• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

C. Stres Pada Masa Anak-Anak

Tidaklah mudah untuk mendefinisikan stres, terlebih stres yang dialami oleh anak-anak. Santrock (2002) mendefinisikan stres sebagai respon individu terhadap keadaan-keadaan dan peristiwa-peristiwa (disebut “stressor”) yang mengancam individu dan mengurangi kemampuan individu dalam mengatasi segala bentuk

stressor. Stresor adalah rangsang eksternal atau internal yang memunculkan gangguan pada keseimbangan hidup individu. Secara sederhana stres didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana individu dituntut berespon adaptif. Stres juga diartikan sebagai reaksi fisiologis dan psikologis yang terjadi jika seseorang merasakan ketidakseimbangan antara tuntutan yang dihadapi dengan kemampuannya untuk mengatasi tuntutan tersebut (Cranwell-Ward dalam Iswinarti-Haditono, 1999).

Lazarus & Folkman (dalam Ibung, 2008) mengatakan bahwa stres dapat terjadi bila terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan antara tuntutan dan kemampuan. Stres juga merupakan hubungan khusus antara orang dengan lingkungan yang dianggapnya membebani atau melampaui batas kemampuannya dan membahayakan kesehatannya. Menurut Dadang Hawari (dalam Abbas, 2007), stres

bisa diartikan sebagai reaksi fisik dan psikis, yang berupa perasaan tidak enak, tidak nyaman, atau tertekan terhadap tekanan atau tuntutan yang sedang dihadapi.

Dari beberapa pendapat mengenai stres, maka dapat disimpulkan pengertian stres yang sesuai dengan penelitian ini, stres adalah tindakan seseorang saat ia mengalami tekanan, tuntutan atau kekhawatiran akan suatu permasalahan yang secara mental atau psikologis tidak mampu dihadapinya. Dalam penelitian ini keadaan-keadaan yang membuatnya tertekan tersebut adalah keadaan-keadaan dimana anak merasa terpaksa melakukan kegiatan-kegiatan tambahan, seperti kursus-kursus, yang dinilai membebani anak serta kekhawatiran yang dirasakannya apabila tidak dapat memenuhi harapan-harapan orang tua.

2. Penyebab Stres

Menurut Abbas (2007) ada beberapa faktor penyebab atau pemicu stres (stressor) pada anak yang digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu :

a. Stressor psikologis, yang termasuk dalam kelompok ini adalah perasaan cemburu, buruk sangka, kecewa karena gagal mendapatkan sesuatu yang diinginkan, iri hati, dendam, buruk sangka, konflik pribadi, sikap bermusuhan serta keinginan yang diluar kemampuan.

b. Stressor fisik-biologis, yang termasuk di dalamnya antara lain, seperti penyakit yang tidak kunjung sembuh, keadaan fisik yang kurang sempurna, misalnya tidak berfungsinya salah satu anggota tubuh serta postur tubuh yang kurang ideal.

c. Stressor sosial. Kelompok ini meliputi tiga faktor, yaitu faktor pekerjaan atau sekolah, faktor keadaan keluarga dan faktor keadaan lingkungan. Faktor pekerjaan atau sekolah, misalnya tidak naik kelas, nilai-nilai pelajaran di sekolah menurun, guru yang tidak disenangi, persaingan dengan teman sekolah yang tidak sehat, serta terjadinya konflik dengan teman sekolah. Faktor keadaan keluarga, misalnya konflik antar saudara, hubungan orang tua yang tidak harmonis, kurang mendapat perhatian dari orang tua, sikap dan perlakuan orang tua yang terlalu keras (seperti bentakan, caci maki dan pukulan) atau kehilangan salah satu anggota keluarga. Faktor keadaan lingkungan, misalnya terjadinya tindak kriminalitas (pencurian, penculikan dan pemerasan), tawuran pelajar antar sekolah, udara yang sangat panas, lingkungan yang kotor atau kemacetan lalu lintas serta bertempat tinggal di daerah yang sering banjir.

Ada tiga sumber stres yang biasa terjadi pada anak-anak yaitu : Pertama

dari dalam diri sendiri; stres yang bersumber dari dalam diri sendiri dalam hal ini adalah tidak adanya keinginan atau dengan kata lain ia tidak memiliki motivasi dalam melakukan sebuah kegiatan; Kedua dari keluarga, stres yang bersumber dari keluarga bisa terjadi karena anak dipaksa untuk menuruti keinginan orang tuanya dan ketakutan anak jika tidak dapat memenuhi harapan orang tuanya, sehingga anak tidak mempunyai pilihan, karena di satu sisi ia harus menuruti dan membahagiakan orang tuanya namun tidak sesuai atau sejalan dengan keinginannya; Ketiga dari komunitas dan lingkungannya. Lingkungan pergaulan anak dengan teman sebayanya bisa menjadi pemicu munculnya stres, ketika anak mulai mengenal arti persahabatan,

konflik dan nilai-nilai pertemanan (“Mengenal Stres Pada Anak”, 2007). Dalam hal ini ketika anak berada dalam sebuah kelompok yang tidak membuatnya merasa nyaman dan anak tersebut tidak dapat berdinamika dikelompoknya dengan baik. Terlebih ketika mulai memasuki masa akhir kanak-kanak, dimana pada tahap perkembangan ini mereka mulai mencari jati diri dan mulai untuk membentuk kelompok (peer group).

Penyebab terjadinya stres pada anak sering kali sulit untuk ditelusuri. Biasanya stres anak terjadi karena ketidakmampuannya dalam mengerjakan suatu hal, adanya persaingan dengan teman sebayanya di sekolah, ketakutan akan hukuman dari orang tua karena tidak dapat memenuhi harapannya serta penyesuaian diri dengan orang-orang atau situasi baru, terlalu banyaknya kegiatan yang membuat sibuk seperti pelajaran tambahan, kursus atau les hingga membuat anak tidak mempunyai waktu untuk bersenang-senang juga dapat menimbulkan stres (Olivia, 2001).

3. Faktor Yang Mempengaruhi Stres Pada Anak

Menurut Santrock (2002) ada tiga faktor yang mempengaruhi stres pada anak yaitu :

a. Faktor-faktor kognitif

Penilaian kognitif ialah interpretasi anak-anak terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan mereka sebagai suatu yang mengganggu, mengancam atau menantang dan determinasi mereka tentang apakah mereka memiliki sarana dan kemampuan untuk

menghadapi peristiwa-peristiwa itu secara efektif. Di dalam penilaian primer, anak-anak menginterpretasikan apakah suatu peristiwa itu mengandung kerugian atau kegagalan yang sudah terjadi, suatu ancaman akan kemungkinan bahaya di masa depan, atau suatu tantangan yang harus dihadapi. Dalam tahap penilaian sekunder, anak-anak mengevaluasi sarana dan kemampuan mereka dan menentukan seberapa efektif mereka dapat menghadapi peristiwa itu.

b. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang terjadi pada anak dapat berupa situasi, tuntutan, atau masalah dari lingkungan keluarga, sekolah dan teman sebaya. Tugas perkembangan anak pada masa ini adalah mulai berinteraksi dengan orang lain, baik keluarga, teman sebaya dan sekolah.

c. Faktor-faktor Sosial Budaya

Faktor ini terdiri dari stres akulturasi dan stres status sosial ekonomi. Stres akulturasi adalah perubahan kebudayaan akibat dari kontak langsung dan terus menerus antara dua kelompok budaya yang berbeda. Kondisi-kondisi kehidupan yang kronis seperti perumahan yang buruk, kawasan perumahan yang berbahaya, tanggung jawab yang berat dan masalah ekonomi.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi stres pada anak, yaitu :

a. Overload

Overload terjadi ketika stimuli menjadi sangat intens sehingga tidak bisa melakukan coping terhadap stimulus tersebut. Orang yang overload akan lebih

stres bila dibandingkan dengan orang yang hanya mempunyai beban tugas yang lebih sedikit dikerjakan. Secara umum, dua kegiatan yang terorganisasi merupakan suatu yang maksimum bagi sebagian besar anak-anak termasuk kursus. Anak-anak akan merasa overload dan stres ketika mereka mengikuti kegiatan yang berlebihan, meskipun kegiatan itu adalah kegiatan yang mereka senangi (Karlina, 2003). Overload merupakan faktor penting dalam penelitian ini, dimana anak yang mengikuti banyak kegiatan dapat menjadi stres, karena kurang waktu bermain dan beristirahat.

b. Kemampuan coping terhadap stres

Kemampuan seseorang dalam melakukan coping terhadap stres sebagai kontrol pribadi terhadap stressor. Kemampuan coping ini sangat mengandalkan kompetensi subjek. Namun hal ini mungkin akan sulit dipertahankan pada lingkungan yang penuh dengan tekanan (Karlina, 2003).

c. Dukungan sosial

Dukungan sosial dianggap sangat penting bagi seseorang yang mengalami stres, karena dukungan sosial dapat mengurangi tingkat stres yang di alami. Dukungan sosial lebih mengacu pada perasaan kenyamanan, penghargaan, kepedulian dan bantuan yang diterima seseorang dari orang lain di sekitarnya. Faktor dukungan sosial dalam penelitian ini tidak dilakukan pengontrolan, dengan asumsi bahwa anak-anak cukup mendapat perhatian dan kasih sayang dari orangtuanya (Sarafino, 1997).

4. Gejala-gejala Stres Pada Masa Kanak-Kanak

Stres yang terjadi pada anak dapat memberikan dampak yang positif ataupun negatif. Apabila anak memiliki kemampuan yang cukup baik dalam merespon stres maka stres akan berdampak positif, misalnya stres bisa membuat anak merasa terpacu untuk belajar akibat adanya persaingan. Sementara di sisi lain bisa saja stres menghambat proses belajar. Dampak negatif stres akan muncul jika kadar stres sudah berlebihan (distress). Akibatnya, daya tangkap anak menurun. Stres yang berlebihan juga akan menimbulkan hambatan emosi yang selanjutnya mengusik kemampuan anak menyerap dengan baik informasi maupun stimulasi dari lingkungannya (Novida, 2007).

Menurut Safaria (2007), stres yang tidak mampu dikendalikan dan diatasi oleh anak akan memunculkan dampak negatif. Dampak negatif secara kognitif seperti kesulitan konsentrasi, sulit mengingat pelajaran, sulit memahami bahan pelajaran. Dampak negatif secara emosional antara lain sulit memotivasi diri, munculnya perasaan cemas, sedih, mudah marah, dan frustasi. Dampak negatif secara fisiologis antara lain gangguan kesehatan, daya tahan tubuh yang menurun terhadap penyakit, sering pusing, badan terasa lesu dan lemah, kesulitan tidur nyenyak. Dampak negatif perilaku yang muncul antara lain menunda-nunda penyelesaian tugas sekolah, malas sekolah, penyalahgunaan obat dan alkohol, dan terlibat dalam kegiatan mencari kesenangan beresiko yang berlebihan.

Dampak stres lebih lanjut, proses belajar anak akan mengalami keterlambatan. Jika seharusnya ia bisa memahami pelajaran sekitar 80-100 persen dari yang diberikan, maka gara-gara kesal, marah, dan frustrasi kemampuan

belajarnya jadi jauh berkurang. Selain itu, fungsi kerja organ-organ tubuh anak akan ikut terganggu (Novida, 2007).

Menurut Abbas (2007) gejala-gejala tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :

a. Gejala fisik, yang termasuk di dalamnya adalah sakit kepala, darah tinggi, sakit jantung atau jantung berdebar-debar, sulit tidur, sakit lambung, mudah lelah, keluar keringat dingin, kurang nafsu makan, serta sering buang air kecil.

b. Gejala psikis, yang termasuk di dalamnya adalah gelisah atau cemas, kurang bisa konsentrasi belajar, sering melamun, sikap acuh atau masa bodoh, sikap pesimis, selalu murung, malas belajar, bungkam atau menjadi pendiam, mudah marah dan bersikap agresif seperti, berkata kasar, menempeleng, menendang, memukul-mukul, membanting pintu, dan suka memecahkan barang-barang.

Dari penjelasan di atas, gejala-gejala stres yang digunakan dalam penelitian ini adalah gejala-gejala menurut Abbas (2007), karena gejala-gejala yang diuraikan merupakan gejala-gejala yang diambil dari berbagai sumber dan kemudian dirangkumnya. Gejala-gejala tersebut kemudian dikelompokkan menjadi dua yaitu, gejala fisik dan gejala psikologis.

Dokumen terkait