Skripsi
Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh :
Nama : Ratih Kusumawardhani NIM : 039114060
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 24 September 2008
Ratih Kusumawardhani
You were my eyes when I couldn't see You saw the best there was in me Lifted me up when I couldn't reach You gave me faith 'coz you believed
I'm everything I am Because you loved me
(Celine Dion, Because You Loved Me)
Skripsi ini ku persembahkan untuk orang-orang terbaikku.. Ign. Bambang Turyono
Th. Endang Sri Riadi Hartini
Ratih Kusumawardhani 039114060
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui deskripsi atau gambaran mengenai stres pada anak yang mengikuti kegiatan kursus di luar sekolah. Penelitian ini ingin menjawab pertanyaan penelitian mengenai seberapa tingkat stres dan bentuk-bentuk stres apa saja yang terjadi pada anak yang mengikuti kegiatan kursus.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas 3 SD Tarakanita Bumijo, Yogyakarta sebanyak 60 anak. Subjek berusia antara 6-9 tahun, atau berada pada masa pertengahan anak-anak. Subjek yang diikutkan dalam penelitian ini adalah anak-anak yang mengikuti kegiatan kursus dengan jumlah pertemuan kursus lebih dari dua kali dalam seminggu yang didalamnya terdapat jenis kursus yang bersifat akademis. Data diperoleh dengan menggunakan skala tingkat stres yang dibuat oleh peneliti. Daya diskriminasi skala menggunakan batas nilai ≥ 0,25 dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,732.
Hasil penghitungan menunjukkan bahwa mean empiris subjek lebih rendah daripada mean teoritis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa anak-anak yang mengikuti kegiatan kursus dengan jumlah pertemuan lebih dari dua kali dalam seminggu mengalami gejala-gejala stres dan mayoritas anak memiliki tingkat stres yang rendah. Hal ini juga dipengaruhi oleh adanya beberapa faktor protektif atau faktor yang mengurangi resiko dialaminya tingkat stres yang tinggi pada subjek, seperti faktor kemampuan kognitif, coping, dukungan sosial, serta faktor lingkungan.
Kata kunci : Stres, Kegiatan Kursus, Anak
Ratih Kusumawardhani 039114060
Faculty of Psychology Sanata Dharma University
This study of descriptive-quantitative was aimed at forming a description or picture about stress in children who attend extracurricular activities. The study seeks to answer questions concerning the levels of the stress by children participating in such activities, as well as the forms of stress experienced.
The samples for this study are taken from the third grade of Tarakanita Bumijo Elementary School in Yogyakarta, and comprise 60 schoolchildren. The samples are all within the ages of 6-9 (six to nine) years, or in the middle of childhood. Those taking part in the study attended extracurricular activities more than twice a week, and the activities themselves comprised of at least one academic activity. The data was recorded on a stress-level scale formulated by the researcher. Index of discrimination used in the scale had a limit of ≥ 0,25 with a coefficient of reliability of 0,732.
The results of the study showed that the empirical mean of the samples (76,32) was lower than the theoretical mean (94). Therefore it could be said that children who attend extracurricular activities more than two times a week experienced symptoms of stress and had a level stress that could be categorized as neither high nor low. This could be affected by several protective factors – factors that reduced the risk of the subjects experiencing high levels of stress, such as cognitive appraisal, coping, social support, and other environmental factors.
Keywords: stress, extracurricular activity, children
bimbingan-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana Psikologi
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Dalam menyelesaikan penelitian ini, penulis banyak mendapat dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak. Sehubungan dengan itu, maka penulis ingin
mengucapkan terima kasih kasih secara tulus kepada orang-orang yang telah
menginspirasi penulis selama kuliah dan melakukan penelitian ini :
1. Tuhan Yesus Kristus, yang telah melindungi, membimbing dan memberkati aku
dalam setiap langkah serta memberikan aku kekuatan untuk menyelesaikan
skripsi ini.
2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Ibu Agnes Indar Etikawati, Psi, M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah meluangkan banyak waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan
bimbingan kepada penulis.
4. A. Tanti Arini, S.Psi., M.Si dan V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si, selaku
dosen penguji, terima kasih atas masukan saran dan kritikan dalam
penyempurnaan skripsi ini.
5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang
berguna bagi masa depan penulis.
Tarakanita Bumijo, terima kasih atas segala bantuannya selama pengambilan
data.
8. Seluruh siswa kelas 3 SD Tarakanita Bumijo, terima kasih atas cerianya yang tak
kenal lelah dan membuat penulis menjadi semangat.
9. Papaku tercinta, “pa, makasih ya udah mendidik adik, walaupun adik sering
menyusahkan dan membuat papa marah,hehe..”. Terima kasih juga untuk
“sweety”-nya, serta ajaran bersikap di jalan raya.
10.Mamaku, sayangku..terima kasih karena mama tidak pernah letih untuk
memperjuangkan aku lewat dukungan moril, materiil dan doa-doanya setiap hari.
It’s too much for me, love u mom..
11.My only one sister..terima kasih atas dukungan dana umum yang diberikan disaat
kemiskinan melanda “neng, kok mama bisa tau?”. Terima kasih juga atas
“contoh hidup” yang diberikan, akan aku jadikan pelajaran agar tak terulang lagi.
12.My big thanks to my “sweety eleny..B 8499 IQ”, yang selalu menemaniku
kemanapun aku pergi serta melindungi aku dari panas dan hujan. Maaf sudah
sering membuat badanmu terluka dengan goresan-goresan dan benturan.
13.Pria-ku, “lucky I'm in love with my best friend lucky to have been where I have
been lucky to be coming home again..”
14.Krysantus SN, terima kasih atas kesediaannya menjadi tempat sharing dan
menjadi subyek penulis dalam setiap praktikum, serta ajaran makan sayurnya.
16.Eyang putri dan seluruh keluarga di Klaten, terima kasih atas doanya yang selalu
menyertai penulis dan kebaikan hati untuk membimbing penulis selama di Jogja.
Uncle Hayat & Dayat, thanks for the English..
17.Keluarga besar Hadiwarsito di Jogjakarta, terima kasih atas semua bantuannya
selama penulis di Jogja.
18.Kurochan, satu-satunya teman seperjuangan dari SMA. Harapan penulis
hanyalah ingin melihat dirimu dewasa dan mendapatkan wanita impianmu.
19.Teman-teman “dodol”-ku (Dyas, Ana, Diana, Melan dan Linda) serta Melati
yang selalu buat aku tersenyum dengan tingkah polos kalian, terima kasih atas
kisah yang terukir indah ini. Dukungan semangat dan cinta kalian telah
menguatkanku disaat aku merasa lelah, i’m gonna miss u all girls...
20.Teman-teman lelakiku (Indri, Nanang, Benny, Galih dan Wiwit), terima kasih
atas kebersamaannya selama ini. Saat-saat bersama kalian, membuatku selalu
bahagia dan merasa berarti. Special thanks to Ananto yang udah jadi guide,
driver-nya sweety, dan pembuka mataku tentang lelaki. i’m gonna miss u all
guys...
21.Pembimbing spiritualku, Sr. Marsiana, terima kasih atas dukungan semangat, doa
dan tempat curhatnya, yang sudah dengan sabar mendengarkan setiap keluh
kesahku dan mengajarkan aku untuk jadi dewasa.
segala bantuannya selama penulis di Jogja.
23.Mbok Wiji (almh) dan mbak Warti, “makasih ya udah mengasuh aku hingga
tumbuh besar dan membuatku jadi sehat berkat makanan-makanannya..”
24.Semua teman-teman angkatan 2003, baik yang sudah berkarya ataupun yang
sedang berkarya, sukses selalu dalam cita dan cintanya, GBU all..
25.Teman-teman KKN di Sawahan yang telah mendahului untuk lulus dan keluar
dengan gelar baru, terima kasih semangatnya.
26.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih buat
semuanya. Tuhan memberkati.
Penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan skripsi ini dari pembaca semua. Semoga skripsi ini memberikan
manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta,
Penulis
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
2. Karakteristik Anak Masa Pertengahan ... 8
3. Tugas Perkembangan Anak ... 9
B. Kegiatan Kursus ... 10
1. Definisi Kegiatan Kursus ... 10
2. Jenis-Jenis Kegiatan Kursus ... 11
3. Dampak Kursus Bagi Anak ... 12
C. Stres Pada Masa Anak-Anak ... 13
1. Definisi Stres ... 13
2. Penyebab Stres ... 14
3. Faktor yang Mempengaruhi Stres Pada Anak ... 16
4. Gejala-gejala Stres Pada Masa Anak-Anak ... 19
D. Stres Pada Anak yang Mengikuti Kegiatan Kursus ... 21
E. Pertanyaan Penelitian ... 23
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 25
A. Jenis Penelitian ... 25
B. Variabel Penelitian ... 25
C. Definisi Operasional ………... 26
D. Subjek Penelitian ... 27
E. Metode Pengumpulan Data ... 28
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 37
A. Pelaksanaan ………. 37
1. Orientasi Kancah ………. 37
2. Hasil Pengumpulan Data ………... 38
B. Hasil ………... 40
1. Deskripsi Jumlah Pertemuan Kursus Tiap Individu …………. 40
2. Deskripsi Data Penelitian Mengenai Tingkat Stres Pada Anak .... 43
a.Deskripsi Data Berdasarkan Perbandingan Mean Empiris Dan Teoritik ... 43
b. Deskripsi Data Tingkat Stres Tiap Individu ... 44
c. Frekuensi Kategori Tingkat Stres Pada Anak ... 47
3. Jumlah Pertemuan Dengan Tingkat Stres ... 49
a. Deskripsi Data Tingkat Stres Dengan Jumlah Pertemuan Kegiatan Kursus dalam Seminggu Tiap Individu ... 49
b. Deskripsi Data Tingkat Stres Berdasarkan Jumlah Pertemuan Kegiatan Kursus dalam Seminggu ... 51
c. Deskripsi Data Tingkat Stres Berdasarkan Jumlah Pertemuan dari Kursus Akademik yang Diikuti Subjek ... 54
C. Pembahasan ………... 60
C. Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 68
LAMPIRAN ... 71
Tabel 2 Tabel Blue Print Skala Tingkat Stres Setelah Ujicoba ... 32
Tabel 3 Tabel Uji Normalitas ... 39
Tabel 4 Tabel Jumlah Pertemuan Kursus Per Subjek ... 40
Tabel 5 Tabel Ringkasan Frekuensi Jumlah Kursus ... 42
Tabel 6 Tabel Deskripsi Data Penelitian ... 44
Tabel 7 Tabel Kategori Tingkat Stres ... 45
Tabel 8 Tabel Tingkat Stres Per Subjek ... 45
Tabel 9 Tabel Frekuensi Tingkat Stres Pada Anak ... 48
Tabel 10 Tabel Deskripsi Jumlah Pertemuan – Kategori ... 49
Tabel 11 Tabel Tingkat Stres dengan Jumlah Pertemuan ... 51
Tabel 12 Tabel Tingkat Stres dengan Jumlah Pertemuan Kursus Akademik 54 Tabel 13 Tabel Total Skor per Komponen yang Diperoleh Dari Seluruh Subjek ... 59
Gambar 2 Grafik Jumlah Pertemuan dengan Tingkat Stres ... 53
Gambar 3 Grafik Tingkat Stres dengan Jumlah Pertemuan Kursus Akademis 56
Lampiran 2 Hasil Ujicoba
Lampiran 3 Reliabilitas Alat Ukur
Lampiran 4 Skala Penelitian
Lampiran 5 Hasil Penelitian
Lampiran 6 Hasil Uji Normalitas
Lampiran 7 Hasil Uji Deskriptif
Lampiran 8 Hasil Tambahan
Lampiran 9 Surat Keterangan Penelitian
A. Latar Belakang
“Siapa yang tidak ingin anaknya pintar dan berhasil?” ini merupakan
pertanyaan yang sering kali memicu para orangtua untuk mengikutkan anaknya ke
dalam berbagai kegiatan kursus. Dalam dunia pendidikan anak, para orangtua merasa
cemas dan was-was jika anaknya gagal meraih kesuksesan. Orangtua menuntut anak
untuk terus berprestasi, dengan mengikutkannya ke berbagai macam kursus tanpa
memberikan ruang dan waktu untuk bermain serta bersosialisasi. Orangtua
menganggap bahwa melalui kegiatan kursus, anak mendapatkan pelajaran tambahan
yang dapat membuat anak semakin pintar dan berhasil. Hal ini, bila dilakukan tanpa
melihat kemampuan dan minat anak terhadap kegiatan kursus yang diikuti, bisa-bisa
membuat anak menjadi tertekan atau stres.
Stres adalah reaksi fisiologis dan psikologis yang terjadi jika seseorang
merasakan ketidakseimbangan antara tuntutan yang dihadapi dengan kemampuannya
untuk mengatasi tuntutan tersebut (Ward dalam Iswinarti&Haditono, 1999). Stres
yang dialami anak karena ketidakmampuannya mengatasi tekanan-tekanan yang
dihadapi, pada akhirnya dapat menghambat perkembangan ataupun mempengaruhi
prestasi belajar anak.
Ada beberapa hal yang dapat menjadi sumber stres pada anak, antara lain
dari internal rumah dan lingkungan eksternal seperti sekolah, tempat bermain dan
tempat kursus. Dari internal rumah, hal-hal yang dapat membuat anak menjadi stres
antara lain adalah adanya konflik orang tua, meskipun anak tidak melihat
saat orang tua sedang berkonflik, namun anak cukup peka terhadap situasi yang
terjadi pada keluarganya (Zoelandari, 2008). Sikap orang tua yang overprotective,
juga bisa membuat anak stres. Anak akan menjadi tertekan, karena kebebasan
aktivitasnya terkekang dengan adanya larangan-larangan dari orang tua. Anak
menjadi takut untuk mencoba sesuatu dan lambat laun hal ini juga dapat membuat
anak menjadi anti sosial.
Dari lingkungan eksternal, anak bisa merasa tertekan antara lain jika anak
harus merasakan lingkungan yang baru karena pindah rumah. Lingkungan yang baru
membuat anak harus beradaptasi lagi karena ia meninggalkan teman sekolah atau
teman bermain di lingkungan tempat tinggalnya yang lama. Hal ini dapat
membuatnya menjadi cemas atau tertekan. Biasanya anak merasa stres lebih banyak
disebabkan dari lingkungan sekolahnya. Saat menghadapi tahun ajaran yang baru,
banyaknya pekerjaan rumah, saat ulangan, atau perilaku teman-teman di sekolahnya
yang kurang baik. Selain itu profil guru yang tidak menyenangkan juga dapat
membuat lingkungan belajar anak menjadi kurang kondusif dan bisa membuat anak
menjadi stres (Zoelandari, 2008). Belum lagi jika ada tuntutan dari orang tua untuk
menjadi juara kelas, hal ini membuat anak berkompetisi dengan teman sekolahnya
untuk menjadi juara kelas.
Anak juga bisa menjadi tertekan karena merasa terpaksa mengikuti
kemauan orang tua yang tidak disertai dengan keinginan dirinya sendiri (Hartanto,
2007). Perasaan terpaksa ini merupakan sebuah tekanan bagi anak, yang mana jika
mereka tidak bisa memenuhi harapan orang tua. Beban yang sudah berat ini akan
bertambah lagi karena mereka takut akan hukuman yang diberikan orangtua apabila
tidak dapat memenuhi harapannya (“Ketika Anak Merasa Stres”, 2007).
Pada anak usia sekolah, jadwal kegiatan belajar yang sangat padat seperti
kegiatan ekstrakurikuler, kursus (les) dan hobi, cukup membuat anak merasa tertekan
karena kurangnya waktu bebas untuk anak. Ditambah lagi dengan tekanan oleh
berbagai tuntutan yang harus dipenuhi anak, baik yang berasal dari lingkungan
rumah, sekolah maupun dari diri sendiri untuk memperoleh nilai dan prestasi yang
tinggi (Akbar. 2002).
Berdasarkan artikel-artikel yang pernah dibaca oleh penulis, para psikolog
mengatakan bahwa mengikutkan anak-anak usia dini ke dalam berbagai kegiatan
kursus yang menuntut konsentrasi penuh, akan membuat anak mengalami tekanan
psikologis. Jika hal ini terus berlanjut maka bisa saja anak mengalami regresi,
kemunduran belajar, bahkan neurosis, karena fisik anak yang dipaksa bekerja terus
menerus, terutama aktivitas otaknya (Wisudo, 2003 & Solahudin, 2006).
Ada banyak tanda-tanda yang dapat dikenali dari tingkah laku anak yang
menunjukkan gejala stres. Tanda-tanda tersebut antara lain bisa muncul dalam
bentuk perubahan emosi, seperti rewel, murung, mudah marah, cepat ngambek,
mogok beraktivitas, dsb; kemunduran perilaku, misalkan anak yang sebelumnya
mandiri menjadi manja, anak yang biasanya ceriwis menjadi pendiam, suka murung,
mengigau, mimpi buruk, dsb; menurunnya minat bersosialisasi, anak kurang tertarik
lagi bermain dengan teman sebaya, lebih suka menyendiri, dan menarik diri dari
memilin rambut, menggigit kuku, menghisap jempol, memencong-mencongkan
mulutnya juga merupakan tanda-tanda stres anak yang patut di waspadai (“Dampak
Perceraian Bagi Anak”, 2005).
Reaksi stres yang dimunculkan anak dapat berupa perasaan cepat lelah,
selalu sedih, tidak bahagia, gelisah, agresif, depresi dan selalu ketakutan. Hal ini
biasanya diikuti oleh gejala-gejala yang cukup beragam seperti menggigit kuku,
menggertakkan gigi, sering menarik rambut, prestasi belajar menurun, gagap, makan
atau tidur berlebihan, tidak bergairah, tidak sabar dan ketakutan dengan penyebab
yang tidak masuk akal. Ada juga anak yang menunjukkan gejala stres dengan
mencari perhatian secara berlebihan, seperti mengompol, mual-mual,
muntah-muntah, mimpi buruk, sering buang air kecil atau besar, sering melamun atau kepala
sering pusing (“Ketika Anak Merasa Stres”, 2007). Gejala lain yang juga muncul
pada anak-anak adalah, sulit konsentrasi, sering lupa jadwal pelajaran dan membawa
buku, kurang serius, kurang memiliki rasa humor, mudah marah, cenderung
menyendiri, jarang bermain dengan teman-temannya, sulit akrab dan tidak terbuka
pada orang yang baru dikenalnya, mudah tersinggung dan sering bingung (Akbar,
2002). Gejala stres ini dapat muncul karena pada saat stres tubuh kita akan
menghasilkan zat kimia yang disebut dengan adrenalin yang dapat membuat jantung
berdebar lebih kencang, sehingga tekanan darah naik dan otot menjadi tegang.
Stres yang terjadi pada anak jika tidak segera ditangani akan berakibat
buruk, antara lain hasil belajar anak menurun. Anak mengalami kesulitan belajar
karena kurang konsentrasi sehingga pelajaran yang ditangkap tidak optimal. Terlebih
pergi ke sekolah bahkan tertekan jika melihat buku pelajaran. Stres yang tidak di
tangani dengan baik juga akan membentuk kepribadian yang tidak sehat pada anak.
Misalnya anak menjadi rendah diri, suka berbohong, menarik diri dari lingkungannya
(anti sosial) dan berpikir irasional. Jika stres berlarut-larut anak juga berpotensi
mengalami gangguan jiwa, seperti depresi (Zoelandari, 2008).
Dari fenomena yang ditangkap peneliti diatas, maka penelitian ini ingin
melihat tentang gejala-gejala stres pada anak yang mengikuti kegiatan di luar
sekolah. Dengan kata lain peneliti ingin mengetahui deskripsi tentang stres pada
anak, khususnya yang mengikuti kegiatan di luar sekolah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah “Bagaimanakah deskripsi tentang stres pada anak yang mengikuti kegiatan
di luar sekolah?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui deskripsi mengenai
stres pada anak yang mengikuti kegiatan kursus di luar sekolah.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pada
pengetahuan untuk penelitian sejenis selanjutnya, khususnya psikologi
kesehatan anak terkait dengan stres pada anak.
2. Manfaat Praktis
Bagi orang tua dan pembaca lainnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah wawasan mengenai stres yang terjadi pada anak yang mengikuti
A. Masa Kanak-kanak 1. Definisi anak
Masa anak-anak adalah satu tahap sebelum mencapai masa remaja. Rentang
masa anak-anak dimulai dari usia 2 tahun hingga usia 12 tahun. Masa anak-anak
terbagi menjadi tiga bagian yaitu masa anak-anak awal, masa anak-anak pertengahan
dan masa anak-anak akhir. Masa anak-anak awal berada pada usia 2-5 tahun. Masa
anak-anak pertengahan berada pada usia 6-9 tahun. Masa anak-anak akhir berada
pada usia 10-12 tahun (Santrock, 2002).
Anak-anak yang dipilih dalam penelitian ini adalah anak-anak pada masa
pertengahan, yaitu usia 6-9 tahun. Hal ini dipilih dengan mengingat bahwa pada
masa anak-anak dengan usia 6 – 9 tersebut, dunia sosioemosionalnya sedang
berkembang untuk bergaul dan bermain dengan teman-teman sebayanya (Santrock,
2002). Selain itu pada masa ini anak-anak lebih banyak melakukan eksplorasi
terhadap banyak hal. Oleh karena penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
bagaimana gejala-gejala stres pada anak yang mengikuti kegiatan kursus di luar
waktu sekolah, maka anak yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah
anak-anak yang mempunyai banyak kegiatan kursus.
2. Karakteristik Anak Masa Pertengahan
Anak-anak pada masa pertengahan ini dimulai pada tahap perkembangan
fisik, dan kognitif serta perkembangan sosioemosional. Hal ini merupakan tahap
lanjutan dari perkembangan pada masa anak-anak awal. Perkembangan fisik pada
masa ini cenderung lambat, sebelum ia memasuki masa remaja. Perubahan tubuh
yang terjadi dalam periode perkembangan ini adalah aspek-aspek yang berkaitan
dengan sistem rangka, sistem otot, dan keterampilan motorik (Santrock, 2002).
Perkembangan kognitif pada masa ini berfokus pada teori dan pemikiran
operasional konkret Piaget. Pemikiran operasional konkret terdiri dari
operasi-operasi tindakan-tindakan mental yang memungkinkan anak melakukan secara
mental apa yang telah dilakukan sebelumnya secara fisik (Santrock, 2002). Dengan
kata lain anak sudah bisa untuk berpikir secara konkret atau nyata.
Perkembangan sosioemosional anak pada masa ini menjadi lebih kompleks
dan berbeda dengan masa anak-anak awal. Relasi keluarga dan teman-teman sebaya,
cukup memainkan peran yang penting pada masa pertengahan dan akhir masa
anak-anak. Sekolah dan relasi dengan para guru merupakan aspek kehidupan anak yang
makin terstruktur. Pemahaman diri anak menjadi berkembang dan
perubahan-perubahan dalam gender dan perkembangan moral menandai perkembangan
anak-anak selama tahun-tahun sekolah dasar (Santrock, 2002).
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan karakteristik anak, yaitu
mulai terjadi perubahan tubuh terlebih pada aspek-aspek yang berkaitan dengan
sistem rangka, sistem otot, dan keterampilan motorik. Selain itu perkembangan
sosioemosionalnya, relasi anak dengan orang lain lebih kompleks dan terstruktur
serta pemahaman diri anak mulai berkembang. Perkembangan moral juga menandai
perkembangan anak-anak selama tahun-tahun sekolah dasar.
3.Tugas Perkembangan Anak
Tugas perkembangan memegang peranan penting untuk menentukan arah
perkembangan yang normal, maka apapun yang menghalangi penguasaan sesuatu
dapat dianggap sebagai bahaya potensial. Tugas-tugas perkembangan pada masa
anak-anak berkembang menurut tiap aspeknya. Pada aspek sosioemosional, masa
anak-anak mulai terjadi perubahan-perubahan yang melibatkan diri, gender dan
perkembangan moral dalam berinteraksi dengan orang lain, baik keluarga, teman
sebaya dan sekolah. Pada aspek kognitif, anak mulai mengarah pada kehidupan yang
aktif, ingin mengetahui, memahami dan senang belajar. Mulai berpikir tentang
sesuatu yang baru dan unik serta perkembangan bahasa yang semakin analitis dan
logis. Pada aspek fisiologis, mulai meningkatnya perkembangan motorik halus anak
(Santrock, 2002).
Tugas perkembangan anak pada masa kini (Karlina, 2003), yaitu :
a. Mengenal peran sosial orang lain
Anak mengembangkan dan menjaga hubungan yang efektif dengan orang tua,
saudara, teman sebaya dan orang lain. Anak juga mulai mengakui perbedaan
individual dan keistimewaan individu. Ia mulai ingin mengetahui orang lain
b. Kontrol emosional
Anak usia 5 – 10 tahun memiliki kontrol emosi, perasaan dan dorongan lebih
baik daripada toddler, karena mereka telah menyadari kegunaan kontrol
tersebut.
c. Pengetahuan sebagai anak sekolah
Belajar adalah hal yang mendasar bagi anak sekolah, seperti membaca,
mengeja, menulis dan aritmatika.
d. Kesehatan jasmani
Anak usia sekolah membutuhkan lebih banyak aktivitas fisik daripada
sebelumnya, sehingga benar-benar membutuhkan kesehatan jasmani yang
baik.
B. Kegiatan Kursus
1. Definisi Kegiatan Kursus
Kegiatan kursus, termasuk pada pendidikan non-formal. Definisi
pendidikan non-formal itu sendiri adalah suatu bentuk pendidikan yang
diselenggarakan dengan sengaja dan sistematis (biasanya diluar sistem sekolah dan
sistem pendidikan formal) dengan menyesuaikan waktu pelaksanaan, materi yang
diberikan, proses belajar mengajar yang dipakai dan fasilitas yang digunakan serta
tenaga pengajar dengan kebutuhan peserta didik dan kebutuhan lingkungan atau
masyarakat sekitarnya (Tan, 2004). Kursus diluar sekolah di definisikan sebagai
cara memberikan kegiatan dan perluasan keterampilan di luar waktu sekolah
(Karlina, 2003).
Dari beberapa pendapat di atas maka definisi kursus pada penelitian ini
adalah suatu bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja dan sistematis
(di luar sistem pendidikan formal), yang bertujuan untuk mengembangkan potensi
seseorang seoptimal mungkin dengan cara memberikan kegiatan dan perluasan
keterampilan di luar waktu sekolah.
2. Jenis-Jenis Kegiatan Kursus
Jenis-jenis kursus yang diikuti anak berdasarkan fungsinya secara umum
terbagi menjadi dua, yaitu jenis kursus yang mengembangkan kemampuan akademik
dan jenis kursus yang mengembangkan keterampilan. Jenis pertama adalah kursus
yang mengembangkan kemampuan akademik seperti IPA, matematika, bahasa
Inggris, sempoa dan lain-lain.
Jenis kedua adalah kursus-kursus keterampilan yang bertujuan memberikan
atau meningkatkan keterampilan seperti, bermusik (seperti piano, gitar, biola, drum
dan menyanyi), melukis dan olahraga (seperti sepakbola, tenis dan berenang).
Jenis-jenis kursus inilah yang ikut menyumbang terjadinya stres pada anak.
Oleh karena itu, sangat penting memilih jenis kursus yang sesuai dengan minat dan
3. Dampak Kursus Bagi Anak
Dampak kursus atau kegiatan di luar sekolah bagi anak (Karlina, 2003),
adalah :
a. Waktu istirahat dan bermain berkurang
Anak yang diikutkan kursus tambahan mempunyai kegiatan yang sangat
padat sehingga mereka kurang memiliki waktu untuk bersantai dan bermain.
Kegiatan kursus yang sebagian besar berlangsung pada sore hari atau
sepulang sekolah mengurangi waktu istirahat anak dari aktivitasnya. Padahal
waktu bermain anak paling tepat ketika salah satu atau kedua orangtuanya
dapat bersama mereka, sehingga waktu yang paling tepat bagi anak untuk
bermain yaitu siang menjelang sore hari. Anak yang kekurangan waktu
bermain dan istirahat akan mudah merasa bosan dengan pelajaran atau
aktivitas lain, yang berarti skala pada segi belajar dan berkarya masih terlalu
berat baginya. Hal inilah yang dapat menjadi pemicu stres pada anak,
sehingga pelepasan ketegangan emosi melalui bermain akan memberikan
efek terapeutik bagi anak. Selain itu, lewat bermain anak bisa
mengekspresikan pengetahuan tentang dunia yang ada dalam pikirannya,
hal-hal yang ia rasakan, ketakutan-ketakutan dan kegembiraannya.
b. Tugas dirumah yang terlalu banyak
Terlalu banyaknya kegiatan yang diikuti oleh anak membuat anak memiliki
banyak tugas-tugas yang harus dilakukan, baik tugas-tugas yang berhubungan
dengan tugas sekolah maupun tugas kursus. Tugas-tugas ini menuntut anak
anak untuk mengetahui sampai dimana anak mengerti pelajaran yang
diberikan oleh guru. Tugas yang banyak ini membuat anak sulit untuk
membagi waktu belajar yang sangat sempit sehingga dapat mengakibatkan
kesulitan dalam pelajaran.
C. Stres Pada Masa Anak-Anak 1. Definisi Stres
Tidaklah mudah untuk mendefinisikan stres, terlebih stres yang dialami oleh
anak-anak. Santrock (2002) mendefinisikan stres sebagai respon individu terhadap
keadaan-keadaan dan peristiwa-peristiwa (disebut “stressor”) yang mengancam
individu dan mengurangi kemampuan individu dalam mengatasi segala bentuk
stressor. Stresor adalah rangsang eksternal atau internal yang memunculkan
gangguan pada keseimbangan hidup individu. Secara sederhana stres didefinisikan
sebagai suatu keadaan dimana individu dituntut berespon adaptif. Stres juga diartikan
sebagai reaksi fisiologis dan psikologis yang terjadi jika seseorang merasakan
ketidakseimbangan antara tuntutan yang dihadapi dengan kemampuannya untuk
mengatasi tuntutan tersebut (Cranwell-Ward dalam Iswinarti-Haditono, 1999).
Lazarus & Folkman (dalam Ibung, 2008) mengatakan bahwa stres dapat
terjadi bila terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan antara tuntutan dan
kemampuan. Stres juga merupakan hubungan khusus antara orang dengan
lingkungan yang dianggapnya membebani atau melampaui batas kemampuannya dan
bisa diartikan sebagai reaksi fisik dan psikis, yang berupa perasaan tidak enak, tidak
nyaman, atau tertekan terhadap tekanan atau tuntutan yang sedang dihadapi.
Dari beberapa pendapat mengenai stres, maka dapat disimpulkan pengertian
stres yang sesuai dengan penelitian ini, stres adalah tindakan seseorang saat ia
mengalami tekanan, tuntutan atau kekhawatiran akan suatu permasalahan yang secara
mental atau psikologis tidak mampu dihadapinya. Dalam penelitian ini
keadaan-keadaan yang membuatnya tertekan tersebut adalah keadaan-keadaan dimana anak merasa
terpaksa melakukan kegiatan-kegiatan tambahan, seperti kursus-kursus, yang dinilai
membebani anak serta kekhawatiran yang dirasakannya apabila tidak dapat
memenuhi harapan-harapan orang tua.
2. Penyebab Stres
Menurut Abbas (2007) ada beberapa faktor penyebab atau pemicu stres
(stressor) pada anak yang digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu :
a. Stressor psikologis, yang termasuk dalam kelompok ini adalah perasaan
cemburu, buruk sangka, kecewa karena gagal mendapatkan sesuatu yang
diinginkan, iri hati, dendam, buruk sangka, konflik pribadi, sikap
bermusuhan serta keinginan yang diluar kemampuan.
b. Stressor fisik-biologis, yang termasuk di dalamnya antara lain, seperti
penyakit yang tidak kunjung sembuh, keadaan fisik yang kurang
sempurna, misalnya tidak berfungsinya salah satu anggota tubuh serta
c. Stressor sosial. Kelompok ini meliputi tiga faktor, yaitu faktor pekerjaan
atau sekolah, faktor keadaan keluarga dan faktor keadaan lingkungan.
Faktor pekerjaan atau sekolah, misalnya tidak naik kelas, nilai-nilai
pelajaran di sekolah menurun, guru yang tidak disenangi, persaingan
dengan teman sekolah yang tidak sehat, serta terjadinya konflik dengan
teman sekolah. Faktor keadaan keluarga, misalnya konflik antar saudara,
hubungan orang tua yang tidak harmonis, kurang mendapat perhatian dari
orang tua, sikap dan perlakuan orang tua yang terlalu keras (seperti
bentakan, caci maki dan pukulan) atau kehilangan salah satu anggota
keluarga. Faktor keadaan lingkungan, misalnya terjadinya tindak
kriminalitas (pencurian, penculikan dan pemerasan), tawuran pelajar antar
sekolah, udara yang sangat panas, lingkungan yang kotor atau kemacetan
lalu lintas serta bertempat tinggal di daerah yang sering banjir.
Ada tiga sumber stres yang biasa terjadi pada anak-anak yaitu : Pertama
dari dalam diri sendiri; stres yang bersumber dari dalam diri sendiri dalam hal ini
adalah tidak adanya keinginan atau dengan kata lain ia tidak memiliki motivasi
dalam melakukan sebuah kegiatan; Kedua dari keluarga, stres yang bersumber dari keluarga bisa terjadi karena anak dipaksa untuk menuruti keinginan orang tuanya dan
ketakutan anak jika tidak dapat memenuhi harapan orang tuanya, sehingga anak tidak
mempunyai pilihan, karena di satu sisi ia harus menuruti dan membahagiakan orang
tuanya namun tidak sesuai atau sejalan dengan keinginannya; Ketiga dari komunitas dan lingkungannya. Lingkungan pergaulan anak dengan teman sebayanya bisa
konflik dan nilai-nilai pertemanan (“Mengenal Stres Pada Anak”, 2007). Dalam hal
ini ketika anak berada dalam sebuah kelompok yang tidak membuatnya merasa
nyaman dan anak tersebut tidak dapat berdinamika dikelompoknya dengan baik.
Terlebih ketika mulai memasuki masa akhir kanak-kanak, dimana pada tahap
perkembangan ini mereka mulai mencari jati diri dan mulai untuk membentuk
kelompok (peer group).
Penyebab terjadinya stres pada anak sering kali sulit untuk ditelusuri.
Biasanya stres anak terjadi karena ketidakmampuannya dalam mengerjakan suatu
hal, adanya persaingan dengan teman sebayanya di sekolah, ketakutan akan hukuman
dari orang tua karena tidak dapat memenuhi harapannya serta penyesuaian diri
dengan orang-orang atau situasi baru, terlalu banyaknya kegiatan yang membuat
sibuk seperti pelajaran tambahan, kursus atau les hingga membuat anak tidak
mempunyai waktu untuk bersenang-senang juga dapat menimbulkan stres (Olivia,
2001).
3. Faktor Yang Mempengaruhi Stres Pada Anak
Menurut Santrock (2002) ada tiga faktor yang mempengaruhi stres pada
anak yaitu :
a. Faktor-faktor kognitif
Penilaian kognitif ialah interpretasi anak-anak terhadap
peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan mereka sebagai suatu yang
mengganggu, mengancam atau menantang dan determinasi mereka
menghadapi peristiwa-peristiwa itu secara efektif. Di dalam penilaian
primer, anak-anak menginterpretasikan apakah suatu peristiwa itu
mengandung kerugian atau kegagalan yang sudah terjadi, suatu ancaman
akan kemungkinan bahaya di masa depan, atau suatu tantangan yang harus
dihadapi. Dalam tahap penilaian sekunder, anak-anak mengevaluasi
sarana dan kemampuan mereka dan menentukan seberapa efektif mereka
dapat menghadapi peristiwa itu.
b. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang terjadi pada anak dapat berupa situasi, tuntutan,
atau masalah dari lingkungan keluarga, sekolah dan teman sebaya. Tugas
perkembangan anak pada masa ini adalah mulai berinteraksi dengan orang
lain, baik keluarga, teman sebaya dan sekolah.
c. Faktor-faktor Sosial Budaya
Faktor ini terdiri dari stres akulturasi dan stres status sosial ekonomi. Stres
akulturasi adalah perubahan kebudayaan akibat dari kontak langsung dan
terus menerus antara dua kelompok budaya yang berbeda. Kondisi-kondisi
kehidupan yang kronis seperti perumahan yang buruk, kawasan
perumahan yang berbahaya, tanggung jawab yang berat dan masalah
ekonomi.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi stres pada anak, yaitu :
a. Overload
Overload terjadi ketika stimuli menjadi sangat intens sehingga tidak bisa
stres bila dibandingkan dengan orang yang hanya mempunyai beban tugas yang
lebih sedikit dikerjakan. Secara umum, dua kegiatan yang terorganisasi
merupakan suatu yang maksimum bagi sebagian besar anak-anak termasuk
kursus. Anak-anak akan merasa overload dan stres ketika mereka mengikuti
kegiatan yang berlebihan, meskipun kegiatan itu adalah kegiatan yang mereka
senangi (Karlina, 2003). Overload merupakan faktor penting dalam penelitian
ini, dimana anak yang mengikuti banyak kegiatan dapat menjadi stres, karena
kurang waktu bermain dan beristirahat.
b. Kemampuan coping terhadap stres
Kemampuan seseorang dalam melakukan coping terhadap stres sebagai kontrol
pribadi terhadap stressor. Kemampuan coping ini sangat mengandalkan
kompetensi subjek. Namun hal ini mungkin akan sulit dipertahankan pada
lingkungan yang penuh dengan tekanan (Karlina, 2003).
c. Dukungan sosial
Dukungan sosial dianggap sangat penting bagi seseorang yang mengalami stres,
karena dukungan sosial dapat mengurangi tingkat stres yang di alami. Dukungan
sosial lebih mengacu pada perasaan kenyamanan, penghargaan, kepedulian dan
bantuan yang diterima seseorang dari orang lain di sekitarnya. Faktor dukungan
sosial dalam penelitian ini tidak dilakukan pengontrolan, dengan asumsi bahwa
anak-anak cukup mendapat perhatian dan kasih sayang dari orangtuanya
4. Gejala-gejala Stres Pada Masa Kanak-Kanak
Stres yang terjadi pada anak dapat memberikan dampak yang positif
ataupun negatif. Apabila anak memiliki kemampuan yang cukup baik dalam
merespon stres maka stres akan berdampak positif, misalnya stres bisa membuat
anak merasa terpacu untuk belajar akibat adanya persaingan. Sementara di sisi lain
bisa saja stres menghambat proses belajar. Dampak negatif stres akan muncul jika
kadar stres sudah berlebihan (distress). Akibatnya, daya tangkap anak menurun. Stres
yang berlebihan juga akan menimbulkan hambatan emosi yang selanjutnya mengusik
kemampuan anak menyerap dengan baik informasi maupun stimulasi dari
lingkungannya (Novida, 2007).
Menurut Safaria (2007), stres yang tidak mampu dikendalikan dan diatasi
oleh anak akan memunculkan dampak negatif. Dampak negatif secara kognitif
seperti kesulitan konsentrasi, sulit mengingat pelajaran, sulit memahami bahan
pelajaran. Dampak negatif secara emosional antara lain sulit memotivasi diri,
munculnya perasaan cemas, sedih, mudah marah, dan frustasi. Dampak negatif
secara fisiologis antara lain gangguan kesehatan, daya tahan tubuh yang menurun
terhadap penyakit, sering pusing, badan terasa lesu dan lemah, kesulitan tidur
nyenyak. Dampak negatif perilaku yang muncul antara lain menunda-nunda
penyelesaian tugas sekolah, malas sekolah, penyalahgunaan obat dan alkohol, dan
terlibat dalam kegiatan mencari kesenangan beresiko yang berlebihan.
Dampak stres lebih lanjut, proses belajar anak akan mengalami
keterlambatan. Jika seharusnya ia bisa memahami pelajaran sekitar 80-100 persen
belajarnya jadi jauh berkurang. Selain itu, fungsi kerja organ-organ tubuh anak akan
ikut terganggu (Novida, 2007).
Menurut Abbas (2007) gejala-gejala tersebut dapat dikelompokkan menjadi
2 yaitu :
a. Gejala fisik, yang termasuk di dalamnya adalah sakit kepala, darah tinggi, sakit
jantung atau jantung berdebar-debar, sulit tidur, sakit lambung, mudah lelah,
keluar keringat dingin, kurang nafsu makan, serta sering buang air kecil.
b. Gejala psikis, yang termasuk di dalamnya adalah gelisah atau cemas, kurang bisa
konsentrasi belajar, sering melamun, sikap acuh atau masa bodoh, sikap pesimis,
selalu murung, malas belajar, bungkam atau menjadi pendiam, mudah marah dan
bersikap agresif seperti, berkata kasar, menempeleng, menendang,
memukul-mukul, membanting pintu, dan suka memecahkan barang-barang.
Dari penjelasan di atas, gejala-gejala stres yang digunakan dalam penelitian
ini adalah gejala-gejala menurut Abbas (2007), karena gejala-gejala yang diuraikan
merupakan gejala-gejala yang diambil dari berbagai sumber dan kemudian
dirangkumnya. Gejala-gejala tersebut kemudian dikelompokkan menjadi dua yaitu,
gejala fisik dan gejala psikologis.
D. Stres Pada Anak yang Mengikuti Kegiatan Kursus
Masa kanak-kanak merupakan masa yang paling membahagiakan karena
segala kebutuhannya disediakan oleh orangtua. Namun, semuanya akan berubah
ketika anak mengalami stres. Masa kanak-kanak pada tugas perkembangannya mulai
belajar. Namun para orangtua sering kali menyalah artikan perkembangan anaknya,
sehingga orangtua lebih banyak menuntut anaknya untuk menjadi anak yang
berprestasi. Hal inilah yang menyebabkan banyak orangtua mengikutkan anaknya
pada kursus-kursus yang dianggapnya mampu mengembangkan kemampuan anak
untuk lebih berprestasi.
Mengikutkan anak pada berbagai kursus tidak akan membuat anak stres
selama anak tidak merasa terpaksa untuk menjalaninya serta anak masih memiliki
banyak waktu untuk bermain dan bersantai. Jika anak yang mengikuti kegiatan
kursus merasa jenuh, sering kali terjadi karena kurangnya waktu bermain dan
bersosialisasi sehingga pada titik tertentu anak tidak akan mampu lagi memenuhi
harapan orangtuanya.
Pada anak usia sekolah, jadwal kegiatan belajar yang sangat padat seperti
kegiatan ekstrakurikuler, kursus (les) dan hobi, cukup membuat anak merasa tertekan
karena kurangnya waktu bebas untuk anak. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Iswinarti-Haditono (1999), didapatkan hasil bahwa reaksi stres yang muncul lebih
banyak didominasi pada tuntutan-tuntutan yang berhubungan dengan
kegiatan-kegiatan yang padat dan membutuhkan banyak waktu. Dengan tugas yang banyak
anak menjadi kurang memiliki waktu untuk beristirahat dan bermain.
Anak yang diberi beban belajar melebihi kemampuannya akan mengalami
tekanan psikologis yang juga akan mempengaruhi proses selanjutnya. Menurut
Pestonjee (Iswinarti-Haditono, 1999) kejenuhan dan kebosanan terhadap tugas-tugas
yang rutin juga dapat menimbulkan stres pada anak. Jika tekanan psikologis ini tidak
neurosis sehingga prestasi belajarnya semakin menurun. Hal inilah yang menjadi
salah satu penyebab terjadinya stres pada anak-anak.
Stres yang terjadi pada anak sering kali tidak diketahui oleh orangtua atau
orangtua tidak menyadari bahwa anaknya mengalami stres. Mengingat bahwa stres
adalah tindakan seseorang yang dilakukan disaat ia mengalami tekanan, tuntutan atau
kekhawatiran akan suatu permasalahan yang secara mental atau psikologis tidak
mampu dihadapinya. Keadaan-keadaan yang membuatnya tertekan tersebut adalah
keadaan dimana anak merasa terpaksa melakukan kegiatan-kegiatan tambahan,
seperti kursus-kursus, yang dinilai membebani anak serta kekhawatiran yang
dirasakannya apabila tidak dapat memenuhi harapan-harapan orang tua.
Stres yang terjadi pada anak dapat memberikan dampak yang positif
ataupun negatif. Anak yang memiliki kemampuan cukup baik dalam merespon stres
maka akan berdampak positif, misalnya stres bisa membuat anak merasa terpacu
untuk belajar akibat adanya persaingan. Dampak negatif stres akan muncul jika kadar
stres sudah berlebihan (distress) dan stres tidak mampu dikendalikan dan diatasi oleh
anak. Dampak negatif perilaku yang muncul antara lain menunda-nunda penyelesaian
tugas sekolah, malas sekolah, penyalahgunaan obat dan alkohol, dan terlibat dalam
kegiatan mencari kesenangan beresiko yang berlebihan (Safaria, 2007).
Stres yang berlebihan juga akan menimbulkan hambatan emosi yang
selanjutnya mengusik kemampuan anak menyerap dengan baik informasi maupun
stimulasi dari lingkungannya. Dampak stres lebih lanjut, akan mengganggu proses
belajar dan anak akan mengalami keterlambatan. Selain itu, fungsi kerja organ-organ
menghasilkan zat kimia yang disebut adrenalin secara berlebih. Untuk mengurangi
kelebihan adrenalin ini diperlukan adanya kegiatan yang menggunakan fisik,
tentunya kegiatan ini adalah suatu kegiatan yang disenangi anak-anak yaitu bermain
karena dunia anak adalah dunia bermain atau sebelum fisik digunakan kembali harus
diistirahatkan terlebih dahulu, dengan demikian kesegaran tubuh tetap terjaga.
Sehingga anak tidak merasa lelah dan tertekan.
E. Pertanyaan Penelitian
Melalui penelitian ini peneliti ingin mengetahui pada tingkat mana stres
yang dialami oleh anak yang mengikuti kegiatan kursus. Selain itu peneliti juga ingin
melihat gejala-gejala stres apa saja yang terjadi pada anak yang mengikuti kegiatan
Kegiatan Kursus
Jenis-jenis kegiatan kursus : 1. Kursus yang bersifat akademik
Kursus yang mengembangkan kemampuan akademik seperti IPA, matematika, bahasa Inggris, sempoa dan lain-lain. 2. Kursus yang bersifat
keterampilan
Kursus keterampilan yang bertujuan memberikan atau meningkatkan keterampilan seperti, bermusik (seperti piano, gitar, biola, drum dan menyanyi), melukis dan olahraga (seperti sepakbola, tenis dan berenang).
Anak yang ikut kursus kurang memiliki waktu untuk bersantai dan bermain. Anak yang kekurangan waktu bermain dan istirahat akan mudah merasa bosan dengan pelajaran atau aktivitas lain. Hal inilah yang dapat menjadi pemicu stres pada anak dan pelepasan ketegangan emosi melalui bermain akan memberikan efek terapeutik bagi anak.
2.Tugas dirumah yang terlalu banyak
Banyaknya kegiatan yang diikuti, membuat anak memiliki banyak tugas yang harus dilakukan, baik tugas yang berhubungan dengan tugas sekolah maupun tugas kursus. Tugas yang banyak ini membuat anak sulit untuk membagi waktu belajar yang sangat sempit sehingga dapat mengakibatkan kesulitan dalam
e. Keluar keringat dingin f. Kurang nafsu makan g. Sering buang air kecil 2. Psikologis
a. Cemas
b. Konsentrasi belajar terganggu c. Tidak percaya diri
d. Bersikap acuh e. Mudah marah f. Berdiam diri Anak
Bagan 1. Skema Stres Pada Anak Yang Mengikuti Kegiatan Kursus
A. Jenis Penelitian
Penelitian deskriptif ini adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk
mendeskripsikan (memaparkan) atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti
melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya tanpa ada manipulasi dan
tanpa melakukan analisis. Penelitian ini lebih menekankan pada data faktual dan
tidak membuat kesimpulan yang berlaku umum. Penelitian ini tidak menguji atau
menggunakan hipotesa, tetapi hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai
dengan variabel yang diteliti (Nursalam, 2003). Berdasarkan teori tersebut maka
penelitian ini menggunakan data kuantitatif yaitu data yang diperoleh melalui
analisis skor jawaban subjek pada skala sebagaimana adanya.
Dengan demikian jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah deskriptif-kuantitatif dimana penelitian ini akan memberikan gambaran secara
umum tentang stres pada anak yang mengikuti kegiatan kursus berdasarkan analisis
skor jawaban subjek pada skala sebagaimana adanya.
B. Variabel Penelitian
Pada penelitian studi deskriptif tidak ada konstruk terhadap variabel.
Variabel adalah hal yang menjadi objek dalam penelitian tersebut. Dalam penelitian
ini yang menjadi fokus atau objek penelitian adalah stres pada anak yang mengikuti
kegiatan kursus.
C. Definisi Operasional
Stres pada anak adalah tindakan anak saat mengalami keadaan yang
membuat dirinya merasa tidak nyaman karena ada paksaan untuk melakukan
kegiatan-kegiatan yang sebenarnya tidak ingin dilakukan. Dengan kata lain keadaan
ketika anak merasa tidak mampu mengatasi tuntutan-tuntutan yang diberikan
padanya.
Dalam penelitian ini tuntutan-tuntutan tersebut adalah kegiatan-kegiatan
kursus yang sebenarnya tidak ingin dilakukannya. Aspek-aspek yang di ukur dari
stres anak ini adalah aspek fisik dan aspek psikis. Aspek fisik menyangkut hal-hal
yang berkaitan dengan keadaan fisik anak, seperti intensitas sakit kepala, jantung
berdebar-debar, sulit tidur, cepat lelah, keluar keringat dingin, nafsu makan
terganggu dan sering buang air kecil. Aspek psikis menyangkut hal-hal yang
berkaitan dengan kejiwaan anak, seperti cemas, kurang bisa konsentrasi belajar, sikap
masa bodoh atau acuh, tidak percaya diri, berdiam diri serta mudah marah atau
agresif.
Stres anak ini akan di ukur dengan menggunakan skala intensitas stres anak.
Skor total yang di peroleh dari subyek menunjukkan tingkat stres anak, semakin
tinggi skornya semakin tinggi tingkat stresnya. Begitu pula sebaliknya, semakin
D. Subjek Penelitian
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
sampling purposif (purposive sampling), yaitu pemilihan sampel sesuai dengan
kriteria-kriteria dan pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Adapun kriterianya adalah:
1. Memiliki usia pertengahan masa kanak-kanak
Usia ini dipilih dengan mengingat pada masa pertengahan anak-anak dunia
sosioemosionalnya sedang berkembang untuk bergaul dan bermain dengan
teman-teman sebayanya (Santrock, 2002). Dalam penelitian ini, subjek yang
akan di gunakan adalah siswa kelas 3 SD karena usia anak-anak kelas 3 SD
berada pada rentang pertengahan masa kanak-kanak, yaitu 6-9 tahun, dan sudah
dapat mengerti jika diminta untuk mengerjakan sebuah tes.
2. Mengikuti kegiatan kursus dengan jumlah pertemuan lebih dari 2 kali dalam
seminggu dan di dalamnya terdapat kursus yang bersifat akademis.
Kegiatan yang terlalu banyak memiliki signifikan positif dengan tingkat stres.
Oleh karena itu kuantitas anak dalam mengikuti kegiatan kursus juga turut
mempengaruhi stres pada anak. Mengikuti dua kegiatan yang terorganisasi di luar
sekolah merupakan suatu yang maksimum bagi sebagian besar anak-anak
termasuk kursus, terlebih jika anak mengikuti kegiatan kursus yang bersifat
akademis lebih dari dua kali dalam seminggu. Dengan asumsi semakin banyak
kegiatan kursus yang diikuti semakin sedikit pula waktu beristirahatnya.
Jenis-jenis kursus juga ikut menyumbang stres yang terjadi pada anak. Jenis kursus
meningkatkan kemampuan akademik. Sedangkan untuk jenis kursus yang
bertujuan meningkatkan keterampilan di asumsikan sesuai dengan keinginan
subjek sendiri.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan anak-anak kelas 3 SD dari SD
Tarakanita, Bumijo, Yogyakarta. Alasan dipilihnya sekolah ini adalah karena status
sosial dari sekolah ini kebanyakan terdiri dari kalangan menengah ke atas, yang lebih
mementingkan pengembangan kemampuan anak yang sangat baik. Untuk itu, banyak
orang tua yang menginginkan anaknya mengikuti kursus agar anaknya menjadi anak
yang terampil dan cerdas. Seperti yang telah peneliti lihat bahwa sebagian besar
anak-anak yang sekolah di SD Tarakanita Bumijo ini mengikuti kegiatan kursus,
bahkan ada yang lebih dari satu.
E. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulkan data pada penelitian ini adalah dengan pendapat
subjek mengenai hal-hal yang dirasakan ataupun keadaan fisiologis subjek yang
disajikan dalam bentuk pernyataan-pernyataan (Nursalam, 2003). Dengan kata lain
skala digunakan untuk mengungkap aspek-aspek yang hendak di ukur. Subjek
diminta memilih salah satu jawaban yang paling sesuai dengan dirinya.
Skala akan di uji cobakan terlebih dahulu sebelum digunakan dalam
penelitian. Hal ini untuk mengetahui validitas isi dan reliabilitas alat ukur. Alat ukur
yang telah memenuhi kualifikasi validitas isi dan reliabilitas inilah yang akan
Metode yang digunakan dalam skala tingkat stres ini adalah metode likert.
Dalam metode ini masing-masing item terdiri dari 3 kategori jawaban yaitu, Sering
(S), Kadang-kadang (K) dan Tidak Pernah (TP). Setiap kategori diberi skor :
a. Untuk item yang favorable jawabannya : Sering, Kadang-kadang dan Tidak
Pernah, masing-masing diberi skor 3, 2 dan 1.
b. Untuk item yang unfavorable jawabannya : Sering, Kadang-kadang dan Tidak
Pernah, masing-masing diberi skor 1, 2 dan 3.
Skala ini disusun berdasarkan gejala-gejala stres anak (Abbas, 2007) yang
dibagi menjadi aspek fisiologis dan aspek psikologis. Aspek fisik menyangkut
hal-hal yang berkaitan dengan keadaan fisik anak, seperti intensitas sakit kepala, jantung
berdebar-debar, sulit tidur, cepat lelah, keluar keringat dingin, nafsu makan
terganggu dan sering buang air kecil. Aspek psikis menyangkut hal-hal yang
berkaitan dengan kejiwaan anak, seperti cemas, kurang bisa konsentrasi belajar,
sikap masa bodoh atau acuh, tidak percaya diri, berdiam diri serta mudah marah atau
agresif.
Tabel 3.1 Blue Print Skala Tingkat Stres Sebelum Ujicoba
No. Komponen Jumlah item Bobot (%)
Aspek Fisiologis
a. intensitas sakit kepala, 7
b. jantung berdebar-debar, 6
c. cepat lelah, 6
d. keluar keringat dingin 6
e. nafsu makan terganggu 6
f. sulit tidur 8
1.
g. buang air kecil berlebihan 6
Aspek Psikologis
a. cemas, 6
b. mudah marah, 7
c. konsentrasi belajar, 12
d. sikap masa bodoh, 8
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
Dalam sebuah penelitian diperlukan adanya validitas dan reliabilitas. Hal ini
digunakan untuk mengetahui apakah alat ukur yang digunakan dalam penelitian
tersebut cukup dapat mengungkap aspek yang hendak di ukur serta mengetahui
konsisten atau keterpercayaan hasil ukur.
1. Validitas
Validitas pada sebuah pengukuran digunakan untuk mengetahui apakah
sebuah pengukuran itu mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan
tujuan pengukurannya. Secara teoretik, pengukuran yang disusun berdasarkan
kawasan ukur yang teridentifikasi dengan baik dan dibatasi dengan jelas akan di
nilai valid. Validitas yang digunakan adalah validitas isi, yang melihat kesesuaian
antar item dengan aspek yang di ukur. Validitas isi akan di evaluasi lewat
2. Seleksi Item
Seleksi item digunakan untuk menguji karakteristik masing-masing item
yang menjadi bagian tes yang bersangkutan. Item-item yang memenuhi syarat
kualitas saja yang boleh diikutkan menjadi bagian tes. Salah satu kualitas yang
dimaksudkan adalah konsistensi antara item dengan tes secara keseluruhan, atau
disebut juga dengan konsistensi item-total. Prosedur pengujian konsistensi
item-total akan menghasilkan koefisien korelasi item-total (rix) yang umumnya dikenal
dengan sebutan indeks daya beda item (Azwar, 2001). Besarnya koefisien
korelasi item-total bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dengan tanda positif atau
negatif (Azwar, 1999). Kriteria pemilihan item berdasarkan korelasi item dengan
total ini menggunakan rix > 0,30.
Berdasarkan seleksi item pada uji coba pertama, yang dilakukan di SD
Tarakanita, Bumijo pada siswa kelas tiga sebanyak 40 anak, dari 90 item pada
skala tingkat stres, ada 44 item yang gugur. Banyaknya item yang gugur
disebabkan oleh item-item pada skala tingkat stres memiliki korelasi item total
yang rendah atau bernilai < 0,25. Pada uji coba kedua, yang juga dilakukan di SD
Tarakanita, Bumijo dengan menggunakan siswa kelas 3 sebanyak 110 anak. Dari
50 item pada skala tingkat stres, ada 3 item yang gugur karena 3 item ini
memiliki korelasi item total yang rendah dan item-item ini merupakan item baru
Tabel 3.2 Blue Print Skala Tingkat Stres Setelah Uji Coba
No. Komponen Jumlah item Bobot (%)
Aspek Fisiologis
a. intensitas sakit kepala, 4
b. jantung berdebar-debar, 3
c. cepat lelah, 4
d. keluar keringat dingin 3
e. nafsu makan terganggu 3
f. sulit tidur 4
1.
g. buang air kecil berlebihan 2
49 %
Aspek Psikologis
a. cemas, 4
b. mudah marah, 4
c. konsentrasi belajar, 4
d. sikap masa bodoh, 4
Reliabilitas diartikan sebagai konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur,
yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Pengukuran yang tidak
reliabel akan diragukan hasil pengukurannya. Reliabilitas dinyatakan oleh
koefisien reliabilitas (rxx) yang rentang angkanya dari 0 hingga 1,00. Koefisien
reliabilitas yang mendekati angka 1 berarti semakin tinggi reliabilitasnya.
Sebaliknya, jika koefisien reliabilitas mendekati angka 0 berarti semakin kecil
memiliki nilai koefisien sebesar 0,60 sampai 0,90 (Azwar 2000). Nilai koefisien
reliabilitas pada skala tingkat stres adalah sebesar 0.717. Nilai koefisien
reliabilitas pada uji coba kedua skala tingkat stres ini adalah sebesar 0.732. Maka
skala yang digunakan dalam penelitian ini bisa dikatakan cukup reliabel.
G. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dibuat sebagai panduan bagi peneliti dalam
melaksanakan penelitian ini. Langkah-langkah yang akan dilakukan adalah sebagai
berikut :
1. Membuat item skala dan menguji validitas skala
Item skala dibuat berdasarkan aspek-aspek variabel tergantung yang telah di
gambarkan dalam tabel blue-print. Kemudian item-item tersebut akan di uji
validitasnya yang akan dilakukan oleh professional judgment, dalam hal ini
adalah dosen pembimbing skripsi.
2. Meminta ijin penelitian untuk menyebar skala dan mengadakan kegiatan pada
siswa kelas 3
Peneliti membuat sebuah proposal yang akan ditujukan pada pihak sekolah untuk
dapat mengadakan kegiatan di sekolah tersebut dengan menggunakan subyek
siswa kelas 3. Peneliti juga meminta surat keterangan penelitian dari fakultas
untuk perijinan penelitian.
3. Try out skala
Setelah skala yang telah teruji validitasnya, maka skala akan diuji cobakan
coba dilakukan pada sampel lain yang serupa dengan sampel yang akan
digunakan dalam penelitian. Kemudian datanya akan diolah dengan
menggunakan SPSS 13.0. Hasil akhirnya akan digunakan untuk menentukan
item-item mana saja yang dapat mengukur dan dapat dijadikan bentuk skala
akhir. Setelah itu memperbaiki skala yang telah diuji cobakan dengan
menghilangkan item-item yang tidak memenuhi syarat dan mengubah item yang
kurang baik. Setelah revisi selesai maka akan didapat bentuk skala akhir yang
akan digunakan dalam penelitian ini.
4. Penggunaan skala pada sampel yang sesungguhnya
Skala akhir yang sudah jadi siap dibagikan pada sampel yang sesungguhnya
untuk mendapatkan data penelitian. Untuk mendapatkan data ini dibutuhkan
waktu ± 1 minggu.
5. Analisis data
Sesudah mendapatkan data yang dibutuhkan, maka data ini akan di olah dengan
menggunakan SPSS 13.0 dan kemudian di analisis untuk mengetahui hasil dari
penelitian ini.
6. Membaca hasil penelitian dan membuat kesimpulan
Hasil dari analisis data ini berguna untuk menjawab pertanyaan penelitian di
awal. Untuk kemudian di buat kesimpulan dari penelitian ini.
H. Metode Analisis Data
Hasil analisis dalam penelitian deskriptif biasanya berupa frekuensi dan
bersifat kategorikal, serta berupa statistik-statistik kelompok (antara lain mean, dan
varian) pada data yang bukan kategorikal. Metode yang digunakan adalah metode
statistik. Statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif, karena data yang
diperoleh berupa angka-angka. Statistik deskriptif menjelaskan atau menggambarkan
berbagai karakteristik seperti mean, modus, median, variasi kelompok melalui
rentang data dan standar deviasi (SD). Data ini akan dianalisis secara statistik melalui
penghitungan dengan bantuan SPSS versi 13.0.
Mean (μ) : Mean teoritik, yaitu rata-rata teoritis dari skor maksimum
dan minimum.
Median : Nilai yang ada di tengah-tengah dalam satu deretan skor,
yang disusun dari yang paling tinggi sampai yang paling
rendah.
Modus : Nilai yang paling sering muncul dalam satu distribusi.
Range (rentang data) : Luas jarak sebaran antara nilai maksimum dan minimum.
Standar Deviasi (σ) : Luas jarak sebaran yang dibagi ke dalam 6 deviasi standar.
X Maks Teoritik : Skor paling tinggi yang mungkin diperoleh subjek pada
skala, yaitu 2.
X MinTeoritik : Skor paling rendah yang mungkin diperoleh subjek pada
skala, yaitu 0.
N : Jumlah item
Perhitungan Mean (μ), SD (σ), Xmaks, Xmin, dan Range adalah :
Xmaks : N x 3
Xmin : N x 1
47 x 1 = 47
Range : Xmaks – Xmin
141 – 47 = 94
SD (σ) : 94 : 6 = 15.67 di bulatkan menjadi 16
Mean (μ) : (141 + 47) : 2 = 94
Ada 3 (tiga) kategori stres pada anak :
Sangat Tinggi x > μ + 1.5 σ → x > 114
Tinggi μ + 1.5 σ≥ x > μ + 0.5 σ → 114 ≥ x > 98
Sedang μ + 0.5 σ≥ x > μ - 0.5 σ → 98 ≥ x > 90
Rendah μ - 0.5 σ≥ x > μ - 1.5 σ → 90 ≥ x > 74
A. Pelaksanaan
1. Orientasi Kancah
SD Tarakanita Bumijo merupakan sebuah lembaga pendidikan dibawah
naungan Yayasan Tarakanita, yang dalam penyelenggaraannya dijiwai oleh
semangat Suster Cinta Kasih St. Carolus Borromeus dan berlokasi di jalan
Sindunegaran, Bumijo, Yogyakarta di atas tanah seluas 5.600 m2 dengan luas
bangunan 2.974 m2. SD Tarakanita Bumijo ini memiliki 42 kelas yang
masing-masing tingkatan memiliki 7 kelas paralel, rata-rata jumlah siswa per kelas tidak
lebih dari 35 siswa.
Sistem pengajaran yang diterapkan SD Tarakanita Bumijo juga sangat
baik, yaitu sistem pengajaran yang menggunakan metode pembelajaran
partisipatif. Sistem pengajaran ini tergolong baik karena siswa tidak hanya
belajar di dalam kelas namun juga belajar di luar kelas. Hal ini diketahui peneliti
dari wawancara dengan guru dan subjek. Pihak sekolah sesekali mengajak para
siswa untuk belajar di lingkungan sekitarnya seperti berkunjung ke suatu tempat
dan belajar secara langsung dengan mengamati alam disekitarnya. Variasi tempat
belajar ini diharapkan dapat meningkatkan minat dan pemahaman para siswa
terhadap materi yang dipelajari serta agar anak tidak merasa bosan dengan
rutinitas pembelajaran yang dijalaninya di dalam kelas.
Bagi siswa kelas tiga, SD Tarakanita Bumijo memberikan rata-rata 4 – 5
mata pelajaran dalam sehari yang berlangsung selama 7 jam pelajaran (1 jam
pelajaran = 40 menit) dengan 2 kali istirahat (masing-masing 15 menit). Kegiatan
belajar-mengajar ini dimulai dari jam 07.00 WIB dan berakhir pada jam 12.10
WIB. Selain itu SD Tarakanita Bumijo juga mengembangkan potensi yang
dimiliki siswa secara optimal melalui kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstra
kurikuler yang ditawarkan adalah paduan suara dan bina vokal, jurnalistik,
majalah dinding dan majalah sekolah, English Club, sempoa aritmatika,
ansamble music, senam lantai dan ritmik, taekwondo, seni lukis, pramuka, seni
tari, basket, renang, catur, palang merah remaja (PMR) dan dokter kecil.
Kegiatan-kegiatan ektrakurikuler ini dilakukan di luar jam sekolah.
Peneliti juga mendapatkan kesempatan untuk melakukan wawancara
sederhana dengan 12 subjek. Peneliti menanyakan beberapa hal yang berkaitan
dengan kegiatan kursus di luar sekolah yang diikutinya. Dari hasil wawancara
tersebut 12 subjek menjawab bahwa dirinya cukup menikmati setiap kegiatan
kursus karena ia dapat bertemu dan bermain dengan teman-temannya sebelum
kursus dimulai. Hal ini diungkapkan subjek ketika ditanya apakah mereka tidak
merasa jenuh dan kekurangan waktu bermain dengan teman-teman akibat
banyaknya kegiatan kursus yang diikutinya.
2. Hasil Pengumpulan Data Penelitian
Penelitian dilakukan di SD Tarakanita Bumijo pada tanggal 26-28
Februari 2008. Skala penelitian diberikan pada siswa kelas 3 yang sesuai kriteria
diambil dari 5 kelas. Peneliti memberikan skala selama satu jam pelajaran atau
sama dengan 40 menit per kelasnya. Sebelum subjek mengisi skala, peneliti
menjelaskan cara pengisian skala di depan kelas, setelah subjek mengerti, maka
subjek baru bisa melanjutkan pengisian skala. Setelah subjek mengisi skala,
peneliti melihat ulang skala yang sudah diisi subjek. Hal ini dilakukan untuk
menghindari kesalahan seperti item-item yang tidak terjawab atau adanya dua
jawaban dalam satu item.
Setelah mendapatkan data, sebelum data dianalisis dilakukan uji asumsi
terlebih dahulu. Uji asumsi atau disebut uji normalitas dilakukan untuk melihat
normal tidaknya data penelitian. Uji normalitas ini dilakukan dengan
menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov. Jika nilai p > 0,05 maka sebarannya
dinyatakan normal dan jika nilai p < 0,05 maka sebarannya dinyatakan tidak
normal.
Tabel 4.1 Uji Normalitas
Kolmogorov Smirnov Asymp. Sig (p)
0,741 0,642
Hasil uji normalitas pada penelitian ini diperoleh nilai Kolmogorov
Smirnov 0,741 dengan probabilitas Asymp. Sig (p) sebesar 0, 642 (p > 0,05).
Oleh karena nilai p lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan data yang
B. Hasil
1. Deskripsi Jumlah Pertemuan Kursus Tiap Individu (Subjek)
Berikut ini akan di paparkan mengenai jumlah pertemuan kursus yang
dilakukan subjek dalam seminggu.
52 5 0 5
Berdasarkan data diatas maka untuk mempermudah dalam membaca
maka akan disajikan tabel ringkasan frekuensi jumlah pertemuan kursus yang
dilakukan subjek dalam seminggu.
Tabel 4.3 Ringkasan Frekuensi Jumlah Kursus
Total Pertemuan Dlm
Seminggu Jumlah Subjek Persentase
3 21 Subjek 35 %
4 19 Subjek 31,7 %
5 16 Subjek 26,7 %
6 4 Subjek 6,7 %
Dari data yang diperoleh, dapat dijelaskan bahwa dari 60 subjek
penelitian, ada 47 subjek yang mengikuti 2 kegiatan kursus, 12 subjek yang
mengikuti 3 kegiatan kursus dan 1 subjek yang mengikuti 4 kegiatan kursus.
bersifat akademik dan keterampilan. Jika digambarkan menggunakan grafik
maka pembagiannya adalah sebagai berikut :
21
Gambar grafik diatas menunjukkan bahwa dalam satu minggu jumlah
pertemuan kursus yang diikuti oleh subjek terbanyak adalah tiga kali dalam
seminggu. Jumlah subjek yang mengikuti kursus dengan jumlah pertemuan lebih
dari tiga kali dalam seminggu mulai menurun. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah pertemuan kursus yang diikuti oleh
subjek berbanding terbalik dengan jumlah subjek yang mengikuti kursus atau
dengan kata lain jumlah subjek lebih sedikit.
2. Deskripsi Data Penelitian Mengenai Tingkat Stres Pada Anak
a. Deskripsi Data Berdasarkan Perbandingan Mean Empiris dan Teoritis
Pada penelitian ini jumlah keseluruhan subjek adalah 60 anak. Subjek