• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.1.4 Stres kerja .1 Definisi stres .1Definisi stres

pada kedua sisi tubuh kanan dan kiri yang dimulai dari anggota tubuh bagian atas yaitu otot leher sampai dengan bagian paling bawah yaitu otot pada kaki. Tarwaka (2010) menyatakan desain penilaian menggunakan skoring (misalnya 4 skala Likert), maka setiap skor atau nilai haruslah mempunyai definisi operasional yang jelas dan mudah dipahami oleh responden. Total skor individu dari seluruh otot skeletal (28 bagian otot skeletal) dihitung untuk dapat digunakan dalam entri data statistik.

2. Metode observasional RULA (Rapid Upper Limb Assesment) untuk menilai posture, gaya atau beban dan aktivitas otot, yang diketahui berkontribusi terhadap upper limb disorder (Corlett, 2005; Kee and Karwowski, 2007: Gilkey dkk., 2007; Kumashiro dkk., 2007).

Hasil skor RULA diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori level risiko, seperti pada Tabel 2.4

Tabel 2.4

Kategori Tindakan RULA

Kategori Tindakan Level Risiko Tindakan

1—2 Minimum Aman

3—4 Kecil Diperlukan beberapa

waktu ke depan

5—6 Sedang Tindakan dalam waktu dekat

7 Tinggi Tindakan sekarang juga

2.1.4 Stres kerja 2.1.4.1 Definisi stres

Stres kerja adalah sesuatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seorang karyawan (Rivai 2009). Menurut Robbins (2009) stres adalah

30

suatu kondisi dinamis di mana seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan hasilnya dipandang tidak pasti dan penting.

Stres kerja mengakibatkan kelelahan kerja, seringkali tanda awal dari stress kerja adalah suatu perasaan bahwa dirinya mengalami kelelahan emosional terhadap pekerjaan-pekerjaan. Bila diminta menjelaskan yang dirasakan, seorang karyawan yang lelah secara emosional akan merasa kehabisan tenaga dan lelah secara fisik.

2.1.4.2Sumber-sumber potensi stres kerja

Ada tiga kategori potensi stres kerja yang potensial yakni lingkungan,organisasional, dan individual (Robbins, 2009):

1) Faktor Lingkungan

Kondisi lingkungan kerja yang tidak nyaman berkontribusi terhadap munculnya stres kerja pada karyawan, seperti kondisi lingkungan yang panas, ruangan yang sempit, bising, dan sebagainya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus udara. Di samping itu, kebisingan juga memberi andil tidak kecil munculnya stres kerja, sebab beberapa orang sangat sensistif pada kebisingan dibanding yang lain

31

2) Faktor Organisasi

Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres kerja. Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam suatu kurun waktu yang terbatas, beban kerja yang berlebihan, serta rekan kerja yang tidak menyenangkan. Faktor – faktor ini dapat dikategorikan pada tuntutan tugas, tuntutan peran, dan tuntutan hubungan antar pribadi, struktur organisasi, kepemimpinan organisasi, dan tingkat hidup organisasi.

3) Faktor Individual

Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan. Hubungan pribadi antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada pekerjaan yang akan dilakukan karena akibat tersebut dapat terbawa dalam pekerjaan seseorang.

2.1.4.3Stres kerja karyawan hotel

Stres kerja terjadi apabila kemampuan yang dimiliki karyawan tidak sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang harus dilakukan karyawan. Stres yang berhubungan dengan pekerjaan telah terbukti sebagai faktor utama menurunnya prestasi kerja karyawan (Gilboa dkk dan Cooper, 2008; LePine dkk., 2005).

Beban kerja yang tinggi pada karyawan hotel tidak hanya menjadi sumber masalah bagi kesehatan fisik karyawan. Beban kerja yang tinggi juga berdampak pada aspek psikis karyawan. Purnawati (2011) menyatakan bahwa jenis pekerjaan yang tergolong monoton dapat menjadi sumber stres dan berakibat lesu kerja dan

32

penurunan produktivitas. Dan beban kerja yang sangat berat dan kompleks melebihi kapasitas kerja akan membuat individu merasa frustrasi dan muncul perasaan stres dengan segala konsekuensinya (Tsai dkk.,2009).

Kim (2008) menyatakan bahwa stres karyawan di industri perhotelan mengakibatkan kelelahan sehingga berdampak buruk pada pelayanan yang diberikan. Stres karyawan semakin meningkat dengan diberlakukannya kebijakan perusahaan antara lain dengan, melakukan efisiensi biaya dengan cara mengurangi jumlah karyawan, mengurangi pendapatan karyawan, dan meningkatkan jam kerja, dimana hal ini memiliki dampak yang sangat besar bagi karyawan yang bekerja di industri perhotelan (Bernhardt., dkk, 2003; Korczynski, 2002; Peccei & Rosenthal, 2000). Wallace, 2003; Lo & Lamm, 2005 menyatakan masalah yang berkaitan dengan shift kerja, jam kerja yang panjang, pergantian jam kerja yang tidak terduga, minimnya waktu istirahat, tuntutan fisik yang berat (beban berat penanganan manual) serta adanya tuntutan mental dan emosional berdampak pada kinerja karyawan hotel.

Faulkner & Patier, 1997, Gill dkk., 2006; Hilton & Whiteford, 2010;

O’Neill & Davis, 2011 mengatakan, stres secara psikologis dapat menurunkan

prestasi di tempat kerja dan tingkat stres yang berlebihan mempengaruhi kinerja karyawan hotel. O’Neill & Davis (2011) menyebutkan dua sumber stres pada karyawan hotel adalah beban kerja yang tinggi (overloads) dan relationships yang kurang harmonis diantara karyawan.

Pulak (2012) menyebutkan beberapa sumber stres pada karyawan hotel, antara lain sebagai berikut.

33

1. Tekanan dalam melakukan tugas dengan waktu yang terbatas. 2. Upah yang rendah pada posisi tertentu.

3. Percakapan yang tidak pantas dengan pelanggan.

4. Lingkungan kerja yang penuh tekanan, tidak menyenangkan dan membahayakan.

5. Jam kerja yang panjang, terutama bagi mereka yang bekerja dengan posisi berdiri.

6. Jam kerja yang lama, shift malam dapat menyebabkan kurang tidur dan menjadi satu alasan karyawan menjadi stres.

7. Jadwal kerja yang padat.

8. Merasa kurang ada keseimbangan antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi. 9. Job description yang tidak terdefinisi dengan jelas.

10.Kurangnya komunikasi dan koordinasi antar karyawan. 11.Melakukan pekerjaan tanpa ada panduan dan bimbingan.

Schnall dkk. (2009) menyoroti sumber stres yang lain yaitu konflik interpersonal. Di hotel, tugas utama seorang karyawan adalah berkomunikasi dan berhubungan dengan pelanggan dan rekan kerja. Hal ini sangat diperlukan dalam memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan. Konflik pribadi akan mempengaruhi koordinasi antar karyawan yang pada gilirannya akan mempengaruhi pelayanan yang diberikan kepada pelanggan. Karyawan hotel yang terlibat dalam konflik interpersonal lebih rentan menderita stres, masalah jantung, dan hipertensi (Schnall dkk., 2009; Olaniyi, 2013).

34

Varca (2009), dalam penelitiannya menemukan hubungan yang negatif antara kualitas pelayanan yang diberikan kepada pelanggan dengan stres kerja yaitu karyawan yang dalam kondisi stres, gagal memberikan pelayanan yang berkualitas dibandingkan dengan karyawan yang tidak stres.

2.1.4.4Pengukuran stres kerja

Dalam penelitian ini stres kerja diukur dengan menggunakan kuesioner BJSQ (Brief Job Stres Questionnaire) dengan 4 skala Likert.

Dokumen terkait