• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Skripsi Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
187
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh :

Nama : Ratih Kusumawardhani NIM : 039114060

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

(2)
(3)
(4)

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 24 September 2008

Ratih Kusumawardhani

(5)
(6)

You were my eyes when I couldn't see You saw the best there was in me Lifted me up when I couldn't reach You gave me faith 'coz you believed

I'm everything I am Because you loved me

(Celine Dion, Because You Loved Me)

Skripsi ini ku persembahkan untuk orang-orang terbaikku.. Ign. Bambang Turyono

Th. Endang Sri Riadi Hartini

(7)

Ratih Kusumawardhani 039114060

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui deskripsi atau gambaran mengenai stres pada anak yang mengikuti kegiatan kursus di luar sekolah. Penelitian ini ingin menjawab pertanyaan penelitian mengenai seberapa tingkat stres dan bentuk-bentuk stres apa saja yang terjadi pada anak yang mengikuti kegiatan kursus.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas 3 SD Tarakanita Bumijo, Yogyakarta sebanyak 60 anak. Subjek berusia antara 6-9 tahun, atau berada pada masa pertengahan anak-anak. Subjek yang diikutkan dalam penelitian ini adalah anak-anak yang mengikuti kegiatan kursus dengan jumlah pertemuan kursus lebih dari dua kali dalam seminggu yang didalamnya terdapat jenis kursus yang bersifat akademis. Data diperoleh dengan menggunakan skala tingkat stres yang dibuat oleh peneliti. Daya diskriminasi skala menggunakan batas nilai ≥ 0,25 dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,732.

Hasil penghitungan menunjukkan bahwa mean empiris subjek lebih rendah daripada mean teoritis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa anak-anak yang mengikuti kegiatan kursus dengan jumlah pertemuan lebih dari dua kali dalam seminggu mengalami gejala-gejala stres dan mayoritas anak memiliki tingkat stres yang rendah. Hal ini juga dipengaruhi oleh adanya beberapa faktor protektif atau faktor yang mengurangi resiko dialaminya tingkat stres yang tinggi pada subjek, seperti faktor kemampuan kognitif, coping, dukungan sosial, serta faktor lingkungan.

Kata kunci : Stres, Kegiatan Kursus, Anak

(8)

Ratih Kusumawardhani 039114060

Faculty of Psychology Sanata Dharma University

This study of descriptive-quantitative was aimed at forming a description or picture about stress in children who attend extracurricular activities. The study seeks to answer questions concerning the levels of the stress by children participating in such activities, as well as the forms of stress experienced.

The samples for this study are taken from the third grade of Tarakanita Bumijo Elementary School in Yogyakarta, and comprise 60 schoolchildren. The samples are all within the ages of 6-9 (six to nine) years, or in the middle of childhood. Those taking part in the study attended extracurricular activities more than twice a week, and the activities themselves comprised of at least one academic activity. The data was recorded on a stress-level scale formulated by the researcher. Index of discrimination used in the scale had a limit of ≥ 0,25 with a coefficient of reliability of 0,732.

The results of the study showed that the empirical mean of the samples (76,32) was lower than the theoretical mean (94). Therefore it could be said that children who attend extracurricular activities more than two times a week experienced symptoms of stress and had a level stress that could be categorized as neither high nor low. This could be affected by several protective factors – factors that reduced the risk of the subjects experiencing high levels of stress, such as cognitive appraisal, coping, social support, and other environmental factors.

Keywords: stress, extracurricular activity, children

(9)

bimbingan-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini

disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana Psikologi

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Dalam menyelesaikan penelitian ini, penulis banyak mendapat dukungan dan

bantuan dari berbagai pihak. Sehubungan dengan itu, maka penulis ingin

mengucapkan terima kasih kasih secara tulus kepada orang-orang yang telah

menginspirasi penulis selama kuliah dan melakukan penelitian ini :

1. Tuhan Yesus Kristus, yang telah melindungi, membimbing dan memberkati aku

dalam setiap langkah serta memberikan aku kekuatan untuk menyelesaikan

skripsi ini.

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ibu Agnes Indar Etikawati, Psi, M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah meluangkan banyak waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan

bimbingan kepada penulis.

4. A. Tanti Arini, S.Psi., M.Si dan V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si, selaku

dosen penguji, terima kasih atas masukan saran dan kritikan dalam

penyempurnaan skripsi ini.

5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang

berguna bagi masa depan penulis.

(10)

Tarakanita Bumijo, terima kasih atas segala bantuannya selama pengambilan

data.

8. Seluruh siswa kelas 3 SD Tarakanita Bumijo, terima kasih atas cerianya yang tak

kenal lelah dan membuat penulis menjadi semangat.

9. Papaku tercinta, “pa, makasih ya udah mendidik adik, walaupun adik sering

menyusahkan dan membuat papa marah,hehe..”. Terima kasih juga untuk

“sweety”-nya, serta ajaran bersikap di jalan raya.

10.Mamaku, sayangku..terima kasih karena mama tidak pernah letih untuk

memperjuangkan aku lewat dukungan moril, materiil dan doa-doanya setiap hari.

It’s too much for me, love u mom..

11.My only one sister..terima kasih atas dukungan dana umum yang diberikan disaat

kemiskinan melanda “neng, kok mama bisa tau?”. Terima kasih juga atas

“contoh hidup” yang diberikan, akan aku jadikan pelajaran agar tak terulang lagi.

12.My big thanks to my “sweety eleny..B 8499 IQ”, yang selalu menemaniku

kemanapun aku pergi serta melindungi aku dari panas dan hujan. Maaf sudah

sering membuat badanmu terluka dengan goresan-goresan dan benturan.

13.Pria-ku, “‘lucky I'm in love with my best friend lucky to have been where I have

been lucky to be coming home again..‘

14.Krysantus SN, terima kasih atas kesediaannya menjadi tempat sharing dan

menjadi subyek penulis dalam setiap praktikum, serta ajaran makan sayurnya.

(11)

16.Eyang putri dan seluruh keluarga di Klaten, terima kasih atas doanya yang selalu

menyertai penulis dan kebaikan hati untuk membimbing penulis selama di Jogja.

Uncle Hayat & Dayat, thanks for the English..

17.Keluarga besar Hadiwarsito di Jogjakarta, terima kasih atas semua bantuannya

selama penulis di Jogja.

18.Kurochan, satu-satunya teman seperjuangan dari SMA. Harapan penulis

hanyalah ingin melihat dirimu dewasa dan mendapatkan wanita impianmu.

19.Teman-teman “dodol”-ku (Dyas, Ana, Diana, Melan dan Linda) serta Melati

yang selalu buat aku tersenyum dengan tingkah polos kalian, terima kasih atas

kisah yang terukir indah ini. Dukungan semangat dan cinta kalian telah

menguatkanku disaat aku merasa lelah, i’m gonna miss u all girls...

20.Teman-teman lelakiku (Indri, Nanang, Benny, Galih dan Wiwit), terima kasih

atas kebersamaannya selama ini. Saat-saat bersama kalian, membuatku selalu

bahagia dan merasa berarti. Special thanks to Ananto yang udah jadi guide,

driver-nya sweety, dan pembuka mataku tentang lelaki. i’m gonna miss u all

guys...

21.Pembimbing spiritualku, Sr. Marsiana, terima kasih atas dukungan semangat, doa

dan tempat curhatnya, yang sudah dengan sabar mendengarkan setiap keluh

kesahku dan mengajarkan aku untuk jadi dewasa.

(12)

segala bantuannya selama penulis di Jogja.

23.Mbok Wiji (almh) dan mbak Warti, “makasih ya udah mengasuh aku hingga

tumbuh besar dan membuatku jadi sehat berkat makanan-makanannya..”

24.Semua teman-teman angkatan 2003, baik yang sudah berkarya ataupun yang

sedang berkarya, sukses selalu dalam cita dan cintanya, GBU all..

25.Teman-teman KKN di Sawahan yang telah mendahului untuk lulus dan keluar

dengan gelar baru, terima kasih semangatnya.

26.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih buat

semuanya. Tuhan memberkati.

Penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk

kesempurnaan skripsi ini dari pembaca semua. Semoga skripsi ini memberikan

manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta,

Penulis

(13)

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

(14)

2. Karakteristik Anak Masa Pertengahan ... 8

3. Tugas Perkembangan Anak ... 9

B. Kegiatan Kursus ... 10

1. Definisi Kegiatan Kursus ... 10

2. Jenis-Jenis Kegiatan Kursus ... 11

3. Dampak Kursus Bagi Anak ... 12

C. Stres Pada Masa Anak-Anak ... 13

1. Definisi Stres ... 13

2. Penyebab Stres ... 14

3. Faktor yang Mempengaruhi Stres Pada Anak ... 16

4. Gejala-gejala Stres Pada Masa Anak-Anak ... 19

D. Stres Pada Anak yang Mengikuti Kegiatan Kursus ... 21

E. Pertanyaan Penelitian ... 23

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 25

A. Jenis Penelitian ... 25

B. Variabel Penelitian ... 25

C. Definisi Operasional ………... 26

D. Subjek Penelitian ... 27

E. Metode Pengumpulan Data ... 28

(15)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 37

A. Pelaksanaan ………. 37

1. Orientasi Kancah ………. 37

2. Hasil Pengumpulan Data ………... 38

B. Hasil ………... 40

1. Deskripsi Jumlah Pertemuan Kursus Tiap Individu …………. 40

2. Deskripsi Data Penelitian Mengenai Tingkat Stres Pada Anak .... 43

a.Deskripsi Data Berdasarkan Perbandingan Mean Empiris Dan Teoritik ... 43

b. Deskripsi Data Tingkat Stres Tiap Individu ... 44

c. Frekuensi Kategori Tingkat Stres Pada Anak ... 47

3. Jumlah Pertemuan Dengan Tingkat Stres ... 49

a. Deskripsi Data Tingkat Stres Dengan Jumlah Pertemuan Kegiatan Kursus dalam Seminggu Tiap Individu ... 49

b. Deskripsi Data Tingkat Stres Berdasarkan Jumlah Pertemuan Kegiatan Kursus dalam Seminggu ... 51

c. Deskripsi Data Tingkat Stres Berdasarkan Jumlah Pertemuan dari Kursus Akademik yang Diikuti Subjek ... 54

C. Pembahasan ………... 60

(16)

C. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68

LAMPIRAN ... 71

(17)

Tabel 2 Tabel Blue Print Skala Tingkat Stres Setelah Ujicoba ... 32

Tabel 3 Tabel Uji Normalitas ... 39

Tabel 4 Tabel Jumlah Pertemuan Kursus Per Subjek ... 40

Tabel 5 Tabel Ringkasan Frekuensi Jumlah Kursus ... 42

Tabel 6 Tabel Deskripsi Data Penelitian ... 44

Tabel 7 Tabel Kategori Tingkat Stres ... 45

Tabel 8 Tabel Tingkat Stres Per Subjek ... 45

Tabel 9 Tabel Frekuensi Tingkat Stres Pada Anak ... 48

Tabel 10 Tabel Deskripsi Jumlah Pertemuan – Kategori ... 49

Tabel 11 Tabel Tingkat Stres dengan Jumlah Pertemuan ... 51

Tabel 12 Tabel Tingkat Stres dengan Jumlah Pertemuan Kursus Akademik 54 Tabel 13 Tabel Total Skor per Komponen yang Diperoleh Dari Seluruh Subjek ... 59

(18)

Gambar 2 Grafik Jumlah Pertemuan dengan Tingkat Stres ... 53

Gambar 3 Grafik Tingkat Stres dengan Jumlah Pertemuan Kursus Akademis 56

(19)

Lampiran 2 Hasil Ujicoba

Lampiran 3 Reliabilitas Alat Ukur

Lampiran 4 Skala Penelitian

Lampiran 5 Hasil Penelitian

Lampiran 6 Hasil Uji Normalitas

Lampiran 7 Hasil Uji Deskriptif

Lampiran 8 Hasil Tambahan

Lampiran 9 Surat Keterangan Penelitian

(20)

A. Latar Belakang

“Siapa yang tidak ingin anaknya pintar dan berhasil?” ini merupakan

pertanyaan yang sering kali memicu para orangtua untuk mengikutkan anaknya ke

dalam berbagai kegiatan kursus. Dalam dunia pendidikan anak, para orangtua merasa

cemas dan was-was jika anaknya gagal meraih kesuksesan. Orangtua menuntut anak

untuk terus berprestasi, dengan mengikutkannya ke berbagai macam kursus tanpa

memberikan ruang dan waktu untuk bermain serta bersosialisasi. Orangtua

menganggap bahwa melalui kegiatan kursus, anak mendapatkan pelajaran tambahan

yang dapat membuat anak semakin pintar dan berhasil. Hal ini, bila dilakukan tanpa

melihat kemampuan dan minat anak terhadap kegiatan kursus yang diikuti, bisa-bisa

membuat anak menjadi tertekan atau stres.

Stres adalah reaksi fisiologis dan psikologis yang terjadi jika seseorang

merasakan ketidakseimbangan antara tuntutan yang dihadapi dengan kemampuannya

untuk mengatasi tuntutan tersebut (Ward dalam Iswinarti&Haditono, 1999). Stres

yang dialami anak karena ketidakmampuannya mengatasi tekanan-tekanan yang

dihadapi, pada akhirnya dapat menghambat perkembangan ataupun mempengaruhi

prestasi belajar anak.

Ada beberapa hal yang dapat menjadi sumber stres pada anak, antara lain

dari internal rumah dan lingkungan eksternal seperti sekolah, tempat bermain dan

tempat kursus. Dari internal rumah, hal-hal yang dapat membuat anak menjadi stres

(21)

antara lain adalah adanya konflik orang tua, meskipun anak tidak melihat

saat orang tua sedang berkonflik, namun anak cukup peka terhadap situasi yang

terjadi pada keluarganya (Zoelandari, 2008). Sikap orang tua yang overprotective,

juga bisa membuat anak stres. Anak akan menjadi tertekan, karena kebebasan

aktivitasnya terkekang dengan adanya larangan-larangan dari orang tua. Anak

menjadi takut untuk mencoba sesuatu dan lambat laun hal ini juga dapat membuat

anak menjadi anti sosial.

Dari lingkungan eksternal, anak bisa merasa tertekan antara lain jika anak

harus merasakan lingkungan yang baru karena pindah rumah. Lingkungan yang baru

membuat anak harus beradaptasi lagi karena ia meninggalkan teman sekolah atau

teman bermain di lingkungan tempat tinggalnya yang lama. Hal ini dapat

membuatnya menjadi cemas atau tertekan. Biasanya anak merasa stres lebih banyak

disebabkan dari lingkungan sekolahnya. Saat menghadapi tahun ajaran yang baru,

banyaknya pekerjaan rumah, saat ulangan, atau perilaku teman-teman di sekolahnya

yang kurang baik. Selain itu profil guru yang tidak menyenangkan juga dapat

membuat lingkungan belajar anak menjadi kurang kondusif dan bisa membuat anak

menjadi stres (Zoelandari, 2008). Belum lagi jika ada tuntutan dari orang tua untuk

menjadi juara kelas, hal ini membuat anak berkompetisi dengan teman sekolahnya

untuk menjadi juara kelas.

Anak juga bisa menjadi tertekan karena merasa terpaksa mengikuti

kemauan orang tua yang tidak disertai dengan keinginan dirinya sendiri (Hartanto,

2007). Perasaan terpaksa ini merupakan sebuah tekanan bagi anak, yang mana jika

(22)

mereka tidak bisa memenuhi harapan orang tua. Beban yang sudah berat ini akan

bertambah lagi karena mereka takut akan hukuman yang diberikan orangtua apabila

tidak dapat memenuhi harapannya (“Ketika Anak Merasa Stres”, 2007).

Pada anak usia sekolah, jadwal kegiatan belajar yang sangat padat seperti

kegiatan ekstrakurikuler, kursus (les) dan hobi, cukup membuat anak merasa tertekan

karena kurangnya waktu bebas untuk anak. Ditambah lagi dengan tekanan oleh

berbagai tuntutan yang harus dipenuhi anak, baik yang berasal dari lingkungan

rumah, sekolah maupun dari diri sendiri untuk memperoleh nilai dan prestasi yang

tinggi (Akbar. 2002).

Berdasarkan artikel-artikel yang pernah dibaca oleh penulis, para psikolog

mengatakan bahwa mengikutkan anak-anak usia dini ke dalam berbagai kegiatan

kursus yang menuntut konsentrasi penuh, akan membuat anak mengalami tekanan

psikologis. Jika hal ini terus berlanjut maka bisa saja anak mengalami regresi,

kemunduran belajar, bahkan neurosis, karena fisik anak yang dipaksa bekerja terus

menerus, terutama aktivitas otaknya (Wisudo, 2003 & Solahudin, 2006).

Ada banyak tanda-tanda yang dapat dikenali dari tingkah laku anak yang

menunjukkan gejala stres. Tanda-tanda tersebut antara lain bisa muncul dalam

bentuk perubahan emosi, seperti rewel, murung, mudah marah, cepat ngambek,

mogok beraktivitas, dsb; kemunduran perilaku, misalkan anak yang sebelumnya

mandiri menjadi manja, anak yang biasanya ceriwis menjadi pendiam, suka murung,

mengigau, mimpi buruk, dsb; menurunnya minat bersosialisasi, anak kurang tertarik

lagi bermain dengan teman sebaya, lebih suka menyendiri, dan menarik diri dari

(23)

memilin rambut, menggigit kuku, menghisap jempol, memencong-mencongkan

mulutnya juga merupakan tanda-tanda stres anak yang patut di waspadai (“Dampak

Perceraian Bagi Anak”, 2005).

Reaksi stres yang dimunculkan anak dapat berupa perasaan cepat lelah,

selalu sedih, tidak bahagia, gelisah, agresif, depresi dan selalu ketakutan. Hal ini

biasanya diikuti oleh gejala-gejala yang cukup beragam seperti menggigit kuku,

menggertakkan gigi, sering menarik rambut, prestasi belajar menurun, gagap, makan

atau tidur berlebihan, tidak bergairah, tidak sabar dan ketakutan dengan penyebab

yang tidak masuk akal. Ada juga anak yang menunjukkan gejala stres dengan

mencari perhatian secara berlebihan, seperti mengompol, mual-mual,

muntah-muntah, mimpi buruk, sering buang air kecil atau besar, sering melamun atau kepala

sering pusing (“Ketika Anak Merasa Stres”, 2007). Gejala lain yang juga muncul

pada anak-anak adalah, sulit konsentrasi, sering lupa jadwal pelajaran dan membawa

buku, kurang serius, kurang memiliki rasa humor, mudah marah, cenderung

menyendiri, jarang bermain dengan teman-temannya, sulit akrab dan tidak terbuka

pada orang yang baru dikenalnya, mudah tersinggung dan sering bingung (Akbar,

2002). Gejala stres ini dapat muncul karena pada saat stres tubuh kita akan

menghasilkan zat kimia yang disebut dengan adrenalin yang dapat membuat jantung

berdebar lebih kencang, sehingga tekanan darah naik dan otot menjadi tegang.

Stres yang terjadi pada anak jika tidak segera ditangani akan berakibat

buruk, antara lain hasil belajar anak menurun. Anak mengalami kesulitan belajar

karena kurang konsentrasi sehingga pelajaran yang ditangkap tidak optimal. Terlebih

(24)

pergi ke sekolah bahkan tertekan jika melihat buku pelajaran. Stres yang tidak di

tangani dengan baik juga akan membentuk kepribadian yang tidak sehat pada anak.

Misalnya anak menjadi rendah diri, suka berbohong, menarik diri dari lingkungannya

(anti sosial) dan berpikir irasional. Jika stres berlarut-larut anak juga berpotensi

mengalami gangguan jiwa, seperti depresi (Zoelandari, 2008).

Dari fenomena yang ditangkap peneliti diatas, maka penelitian ini ingin

melihat tentang gejala-gejala stres pada anak yang mengikuti kegiatan di luar

sekolah. Dengan kata lain peneliti ingin mengetahui deskripsi tentang stres pada

anak, khususnya yang mengikuti kegiatan di luar sekolah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah “Bagaimanakah deskripsi tentang stres pada anak yang mengikuti kegiatan

di luar sekolah?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui deskripsi mengenai

stres pada anak yang mengikuti kegiatan kursus di luar sekolah.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pada

(25)

pengetahuan untuk penelitian sejenis selanjutnya, khususnya psikologi

kesehatan anak terkait dengan stres pada anak.

2. Manfaat Praktis

Bagi orang tua dan pembaca lainnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat

menambah wawasan mengenai stres yang terjadi pada anak yang mengikuti

(26)

A. Masa Kanak-kanak 1. Definisi anak

Masa anak-anak adalah satu tahap sebelum mencapai masa remaja. Rentang

masa anak-anak dimulai dari usia 2 tahun hingga usia 12 tahun. Masa anak-anak

terbagi menjadi tiga bagian yaitu masa anak-anak awal, masa anak-anak pertengahan

dan masa anak-anak akhir. Masa anak-anak awal berada pada usia 2-5 tahun. Masa

anak-anak pertengahan berada pada usia 6-9 tahun. Masa anak-anak akhir berada

pada usia 10-12 tahun (Santrock, 2002).

Anak-anak yang dipilih dalam penelitian ini adalah anak-anak pada masa

pertengahan, yaitu usia 6-9 tahun. Hal ini dipilih dengan mengingat bahwa pada

masa anak-anak dengan usia 6 – 9 tersebut, dunia sosioemosionalnya sedang

berkembang untuk bergaul dan bermain dengan teman-teman sebayanya (Santrock,

2002). Selain itu pada masa ini anak-anak lebih banyak melakukan eksplorasi

terhadap banyak hal. Oleh karena penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

bagaimana gejala-gejala stres pada anak yang mengikuti kegiatan kursus di luar

waktu sekolah, maka anak yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah

anak-anak yang mempunyai banyak kegiatan kursus.

(27)

2. Karakteristik Anak Masa Pertengahan

Anak-anak pada masa pertengahan ini dimulai pada tahap perkembangan

fisik, dan kognitif serta perkembangan sosioemosional. Hal ini merupakan tahap

lanjutan dari perkembangan pada masa anak-anak awal. Perkembangan fisik pada

masa ini cenderung lambat, sebelum ia memasuki masa remaja. Perubahan tubuh

yang terjadi dalam periode perkembangan ini adalah aspek-aspek yang berkaitan

dengan sistem rangka, sistem otot, dan keterampilan motorik (Santrock, 2002).

Perkembangan kognitif pada masa ini berfokus pada teori dan pemikiran

operasional konkret Piaget. Pemikiran operasional konkret terdiri dari

operasi-operasi tindakan-tindakan mental yang memungkinkan anak melakukan secara

mental apa yang telah dilakukan sebelumnya secara fisik (Santrock, 2002). Dengan

kata lain anak sudah bisa untuk berpikir secara konkret atau nyata.

Perkembangan sosioemosional anak pada masa ini menjadi lebih kompleks

dan berbeda dengan masa anak-anak awal. Relasi keluarga dan teman-teman sebaya,

cukup memainkan peran yang penting pada masa pertengahan dan akhir masa

anak-anak. Sekolah dan relasi dengan para guru merupakan aspek kehidupan anak yang

makin terstruktur. Pemahaman diri anak menjadi berkembang dan

perubahan-perubahan dalam gender dan perkembangan moral menandai perkembangan

anak-anak selama tahun-tahun sekolah dasar (Santrock, 2002).

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan karakteristik anak, yaitu

mulai terjadi perubahan tubuh terlebih pada aspek-aspek yang berkaitan dengan

sistem rangka, sistem otot, dan keterampilan motorik. Selain itu perkembangan

(28)

sosioemosionalnya, relasi anak dengan orang lain lebih kompleks dan terstruktur

serta pemahaman diri anak mulai berkembang. Perkembangan moral juga menandai

perkembangan anak-anak selama tahun-tahun sekolah dasar.

3.Tugas Perkembangan Anak

Tugas perkembangan memegang peranan penting untuk menentukan arah

perkembangan yang normal, maka apapun yang menghalangi penguasaan sesuatu

dapat dianggap sebagai bahaya potensial. Tugas-tugas perkembangan pada masa

anak-anak berkembang menurut tiap aspeknya. Pada aspek sosioemosional, masa

anak-anak mulai terjadi perubahan-perubahan yang melibatkan diri, gender dan

perkembangan moral dalam berinteraksi dengan orang lain, baik keluarga, teman

sebaya dan sekolah. Pada aspek kognitif, anak mulai mengarah pada kehidupan yang

aktif, ingin mengetahui, memahami dan senang belajar. Mulai berpikir tentang

sesuatu yang baru dan unik serta perkembangan bahasa yang semakin analitis dan

logis. Pada aspek fisiologis, mulai meningkatnya perkembangan motorik halus anak

(Santrock, 2002).

Tugas perkembangan anak pada masa kini (Karlina, 2003), yaitu :

a. Mengenal peran sosial orang lain

Anak mengembangkan dan menjaga hubungan yang efektif dengan orang tua,

saudara, teman sebaya dan orang lain. Anak juga mulai mengakui perbedaan

individual dan keistimewaan individu. Ia mulai ingin mengetahui orang lain

(29)

b. Kontrol emosional

Anak usia 5 – 10 tahun memiliki kontrol emosi, perasaan dan dorongan lebih

baik daripada toddler, karena mereka telah menyadari kegunaan kontrol

tersebut.

c. Pengetahuan sebagai anak sekolah

Belajar adalah hal yang mendasar bagi anak sekolah, seperti membaca,

mengeja, menulis dan aritmatika.

d. Kesehatan jasmani

Anak usia sekolah membutuhkan lebih banyak aktivitas fisik daripada

sebelumnya, sehingga benar-benar membutuhkan kesehatan jasmani yang

baik.

B. Kegiatan Kursus

1. Definisi Kegiatan Kursus

Kegiatan kursus, termasuk pada pendidikan non-formal. Definisi

pendidikan non-formal itu sendiri adalah suatu bentuk pendidikan yang

diselenggarakan dengan sengaja dan sistematis (biasanya diluar sistem sekolah dan

sistem pendidikan formal) dengan menyesuaikan waktu pelaksanaan, materi yang

diberikan, proses belajar mengajar yang dipakai dan fasilitas yang digunakan serta

tenaga pengajar dengan kebutuhan peserta didik dan kebutuhan lingkungan atau

masyarakat sekitarnya (Tan, 2004). Kursus diluar sekolah di definisikan sebagai

(30)

cara memberikan kegiatan dan perluasan keterampilan di luar waktu sekolah

(Karlina, 2003).

Dari beberapa pendapat di atas maka definisi kursus pada penelitian ini

adalah suatu bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja dan sistematis

(di luar sistem pendidikan formal), yang bertujuan untuk mengembangkan potensi

seseorang seoptimal mungkin dengan cara memberikan kegiatan dan perluasan

keterampilan di luar waktu sekolah.

2. Jenis-Jenis Kegiatan Kursus

Jenis-jenis kursus yang diikuti anak berdasarkan fungsinya secara umum

terbagi menjadi dua, yaitu jenis kursus yang mengembangkan kemampuan akademik

dan jenis kursus yang mengembangkan keterampilan. Jenis pertama adalah kursus

yang mengembangkan kemampuan akademik seperti IPA, matematika, bahasa

Inggris, sempoa dan lain-lain.

Jenis kedua adalah kursus-kursus keterampilan yang bertujuan memberikan

atau meningkatkan keterampilan seperti, bermusik (seperti piano, gitar, biola, drum

dan menyanyi), melukis dan olahraga (seperti sepakbola, tenis dan berenang).

Jenis-jenis kursus inilah yang ikut menyumbang terjadinya stres pada anak.

Oleh karena itu, sangat penting memilih jenis kursus yang sesuai dengan minat dan

(31)

3. Dampak Kursus Bagi Anak

Dampak kursus atau kegiatan di luar sekolah bagi anak (Karlina, 2003),

adalah :

a. Waktu istirahat dan bermain berkurang

Anak yang diikutkan kursus tambahan mempunyai kegiatan yang sangat

padat sehingga mereka kurang memiliki waktu untuk bersantai dan bermain.

Kegiatan kursus yang sebagian besar berlangsung pada sore hari atau

sepulang sekolah mengurangi waktu istirahat anak dari aktivitasnya. Padahal

waktu bermain anak paling tepat ketika salah satu atau kedua orangtuanya

dapat bersama mereka, sehingga waktu yang paling tepat bagi anak untuk

bermain yaitu siang menjelang sore hari. Anak yang kekurangan waktu

bermain dan istirahat akan mudah merasa bosan dengan pelajaran atau

aktivitas lain, yang berarti skala pada segi belajar dan berkarya masih terlalu

berat baginya. Hal inilah yang dapat menjadi pemicu stres pada anak,

sehingga pelepasan ketegangan emosi melalui bermain akan memberikan

efek terapeutik bagi anak. Selain itu, lewat bermain anak bisa

mengekspresikan pengetahuan tentang dunia yang ada dalam pikirannya,

hal-hal yang ia rasakan, ketakutan-ketakutan dan kegembiraannya.

b. Tugas dirumah yang terlalu banyak

Terlalu banyaknya kegiatan yang diikuti oleh anak membuat anak memiliki

banyak tugas-tugas yang harus dilakukan, baik tugas-tugas yang berhubungan

dengan tugas sekolah maupun tugas kursus. Tugas-tugas ini menuntut anak

(32)

anak untuk mengetahui sampai dimana anak mengerti pelajaran yang

diberikan oleh guru. Tugas yang banyak ini membuat anak sulit untuk

membagi waktu belajar yang sangat sempit sehingga dapat mengakibatkan

kesulitan dalam pelajaran.

C. Stres Pada Masa Anak-Anak 1. Definisi Stres

Tidaklah mudah untuk mendefinisikan stres, terlebih stres yang dialami oleh

anak-anak. Santrock (2002) mendefinisikan stres sebagai respon individu terhadap

keadaan-keadaan dan peristiwa-peristiwa (disebut “stressor”) yang mengancam

individu dan mengurangi kemampuan individu dalam mengatasi segala bentuk

stressor. Stresor adalah rangsang eksternal atau internal yang memunculkan

gangguan pada keseimbangan hidup individu. Secara sederhana stres didefinisikan

sebagai suatu keadaan dimana individu dituntut berespon adaptif. Stres juga diartikan

sebagai reaksi fisiologis dan psikologis yang terjadi jika seseorang merasakan

ketidakseimbangan antara tuntutan yang dihadapi dengan kemampuannya untuk

mengatasi tuntutan tersebut (Cranwell-Ward dalam Iswinarti-Haditono, 1999).

Lazarus & Folkman (dalam Ibung, 2008) mengatakan bahwa stres dapat

terjadi bila terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan antara tuntutan dan

kemampuan. Stres juga merupakan hubungan khusus antara orang dengan

lingkungan yang dianggapnya membebani atau melampaui batas kemampuannya dan

(33)

bisa diartikan sebagai reaksi fisik dan psikis, yang berupa perasaan tidak enak, tidak

nyaman, atau tertekan terhadap tekanan atau tuntutan yang sedang dihadapi.

Dari beberapa pendapat mengenai stres, maka dapat disimpulkan pengertian

stres yang sesuai dengan penelitian ini, stres adalah tindakan seseorang saat ia

mengalami tekanan, tuntutan atau kekhawatiran akan suatu permasalahan yang secara

mental atau psikologis tidak mampu dihadapinya. Dalam penelitian ini

keadaan-keadaan yang membuatnya tertekan tersebut adalah keadaan-keadaan dimana anak merasa

terpaksa melakukan kegiatan-kegiatan tambahan, seperti kursus-kursus, yang dinilai

membebani anak serta kekhawatiran yang dirasakannya apabila tidak dapat

memenuhi harapan-harapan orang tua.

2. Penyebab Stres

Menurut Abbas (2007) ada beberapa faktor penyebab atau pemicu stres

(stressor) pada anak yang digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu :

a. Stressor psikologis, yang termasuk dalam kelompok ini adalah perasaan

cemburu, buruk sangka, kecewa karena gagal mendapatkan sesuatu yang

diinginkan, iri hati, dendam, buruk sangka, konflik pribadi, sikap

bermusuhan serta keinginan yang diluar kemampuan.

b. Stressor fisik-biologis, yang termasuk di dalamnya antara lain, seperti

penyakit yang tidak kunjung sembuh, keadaan fisik yang kurang

sempurna, misalnya tidak berfungsinya salah satu anggota tubuh serta

(34)

c. Stressor sosial. Kelompok ini meliputi tiga faktor, yaitu faktor pekerjaan

atau sekolah, faktor keadaan keluarga dan faktor keadaan lingkungan.

Faktor pekerjaan atau sekolah, misalnya tidak naik kelas, nilai-nilai

pelajaran di sekolah menurun, guru yang tidak disenangi, persaingan

dengan teman sekolah yang tidak sehat, serta terjadinya konflik dengan

teman sekolah. Faktor keadaan keluarga, misalnya konflik antar saudara,

hubungan orang tua yang tidak harmonis, kurang mendapat perhatian dari

orang tua, sikap dan perlakuan orang tua yang terlalu keras (seperti

bentakan, caci maki dan pukulan) atau kehilangan salah satu anggota

keluarga. Faktor keadaan lingkungan, misalnya terjadinya tindak

kriminalitas (pencurian, penculikan dan pemerasan), tawuran pelajar antar

sekolah, udara yang sangat panas, lingkungan yang kotor atau kemacetan

lalu lintas serta bertempat tinggal di daerah yang sering banjir.

Ada tiga sumber stres yang biasa terjadi pada anak-anak yaitu : Pertama

dari dalam diri sendiri; stres yang bersumber dari dalam diri sendiri dalam hal ini

adalah tidak adanya keinginan atau dengan kata lain ia tidak memiliki motivasi

dalam melakukan sebuah kegiatan; Kedua dari keluarga, stres yang bersumber dari keluarga bisa terjadi karena anak dipaksa untuk menuruti keinginan orang tuanya dan

ketakutan anak jika tidak dapat memenuhi harapan orang tuanya, sehingga anak tidak

mempunyai pilihan, karena di satu sisi ia harus menuruti dan membahagiakan orang

tuanya namun tidak sesuai atau sejalan dengan keinginannya; Ketiga dari komunitas dan lingkungannya. Lingkungan pergaulan anak dengan teman sebayanya bisa

(35)

konflik dan nilai-nilai pertemanan (“Mengenal Stres Pada Anak”, 2007). Dalam hal

ini ketika anak berada dalam sebuah kelompok yang tidak membuatnya merasa

nyaman dan anak tersebut tidak dapat berdinamika dikelompoknya dengan baik.

Terlebih ketika mulai memasuki masa akhir kanak-kanak, dimana pada tahap

perkembangan ini mereka mulai mencari jati diri dan mulai untuk membentuk

kelompok (peer group).

Penyebab terjadinya stres pada anak sering kali sulit untuk ditelusuri.

Biasanya stres anak terjadi karena ketidakmampuannya dalam mengerjakan suatu

hal, adanya persaingan dengan teman sebayanya di sekolah, ketakutan akan hukuman

dari orang tua karena tidak dapat memenuhi harapannya serta penyesuaian diri

dengan orang-orang atau situasi baru, terlalu banyaknya kegiatan yang membuat

sibuk seperti pelajaran tambahan, kursus atau les hingga membuat anak tidak

mempunyai waktu untuk bersenang-senang juga dapat menimbulkan stres (Olivia,

2001).

3. Faktor Yang Mempengaruhi Stres Pada Anak

Menurut Santrock (2002) ada tiga faktor yang mempengaruhi stres pada

anak yaitu :

a. Faktor-faktor kognitif

Penilaian kognitif ialah interpretasi anak-anak terhadap

peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan mereka sebagai suatu yang

mengganggu, mengancam atau menantang dan determinasi mereka

(36)

menghadapi peristiwa-peristiwa itu secara efektif. Di dalam penilaian

primer, anak-anak menginterpretasikan apakah suatu peristiwa itu

mengandung kerugian atau kegagalan yang sudah terjadi, suatu ancaman

akan kemungkinan bahaya di masa depan, atau suatu tantangan yang harus

dihadapi. Dalam tahap penilaian sekunder, anak-anak mengevaluasi

sarana dan kemampuan mereka dan menentukan seberapa efektif mereka

dapat menghadapi peristiwa itu.

b. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang terjadi pada anak dapat berupa situasi, tuntutan,

atau masalah dari lingkungan keluarga, sekolah dan teman sebaya. Tugas

perkembangan anak pada masa ini adalah mulai berinteraksi dengan orang

lain, baik keluarga, teman sebaya dan sekolah.

c. Faktor-faktor Sosial Budaya

Faktor ini terdiri dari stres akulturasi dan stres status sosial ekonomi. Stres

akulturasi adalah perubahan kebudayaan akibat dari kontak langsung dan

terus menerus antara dua kelompok budaya yang berbeda. Kondisi-kondisi

kehidupan yang kronis seperti perumahan yang buruk, kawasan

perumahan yang berbahaya, tanggung jawab yang berat dan masalah

ekonomi.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi stres pada anak, yaitu :

a. Overload

Overload terjadi ketika stimuli menjadi sangat intens sehingga tidak bisa

(37)

stres bila dibandingkan dengan orang yang hanya mempunyai beban tugas yang

lebih sedikit dikerjakan. Secara umum, dua kegiatan yang terorganisasi

merupakan suatu yang maksimum bagi sebagian besar anak-anak termasuk

kursus. Anak-anak akan merasa overload dan stres ketika mereka mengikuti

kegiatan yang berlebihan, meskipun kegiatan itu adalah kegiatan yang mereka

senangi (Karlina, 2003). Overload merupakan faktor penting dalam penelitian

ini, dimana anak yang mengikuti banyak kegiatan dapat menjadi stres, karena

kurang waktu bermain dan beristirahat.

b. Kemampuan coping terhadap stres

Kemampuan seseorang dalam melakukan coping terhadap stres sebagai kontrol

pribadi terhadap stressor. Kemampuan coping ini sangat mengandalkan

kompetensi subjek. Namun hal ini mungkin akan sulit dipertahankan pada

lingkungan yang penuh dengan tekanan (Karlina, 2003).

c. Dukungan sosial

Dukungan sosial dianggap sangat penting bagi seseorang yang mengalami stres,

karena dukungan sosial dapat mengurangi tingkat stres yang di alami. Dukungan

sosial lebih mengacu pada perasaan kenyamanan, penghargaan, kepedulian dan

bantuan yang diterima seseorang dari orang lain di sekitarnya. Faktor dukungan

sosial dalam penelitian ini tidak dilakukan pengontrolan, dengan asumsi bahwa

anak-anak cukup mendapat perhatian dan kasih sayang dari orangtuanya

(38)

4. Gejala-gejala Stres Pada Masa Kanak-Kanak

Stres yang terjadi pada anak dapat memberikan dampak yang positif

ataupun negatif. Apabila anak memiliki kemampuan yang cukup baik dalam

merespon stres maka stres akan berdampak positif, misalnya stres bisa membuat

anak merasa terpacu untuk belajar akibat adanya persaingan. Sementara di sisi lain

bisa saja stres menghambat proses belajar. Dampak negatif stres akan muncul jika

kadar stres sudah berlebihan (distress). Akibatnya, daya tangkap anak menurun. Stres

yang berlebihan juga akan menimbulkan hambatan emosi yang selanjutnya mengusik

kemampuan anak menyerap dengan baik informasi maupun stimulasi dari

lingkungannya (Novida, 2007).

Menurut Safaria (2007), stres yang tidak mampu dikendalikan dan diatasi

oleh anak akan memunculkan dampak negatif. Dampak negatif secara kognitif

seperti kesulitan konsentrasi, sulit mengingat pelajaran, sulit memahami bahan

pelajaran. Dampak negatif secara emosional antara lain sulit memotivasi diri,

munculnya perasaan cemas, sedih, mudah marah, dan frustasi. Dampak negatif

secara fisiologis antara lain gangguan kesehatan, daya tahan tubuh yang menurun

terhadap penyakit, sering pusing, badan terasa lesu dan lemah, kesulitan tidur

nyenyak. Dampak negatif perilaku yang muncul antara lain menunda-nunda

penyelesaian tugas sekolah, malas sekolah, penyalahgunaan obat dan alkohol, dan

terlibat dalam kegiatan mencari kesenangan beresiko yang berlebihan.

Dampak stres lebih lanjut, proses belajar anak akan mengalami

keterlambatan. Jika seharusnya ia bisa memahami pelajaran sekitar 80-100 persen

(39)

belajarnya jadi jauh berkurang. Selain itu, fungsi kerja organ-organ tubuh anak akan

ikut terganggu (Novida, 2007).

Menurut Abbas (2007) gejala-gejala tersebut dapat dikelompokkan menjadi

2 yaitu :

a. Gejala fisik, yang termasuk di dalamnya adalah sakit kepala, darah tinggi, sakit

jantung atau jantung berdebar-debar, sulit tidur, sakit lambung, mudah lelah,

keluar keringat dingin, kurang nafsu makan, serta sering buang air kecil.

b. Gejala psikis, yang termasuk di dalamnya adalah gelisah atau cemas, kurang bisa

konsentrasi belajar, sering melamun, sikap acuh atau masa bodoh, sikap pesimis,

selalu murung, malas belajar, bungkam atau menjadi pendiam, mudah marah dan

bersikap agresif seperti, berkata kasar, menempeleng, menendang,

memukul-mukul, membanting pintu, dan suka memecahkan barang-barang.

Dari penjelasan di atas, gejala-gejala stres yang digunakan dalam penelitian

ini adalah gejala-gejala menurut Abbas (2007), karena gejala-gejala yang diuraikan

merupakan gejala-gejala yang diambil dari berbagai sumber dan kemudian

dirangkumnya. Gejala-gejala tersebut kemudian dikelompokkan menjadi dua yaitu,

gejala fisik dan gejala psikologis.

D. Stres Pada Anak yang Mengikuti Kegiatan Kursus

Masa kanak-kanak merupakan masa yang paling membahagiakan karena

segala kebutuhannya disediakan oleh orangtua. Namun, semuanya akan berubah

ketika anak mengalami stres. Masa kanak-kanak pada tugas perkembangannya mulai

(40)

belajar. Namun para orangtua sering kali menyalah artikan perkembangan anaknya,

sehingga orangtua lebih banyak menuntut anaknya untuk menjadi anak yang

berprestasi. Hal inilah yang menyebabkan banyak orangtua mengikutkan anaknya

pada kursus-kursus yang dianggapnya mampu mengembangkan kemampuan anak

untuk lebih berprestasi.

Mengikutkan anak pada berbagai kursus tidak akan membuat anak stres

selama anak tidak merasa terpaksa untuk menjalaninya serta anak masih memiliki

banyak waktu untuk bermain dan bersantai. Jika anak yang mengikuti kegiatan

kursus merasa jenuh, sering kali terjadi karena kurangnya waktu bermain dan

bersosialisasi sehingga pada titik tertentu anak tidak akan mampu lagi memenuhi

harapan orangtuanya.

Pada anak usia sekolah, jadwal kegiatan belajar yang sangat padat seperti

kegiatan ekstrakurikuler, kursus (les) dan hobi, cukup membuat anak merasa tertekan

karena kurangnya waktu bebas untuk anak. Dalam penelitian yang dilakukan oleh

Iswinarti-Haditono (1999), didapatkan hasil bahwa reaksi stres yang muncul lebih

banyak didominasi pada tuntutan-tuntutan yang berhubungan dengan

kegiatan-kegiatan yang padat dan membutuhkan banyak waktu. Dengan tugas yang banyak

anak menjadi kurang memiliki waktu untuk beristirahat dan bermain.

Anak yang diberi beban belajar melebihi kemampuannya akan mengalami

tekanan psikologis yang juga akan mempengaruhi proses selanjutnya. Menurut

Pestonjee (Iswinarti-Haditono, 1999) kejenuhan dan kebosanan terhadap tugas-tugas

yang rutin juga dapat menimbulkan stres pada anak. Jika tekanan psikologis ini tidak

(41)

neurosis sehingga prestasi belajarnya semakin menurun. Hal inilah yang menjadi

salah satu penyebab terjadinya stres pada anak-anak.

Stres yang terjadi pada anak sering kali tidak diketahui oleh orangtua atau

orangtua tidak menyadari bahwa anaknya mengalami stres. Mengingat bahwa stres

adalah tindakan seseorang yang dilakukan disaat ia mengalami tekanan, tuntutan atau

kekhawatiran akan suatu permasalahan yang secara mental atau psikologis tidak

mampu dihadapinya. Keadaan-keadaan yang membuatnya tertekan tersebut adalah

keadaan dimana anak merasa terpaksa melakukan kegiatan-kegiatan tambahan,

seperti kursus-kursus, yang dinilai membebani anak serta kekhawatiran yang

dirasakannya apabila tidak dapat memenuhi harapan-harapan orang tua.

Stres yang terjadi pada anak dapat memberikan dampak yang positif

ataupun negatif. Anak yang memiliki kemampuan cukup baik dalam merespon stres

maka akan berdampak positif, misalnya stres bisa membuat anak merasa terpacu

untuk belajar akibat adanya persaingan. Dampak negatif stres akan muncul jika kadar

stres sudah berlebihan (distress) dan stres tidak mampu dikendalikan dan diatasi oleh

anak. Dampak negatif perilaku yang muncul antara lain menunda-nunda penyelesaian

tugas sekolah, malas sekolah, penyalahgunaan obat dan alkohol, dan terlibat dalam

kegiatan mencari kesenangan beresiko yang berlebihan (Safaria, 2007).

Stres yang berlebihan juga akan menimbulkan hambatan emosi yang

selanjutnya mengusik kemampuan anak menyerap dengan baik informasi maupun

stimulasi dari lingkungannya. Dampak stres lebih lanjut, akan mengganggu proses

belajar dan anak akan mengalami keterlambatan. Selain itu, fungsi kerja organ-organ

(42)

menghasilkan zat kimia yang disebut adrenalin secara berlebih. Untuk mengurangi

kelebihan adrenalin ini diperlukan adanya kegiatan yang menggunakan fisik,

tentunya kegiatan ini adalah suatu kegiatan yang disenangi anak-anak yaitu bermain

karena dunia anak adalah dunia bermain atau sebelum fisik digunakan kembali harus

diistirahatkan terlebih dahulu, dengan demikian kesegaran tubuh tetap terjaga.

Sehingga anak tidak merasa lelah dan tertekan.

E. Pertanyaan Penelitian

Melalui penelitian ini peneliti ingin mengetahui pada tingkat mana stres

yang dialami oleh anak yang mengikuti kegiatan kursus. Selain itu peneliti juga ingin

melihat gejala-gejala stres apa saja yang terjadi pada anak yang mengikuti kegiatan

(43)

Kegiatan Kursus

Jenis-jenis kegiatan kursus : 1. Kursus yang bersifat akademik

Kursus yang mengembangkan kemampuan akademik seperti IPA, matematika, bahasa Inggris, sempoa dan lain-lain. 2. Kursus yang bersifat

keterampilan

Kursus keterampilan yang bertujuan memberikan atau meningkatkan keterampilan seperti, bermusik (seperti piano, gitar, biola, drum dan menyanyi), melukis dan olahraga (seperti sepakbola, tenis dan berenang).

Anak yang ikut kursus kurang memiliki waktu untuk bersantai dan bermain. Anak yang kekurangan waktu bermain dan istirahat akan mudah merasa bosan dengan pelajaran atau aktivitas lain. Hal inilah yang dapat menjadi pemicu stres pada anak dan pelepasan ketegangan emosi melalui bermain akan memberikan efek terapeutik bagi anak.

2.Tugas dirumah yang terlalu banyak

Banyaknya kegiatan yang diikuti, membuat anak memiliki banyak tugas yang harus dilakukan, baik tugas yang berhubungan dengan tugas sekolah maupun tugas kursus. Tugas yang banyak ini membuat anak sulit untuk membagi waktu belajar yang sangat sempit sehingga dapat mengakibatkan kesulitan dalam

e. Keluar keringat dingin f. Kurang nafsu makan g. Sering buang air kecil 2. Psikologis

a. Cemas

b. Konsentrasi belajar terganggu c. Tidak percaya diri

d. Bersikap acuh e. Mudah marah f. Berdiam diri Anak

Bagan 1. Skema Stres Pada Anak Yang Mengikuti Kegiatan Kursus

(44)

A. Jenis Penelitian

Penelitian deskriptif ini adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk

mendeskripsikan (memaparkan) atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti

melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya tanpa ada manipulasi dan

tanpa melakukan analisis. Penelitian ini lebih menekankan pada data faktual dan

tidak membuat kesimpulan yang berlaku umum. Penelitian ini tidak menguji atau

menggunakan hipotesa, tetapi hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai

dengan variabel yang diteliti (Nursalam, 2003). Berdasarkan teori tersebut maka

penelitian ini menggunakan data kuantitatif yaitu data yang diperoleh melalui

analisis skor jawaban subjek pada skala sebagaimana adanya.

Dengan demikian jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah deskriptif-kuantitatif dimana penelitian ini akan memberikan gambaran secara

umum tentang stres pada anak yang mengikuti kegiatan kursus berdasarkan analisis

skor jawaban subjek pada skala sebagaimana adanya.

B. Variabel Penelitian

Pada penelitian studi deskriptif tidak ada konstruk terhadap variabel.

Variabel adalah hal yang menjadi objek dalam penelitian tersebut. Dalam penelitian

ini yang menjadi fokus atau objek penelitian adalah stres pada anak yang mengikuti

kegiatan kursus.

(45)

C. Definisi Operasional

Stres pada anak adalah tindakan anak saat mengalami keadaan yang

membuat dirinya merasa tidak nyaman karena ada paksaan untuk melakukan

kegiatan-kegiatan yang sebenarnya tidak ingin dilakukan. Dengan kata lain keadaan

ketika anak merasa tidak mampu mengatasi tuntutan-tuntutan yang diberikan

padanya.

Dalam penelitian ini tuntutan-tuntutan tersebut adalah kegiatan-kegiatan

kursus yang sebenarnya tidak ingin dilakukannya. Aspek-aspek yang di ukur dari

stres anak ini adalah aspek fisik dan aspek psikis. Aspek fisik menyangkut hal-hal

yang berkaitan dengan keadaan fisik anak, seperti intensitas sakit kepala, jantung

berdebar-debar, sulit tidur, cepat lelah, keluar keringat dingin, nafsu makan

terganggu dan sering buang air kecil. Aspek psikis menyangkut hal-hal yang

berkaitan dengan kejiwaan anak, seperti cemas, kurang bisa konsentrasi belajar, sikap

masa bodoh atau acuh, tidak percaya diri, berdiam diri serta mudah marah atau

agresif.

Stres anak ini akan di ukur dengan menggunakan skala intensitas stres anak.

Skor total yang di peroleh dari subyek menunjukkan tingkat stres anak, semakin

tinggi skornya semakin tinggi tingkat stresnya. Begitu pula sebaliknya, semakin

(46)

D. Subjek Penelitian

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

sampling purposif (purposive sampling), yaitu pemilihan sampel sesuai dengan

kriteria-kriteria dan pertimbangan-pertimbangan tertentu.

Adapun kriterianya adalah:

1. Memiliki usia pertengahan masa kanak-kanak

Usia ini dipilih dengan mengingat pada masa pertengahan anak-anak dunia

sosioemosionalnya sedang berkembang untuk bergaul dan bermain dengan

teman-teman sebayanya (Santrock, 2002). Dalam penelitian ini, subjek yang

akan di gunakan adalah siswa kelas 3 SD karena usia anak-anak kelas 3 SD

berada pada rentang pertengahan masa kanak-kanak, yaitu 6-9 tahun, dan sudah

dapat mengerti jika diminta untuk mengerjakan sebuah tes.

2. Mengikuti kegiatan kursus dengan jumlah pertemuan lebih dari 2 kali dalam

seminggu dan di dalamnya terdapat kursus yang bersifat akademis.

Kegiatan yang terlalu banyak memiliki signifikan positif dengan tingkat stres.

Oleh karena itu kuantitas anak dalam mengikuti kegiatan kursus juga turut

mempengaruhi stres pada anak. Mengikuti dua kegiatan yang terorganisasi di luar

sekolah merupakan suatu yang maksimum bagi sebagian besar anak-anak

termasuk kursus, terlebih jika anak mengikuti kegiatan kursus yang bersifat

akademis lebih dari dua kali dalam seminggu. Dengan asumsi semakin banyak

kegiatan kursus yang diikuti semakin sedikit pula waktu beristirahatnya.

Jenis-jenis kursus juga ikut menyumbang stres yang terjadi pada anak. Jenis kursus

(47)

meningkatkan kemampuan akademik. Sedangkan untuk jenis kursus yang

bertujuan meningkatkan keterampilan di asumsikan sesuai dengan keinginan

subjek sendiri.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan anak-anak kelas 3 SD dari SD

Tarakanita, Bumijo, Yogyakarta. Alasan dipilihnya sekolah ini adalah karena status

sosial dari sekolah ini kebanyakan terdiri dari kalangan menengah ke atas, yang lebih

mementingkan pengembangan kemampuan anak yang sangat baik. Untuk itu, banyak

orang tua yang menginginkan anaknya mengikuti kursus agar anaknya menjadi anak

yang terampil dan cerdas. Seperti yang telah peneliti lihat bahwa sebagian besar

anak-anak yang sekolah di SD Tarakanita Bumijo ini mengikuti kegiatan kursus,

bahkan ada yang lebih dari satu.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulkan data pada penelitian ini adalah dengan pendapat

subjek mengenai hal-hal yang dirasakan ataupun keadaan fisiologis subjek yang

disajikan dalam bentuk pernyataan-pernyataan (Nursalam, 2003). Dengan kata lain

skala digunakan untuk mengungkap aspek-aspek yang hendak di ukur. Subjek

diminta memilih salah satu jawaban yang paling sesuai dengan dirinya.

Skala akan di uji cobakan terlebih dahulu sebelum digunakan dalam

penelitian. Hal ini untuk mengetahui validitas isi dan reliabilitas alat ukur. Alat ukur

yang telah memenuhi kualifikasi validitas isi dan reliabilitas inilah yang akan

(48)

Metode yang digunakan dalam skala tingkat stres ini adalah metode likert.

Dalam metode ini masing-masing item terdiri dari 3 kategori jawaban yaitu, Sering

(S), Kadang-kadang (K) dan Tidak Pernah (TP). Setiap kategori diberi skor :

a. Untuk item yang favorable jawabannya : Sering, Kadang-kadang dan Tidak

Pernah, masing-masing diberi skor 3, 2 dan 1.

b. Untuk item yang unfavorable jawabannya : Sering, Kadang-kadang dan Tidak

Pernah, masing-masing diberi skor 1, 2 dan 3.

Skala ini disusun berdasarkan gejala-gejala stres anak (Abbas, 2007) yang

dibagi menjadi aspek fisiologis dan aspek psikologis. Aspek fisik menyangkut

hal-hal yang berkaitan dengan keadaan fisik anak, seperti intensitas sakit kepala, jantung

berdebar-debar, sulit tidur, cepat lelah, keluar keringat dingin, nafsu makan

terganggu dan sering buang air kecil. Aspek psikis menyangkut hal-hal yang

berkaitan dengan kejiwaan anak, seperti cemas, kurang bisa konsentrasi belajar,

sikap masa bodoh atau acuh, tidak percaya diri, berdiam diri serta mudah marah atau

agresif.

Tabel 3.1 Blue Print Skala Tingkat Stres Sebelum Ujicoba

No. Komponen Jumlah item Bobot (%)

Aspek Fisiologis

a. intensitas sakit kepala, 7

b. jantung berdebar-debar, 6

c. cepat lelah, 6

d. keluar keringat dingin 6

e. nafsu makan terganggu 6

f. sulit tidur 8

1.

g. buang air kecil berlebihan 6

(49)

Aspek Psikologis

a. cemas, 6

b. mudah marah, 7

c. konsentrasi belajar, 12

d. sikap masa bodoh, 8

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Dalam sebuah penelitian diperlukan adanya validitas dan reliabilitas. Hal ini

digunakan untuk mengetahui apakah alat ukur yang digunakan dalam penelitian

tersebut cukup dapat mengungkap aspek yang hendak di ukur serta mengetahui

konsisten atau keterpercayaan hasil ukur.

1. Validitas

Validitas pada sebuah pengukuran digunakan untuk mengetahui apakah

sebuah pengukuran itu mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan

tujuan pengukurannya. Secara teoretik, pengukuran yang disusun berdasarkan

kawasan ukur yang teridentifikasi dengan baik dan dibatasi dengan jelas akan di

nilai valid. Validitas yang digunakan adalah validitas isi, yang melihat kesesuaian

antar item dengan aspek yang di ukur. Validitas isi akan di evaluasi lewat

(50)

2. Seleksi Item

Seleksi item digunakan untuk menguji karakteristik masing-masing item

yang menjadi bagian tes yang bersangkutan. Item-item yang memenuhi syarat

kualitas saja yang boleh diikutkan menjadi bagian tes. Salah satu kualitas yang

dimaksudkan adalah konsistensi antara item dengan tes secara keseluruhan, atau

disebut juga dengan konsistensi item-total. Prosedur pengujian konsistensi

item-total akan menghasilkan koefisien korelasi item-total (rix) yang umumnya dikenal

dengan sebutan indeks daya beda item (Azwar, 2001). Besarnya koefisien

korelasi item-total bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dengan tanda positif atau

negatif (Azwar, 1999). Kriteria pemilihan item berdasarkan korelasi item dengan

total ini menggunakan rix > 0,30.

Berdasarkan seleksi item pada uji coba pertama, yang dilakukan di SD

Tarakanita, Bumijo pada siswa kelas tiga sebanyak 40 anak, dari 90 item pada

skala tingkat stres, ada 44 item yang gugur. Banyaknya item yang gugur

disebabkan oleh item-item pada skala tingkat stres memiliki korelasi item total

yang rendah atau bernilai < 0,25. Pada uji coba kedua, yang juga dilakukan di SD

Tarakanita, Bumijo dengan menggunakan siswa kelas 3 sebanyak 110 anak. Dari

50 item pada skala tingkat stres, ada 3 item yang gugur karena 3 item ini

memiliki korelasi item total yang rendah dan item-item ini merupakan item baru

(51)

Tabel 3.2 Blue Print Skala Tingkat Stres Setelah Uji Coba

No. Komponen Jumlah item Bobot (%)

Aspek Fisiologis

a. intensitas sakit kepala, 4

b. jantung berdebar-debar, 3

c. cepat lelah, 4

d. keluar keringat dingin 3

e. nafsu makan terganggu 3

f. sulit tidur 4

1.

g. buang air kecil berlebihan 2

49 %

Aspek Psikologis

a. cemas, 4

b. mudah marah, 4

c. konsentrasi belajar, 4

d. sikap masa bodoh, 4

Reliabilitas diartikan sebagai konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur,

yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Pengukuran yang tidak

reliabel akan diragukan hasil pengukurannya. Reliabilitas dinyatakan oleh

koefisien reliabilitas (rxx) yang rentang angkanya dari 0 hingga 1,00. Koefisien

reliabilitas yang mendekati angka 1 berarti semakin tinggi reliabilitasnya.

Sebaliknya, jika koefisien reliabilitas mendekati angka 0 berarti semakin kecil

(52)

memiliki nilai koefisien sebesar 0,60 sampai 0,90 (Azwar 2000). Nilai koefisien

reliabilitas pada skala tingkat stres adalah sebesar 0.717. Nilai koefisien

reliabilitas pada uji coba kedua skala tingkat stres ini adalah sebesar 0.732. Maka

skala yang digunakan dalam penelitian ini bisa dikatakan cukup reliabel.

G. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini dibuat sebagai panduan bagi peneliti dalam

melaksanakan penelitian ini. Langkah-langkah yang akan dilakukan adalah sebagai

berikut :

1. Membuat item skala dan menguji validitas skala

Item skala dibuat berdasarkan aspek-aspek variabel tergantung yang telah di

gambarkan dalam tabel blue-print. Kemudian item-item tersebut akan di uji

validitasnya yang akan dilakukan oleh professional judgment, dalam hal ini

adalah dosen pembimbing skripsi.

2. Meminta ijin penelitian untuk menyebar skala dan mengadakan kegiatan pada

siswa kelas 3

Peneliti membuat sebuah proposal yang akan ditujukan pada pihak sekolah untuk

dapat mengadakan kegiatan di sekolah tersebut dengan menggunakan subyek

siswa kelas 3. Peneliti juga meminta surat keterangan penelitian dari fakultas

untuk perijinan penelitian.

3. Try out skala

Setelah skala yang telah teruji validitasnya, maka skala akan diuji cobakan

(53)

coba dilakukan pada sampel lain yang serupa dengan sampel yang akan

digunakan dalam penelitian. Kemudian datanya akan diolah dengan

menggunakan SPSS 13.0. Hasil akhirnya akan digunakan untuk menentukan

item-item mana saja yang dapat mengukur dan dapat dijadikan bentuk skala

akhir. Setelah itu memperbaiki skala yang telah diuji cobakan dengan

menghilangkan item-item yang tidak memenuhi syarat dan mengubah item yang

kurang baik. Setelah revisi selesai maka akan didapat bentuk skala akhir yang

akan digunakan dalam penelitian ini.

4. Penggunaan skala pada sampel yang sesungguhnya

Skala akhir yang sudah jadi siap dibagikan pada sampel yang sesungguhnya

untuk mendapatkan data penelitian. Untuk mendapatkan data ini dibutuhkan

waktu ± 1 minggu.

5. Analisis data

Sesudah mendapatkan data yang dibutuhkan, maka data ini akan di olah dengan

menggunakan SPSS 13.0 dan kemudian di analisis untuk mengetahui hasil dari

penelitian ini.

6. Membaca hasil penelitian dan membuat kesimpulan

Hasil dari analisis data ini berguna untuk menjawab pertanyaan penelitian di

awal. Untuk kemudian di buat kesimpulan dari penelitian ini.

H. Metode Analisis Data

Hasil analisis dalam penelitian deskriptif biasanya berupa frekuensi dan

(54)

bersifat kategorikal, serta berupa statistik-statistik kelompok (antara lain mean, dan

varian) pada data yang bukan kategorikal. Metode yang digunakan adalah metode

statistik. Statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif, karena data yang

diperoleh berupa angka-angka. Statistik deskriptif menjelaskan atau menggambarkan

berbagai karakteristik seperti mean, modus, median, variasi kelompok melalui

rentang data dan standar deviasi (SD). Data ini akan dianalisis secara statistik melalui

penghitungan dengan bantuan SPSS versi 13.0.

Mean (μ) : Mean teoritik, yaitu rata-rata teoritis dari skor maksimum

dan minimum.

Median : Nilai yang ada di tengah-tengah dalam satu deretan skor,

yang disusun dari yang paling tinggi sampai yang paling

rendah.

Modus : Nilai yang paling sering muncul dalam satu distribusi.

Range (rentang data) : Luas jarak sebaran antara nilai maksimum dan minimum.

Standar Deviasi (σ) : Luas jarak sebaran yang dibagi ke dalam 6 deviasi standar.

X Maks Teoritik : Skor paling tinggi yang mungkin diperoleh subjek pada

skala, yaitu 2.

X MinTeoritik : Skor paling rendah yang mungkin diperoleh subjek pada

skala, yaitu 0.

N : Jumlah item

Perhitungan Mean (μ), SD (σ), Xmaks, Xmin, dan Range adalah :

Xmaks : N x 3

(55)

Xmin : N x 1

47 x 1 = 47

Range : Xmaks – Xmin

141 – 47 = 94

SD (σ) : 94 : 6 = 15.67 di bulatkan menjadi 16

Mean (μ) : (141 + 47) : 2 = 94

Ada 3 (tiga) kategori stres pada anak :

Sangat Tinggi x > μ + 1.5 σ → x > 114

Tinggi μ + 1.5 σ≥ x > μ + 0.5 σ → 114 ≥ x > 98

Sedang μ + 0.5 σ≥ x > μ - 0.5 σ → 98 ≥ x > 90

Rendah μ - 0.5 σ≥ x > μ - 1.5 σ → 90 ≥ x > 74

(56)

A. Pelaksanaan

1. Orientasi Kancah

SD Tarakanita Bumijo merupakan sebuah lembaga pendidikan dibawah

naungan Yayasan Tarakanita, yang dalam penyelenggaraannya dijiwai oleh

semangat Suster Cinta Kasih St. Carolus Borromeus dan berlokasi di jalan

Sindunegaran, Bumijo, Yogyakarta di atas tanah seluas 5.600 m2 dengan luas

bangunan 2.974 m2. SD Tarakanita Bumijo ini memiliki 42 kelas yang

masing-masing tingkatan memiliki 7 kelas paralel, rata-rata jumlah siswa per kelas tidak

lebih dari 35 siswa.

Sistem pengajaran yang diterapkan SD Tarakanita Bumijo juga sangat

baik, yaitu sistem pengajaran yang menggunakan metode pembelajaran

partisipatif. Sistem pengajaran ini tergolong baik karena siswa tidak hanya

belajar di dalam kelas namun juga belajar di luar kelas. Hal ini diketahui peneliti

dari wawancara dengan guru dan subjek. Pihak sekolah sesekali mengajak para

siswa untuk belajar di lingkungan sekitarnya seperti berkunjung ke suatu tempat

dan belajar secara langsung dengan mengamati alam disekitarnya. Variasi tempat

belajar ini diharapkan dapat meningkatkan minat dan pemahaman para siswa

terhadap materi yang dipelajari serta agar anak tidak merasa bosan dengan

rutinitas pembelajaran yang dijalaninya di dalam kelas.

(57)

Bagi siswa kelas tiga, SD Tarakanita Bumijo memberikan rata-rata 4 – 5

mata pelajaran dalam sehari yang berlangsung selama 7 jam pelajaran (1 jam

pelajaran = 40 menit) dengan 2 kali istirahat (masing-masing 15 menit). Kegiatan

belajar-mengajar ini dimulai dari jam 07.00 WIB dan berakhir pada jam 12.10

WIB. Selain itu SD Tarakanita Bumijo juga mengembangkan potensi yang

dimiliki siswa secara optimal melalui kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstra

kurikuler yang ditawarkan adalah paduan suara dan bina vokal, jurnalistik,

majalah dinding dan majalah sekolah, English Club, sempoa aritmatika,

ansamble music, senam lantai dan ritmik, taekwondo, seni lukis, pramuka, seni

tari, basket, renang, catur, palang merah remaja (PMR) dan dokter kecil.

Kegiatan-kegiatan ektrakurikuler ini dilakukan di luar jam sekolah.

Peneliti juga mendapatkan kesempatan untuk melakukan wawancara

sederhana dengan 12 subjek. Peneliti menanyakan beberapa hal yang berkaitan

dengan kegiatan kursus di luar sekolah yang diikutinya. Dari hasil wawancara

tersebut 12 subjek menjawab bahwa dirinya cukup menikmati setiap kegiatan

kursus karena ia dapat bertemu dan bermain dengan teman-temannya sebelum

kursus dimulai. Hal ini diungkapkan subjek ketika ditanya apakah mereka tidak

merasa jenuh dan kekurangan waktu bermain dengan teman-teman akibat

banyaknya kegiatan kursus yang diikutinya.

2. Hasil Pengumpulan Data Penelitian

Penelitian dilakukan di SD Tarakanita Bumijo pada tanggal 26-28

Februari 2008. Skala penelitian diberikan pada siswa kelas 3 yang sesuai kriteria

(58)

diambil dari 5 kelas. Peneliti memberikan skala selama satu jam pelajaran atau

sama dengan 40 menit per kelasnya. Sebelum subjek mengisi skala, peneliti

menjelaskan cara pengisian skala di depan kelas, setelah subjek mengerti, maka

subjek baru bisa melanjutkan pengisian skala. Setelah subjek mengisi skala,

peneliti melihat ulang skala yang sudah diisi subjek. Hal ini dilakukan untuk

menghindari kesalahan seperti item-item yang tidak terjawab atau adanya dua

jawaban dalam satu item.

Setelah mendapatkan data, sebelum data dianalisis dilakukan uji asumsi

terlebih dahulu. Uji asumsi atau disebut uji normalitas dilakukan untuk melihat

normal tidaknya data penelitian. Uji normalitas ini dilakukan dengan

menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov. Jika nilai p > 0,05 maka sebarannya

dinyatakan normal dan jika nilai p < 0,05 maka sebarannya dinyatakan tidak

normal.

Tabel 4.1 Uji Normalitas

Kolmogorov Smirnov Asymp. Sig (p)

0,741 0,642

Hasil uji normalitas pada penelitian ini diperoleh nilai Kolmogorov

Smirnov 0,741 dengan probabilitas Asymp. Sig (p) sebesar 0, 642 (p > 0,05).

Oleh karena nilai p lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan data yang

(59)

B. Hasil

1. Deskripsi Jumlah Pertemuan Kursus Tiap Individu (Subjek)

Berikut ini akan di paparkan mengenai jumlah pertemuan kursus yang

dilakukan subjek dalam seminggu.

(60)
(61)

52 5 0 5

Berdasarkan data diatas maka untuk mempermudah dalam membaca

maka akan disajikan tabel ringkasan frekuensi jumlah pertemuan kursus yang

dilakukan subjek dalam seminggu.

Tabel 4.3 Ringkasan Frekuensi Jumlah Kursus

Total Pertemuan Dlm

Seminggu Jumlah Subjek Persentase

3 21 Subjek 35 %

4 19 Subjek 31,7 %

5 16 Subjek 26,7 %

6 4 Subjek 6,7 %

Dari data yang diperoleh, dapat dijelaskan bahwa dari 60 subjek

penelitian, ada 47 subjek yang mengikuti 2 kegiatan kursus, 12 subjek yang

mengikuti 3 kegiatan kursus dan 1 subjek yang mengikuti 4 kegiatan kursus.

(62)

bersifat akademik dan keterampilan. Jika digambarkan menggunakan grafik

maka pembagiannya adalah sebagai berikut :

21

Gambar grafik diatas menunjukkan bahwa dalam satu minggu jumlah

pertemuan kursus yang diikuti oleh subjek terbanyak adalah tiga kali dalam

seminggu. Jumlah subjek yang mengikuti kursus dengan jumlah pertemuan lebih

dari tiga kali dalam seminggu mulai menurun. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah pertemuan kursus yang diikuti oleh

subjek berbanding terbalik dengan jumlah subjek yang mengikuti kursus atau

dengan kata lain jumlah subjek lebih sedikit.

2. Deskripsi Data Penelitian Mengenai Tingkat Stres Pada Anak

a. Deskripsi Data Berdasarkan Perbandingan Mean Empiris dan Teoritis

Pada penelitian ini jumlah keseluruhan subjek adalah 60 anak. Subjek

Gambar

Tabel 3.1 Blue Print Skala Tingkat Stres Sebelum Ujicoba
Tabel 3.2 Blue Print Skala Tingkat Stres Setelah Uji Coba
Tabel 4.1 Uji Normalitas
Tabel 4.2 Jumlah Pertemuan Kursus Per Subjek
+7

Referensi

Dokumen terkait

Suatu ruang vektor adalah suatu himpunan objek yang dapat dijumlahkan satu sama lain dan dikalikan dengan suatu bilangan, yang masing-masing menghasilkan anggota lain

Direksi memuji reformasi penentu atas subsidi energi di tahun 2015, termasuk rencana untuk subsidi listrik sebagai sasaran subsidi yang lebih baik, dan penggunaan ruang fiskal

terasa di awal tahun 2009, yang ditunjukkan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 4,1% (yoy) pada triwulan I-2009, melambat dibandingkan dengan triwulan

Pada kondisi awal, kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 1 Ngemplak masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh guru yang masih menerapkan strategi pembelajaran

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik

Aktualisasi diri yang terdapat dalam UKM Sepak Bola USU dapat dilihat dari kebutuhan fisiologis yang didapat oleh mahasiswa, kenyamanan berada dilingkungan

P Permanen: 2) P-O-P Temporer; dan 3) Media in store (di dalam toko). Bagi para manajer ritel penerapan Point-of-Purchase dilakukan karena keinginan untuk mencapai: 1) Hasil

Yang dimaksud dengan “kondisi krisis atau darurat penyediaan tenaga listrik” adalah kondisi dimana kapasitas penyediaan tenaga listrik tidak mencukupi kebutuhan beban di daerah