan, pelaksanaan, pelaporan serta monitoring dan evaluasi merupakan satu rangkaian prosedur yang satu sama lain saling terkait, sehingga dibutuhkan kualitas SDM yang memadai dan mampu mengimplementasikan tahapan-tahapan kegiatan tersebut. Permasalahan yang terjadi adalah

minimnya kapabilitas dari pelaksana kegiatan dalam memahami dan melaksanakan tahapan kegiatan dengan baik.

 Belum tersedianya stándar harga satuan bangunan gedung negara yang sesuai dengan kualitas teknis bangunan skala kota sebagai acuan perencanaan biaya

Belum adanya standar harga satuan bangunan gedung negara telah menyebabkan kendala dalam perencanaan penganggaran beberapa program kegiatan sanitasi utamanya yang bersifat fisik. Beberapa kegiatan yang volumenya sama, masih memiliki nilai yang berbeda karena belum adanya standar harga satuan untuk biaya/volume terkait kualitas teknis dari sebuah bangunan.

 Tersedianya Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dari Perusahaan Rokok Gudang Garam Kediri dan CSR dalam pengembangan Sanitasi

Perlu diakui bahwa penerimaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau merupakan sumber pendapatan yang sangat diharapkan oleh Pemerintah Kota Kediri. Meskipun target penerimaan tersebut bisa saja tidak sesuai dengan yang diharapkan mengingat maraknya peredaran rokok illegal, namun Pemerintah Kota Kediri terus berupaya agar penerimaan pendapatan dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dapat meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan kenaikan tarif cukai yang diberlakukan oleh Pemerintah. Dalam rangka meningkatkan Penerimaan Dana Cukai Hasil Tembakau dan mengurangi keberadaan rokok illegal Pemerintah telah menyempurnakan Peraturan yang mengatur Penggunaan Dana tersebut yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 84/PMK.07/2008 dan telah disempurnakan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 20/PMK.07/2009 serta Peraturan Gubernur Nomor 51 Tahun 2009. Berkaitan dengan hal tersebut diatas, agar Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dapat dipergunakan secara optimal sangat diperlukan sosialisasi kepada seluruh masyarakat Kota Kediri atas Penerimaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dimaksud dan peraturan-peraturan yang berlaku serta sanksi yang harus diberlakukan secara hukum atas pelanggaran terhadap prosedur-prosedur yang telah ditentukan. Diharapkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dari Perusahaan Rokok Gudang Garam dapat membantu terciptanya pembangunan Sanitasi sebagai wujud pelayanan kepada masyarakat di Kota Kediri disamping sumber-sumber dana yang lain (Corporate Sosial Responsibility – CSR).

Penerimaan dana yang bersumber dari sektor Corporate Sosial Responsibility (CSR) oleh perusahaan-perusahaan besar yang berada di Kota Kediri dan sekitarnya yang peduli terhadap aspek sosial dan lingkungan hidup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya diharapkan ikut berperan dalam pengembangan Sanitasi di Kota Kediri. Untuk mewujudkan peningkatan penerimaan dana dari sektor CSR diperlukan langkah-langkah antara lain melakukan identifikasi perusahaan-perusahaan besar di Kota Kediri dan sekitarnya yang telah menjalankan program CSR. Dengan telah teridentifikasinya perusahaan-perusahaan dimaksud diperlukan sosialisasi secara maksimal.

 Dialokasikannya dana dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Sanitasi mulai tahun 2010 dari APBN bagi pengembangan sanitasi daerah

Dengan dialokasikannya dana DAK Sanitasi mulai tahun 2010 akan sangat membantu pemerintah daerah dalam proses pembangunan sanitasi di Kota Kediri. Perencanaan program-program pembangunan yang telah disusun untuk 5 (lima) tahun kedepan (RPJMD) akan memudahkan penyusunan program-program pembangunan setiap tahunnya. Khusus program pembangunan Sanitasi (sub sektor air limbah, drainase, persampahan dan air bersih) di Kota Kediri telah jelas digambarkan dari sasaran, tujuan, hasil, dampak, manfaat melalui Renstra SKPD terkait. Dengan koordinasi yang optimal antar SKPD terkait, penentu kebijakan serta pengambil keputusan diharapkan dana DAK dimaksud dapat mewujudkan pembangunan sanitasi yang memenuhi standar yang diharapkan.

 Kesediaan masyarakat untuk berswadaya dalam pembangunan sanitasi dalam bentuk tunai dan non tunai

Kondisi infrastruktur sanitasi di Kota Kediri khususnya untuk air limbah lebih didominasi dengan sistem on-site, dimana secara umum kesadaran masyarakat untuk membuat septic-tank sendiri. Sedangkan untuk pengelolaan sampah lingkungan, beberapa masyarakat di beberapa wilayah di Kota Kediri telah melakukan swadaya dengan cara membayar jasa pengangkutan sampah kepada swasta (Karang Taruna) maupun Pemerintah dari TPS ke TPA. Sedangkan infrastruktur drainase lingkungan pada umumnya telah dibangun oleh Pemerintah dan disediakan oleh pengembang perumahan bagi masyarakat yang bermukim di perumahan. Investasi infrastruktur maupun pengelolaan sanitasi skala besar maupun kecil dimungkinkan dilakukan kerjasama dengan pihak swasta maupun masyarakat yang diharapkan hal tersebut dapat menghasilkan nilai investasi.

 Belum dilakukannya sosialisasi intensif terhadap pemanfaatan dan sistem birokrasi dana cukai ke berbagai pihak terkait

Masih kurangnya masyarakat yang mengetahui tentang penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau, sehingga berpengaruh terhadap efektifitas dan efisiensi menyusun program-program kegiatan yang pelaksanaannya dapat dilakukan dengan menggunakan dana cukai.

 Pertambahan penduduk karena arus urbanisasi yang cukup tinggi memerlukan peningkatan anggaran untuk sektor sanitasi

Sebagai dampak keberadaan Industri di Kota Kediri telah mengakibatkan masuknya tenaga kerja yang berasal dari masyarakat di sekitar Kota Kediri, baik yang bekerja pada perusahaan maupun yang bekerja mencari nafkah disekitar perusahaan. Hal tersebut telah menimbulkan permasalahan yang cukup penting khususnya untuk pelayanan sanitasi. Dampak dari urbanisasi telah menimbulkan suatu kawasan kumuh yang memerlukan perhatian khusus dibidang kualitas sanitasi, baik dari sektor persampahan, air limbah, drainase maupun air bersih. Berkaitan dengan hal tersebut untuk penanganan sanitasi sebagai bentuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat pada kawasan

tersebut diperlukan langkah-langkah yang sangat strategis oleh Pemerintah Kota Kediri dan secara otomatis memerlukan anggaran yang cukup besar.

2. Komunikasi

Berdasarkan analisa SWOT ditemukan beberapa isu strategis untuk aspek komunikasi, adalah sebagai berikut :

 Kewenangan Pemerintah kota untuk memobilisasi masyarakat

Pemerintah Kota sebagai pelaksana pemeritahan dalam menjalankan pembangunan memiliki otoritas berupa kewenangan untuk memobilisasi masyarakat dalam pembangunan sanitasi. Kewenangan ini merupakan kekuatan yang sangat penting, untuk mendorong masyarakat agar lebih peduli terhadap masalah sanitasi. Dengan kewenangannya Pemkot memiliki kesempatan untuk menggalang masyarakat dalam mempercepat proses pembangunan terutama dalam mengupayakan proses komunikasi pembangunan ke seluruh pemangku kepentingan kota.

 Ketersediaan anggaran rutin untuk komunikasi bersumber dari APBD Kota

Tersedianya anggaran khusus untuk komunikasi yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Ketersediaan anggaran yang cukup sangat dibutuhkan untuk mendukung terselenggaranya suatu program pembangunan sanitasi serta bagaimana menyebarluaskan program tersebut kepada seluruh pemangku kepentingan. Satu hal yang membanggakan terkait pengganggaran ini adalah, besarannya terus bertambah dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan adanya komitmen yang kuat dari Pemerintah Kota Kediri dalam pembangunan sanitasi khususnya dalam penyebarluasan informasi atau pemasaran sosial pembangunan kepada kalayak.

 Pemanfaatan berbagai macam media sebagai sarana penyampaian pesan oleh Dinas Kesehatan dan PKK

Informasi yang menyangkut kesehatan dan sanitasi akan selalu dibutuhkan dan diperhatikan oleh masyarakat, terutama ibu–ibu yang setiap hari mengurusi rumah tangga dan selalu bersinggungan dengan sanitasi dan air bersih. Kondisi ini menempatkan Dinas Kesehatan dan PKK sebagai salah satu pemangku kepentingan yang berkecimpung dengan penyadaran, telah memanfaatkan beragam media sebagai upaya penyadaran atau penyampaian pesan ke masyarakat. Ketepatan dalam memilih media sangat mempengaruhi keberhasilan penyampaian pesan sanitasi. Bagaimana meningkatkan peran kedua lembaga serta lembaga lain yang bersinggungan secara langsung dengan kegiatan sanitasi.

 Terjalinnya kemitraan antara Humas (bidang Hubungan Masyarakat Sekda) dengan media cetak dan radio lokal

Kemitraan yang terjalin antara Bagian Humas dengan media cetak dan elektronik merupakan modal yang cukup penting bagi proses pemasaran sosial program-program pemerintah kepada masyarakat. Kemitraan ini dapat dimanfaatkan untuk membangun kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam

pembangunan sanitasi melalui pesan–pesan konstruktif yang dimuat di media cetak dan yang disiarkan melalui radio dan televisi.

 Materi kampanye yang dikembangkan tentang sanitasi kurang tepat dan sesuai dengan kondisi masyarakat

Setiap kelompok masyarakat memiliki karakter yang unik dan kebiasaan (tradisi) berbeda dengan kelompok lainnya karena faktor sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat yang berbeda. Perbedaan karakter dan kebiasaan ini, menuntut adanya kreativitas dalam pembuatan media kampanye yang tepat sasaran sehingga mudah dipahami dan dimengerti masyarakat setempat.

 Rubrik khusus tentang sanitasi belum tersedia di media cetak lokal

Keberadaan rubrik sanitasi di media cetak belum ditemukan, hal ini menunjukkan masih kurangnya perhatian media massa terhadap masalah sanitasi. Topik – topik tentang sanitasi baru diangkat sebagai berita apabila sudah menimbulkan persoalan, seperti wabah penyakit, pencemaran lingkungan dan sebagainya. Komitmen membangun sanitasi harus ditanamkan kepada semua pihak, termasuk media massa sebagai agen dan sumber informasi bagi masyarakat. Media massa harus didorong untuk lebih aktif lagi menyajikan berita tentang sanitasi (rubrik sanitasi).

 Kurangnya pemanfaatan media sebagai sarana penyebaran informasi sanitasi

Kondisi ini bisa terjadi karena keengganan dan ketidaktahuan mekanisme dalam menjalin sinergi dengan media massa. Pada kenyataanya perusahaan media massa akan selalu terbuka untuk memuat materi informasi yang dibutuhkan masyarakat. Dalam hal ini perlu peran aktif dari pemangku masalah sanitasi untuk kampanye, melakukan sosialisasi ke media massa yang ada serta pemberian peran media sebagai agen penyebar informasi.

 Kapasitas SKPD dalam melakukan komunikasi program ke berbagai pihak masih rendah

Keterbatasan sumber daya manusia SKPD terkait sanitasi dalam aspek komunikasi dapat dilihat dari lemahnya upaya-upaya pemasaran sanitasi ke berbagai pihak dengan memanfaatkan berbagai media. Dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang mengerti tentang komunikasi dan fungsi – fungsi kehumasan.

 Kurangnya frekuensi sosialisasi tentang sanitasi ke masyarakat

Peningkatan pengetahuan, pemahaman dan tindakan atau aksi masyarakat, dibutuhkan informasi yang jelas dan disampaikan secara terus menerus. Masyarakat perlu terus menerus diingatkan tentang pentingnya sanitasi dalam kehidupan sehari–hari dengan berbagai bentuk sosialisasi yang direncanakan dan dilaksanakan secara rutin. Demikian juga sebaliknya, pemangku (SKPD) terkait sanitasi mengupayakan ide kreatif dan rajin melakukan sosialisasi dengan berbagai media. Bukan hanya melakukan sosialisasi apabila terjadi masalah.

Persoalan–persoalan lingkungan hidup (diantaranya masalah sanitasi) belakangan ini menjadi perhatian bagi perusahaan – perusahaan swasta. Perhatian tersebut diwujudkan dengan menyisihkan keuntungan perusahaan untuk mendanai upaya–upaya pelestarian lingkungan hidup, termasuk masalah sanitasi. Kepedulian perusahaan swasta terhadap persoalan lingkungan hidup dan sanitasi ini merupakan peluang yang harus dimanfaatkan sebaik–baiknya, melalui program–program aksi yang produktif.

 Pengurus Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), Tokoh Masyarakat (Tokmas) dan Tokoh Agama (Toga) mempunyai tingkat partisipasi yang tinggi

Kepatuhan warga terhadap lingkungan terutama ketokohan RT dan RW masih tinggi, memanfaatkan kepengurusan RT dan RW dalam menyampaikan informasi sangat efektif. Keberadaan tokoh masyarakat dan tokoh agama masih memiliki kharisma tersendiri dan tetap menjadi panutan bagi masyarakat di lingkungannya. Posisi strategis Tokmas dan Toga ini, tentu akan sangat efektif apabila mereka diperankan sebagai agen penyampaian pesan sanitasi.

 Adanya pertemuan informal dan rutin di kalangan masyarakat yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi

Pertemuan informal seperti arisan, pengajian, posyandu dan kegiatan serupa lainnya sampai sekarang masih efektif sebagai sarana untuk mengumpulkan warga. Cakupan areanya yang hanya terdiri dari puluhan keluarga, dapat memunculkan rasa ” tidak enak ” atau ” sungkan ” bagi yang tidak hadir. Pertemuan informal yang biasanya berlangsung dalam suasana santai dan terbuka, membuat setiap topik yang dibahas akan melekat dalam memori warga.

 Mahalnya biaya Publikasi di media massa menghambat upaya penyebarluasan menggunakan media massa

Mahalnya biaya publikasi di media cetak dan elektronik radio serta televisi, sering menjadi hambatan upaya penyebarluasan program pembangunan Pemerintah Kota. Saat ini kota Kediri memiliki banyak media lokal, keberadaan mereka mengharuskan pengambil kebijakan dibidang publikasi, pandai memilih media yang efektif dan efisien, dengan biaya yang terjangkau. Model kerjasama sinergi saling menguntungkan, merupakan salah satu alternatif yang bisa dilakukan untuk mengatasi persoalan mahalnya biaya iklan ini.

 Terbatasnya efektifitas media dalam menyampaikan pesan (berkaitan dengan jam tayang dan oplah) Tidak ada media yang bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Setiap media memiliki spesifikasi dalam hal konten dan audiennya. Sehingga untuk mencapai sasaran audien yang banyak, diperlukan strategi pemilihan media yang tepat dengan menggabungkan berbagai media misalnya media cetak, radio dan televisi dalam menyampaikan pesan.

Dalam dokumen ASPEK TEKNIS PER SEKTOR (Halaman 31-37)