• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK TEKNIS PER SEKTOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ASPEK TEKNIS PER SEKTOR"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 8

ASPEK TEKNIS PER SEKTOR

Dalam aspek teknis per sektor ini menjabarkan mengenai rencana pembangunan

infrastruktur bidang Cipta Karya yang mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman,

penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatafn

lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase.

8.1.

PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

8.1.1.

Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan

perundangan, antara lain:

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

(2)

Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di

bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta

standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman. Adapun fungsi Direktorat

Pengembangan Permukiman adalah:

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan; b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di

perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial;

c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana;

d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman;

f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

8.1.2.

Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

a. Isu Strategis Pengembangan Permukiman

(3)

lahannya hampir sama dengan BWK B namun skalannya pelayanannya sedikit dibawah dari BWK B, yaitu kawasan industri, perdagangan dan perkantoran.

b. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman

1) Guna Lahan BWK A (Kecamatan Mojoroto) a) Pemanfaatan Ruang

Berdasarkan kondisi eksisting, wilayah perencanaan merupakan wilayah yang berkembang cukup pesat. Hal ini dibuktikan dengan kecenderungan perkembangan guna lahannya. Upaya pengembangan wilayah BWK A menjadi kawasan terbangun terbatas karena dibatasi kondisi fisik dasar, yaitu kelerengan lahan di bagian barat. Wilayah yang bisa dikembangkan untuk kawasan budidaya adalah sekitar 80% atau 19.680,8 ha. Pola pertumbuhan guna lahan di wilayah BWK A berbentuk linier mengikuti pola jaringan jalan. Perkembangan dengan pola linier perlu diatisipasi oleh pengendalian agar tidak terjadi konversi lahan produktif yang ada di tepi jalan di wilayah pinggiran. Selain itu, pola guna lahan di wilayah BWK A masih cenderung horisontal, yaitu rata-rata berlantai 1 (satu). Hal ini belum menjadi permasalahan, akan tetapi, untuk perkembangan penduduk yang cukup pesat perlu antisipasi efisiensi ruang yang ada dengan pembangunan vertikal. Hal ini bisa dilakukan di wilayah Kelurahan Mojoroto.

b) Permukiman

Perumukiman di Kecamatan Mojoroto sebagian besar merupakan hunian yang disediakan mandiri oleh masyarakat. Sehingga pola pengaturan bangunan masih mengikuti persil yang ada. Pola seperti ini menjadikan area perumahan di sebagian wilayah perencanaan tidak tertata dan cenderung menjadi semrawut dan kumuh terutama di perkampungan-perkampungan lama. Oleh karena itu diperlukan suatu penataan kembali area perumahan di wilayah perencanaan. Sedangkan apabila ditinjau dari sudut kecenderungan pemanfaatan lahan, wilayah BWK A cenderung akan berkembang sebagai area permukiman, selain perdagangan. Kecenderungan ini harus didukung oleh tersedianya prasarana dan sarana serta kondisi lingkungan yang tertata dengan baik.

Pengembangan kawasan ini diarahkan pada lahan kosong yang memiliki aksesibilitas yang tinggi dan memiliki harga yang terjangkau. Kawasan permukiman di Kecamatan Mojoroto diarahkan pada Kelurahan Mrican, Ngampel, Mojoroto, Lirboyo, Campurejo dan Bandar Lor. c) Kecenderungan Perkembangan

(4)

2) Guna Lahan BWK B (Kecamatan Kota) a) Pemanfaatan Ruang

Pola sebaran kegiatan fungsional di BWK B dibedakan menjadi kegiatan regional dan kegiatan lokal dengan mengikuti kodisi Kota Kediri 2003-2013 maka sebarannya dapat digambarkan sebagai berikut :

Kegiatan Regional:  Industri

Kawasan industri di Kelurahan Semampir tetap dipertahankan, kawasan industri baru diarahkan ke barat dan utara di sepanjang jalan. Arahan untuk industri non kawasan tergantung pada masing-masing karakter jenis industrinya. Jenis industri yang menimbulkan polutan akan diarahkan ke barat atau utara BWK B Kota Kediri, berdekatan dengan lokasi kawasan industri. Pengembangan kawasan industri di Kediri menyatu dengan pergudangan. Industri rokok, tahu, getuk pisang tersebar di Jalan Sam Ratulangi dan Kelurahan Semampir.

 Perdagangan Grosir

Kawasan perdagangan utama bertumpu pada kawasan pusat kota. Di samping perdagangan berskala pelayanan regional atau perdagangan grosir, kawasan pusat kota juga diarahkan bagi kegiatan perdagangan yang mempunyai spesifikasi tertentu sesuai dengan kecenderungan yang terjadi, misalnya perdagangan barang eksklusif di Jalan Patimura dan Jalan HOS Cokroaminoto yaitu Pasar Pahing dan Pasar Setonobetek. Pengembangan kegiatan perdagangan baru diarahkan ke bagian utara Kota Kediri. Eksistensi perkembangan kegiatan perdagangan dan jasa di sepanjang koridor utama kota perlu dicermati, dan diarahkan hanya untuk kegiatan perdagangan dan jasa yang tidak terlalu berpotensi sebagai bangkitan lalu lintas. Hal ini perlu dibatasi agar aktivitas tersebut pada akhirnya tidak akan menimbulkan permasalahan lalu lintas.

 Transportasi Primer

Yaitu berada di Jalan Mayor Bismo, Jalan Mayjen Sungkono, Jalan Brawijaya, dll.

 Pariwisata

 Wilayah Kota Kediri dan sekitarnya diyakini cukup potensial akan obyek-obyek pariwisata yang dapat dikembangkan sebagai sumber daerah. Hal ini karena adanya obyek wisata yang cukup potensial seperti Pagora, Tirtoyoso, dan wisata anak lainnya. Dan pengembangan obyek wisata di Kota Kediri sendiri terbagi dalam dua macam sektor wisata yaitu Wisata Sejarah dan Olahraga.

Kegiatan Lokal  Permukiman

Pengembangan permukiman diarahkan pada wilayah utara dan selatan, mengingat kecukupan luas lahan yang belum terbangun. Pengembangan permukiman ke arah utara dan selatan perlu didukung fasilitas yang memadai, terutama jaringan jalan.

 Industri kecil

(5)

 Perdagangan

Kawasan Perdagangan yang ada di wilayah perencanaan berada di Jalan Dhoho, Patimura, Hayam Wuruk, dan HOS Cokroaminoto.

 Transportasi

Fungsi jalan, meliputi arteri sekunder merupakan jalan yang menghubungkan antar kota (misal Jalan Mayor Bismo, Mayjen Sungkono, Brawijaya, Panglima Sudirman, dll); kolektor (misal Jalan Diponegoro, Teuku Umar, Imam Bonjol, Letjen Sutoyo, dll); dan lokal (misal Panglima Polim, Sisingamangaraja, Patiunus, Dr. Sutomo, dll).

 Perkantoran

Tersebar di Jalan Mayor Bismo, Pahlawan Kusuma Bangsa, Diponegoro, Basuki Rahmat, Brawijaya, dll.

 Pendidikan

Tersebar di Jalan Letjen Suprapto, Sunan Ampel, Diponegoro, Brawijaya, dan Mayor Bismo.

 Kesehatan

Seperti Rumah Sakit Bhayangkara, Rumah Sakit DKT berada di Jalan Kombes.Pol Duryat, Jalan Mayjen Sungkono, dll.

 Peribadatan

Seperti Masjid Jami’ (Masjid Agung) di Jalan Panglima Sudirman, Gereja di Jalan Hasanudin, dll.

 Militer

Berada di Jalan Ahmad Yani yaitu Yonif Infantri 521

 Olah raga

Stadion Brawijaya di Letjen Suprapto, Lapangan Golf Gudang Garam, GOR Sanjaya Kompleks Perusahaan Rokok Gudang Garam, Drug Race di Taman Rekreasi Tirtoyoso, dll.

b) Permukiman

Penggunaan permukiman terdiri dari 2 kelompok besar:

 Kelompok perumahan baru yang dibangun dalam skala besar adalah perumahan yang dikelola pengembang, antara lain PT. Gudang Garam, Perumahan Griya Bintang, dan Perumahan Persada Asri di Kelurahan Semampir. Namun terdapat beberapa kawasan permukiman yang dimiliki oleh Perumnas mendominasi wilayah perencanaan yaitu Perumahan Perhutani menyebar di Jalan PK. Bangsa di Kelurahan Banjaran. Pengembangan perumahan yang dibangun oleh pengembang adalah:

- Perumahan Persada Asri di Kelurahan Balowerti, PT. SK. Bangun Persada

- Perumahan Griya Bintang di Kelurahan Semampir

- Perumahan Kuwak Utara di Kelurahan Ngadirejo

- Perumahan GG Permai di Kelurahan Semampir, PT. Gudang Garam

- Perumahan Permata Biru di Kelurahan Pakunden

(6)

- Perumahan Bumi Asri di Kelurahan Kaliombo.

Perumahan baru yang dibangun pengembang lebih banyak berkembang di bagian utara dan selatan wilayah perencanaan.

 Kelompok perumahan yang dibangun secara individual, umumnya berada dalam

permukiman lama yang lokasinya tersebar di wilayah tengah perkotaan. Permukiman ini berada di Kelurahan Kota. Permukiman terletak pada sepanjang sisi jalan, baik itu jalan arteri, kolektor maupun lokal, perkembangan kawasan permukiman yang linier didukung dengan berdirinya perumahan-perumahan baru. Pola dari kawasan permukiman di wilayah perencanaan cenderung mengelompok dan menyebar membentuk koridor yang mengikuti pola jaringan jalan.

c) Kecenderungan Perkembangan

Kecenderungan perkembangan fisik kota di BWK B ditentukan berdasarkan kondisi faktual yang terjadi di lapangan seperti dominasi aktivitas, kecenderungan perkembangan di lapangan serta lingkup pelayanan baik internal maupun eksternal.

Berdasarkan RTRW Kota Kediri Tahun 2011-2030, wilayah perencanaan diarahkan untuk pengembangan industri, perdagangan dan jasa, pariwisata, perkantoran, serta permukiman. Berdasarkan kecenderungan perkembangan saat ini, fungsi kegiatan yang diidentifikasikan meliputi industri (yang terdiri dari aneka industri dan industri kecil), perumahan (komplek maupun tradisional), perdagangan dan jasa (pertokoan dan pasar), serta perkantoran. Arahan fungsi kegiatan menurut RTRW Kota Kediri diidentifikasikan hampir seluruhnya sesuai dengan perkembangan yang terjadi saat ini, kecuali pada bagian selatan wilayah. Pada bagian wilayah tersebut, perkembangan yang terjadi tidak seintensif yang direncanakan. Wilayah perencanaan sebagian besar berupa lahan pertanian dan permukiman beserta fasilitas pendukungnya. Kawasan pertanian mencapai 46,32% dari luas BWK B, sedangkan kawasan permukiman 28,67%-nya.

Kawasan terbangun terutama mengelompok di kawasan pusat kota dan secara gradual berkembang mengikuti pola perkembangan jaringan jalannya. Kawasan perdagangan dan jasa teraglomerasi di kawasan pusat kota, sedangkan kawasan industri dominan berada di bagian utara.

3) Guna Lahan BWK C (Kecamatan Jatiroto) a) Pemanfaatan Ruang

Pola guna lahan BWK C yang berpola sektoral memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan pola guna lahan tersebut adalah kegiatan tersebar di seluruh wilayah dengan membentuk kluster kegiatan yang dominan sama, dan kluster-kluster kegiatan tersebut saling tergantung ( interdependent) dengan pusat kota. Sedangkan tantangannya adalah keterbatasan infrastruktur terutama jaringan jalan sebagai akses ke pusat kota.

(7)

fasilitas, utilitas serta infrastruktur lainnya. Akan tetapi, kekurangan dari pola ini kecenderungannya menjadi kawasan yang padat, sehingga diperlukan pengaturan tata lingkungan untuk membuat dan mempertahankan kenyamanan kawasan tersebut.

 Lahan Untuk Pertanian

Wilayah BWK C masih didominasi oleh lahan belum terbangun. Lahan ini berupa lahan sawah dan ladang. Lahan pertanian yang memiliki produktifitas tinggi, terutama yang mendapatkan pelayanan irigasi teknis, perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Sedangkan untuk lahan sawah kurang produktif, baik berupa sawah tadah hujan. Lahan untuk pertanian yang kurang produktif, yaitu sawah tadah hujan maupun ladang, bisa dilakukan dua usaha untuk meningkatkan nilainya. Pertama, pembangunan saluran irigasi teknis untuk meningkatkan produktifitas lahan pertanian BWK C.

 Perdagangan dan jasa

Fasilitas perdagangan dan jasa letaknya menyebar di permukiman penduduk dan di beberapa ruas jalan utama di wilayah perencanaan, yaitu Jl. Mauni, Jl. Dirjen Pol. Imam BHP, Jl. Centong Bawang dan di Kelurahan Blabak. Kegiatan ini tidak teraglomerasi di suatu lokasi dan sifat bangunan masih jadi satu dengan rumah penduduk karena lingkup pelayanannya terbatas pada masyarakat sekitar. Oleh karena itu untuk memenuhi keperluan sehari-hari masyarakat diperlukan fasilitas perdagangan dan jasa yang teraglomerasi di suatu lokasi tertentu terutama di lingkungan permukiman baru atau di pusat-pusat unit lingkungan untuk melayani lingkup lingkungan.

 Ruang terbuka hijau dan makam

Ruang terbuka hijau terdiri dari taman, makam dan lapangan olah raga. RTH diperlukan kerena memiliki fungsi yang urgen untuk menjaga keseimbangan lingkungan perkotaan, yaitu sebagai lahan resapan kota, filter udara, memiliki fungsi sosial, serta estetika kota. Kecenderungan yang ada di lapangan, ruang terbuka hijau ini mengalami penyusutan dikarenakan berubah fungsi menjadi rumah individu, perumahan baru dan area perdagangan dan jasa. Oleh sebab itu perlu ditetapkannya ketentuan luas dan fungsi ruang terbuka hijau untuk menjaga keseimbangan lingkungan minimal 30% dari luas seluruh wilayah perencanaan.

 Fasilitas umum

(8)

 Industri

Lokasi kegiatan industri tersebar di Kelurahan Bangsal, Pesantren, Ketami, Banaran, Blabak dan Betet. Kecenderungan pertumbuhan industri di BWK C terjadi di Kelurahan Bangsal dan Blabak. Pengembangan kegiatan industri di BWK C dilakukan dengan tujuan untuk memacu pertumbuhan kegiatan ekonomi yang secara otomatis akan berdampak pada perkembangan wilayah. Walaupun tidak sepenuhnya wilayah ini mengalami ketertinggalan dengan dua wilayah kecamatan lainnya di Kota Kediri, ketergantungan terhadap pusat kota masih cukup tinggi yang ditunjukkan oleh besarnya pergerakan yang terjadi. Sehingga dengan pengembangan kawasan industri di wilayah ini diharapkan mampu menyerap tenaga kerja dan memberi multiplier effect lainnya. Berdasarkan faktor-faktor pertimbangan lokasi kawasan industri dari Deperindag, lokasi yang memiliki potensi untuk pengembangan kegiatan industri adalah Kelurahan Banaran, Pesantren dan Blabak. Melihat faktor

b) Permukiman

Permukiman di wilayah perencanaan sebagian besar merupakan hunian yang dibangun mandiri oleh masyarakat. Sehingga pola pengaturan bangunan masih mengikuti persil yang ada. Pola seperti ini menjadikan area perumahan di sebagian wilayah perencanaan tidak tertata dan cenderung menjadi semrawut dan kumuh terutama di perkampungan-perkampungan lama. Oleh karena itu diperlukan suatu penataan kembali area perumahan di wilayah perencanaan.

Apabila ditinjau dari kecenderungan perubahan pemanfaatan lahan, wilayah BWK C cenderung akan berkembang sebagai area permukiman, terutama di ruas jalan Kapten Tendean dan Mauni. Hal ini mendapat pengaruh dari perkembangan kegiatan yang ada di pusat kota. Semakin bertambahnya jumlah penduduk di Kota Kediri mengakibatkan semakin bertambah kebutuhan lahan untuk rumah yang tumbuh di daerah pinggiran karena harga tanah yang masih terjangkau.

c) Kecenderungan Perkembangan

Secara umum, wilayah BWK C memiliki kecenderungan berkembang menjadi kawasan permukiman, perdagangan, pertanian dan industri kecil. Berdasarkan kondisi fisik lahanya, kawasan BWK C sangat mendukung untuk kegiatan tersebut dengan tetap memperhatikan keseimbangan lingkungan. Pengembangan kawasan terbangun diarahkan pada lahan yang kurang produktif, yang terdiri dari :

 Lahan sawah yang bukan termasuk irigasi teknis;

 Suatu kawasan yang mengalami penurunan produktivitas;

 Memiliki akses yang cukup memadai;

 Mendapatkan pelayanan sumberdaya air; serta

 Didukung keberadaan infrastruktur permukiman dan perdagangan.

(9)

Perkembangan permukiman terjadi di seluruh wilayah kelurahan sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk. Akan tetapi perkembangan yang cukup pesat dipengaruhi oleh perkembangan pusat kota (Kecamatan Kota), sehingga kawasan perumahan berkembang di kawasan perbatasan antara BWK C dengan BWK A.

Luas lahan sawah cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun berubah fungsi menjadi kawasan terbangun seperti perumahan. Berdasarkan data ekonomi sektor primer, wilayah bagian timur (Ketami, Tempurejo, Ngletih dan Bawang) merupakan wilayah yang cukup produktif untuk pertanian tanaman pangan (padi dan jagung).

Perkembangan kegiatan industri yang terjadi di Kelurahan Bangsal dan Banaran merupakan pengaruh perkembangan kota, apalagi wilayah ini apabila ditinjau dari Kota Kediri termasuk wilayah pinggiran. Apabila ditinjau dari pengembangan BWK C, Kelurahan Bangsal dan Banaran merupakan daerah pusat kota Kecamatan Pesantren. Berdasarkan kriteria lokasi kawasan industri, yang tujuan akhirnya untuk men- generate pertumbuhan wilayah sekitarnya harus berada di daerah pinggiran (15 – 20 km dari pusat kota). Sehingga bisa disimpulkan pengembangan kawasan industri bisa dilakukan di wilayah bagian selatan.

c. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman

Masalah utama dalam bidang perumahan dan permukiman di wilayah Kota Kediri adalah kebutuhan fasilitas perumahan di perkotaan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu. Sementara itu ketersediaan lahan di wilayah perkotaan menjadi semakin langka. Kelangkaan ini telah menyebabkan semakin mahalnya harga lahan di wilayah perkotaan. Adanya kelebihan permintaan terhadap lahan perumahan di wilayah perkotaan ini telah menyebabkan kenaikan harga lahan perumahan yang luar biasa di wilayah perkotaan. Tingginya harga lahan perumahan di wilayah perkotaan telah mendorong masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah untuk tinggal di kawasan pinggiran kota yang jauh dari tempat kerja. Kondisi ini menyebabkan meningkatnya biaya transportasi, waktu tempuh, dan pada akhirnya akan menurunkan mobilitas dan produktivitas masyarakat. Menengah ke bawah tersebut.

Sedangkan sebagian masyarakat tetap berupaya untuk tinggal di kawasan yang tidak jauh dari pusat aktivitas ekononomi, sehingga menyebabkan ketidak-teraturan tata ruang kota dan dapat menumbuhkan kawasan kumuh baru di perkotaan. Masalah ini diperparah dengan pertumbuhan penduduk perkotaan yang jauh lebih cepat bila dibandingkan dengan pertambahan penduduk di perdesaan, yang disebabkan karena fenomea urbanisasi aktif, yaitu berpindahnya penduduk desa ke wilayah perkotaan, terutama di wilayah kumuh perkotaan. Urbanisasi di wilayah perkotaan di Kota Kediri Juga disebabkan oleh fenomena urbanisasi (seperti di Kelurahan Baluwerti, Dandangan dan Kelurahan ngadirejo yang merupakan kawasan disekitar Pabrik Gudang Garam) yang juga merupakan kawasan CBD Kota Kediri. Sehingga pada kawasan ini telah menimbulkan kawasan-kawasan kumuh.

(10)

kumuh tersebut cenderung berada pada kawasan yang tidak diperuntukan sebagai kawasan hunian seperti pinggir kali, dan areal tidak resmi lainnya. Akibatnya berbagai dampak lingkungan lanjutan seperti banjir, penyakit menular dan keamanan lingkungan menambah tugas pekerjaan rumah bagi pemerintah kota dan pusat. Adapun detail kondisi kawasan Permukiman kumuh yang ada di Kecamatan Kota, Kelurahan Balowerti, Dandangan dan Kelurahan Ngadirejo adalah :

1. Lokasi Permukiman Kumuh :

 Kelurahan Balowerti, tepatnya di dusun Baluwerti disekitar Rel Kereta dan Pabrik Gudang Garam

 Kelurahan Dandangan, tepatnya di dukuh Ngaglik disekitar sungai dan Pabrik Gudang Garam  Kelurahan Ngadirejo, tepatnya di dusun Ngadisimo dan Dusun Setono disekitar sungai dan Pabrik

Gudang Garam

2. Aspek Kebijakan terkait dengan lokasi :

 Dalam RTRW Kota Kediri tahun 2003-2013 merupakan BWK B, arahan kegiatan primer sebagai pusat perdagangan skala regional dan kota Jasa dan hiburan komersial dan Pusat administrasi pemerintah kota

 Dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota BWK B tahun 2007-2011 (UL B-I), arahan kegiatan primer

sebagai perluasan civic centre dan Industri 3. Tata Guna Lahan disekitar Kawasan

Merupakan CBD (Central Busines Distrik) Kota Kediri, diantaranya adalah Pusat kegiatan perdagangan regional (Sri Ratu, Komplek kawasan perdagangan pada koridor jalan Hayam Wuruk dll), Pusat kegiatan transportasi (stasiun), Pusat Kegiatan Pemerintahan (Balai Kota di Kelurahan Baluwerti dll), Pusat Kegiatan Industri (Pabrik Gudang Garam 1 sampai 8 di Kelurahan Baluwerti, Dandangan dan Kelurahan Ngadirejo)

4. Kondisi Bangunan Permukiman

 Kondisi Bangunan rata – rata permanen

 Fungsi bangunan rumah selain sebagai tempat tinggal pribadi, rata – rata juga dijadikan tempat

kos pekerja PT Gudang Garam

 KDB (koefisien Dasar Bangunan) rata-rata 80-100%

 KLB (Koefisien lantai Bangunan) rata-rata 80 -170%  Jumlah lantai rata-rata 1-2 lantai

 Jarak antar bangunan 0 m antar rumah saling berdempetan

 Akses jalan kawasan permukiman berupa gang dengan lebar 0-1 m, dengan kondisi perkerasan

(11)

 Bidang Persampahan sistem pengelolaan komunal, diangkut tiap pagi dengan iuran tingkat rt.

Namun masih ada sebagian penduduk yang membuang sampah di saluran sekunder yang ada disekitar kawasan permukiman

 Bidang Air Bersih sudah dilayani PDAM namun sebagian masih menggunakan SG dan SPT karena pertimbangan dangkalnya air tanah < 10 m dan pertimbangan ekonomi

 Bidang Drainase, sudah tersedia saluran sekunder dan tersier dengan sistem terbuka dan tertutup

 Bidang Sanitasi rata-rata menggunakan MCK komunal (1 MCK digunakan 2-5 KK) karena keterbatasan jumlah sarana

8.1.3. Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

Rencana Kebijakan Program dan Rencana Kegiatan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman di Kota Kediri yang diusulkan dalam lima tahun mendatang dapat dikelompokkan ke dalam beberapa fokus program, yaitu:

 Penataan kawasan permukiman kumuh

 Pembangunan fasilitas infrastruktur perumahan dan permukiman

 Peningkatan kualitas lingkungan perumahan dan permukiman

 Penyediaan lahan-lahan untuk pembangunan perumahan seserhana untuk mengatasi permalsahan backlog perumahan sederhana

 Pembangunan Rumah Susun Sederhana

Melihat kompleksnya permasalahan yang terdapat di lokasi ini (Kelurahan Baluwerti, Dandangan dan Kelurahan ngadirejo) maka untuk memvitalkan kembali kawasan dari kekumuhan juga perlu direkomendasikan pelayanan pada sektor lainnya yang urgen untuk segera ditangani, yaitu :

1. Bidang Air Limbah/Sanitasi

(12)

8.1.4. Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman

Rincian Kegiatan LOKASI VOLUME SATUAN TAHUN

SUMBER PENDANAAN x Rp. 1.000,- APBN

DAK PROV. APBD APBD KAB /

KOTA BUMD KPS/SWASTA MASYARAKAT MURNI PHLN

Peningkatan kualitas

permukiman kumuh Kec. Kota 1 Paket 2015-2018 300 - - - 600 - - - RTBL kawasan strategis

perkotaan Kec. Kota 1 Paket 12.000 - - - - - Penyusunan DED

Kawasan Kumuh Mojoroto Kec. 1 Paket 2018 - - - - 300 - - - Peningkatan kualitas

(13)

8.2.

PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN

8.2.1. Arahan Kebijakan Dan Lingkup Kegiatan

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.

Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-undang dan peraturan antara lain:

1. UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman 2. UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung.

3. PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.

4. Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.

5. Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

(14)

Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:

a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman

 Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);

 Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);

 Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan;

 Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional. b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung

 Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan;

 Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;  Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur;

 Pelatihan teknis.

c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan

 Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;

 Paket dan Replikasi.

8.2.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, Dan Tantangan a. Isu Strategis Penataan Bangunan dan Lingkungan

Strategi pendukung dalam penataan bangunan dan lingkungan diantaranya adalah :

1) Grand Strategi 1: Menyelenggarakan Penataan Bangunan Gedung Agar Tertib, Fungsional, Andal, dan Efisien

Tujuan :

Terwujudnya bangunan gedung yang fungsional dan memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan, serta serasi dan selaras dengan lingkungannya.

Sasaran :

 Tersusunnya Perda bangunan gedung untuk Kota Kediri

 Terwujudnya bangunan gedung untuk umum yang laik fungsi di Kota Kediri

 Terselenggaranya pengawasan penyelenggaraan bangunan gedung yang efektif dengan melakukan pemantauan dan evaluasi penerapan peraturan bangunan gedung di Kota Kediri

 Terlaksananya sosialisasi, fasilitasi, pelatihan, bantuan teknis dan wasdal kegiatan penataan bangunan dan lingkungan di Kota Kediri

 Terwujudnya tertib pengelolaan aset negara, propinsi, kabupaten dan kota berupa tanah dan bangunan gedung di Kota Kediri

 Terlaksananya Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK) di Kota Kediri

(15)

Tujuan :

Terwujudnya revitalisasi kawasan dan bangunan pada lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, produktif dan berkelanjutan.

Sasaran :

 Terpenuhinya sarana prasarana kawasan permukiman kumuh

 Terlaksananya pengelolaan RTH di Kota Kediri

3) Grand Strategi 3: Menyelenggarakan Penataan Pedagang Kaki Lima Tujuan:

Terwujudnya penataan pedagang kaki lima agar tertata tertib, rapi dan dapat memberikan nilai tambah bagi kualitas sosial dan ekonomi masyarakat menengah kebawah yang menjadi penunjang bagi tercapainya kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.

Sasaran :

 Terlaksananya Studi Penataan Pedagang Kaki Lima di Kota Kediri

 Tertatanya persebaran PKL di Kota Kediri

Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, skenario pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari rencana tindak yang meliputi :

a) Revitalisasi, b) RTH,

c) Bangunan Tradisional/bersejarah, dan

d) penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan.

8.2.3. Kondisi Eksisting Penataan Bangunan dan Lingkungan

Bangunan-bangunan di Kota Kediri secara umum saat ini diarahkan kepada penataan sesuai dengan fungsi kawasan yang telah direncanakan, baik untuk kegiatan perdagangan, perindustrian, perkantoran, permukiman, pendidikan dan kegiatan lainnya sesuai dengan produk rencana tata ruang yang telah disusun dan di perdakan.

(16)

Bangunan-bangunan tersebut di atas berdasarkan fungsinya baik bangunan perdagangan dan jasa, perkantoran dan pendidikan, bangunan tradisional tentu saja memiliki nilai ekonomi yang berbeda-beda. Nilai perbedaan ini bisa didasarkan pada lokasi bangunan, fungsi bangunan, umur atau usia bangunan dan nilai historis bangunan. Bangunan yang berada di kawasan perkotaan tentu saja mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi dari pada yang berada di pedesaan. Begitupula bangunan fungsi perdaganan biasanya memilki nilai ekonomi yang kebih tinggi dari pada bangunan perkantoran, pendidikan ataupun pemukiman. Bangunan yang memiliki nilai historis sejarah dan berumur tua lebih tinggi nilai ekonominya dari bangunan biasa dan berumur muda. Berkaitan dengan pendapatan atau penerimaan bangunan-bangunan tersebut sangat dipengaruhi oleh fungsi bangunan tersebut serta nilai sejarah/historis bangunan.

1. Kondisi Aturan Keselamatan, Keamanan dan Kenyamanan.

Secara umum bangunan-bangunan yang berada di Kota Kediri disyaratkan untuk mengikuti aturan standar keselamatan, keamanan dan kenyamanan baik bagi pengguna bangunan maupun lingkungan sekitarnya. Aturan-aturan ini antara lain terdapat pada aturan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Garis Sempadan Bangunan (GSB), Tinggi Lantai Bangunan dan aturan bangunan yang lain sudah ada pada prodak RDTRK pada masing-masing BWK. Namur untuk wilayah rawan bencana misalnya kebakaran, gempa bumi, belum terpetakan secara rinci dalam produk-produk studi yang telah disusun

2. Kondisi Prasarana dan Sarana Hidran

Hidran adalah cadangan air pada media tertentu sebagai sarana penaggulangan bencana kebakaran. Sarana hidran ini biasanya berbentuk tabung dan selang pemadaman, seharsunya dimilki oleh setiap bangunan terutama yang rawan bencana kebakaran, seperti bangunan pabrik, gudang, bangunan bertingkat, perkantoran, pusat perbelanjaan dan lain-lain.

Namun sampai saat ini belum semua gedung yang disebutkan di atas memiliki sarana hidran tersebut, atau kalau pun ada kondisinya belum sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Keberadan hidran ini sangat penting untuk menjadi sarana pertolongan pertama pada bencana kebakaran yang tentu saja bila tidak ditangani secara serius akan mengakibatkan kerugian baik materi maupun korban jiwa. Oleh karena itu perlu ada penataan sarana hidran ini dengan membuat rencana induk sistem proteksi kebakaran yang sampai saat ini belum dimiliki oleh pemerintah daerah ataupun dinas terkait.

3. Kondisi Kualitas Pelayanan Publik dan Perijinan Bangunan

(17)

8.2.4. Permasalahan dan Tantangan

1. Permasalahan di Bidang Bangunan Gedung a. Tata Bangunan Gedung

Belum terimplementasinya perencanaan tata bangun dan lingkungan, sehingga keberadaan bangunan gedung di Kota Kediri dari sisi arsitekturalnya masih lemah, seperti tidak ada keserasian antar bangunan gedung pada kawasan pusat kota. Di sisi yang lain permasalahan kota terus berkembang dan semakin kompleks sehingga menuntut adanya penataan baik pada bangunan maupun lingkungan kota. Kediri dalam Aglomerasi Perkotaan Kediri lumayan cepat, sehingga menuntut penataan kawasan yang serasi melalui perencanaan tata bangunan dan lingkungan. Di samping itu adanya penataan bangunan dan lingkungan secara baik dan terkendali dapat mengurangi konflik kepentingan dalam pemanfaatan ruang kota, misalnya penggunaan untuk usaha-usaha informal.

Adapun permasalahan tentang belum adanya penegakan hukum pada tata bangunan gedung disebabkan masih lemahnya lemahnya fungsi kontrol pemerintah terhadap pelaksanaan penataan ruang, bangunan dan lingkungan.

b. Proteksi Kebakaran

Permasalahan lain yang dihadapi adalah belum tertangani bencana kebakaran secara maksimal pada bangunan gedung baik di lingkungan perdagangan, perkantoran dan pemukiman. Ini disebabkan karena Kota Kediri hingga saat ini belum memiliki Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran. Adanya rencana induk ini tentu saja akan mengatur tentang penyediaan kebutuhan sarana penaggulangan bencana kebakaran yang harus dimiliki oleh bangunan gedung dan sesuai dengan kepadatan dan variasi bentuk bangunan gedung.

2. Permasalahan di bidang penataan lingkungan a. Permukiman Kumuh

Permukiman kumuh merupakan fenomena yang sering muncul di daerah perkotaan termasuk di Kota Kediri. Di daerah perkotaan, kondisi ini tidak lepas dari ketidakseimbangan pendapatan perekonomian masyarakat kota dan desa sehingga memunculkan arus perpindahan penduduk dari desa ke kota. Perpindahan ini tidak diimbangi dengan penataan ruang perkotaan yang baik dan peningkatan sumberdaya manusia yang terampil. Hal ini mendukung munculnya daerah-daerah kumuh perkotaan. Sedangkan di daerah perdesaan, faktor kemiskinan dan ketidakpahaman masyarakat pedesaan terhadap pola hidup sehat memicu munculnya kawasan permukiman kumuh dan tidak layak huni perdesaan, seperti yang terjadi di sekitar Kelurahan Baluwerti, Dandangan dan Ngadirejo tepatnya disekitar Pabrik Gudang Garam 1 -8

(18)

Secara khusus, di Kota Kediri belum ada penyusunan produk untuk mengatur masalah konservasi terhadap bangunan tradicional bersejarah. Adapun keberadaan Bangunan tradisional bersejarah yang terdapat di Kota Kediri yang perlu dilestarikan diantaranya adalah Makam Syech Wasil di Kelurahan Pocanan, Kota Pecinan yang ada di Koridor Jalan Yos Sudarso yang merupakan kota lama di Kota Kediri dengan nuansa bangunan Kolonial serta museum yang ada di Selomangkleng yang menjadi tempat penyimpanan benda bersejarah kerajaan Doho.

c. Ruang Terbuka Hijau dan Taman Jalan

Saat ini telah terjadi penurunan kuantitas dan kualitas ruang terbuka kota yang diakibatkan perubahan fungsi lahan sehingga membutuhkan penanganan yang cepat terhadap pengadaan dan penataan ruang terbuka kota demi meningkatnya citra kawasan kota. Ini juga disebabkan karena belum adanya sistem pengendalian pemanfaatan ruang terbuka kota , tata bangunan dan lingkungan.

Keberadaan ruang terbuka kota sangat dibutuhkan karena mempunyai fungsi :

1) media dan sarana sosial, misalnya sebagai ruang berkumpulnya individu-individu masyarakat untuk kegiatan-kegiatan informal

2) estetika, yaitu menambah keindahan dan keasrian kota.

3) Lingkungan, yaitu mengurangi dampak polusi kota, pemanasan bumi serta daerah resapan kota.

4) Sarana Parkir, Reklame dan Bangunan Telepon Selular (BTS)

Sarana reklame, seperti papan iklan, baliho, spandulk dll, merupakan salah satu sarana yang sangat diperlukan oleh masyarakat untuk memberikan dan memperoleh informasi Sampai saat ini sarana tersebut belum tertata secara baik. Dalam melakukan pengadaan maupun penataan sarana reklame pada ruang publik diperlukan masterplan sarana reklame. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kebutuhan dan lokasi penempatan sarana reklame. Di samping itu dampak adanya aglomerasi perkotaan Kediri menuntut keterpaduan dari berbagai aspek, diantaranya adalah sarana reklame. Sering penempatan sarana reklame tidak tertata atau tertib dengan asal menempatkan sesuai dengan keinginan sponsor, akibatnya sarana reklame ini sering mengganggu pengguna jalan dan dalam jangka panjang dapat menurunkan kualitas ruang kota.

(19)

Selain sarana reklame persoalan parkir juga perlu menjadi perhatian karena selalu menjadi keluhan bagi pengguna jalan dan parkir itu sendiri. Sampai saat ini penempatan parkir yang berada di kawasan perdagangan wilayah Kota Kediri masih banyak menggunakan ruang publik yaitu trotoar dan badan jalan. Ini tentu saja berdampak kepada fungsi jalan sebagai sarana sirkulasi yang tidak berjalan baik. Kemacetan lalu lintas, Kecelakaan lalu lintas dan ketidaknyamanan pejalan kaki dalam menggunakan trotoar merupakan dampak negatif dari ketidaktertiban parkir selama ini. Sehingga ini menuntut penyediaan kantong parkir yang kondusif yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan kawasan yang ada. Kawasan perdagangan merupakan kawasan yang sangat ramai dikunjugi oleh masyarakat sehingga tentu saja membutuhkan kantong parkir yang memadai

Saat ini di Kota Kediri telah berkembang banyak provider/operator telepon seluler. Persaingan untuk memberikan pelayanan yang terbaik di antara masing-masing operator telepon seluler salah satunya diwujudkan dengan perluasan jangkauan area signal. Untuk mendukung hal ini pendirian BTS terus dikembangkan. Akibatnya penentuan lokasi bangunan tidak terencana dengan baik karena berada pada kawasan permukiman kota. Tentu saja hal ini memiliki dampak yang negatif pada sektor sosial, kesehatan maupun kualitas lingkungan atau kawasan

d. Pedagang Kaki Lima (PKL)

Keberadaan pusat-pusat kegiatan di Kota Kediri, tepatnya disekitar Kecamatan Kota yang menjadi CBD Kota Kediri dengan aglomerasi kegiatan yang multisektor membuka peluang, baik dari sisi ruang maupun sisi peluang ekonomi yang saat ini telah dimanfaatkan PKL di Kota Kediri. Ada beberapa lokasi PKL di Kota Kediri yang bisa kita jadikan contoh , yaitu :

 Kawasan Pabrik Gudang Garam (persebaran PKL berada disekitar koridor jalan yang ada disekitar pabrik, dengan jam mangkal PKL pada jam pulang kerja)

 Persebaran PKL pada kawasan Perdagangan disekitar Koridor Jl. Hayam Wuruk (Depan Sri Ratu)

 Persebaran PKL pada kawasan perdagangan koridor disekitar Koridor Jl Yos Sudarso dll

Keberadaan lokasi PKL di Kota Kediri yang tidak tertata dan sering menggunakan ruang publik yang memiliki dampak negatif pada pembangunan. Oleh karena itu perlu dilakukan penataan PKL dengan terlebih dahulu melakukan studi karakteristik PKL dan dampaknya terhadap pembangunan.

(20)

PKL yang tidak rapi dan cenderung kumuh sering ditinggalkan oleh PKL setelah bekerja. Kondisi bangunan yang tidak fleksibel dan sangat mengganggu/memenuhi ruang publik menyebabkan bangunan usaha PKL tidak dapat ditata dengan baik. PKL membutuhkan bangunan usaha yang lebih fleksibel dan ramah lingkungan. Penggunaan ruang publik oleh PKL ini karena tidak tersedianya lahan-lahan untuk usaha informal seperti PKL dan bentuk bangunan usaha PKL yang tidak fleksibel. Akhirnyat PKL cenderung tidak tertib dan mengeksploitasi ruang publik. Sehingga dibutuhkan penertiban PKL pada semua aspek.

(21)

8.2.5. Usulan Program Dan Kegiatan

Rincian Kegiatan LOKASI VOLUME SATUAN TAHUN

SUMBER PENDANAAN x Rp. 1.000,- APBN

DAK APBD PROV. APBD KAB /

KOTA BUMD KPS/SWASTA MASYARAKAT MURNI PHLN

Pembangunan RTH Sempadan

Sungai Kota Kediri 1 paket 2018 2.000 - - - -

Pembangunan RTH Sempadan

Jalur Kereta Api Kota Kediri 1 paket 2020 1.000 - - - -

DED RTH sempadan KA Kec. Kota 1 paket 2020 1.000 - - - -

RTBL kawasan strategis

perkotaan Kec. Kota 1 paket 2015 900 - - - -

RTBL kawasan strategis

perkotaan Kec. Kota 1 paket 2016 900 - - - -

Pembangunan RTH & Lapangan Olah Raga di Kawasan IPAL Balowerti

Kec. Kota 1 paket 2017 900 - - - -

Pembangunan Taman dan Kolam Pembibitan Ikan di Kawasan IPAL Balowerti

Kec. Kota 1 paket 2016 2.750 - - - -

Pembangunan RTH Tempurejo Kec.

Pesantren 1 paket 2016 2.000 - - - -

Pembangunan RTH Bawang Kec.

Pesantren 1 paket 2017 1.000 - - - -

Pembangunan RTH Makam Kota Kec. Mojoroto 1 paket 2019 1.000 - - - -

Pembangunan RTH Ngampel Kec. Mojoroto 1 paket 2016 - - - 500 500 - - -

Pembangunan RTH Mrican Kec. Mojoroto 1 paket 2017 - - - 500 500 - - -

Pembangunan RTH Ngampel Kec. Mojoroto 1 paket 2017 - - - - 500 - - -

Pembangunan RTH Mojoroto Kec. Mojoroto 1 paket 2017 - - - - 500 - - -

(22)

Pembangunan RTH Pojok Kec. Mojoroto 1 paket 2017 - - - - 500 - - -

(23)

8.3.

SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM (SPAM)

8.4.1. Arahan Kebijakan Dan Lingkup Kegiatan

Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain:

1. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

2. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025

Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.

3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Peraturan tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan SPAM, yaitu asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.

4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/ penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan untuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik daam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang

Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.

(24)

pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapun fungsinya antara lain mencakup:

 Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air minum;

 Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem penyediaan air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

 Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum;

 Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air minum.

8.4.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan A. ISU STRATEGIS PENGEMBANGAN SPAM

Secara umum tingkat pelayanan air minum di Kota Kediri sudah terlayani semua, baik menggunakan sistem perpipaan meupun sistem non perpipaan. Untuk sistem distribusi air minum sistem perpipaan di Kota Kediri dilayani oleh PDAM Kota Kediri, sementara untuk sistem distribusi non perpipaan masyarakat memanfaatkan air dari SGL (Sumur Gali) dan SPT (Sumur Pompa Tangan). Cakupan pelayanan untuk sistem distribusi perpipaan sudah menjangkau semua kelurahan, sementara untuk sistem distribusi non perpipaan semua ada di setiap kelurahan. Tingginya tingkat distribusi air non perpipaan ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah tingkat ekonomi masyarakat yang masih didominasi kalangan ekonomi menengah kebawah serta dangkalnya air tanah di Kota Kediri yang rata-rata hanya berkisar antara 2-10 m, air tanah yang kedalamannya diatas 10 m hanya berada di kawasan bagian barat kota (merupakan kawasan perbukitan). Sistem pengaliran jaringan pipa transmisi PDAM di Kota Kediri mayoritas memakai sistem grafitasi karena kontur tanahnya rata-rata datar. Untuk intake air yang menjadi sumber pelayanan di Kota Kediri hampir seluruhnya mengambil intake dari dalam Kota, hanya disekitar kelurahan Bangsal di Kecamatan Pesantren yang memakai intake dari Kabupaten, karena posisi kelurahan ini berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kediri. Sebenarnya di sekitar kelurahan Bangsal ini sudah ada bangunan intake air yang pernah dimanfaatkan, namun karena kualitas airnya yang kurang memenuhi syarat maka intake tersebut sampai saat ini tidak dimanfaatkan. Namun seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk membuat demand pelayanan air PDAM di Kelurahan Bangsal menjadi meningkat, untuk itu PDAM Kota Kediri sudah punya alternatif solusi untuk memanfaatkan kembali bangunan intake yang ada di Kelurahan Bangsal karena saat ini cost yang harus dikeluarkan PDAM Kota Kediri untuk membeli air dari Kabupaten biayanya semakin meningkat hampir sepeuh kali lipat. Selain itu beberapa tahun yang yang lalu terjadi pemblokiran/penutupan bangunan intake Kabupaten yang dimanfaatkan masyarakat di Kelurahan Bangsal oleh penduduk di Kabupaten.

B. KONDISI EKSISTING PENGEMBANGAN SPAM

(25)

Jumlah pelanggan PDAM hingga tahun 2008 sejumlah 12.695 pelanggan dengan cakupan wilayah sebesar ±31%. Kualitas air bersih yang digunakan oleh PDAM sebagai sumber air baku di Kota Kediri relatif aman atau memenuhi baku mutu standar kualitas air minum dari Departemen Kesehatan, khususnya Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/90. Secara umum sumur bor yang dimiliki oleh PDAM tergolong dalam kategori sumur dalam dimana kedalaman pengeboran mencapai ±150 m di bawah permukaan tanah.

Dilihat dari segi kuantitas, maka untuk Kota Kediri sepertinya tidak begitu mengalami kendala, hal ini terlihat dengan banyaknya sumur bor atau mata air yang telah dikelola oleh PDAM hingga tahun 2008 sejumlah 17 lokasi (titik), baik berupa sumur bor maupun mata air. Fakta di atas didukung oleh studi EHRA Kota Kediri yang menyatakan bahwa untuk kasus kelangkaan air, studi menemukan hanya sekitar 3% rumah tangga yang mengalami kelangkaan air dari sumber air utama dalam dua minggu terakhir, sedangkan jika rentang waktu kelangkaan diperpanjang menjadi satu tahun maka kasus kelangkaan yang dijumpai meningkat hampir 3 kali lipat yaitu sebesar 10% (EHRA Kediri, Juli 2009).

Tabel Kebutuhan Air Bersih Kota Kediri 2008 – 2014

Tahun Pemakaian Air Bersih (L/hari) Total Kebutuhan Air Bersih (L/hari) Mojoroto Kota Pesantren

2008 13694750,00 11532750,00 10389750,00 35617250

2009 14117303,34 11888594,54 10710327,12 36716225

2010 14539856,68 12244439,08 11030904,24 37815200

2011 14962410,01 12600283,62 11351481,37 38914175

2012 15384963,35 12956128,16 11672058,49 40013150

2013 15807516,69 13311972,70 11992635,61 41112125

2014 16230070,03 13667817,24 12313212,73 42211100 Sumber : Hasil perhitungan

Sumber air bersih yang dominan lainnya di Kota Kediri adalah dengan memanfaatkan sumur bor/sumur pompa, yang hingga saat ini data tentang jumlah sumur gali atau sumur bor yang dimiliki oleh warga belum terdokumentasi dengan baik. Selain itu fakta yang menyatakan bahwa beberapa sumur gali warga telah tercemar oleh E. Coli memberikan peluang PDAM untuk memperluas jangkauan pelayanan air bersih.

C. PERMASALAHAN dan TANTANGAN

1. Kualitas air di jaringan distribusi buruk

(26)

karena kontaminasi benda asing pada jaringan pipa distibusi yang bocor serta tua. Lambannya penanganan pipa bocor memperburuk kualitas air.

2. Belum adanya pemetaan jaringan pipa distribusi PDAM Kota Kediri

Peta jaringan merupakan faktor penting sebagai dasar penentuan letak jaringan pipa transmisi dan distribusi. Saat ini PDAM kota Kediri belum memiliki peta jaringan sehingga mengalami kesulitan dalam menentukan letak atau posisi peta, hal ini berakibat pada efektifitas pelayanan kepada pelanggan dan pengurangan tingkat kebocoran tidak berjalan optimal karena kesulitan dalam melakukan deteksi pipa bocor.

3. Terjadi idle capacity sebesar 86 liter/detik

Efektifitas pompa air bersih tidak berjalan dengan maksimal selama 24 jam dikarenakan biaya listrik untuk genset yang cukup mahal, dan didukung dengan keterbatasan anggaran. Proses pemompaan air dapat terpenuhi dengan optimal jika pompa dioperasikan selama 24 jam dan menghasilkan air sekian liter per detik sesuai dengan kapasitasnya, tetapi karena kondisi PDAM Kediri yang memanfaatkan pompa kurang dari 24 jam maka terjadi idle capacity rata-rata sebesar 86 liter/detik.

4. Kontinuitas air yang diterima pelanggan tidak optimal selama 24 jam sehari

Sering matinya air PDAM di lokasi tertentu dan waktu tertentu masih menjadi keluhan pelanggan, padahal jika dilihat dari kapasitas produksi PDAM hal ini tidak akan terjadi. Tidak kontinunya air ke pelanggan dikarenakan pendistribusian air (pengaturan air) tidak berjalan baik sebagai akibat dari kualitas SDM pengatur valve pipa distribusi rendah serta kondisi valve yang sudah tua dan rusak. 5. Kondisi eksisting sarana dan prasarana distribusi air bersih sudah banyak yang rusak

Distribusi air bersih pada pelanggan terhambat karena kondisi sarana dan prasarana banyak yang rusak. Kerusakan yang ditemukan berupa filter bertekanan serta meter air pelanggan yang sudah tidak akurat.

6. Proses pengolahan air minum dengan metode sederhana tanpa kontrol kandungan secara terukur PDAM kota Kediri memanfaatkan air dari sumur dalam sebagai air baku, dengan kualitas air dari sumur dalam masih cukup bagus. Pemanfaatan air dari sumur dalam sebagai sumber air baku tidak memerlukan pengolahan khusus cukup dengan metode pengolahan sederhana dengan proses disinfeksi, fungsinya untuk mengurangi mikrobiologi/ bakteri agar tidak mencemari air PDAM. Pengolahan sederhana yang dilakukan tetap memerlukan kontrol terukur yang ketat pada kandungan khlor yang diperlukan dalam proses desinfeksi di reservoar hingga sisa kandungan khlor pada pelanggan. Pada kenyataanya hal ini belum dilakukan oleh PDAM Kediri sehingga berdampak pada belum terjaminnya kualitas air pelanggan bebas mikrobiologi.

7. Kesulitan penagihan rekening pada 30% pelanggan

(27)

perusahaan tergantung pada loyalitas pelanggan pada perusahaan dan tingkat kepuasan pelanggan. Kondisi saat ini PDAM mengalami kesulitan dalam penagihan balas jasa pelayanan air bersih dari pelanggan yang besanya cukup berarti yaitu 30%, hal ini mempengaruhi kondisi keuangan PDAM yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas pelayanan.

8. Mekanisme pembayaran iuran PDAM telah bekerjasama dengan PT. POS Indonesia

Iuran pelanggan merupakan sumber pendapatan utama PDAM sehingga kelancaran pembayaran akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan yang berdampak pada kinerja secara keseluruhan. Menyadari peran penting sumber pendapatan dari iuran pelanggan, PDAM mengembangkan kerjasama dengan pihak ketiga untuk berperan sebagai lembaga penerima bayar penerima pembayaran iuran pelanggan. Kerjasama yang dikembangkan saat ini dengan PT POS dimana terjadi pembagian peran yang seimbang den kedua belah pihak mendapatkan manfaatnya.

9. Sistem kaderisasi dan rotasi di internal PDAM belum berjalan optimal

Manajemen sumber daya manusia yang diterapakan PDAM belum mencerminkan sebagai perusahaan daerah yang mengemban mandat Pemerintah Kota, dimana penempatan SDM belum memposisikan karyawan sebagai aset yang perlu dikelola. Kaderisasi dan rotasi SDM belum optimal dilakukan, hal ini berdampak pada penempatan SDM kurang sesuai dengan kapasitas yang diperlukan.

10. Belum adanya kekuatan hukum dalam pemakaian Air Bawah Tanah (ABT) oleh industri

Keberadaan industri di kota Kediri cukup banyak, kegiatan produksi yang dilakukan oleh sebagian besar industri memerlukan air cukup banyak, kebutuhan air tersebut dipenuhi dengan pemakaian air bawah tanah. Saat ini keberadaan air bawah tanah yang melimpah dengan kualitas baik, memunculkan anggapan air sebagai barang sosial yang tidak perlu dihargai secara ekonomis dan diatur pemakaiannya. Untuk menjaga keberlanjutan persediaan air dan kelestarian lingkungan diperlukan peraturan yang mengikat pengaturan pemakaian air bawah tanah.

11. Belum adanya orientasi investasi pada proses perencanaan dan manajemen di PDAM

(28)

D. Strategi, Program dan Kegiatan Sub Sektor Air Bersih

No. Strategi Program Program / Kegiatan

Sasaran : 1. Diterapkannya standart baku air bersih Departemen Kesehatan dalam menjaga kualitas air bersih PDAM pada akhir tahun 2014

1. Optimalisasi proses

pengolahan air bersih Program pemeliharaan instalasi sumber air Program pemeliharaan

Sasaran : 2. Meningkatnya kontinuitas distribusi air pada pelanggan selama 24 jam per hari pada akhir tahun 2014

2. Optimalisasi kapasitas

produksi air bersih Program pemeliharaan instalasi sumber air Memaksimalkan kapasitas pompa air bersih Peningkatan kapasitas produksi air bersih (kuantitas)

Mengoptimalkan proses produksi air bersih (kualitas)

Sasaran : 3. Meningkatnya cakupan layanan PDAM dari 31% menjadi 40% pada akhir tahun 2014 3. Optimalisasi sistem distribusi

air PDAM ke seluruh sambungan rumah (SR)

Program peningkatan SPP

sesuai SOP Revitalisasi/penggantian valve pengaturan distribuís air dengan kualitas sesuai standard

oleh industri Program pengembangan kinerja pengelolaan air minum dan air limbah (PU)

Sasaran : 4. Berkurangnya tingkat kebocoran air dari 30% menjadi 25% pada akhir tahun 2014 5. Rehabilitasi jaringan pipa

transmisi dan distribusi Program pengembangan kinerja pengelolaan air minum dan air limbah (PU)

Pemetaan jaringan perpipaan distribusi dan transmisi

Program pemeliharaan pipa

(29)

akurasi baca meter

Sasaran : 5. Diterapkannya sistem manajemen PDAM yang mengutamaan efisiensi dan efektifitas SDM

6. Reformasi birokrasi internal

PDAM Program pendidikan dan latihan Pemberlakuan manajemen kepegawaian yang profesional dan berdaya saing

Restrukturisasi birokrasi PDAM yang mengakomodir kaderasasi Pelatihan Manajemen SDM Sasaran : 6. Diterapkannya perencanaan dan manajemen keuangan yang mengupayakan cost

recovery pada akhir tahun 2014

kerjasama Pembangunan Menjalin kerjasama dengan pihak ke-3 secara terus menerus Program peningkatan

kerjasama Pembangunan Memperbaharui pola kerjasama yang lebih efektif dan efisien

Program peningkatan

(30)

8.4.3. Usulan Program dan Kegiatan

Rincian Kegiatan LOKASI VOLUME SATUAN TAHUN

SUMBER PENDANAAN x Rp. 1.000,-

APBN DAK PROV. APBD APBD KAB /

KOTA BUMD KPS/SWASTA MASYARAKAT

Penyusunan RISPAM Kota Kediri 1 Paket 2015 - - - - 300 - - -

Optimalisasi SPAM Kota

Kediri Kawasan Kumuh Kec. Kota/ 1 Paket 2015 2.222 - - - -

Optimalisasi SPAM Kota

Kediri Kec. Mojoroto 1 Paket 2015 - - 1.710 - - - - -

Pembuatan Menara Air Kec. Mojoroto 1 Unit 2016 - - 1.500 - - - - -

Pembuatan Sumur Kec. Mojoroto 120 m 2016 - - 200 - - - - -

Pengadaan pompa Kec. Mojoroto 1 Unit 2016 - - 175 - - - - -

Rumah Pompa Kec. Mojoroto 1 Unit 2016 - - 150 - - - - -

Pengadaan & Pemasangan Pipa Transmisi & Distribusi

(31)

8.4.

PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN

8.4.1. Air Limbah

8.4.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan A. Arahan Kebijakan Pengelolaan Air Limbah

Beberapa peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan air limbah, antara lain:

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

Pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.

2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan pentingnya pengaturan prasarana dan sarana sanitasi dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber air.

3. Penyediaan Air Minum.

Peraturan ini mengatur penyelenggaraan prasarana dan sarana air limbah permukiman secara terpadu dengan penyelenggaraan sistem penyediaan air minum.

4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

Mensyaratkan tersedianya sistem air limbah setempat yang memadai dan tersedianya sistem air limbah skala komunitas/kawasan/kota.

5. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/I/1998 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan

Mengamanatkan bahwa Pengolahan yang dilakukan terhadap air buangan dimaksudkan agar air buangan tersebut dapat dibuang ke badan air penerima menurut standar yang diterapkan, yaitu standar aliran (stream standard) dan standar efluen (effluent standard).

B. Lingkup Pengelolaan Air Limbah

Air Limbah yang dimaksud disini adalah air limbah permukiman (Municipal Wastewater) yang terdiri atas air limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dari air sisa mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Air buangan yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap kualitas lingkungan sehingga perlu dilakukan pengolahan.

8.4.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan A. Isu Strategis dan Kondisi eksisting

(32)

Berdasarkan analisa SWOT ditemukan isu strategis pembangunan sanitasi untuk aspek Keuangan, adalah sebagai berikut :

 Dialokasikannya anggaran sanitasi di SKPD terkait dalam APBD setiap tahunnya dengan prosentase

penyerapan anggaran maksimal (capaian rencana dan alokasi sama)

Sistem anggaran Pemerintah Kota Kediri merupakan anggaran berbasis kinerja, secara objektif capaian kinerja dari program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Kediri akan sangat berpengaruh terhadap penganggaran untuk program pada tahun berikutnya, termasuk dalam hal ini program-program kegiatan di bidang sanitasi. Program-program kegiatan sanitasi yang selama ini telah dianggarkan dan direncanakan dapat dilaksanakan sesuai dengan target yang telah ditetapkan, sehingga program yang akan dilaksanakan periode berikutnya dapat direncanakan dan dianggarkan dengan lebih baik.

 Sistem penganggaran APBD dalam proses perencanaan dan penjadwalan pencairan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga memudahkan SKPD terkait untuk melaksanakan program Secara umum prosedur perencanaan program kegiatan pada masing-masing SKPD telah terstruktur dengan jelas. Pelaksanaan Program Sanitasi oleh SKPD terkait telah direncanakan berdasarkan time schedule dengan mempertimbangkan prosedur yang ada, sehingga kegiatan tersebut dapat dilaksananan tepat waktu.

 Terjadinya kenaikan tren anggaran sanitasi dalam 5 (lima) tahun terakhir dalam APBD dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 46%

Dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kepada masyarakat dibidang sanitasi masih diperlukan peningkatan alokasi dana belanja langsung untuk sanitasi. Dalam merencanakan pendanaan dimasa datang, CAGR pada setiap SKPD merupakan salah satu variabel yang perlu dipertimbangkan, disamping variabel-variabel lainnya, yaitu makro ekonomi nasional dan daerah, kebijakan dan keputusan politik, rencana program aksi sanitasi jangka menengah.

 Terjadinya rasionalisasi anggaran yang berdampak pada kurang sesuainya kecukupan anggaran dengan kebutuhan riil di lapangan sehingga berpengaruh dalam pelaksanakan kegiatan fisik yang harus memenuhi standar teknis perencanaan

Hal ini diakibatkan karena masih rendahnya jalinan koordinasi antar SKPD terkait serta masih rendahnya kesadaran untuk mengutamakan efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas dalam perencanaan, pelaksanaan kegiatan.

 Menurunnya kinerja sektor sanitasi yang diakibatkan oleh kemampuan/kapasitas pelaksana kegiatan

tentang sistem birokasi anggaran dari berbagai sumber yang belum memadai

(33)

minimnya kapabilitas dari pelaksana kegiatan dalam memahami dan melaksanakan tahapan kegiatan dengan baik.

 Belum tersedianya stándar harga satuan bangunan gedung negara yang sesuai dengan kualitas teknis

bangunan skala kota sebagai acuan perencanaan biaya

Belum adanya standar harga satuan bangunan gedung negara telah menyebabkan kendala dalam perencanaan penganggaran beberapa program kegiatan sanitasi utamanya yang bersifat fisik. Beberapa kegiatan yang volumenya sama, masih memiliki nilai yang berbeda karena belum adanya standar harga satuan untuk biaya/volume terkait kualitas teknis dari sebuah bangunan.

 Tersedianya Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dari Perusahaan Rokok Gudang Garam Kediri dan CSR dalam pengembangan Sanitasi

Perlu diakui bahwa penerimaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau merupakan sumber pendapatan yang sangat diharapkan oleh Pemerintah Kota Kediri. Meskipun target penerimaan tersebut bisa saja tidak sesuai dengan yang diharapkan mengingat maraknya peredaran rokok illegal, namun Pemerintah Kota Kediri terus berupaya agar penerimaan pendapatan dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dapat meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan kenaikan tarif cukai yang diberlakukan oleh Pemerintah. Dalam rangka meningkatkan Penerimaan Dana Cukai Hasil Tembakau dan mengurangi keberadaan rokok illegal Pemerintah telah menyempurnakan Peraturan yang mengatur Penggunaan Dana tersebut yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 84/PMK.07/2008 dan telah disempurnakan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 20/PMK.07/2009 serta Peraturan Gubernur Nomor 51 Tahun 2009. Berkaitan dengan hal tersebut diatas, agar Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dapat dipergunakan secara optimal sangat diperlukan sosialisasi kepada seluruh masyarakat Kota Kediri atas Penerimaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dimaksud dan peraturan-peraturan yang berlaku serta sanksi yang harus diberlakukan secara hukum atas pelanggaran terhadap prosedur-prosedur yang telah ditentukan. Diharapkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dari Perusahaan Rokok Gudang Garam dapat membantu terciptanya pembangunan Sanitasi sebagai wujud pelayanan kepada masyarakat di Kota Kediri disamping sumber-sumber dana yang lain (Corporate Sosial Responsibility – CSR).

(34)

 Dialokasikannya dana dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Sanitasi mulai tahun 2010 dari APBN bagi

pengembangan sanitasi daerah

Dengan dialokasikannya dana DAK Sanitasi mulai tahun 2010 akan sangat membantu pemerintah daerah dalam proses pembangunan sanitasi di Kota Kediri. Perencanaan program-program pembangunan yang telah disusun untuk 5 (lima) tahun kedepan (RPJMD) akan memudahkan penyusunan program-program pembangunan setiap tahunnya. Khusus program pembangunan Sanitasi (sub sektor air limbah, drainase, persampahan dan air bersih) di Kota Kediri telah jelas digambarkan dari sasaran, tujuan, hasil, dampak, manfaat melalui Renstra SKPD terkait. Dengan koordinasi yang optimal antar SKPD terkait, penentu kebijakan serta pengambil keputusan diharapkan dana DAK dimaksud dapat mewujudkan pembangunan sanitasi yang memenuhi standar yang diharapkan.

 Kesediaan masyarakat untuk berswadaya dalam pembangunan sanitasi dalam bentuk tunai dan non tunai

Kondisi infrastruktur sanitasi di Kota Kediri khususnya untuk air limbah lebih didominasi dengan sistem on-site, dimana secara umum kesadaran masyarakat untuk membuat septic-tank sendiri. Sedangkan untuk pengelolaan sampah lingkungan, beberapa masyarakat di beberapa wilayah di Kota Kediri telah melakukan swadaya dengan cara membayar jasa pengangkutan sampah kepada swasta (Karang Taruna) maupun Pemerintah dari TPS ke TPA. Sedangkan infrastruktur drainase lingkungan pada umumnya telah dibangun oleh Pemerintah dan disediakan oleh pengembang perumahan bagi masyarakat yang bermukim di perumahan. Investasi infrastruktur maupun pengelolaan sanitasi skala besar maupun kecil dimungkinkan dilakukan kerjasama dengan pihak swasta maupun masyarakat yang diharapkan hal tersebut dapat menghasilkan nilai investasi.

 Belum dilakukannya sosialisasi intensif terhadap pemanfaatan dan sistem birokrasi dana cukai ke berbagai pihak terkait

Masih kurangnya masyarakat yang mengetahui tentang penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau, sehingga berpengaruh terhadap efektifitas dan efisiensi menyusun program-program kegiatan yang pelaksanaannya dapat dilakukan dengan menggunakan dana cukai.

 Pertambahan penduduk karena arus urbanisasi yang cukup tinggi memerlukan peningkatan anggaran untuk sektor sanitasi

(35)

tersebut diperlukan langkah-langkah yang sangat strategis oleh Pemerintah Kota Kediri dan secara otomatis memerlukan anggaran yang cukup besar.

2. Komunikasi

Berdasarkan analisa SWOT ditemukan beberapa isu strategis untuk aspek komunikasi, adalah sebagai berikut :

 Kewenangan Pemerintah kota untuk memobilisasi masyarakat

Pemerintah Kota sebagai pelaksana pemeritahan dalam menjalankan pembangunan memiliki otoritas berupa kewenangan untuk memobilisasi masyarakat dalam pembangunan sanitasi. Kewenangan ini merupakan kekuatan yang sangat penting, untuk mendorong masyarakat agar lebih peduli terhadap masalah sanitasi. Dengan kewenangannya Pemkot memiliki kesempatan untuk menggalang masyarakat dalam mempercepat proses pembangunan terutama dalam mengupayakan proses komunikasi pembangunan ke seluruh pemangku kepentingan kota.

 Ketersediaan anggaran rutin untuk komunikasi bersumber dari APBD Kota

Tersedianya anggaran khusus untuk komunikasi yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Ketersediaan anggaran yang cukup sangat dibutuhkan untuk mendukung terselenggaranya suatu program pembangunan sanitasi serta bagaimana menyebarluaskan program tersebut kepada seluruh pemangku kepentingan. Satu hal yang membanggakan terkait pengganggaran ini adalah, besarannya terus bertambah dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan adanya komitmen yang kuat dari Pemerintah Kota Kediri dalam pembangunan sanitasi khususnya dalam penyebarluasan informasi atau pemasaran sosial pembangunan kepada kalayak.

 Pemanfaatan berbagai macam media sebagai sarana penyampaian pesan oleh Dinas Kesehatan dan PKK

Informasi yang menyangkut kesehatan dan sanitasi akan selalu dibutuhkan dan diperhatikan oleh masyarakat, terutama ibu–ibu yang setiap hari mengurusi rumah tangga dan selalu bersinggungan dengan sanitasi dan air bersih. Kondisi ini menempatkan Dinas Kesehatan dan PKK sebagai salah satu pemangku kepentingan yang berkecimpung dengan penyadaran, telah memanfaatkan beragam media sebagai upaya penyadaran atau penyampaian pesan ke masyarakat. Ketepatan dalam memilih media sangat mempengaruhi keberhasilan penyampaian pesan sanitasi. Bagaimana meningkatkan peran kedua lembaga serta lembaga lain yang bersinggungan secara langsung dengan kegiatan sanitasi.

 Terjalinnya kemitraan antara Humas (bidang Hubungan Masyarakat Sekda) dengan media cetak dan

radio lokal

Gambar

Tabel Kebutuhan Air Bersih Kota Kediri 2008 – 2014

Referensi

Dokumen terkait

membawa dampak negatifpada organisasi tersebut. Generasi anak pada saat.. ini yang merupakan generasi yang nantinya akan masuk dalam lingkup.. organisasi sangat mungkin

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh metode pembelajaran brain storming dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan komunikasi

Pengaturan perjanjian perdagangan internasional selain diatur dalam KUH Perdata, diatur pula dalam Uniform Custom and Practice for Documentary Credit (UCP) yaitu dalam

Skripsi dengan judul “Implementasi SMS Gateway Dalam Pengembangan Sistem Informasi Jadwal Seminar Skripsi Berbasis Web” adalah salah satu syarat untuk memperoleh

2.2 Tanpa mengambil kira apa sahaja yang terkandung di dalam Gadaian ini atau di dalam Perjanjian Pinjaman ini atau mana-mana pertukaran dokumen di antara pihak-pihak di sini,

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat anugerahNya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

kegiatan menyenangkan, seperti misalnya konser, pertunjukan panggung, kembang api, dan penghitungan mundur untuk menyambut Tahun Baru dengan cara tradisional Thailand

Hasil Scan Phantom Pada grafik gambar 2 ditunjukkan bahwa pada objek homogen apabila ditarik garis didapatkan nilai keseragaman citra pada range sd 0.27 dan 0.39..