• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur, Fisik, Ras, dan Relasi Gender

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

4.2 Paparan Data

4.2.1 Deskripsi dan Analisis Realitas Fiksi

4.2.1.1 Data I: Novel Max Havelaar Karya Multatuli

4.2.1.1.2 Struktur, Fisik, Ras, dan Relasi Gender

Novel MH karya Multatuli memiliki tokoh utama berjenis kelamin laki-laki

bernama Max Havelaar. Tokoh utama ini didampingi oleh perempuan yang menjadi istrinya, Tina. Havelaar dan Tina berstatus kebangsaan Belanda. Kedua tokoh cerita ini muncul dalam struktur ruang dan waktu masa lalu, yakni Hindia Belanda. Meskipun Havelaar menjadi tokoh cerita dalam struktur ruang dan waktu masa lalu,

tetapi tindakan dan kejadian pada masa kekinian berkaitan erat dengan kehidupannya. Hal ini disebabkan oleh tindakan Pria Berselendang yang menyerahkan dokumen pribadinya dalam parsel kepada Droogstoppel untuk ditulis dan dipublikasikan. Droogstoppel yang berprofesi sebagai makelar kopi dan bukan pengarang pun terambivalesi sehingga bersepakat dengan Stern untuk menuliskan isi parsel dan dengan Frits sebagai editornya. Bahkan, Pria Berselendang merestui kesepakatan Droogstoppel dengan Stern dan Frits dengan bukti Pria Berselendang mendatangi Stern untuk menjelaskan isi parsel yang mereka tulis. Droogstoppel berstatus kebangsaan Belanda, Stern berkebangsaan Jerman, dan Frits adalah putra Droogstoppel yang berkebangsaan Belanda.

Droogstoppel yang ditampilkan pengarang pada awal cerita dan tampil secara sporadis hingga menjelang akhir cerita adalah profil pria Belanda yang mementingkan kebenaran, akal sehat, dan kebaikan moral. “Kebenaran dan akal sehat –itu yang saya maksud, dan saya teguh terhadap itu.” (MH:12) Prinsip hidup

Droogstoppel ini dilandasi oleh kekristenan, sehingga bisnis kopi dan relasi gender dalam hidupnya selalu dikaitkan dengan kutbah pendeta atau ajaran Kristen yang terdapat dalam Kitab Injil. Ajaran Kristen ini dirumuskan oleh Droogstoppel dalam frase kebohongan dan kebaikan moral, sebagaimana dideskripsikan Multatuli dalam kutipan berikut ini.

Dan kemudian, bisnis tentang kebaikan moral ini mendapat imbalan! Oh, oh, oh! Saya telah menjadi makelar kopi selama tujuh belas tahun -37 Lauriegrscht- jadi saya telah melihat cukup banyak dalam waktu itu; namun saya tidak dapat menahan diri untuk menjadi sangat terganggu jika saya melihat kebenaran Tuhan yang sangat berharga dirusak dengan cara

memalukan. Kebaikan mendapat imbalan? Jika itu ada, bukankah itu membuat kebaikan moral menjadi sebuah artikel perdagangan? Segala sesuatu

tidak seperti demikian di dunia, dan adalah baik jika tidak begitu. Jasa apa

yang ada dalam kebaikan moral, jika kebaikan moral itu diberi imbalan? Jadi mengapa orang-orang harus menemukan kebohongan buruk seperti itu? (MH:17-18)

Prinsip Droogstoppel yang menjalani hidup atas dasar moralitas penganut agama Kristen telah mendapat ujian dalam masa kecilnya. Pada masa itu, Droogstoppel melarikan diri dari masalah yang menimpa dirinya dan membiarkan masalahnya menimpa Pria Berselendang yang justru menolongnya membebaskan diri dari masalahnya. Tindakan Droogstoppel ini tidak sesuai dengan prinsip hidupnya yang mengutamakan kebenaran, akal sehat, dan kebaikan moral atas dasar kekristenan.

Kejadian yang menimpa Droogstoppel dan memunculkan tindakan Pria Berselendang selama periode cerita berlangsung di Amsterdam. Tindakan Pria Berselendang itu terjadi sewaktu mereka masih muda dan bersekolah di tempat yang sama, Amsterdam. Waktu itu, Pria Berselendang telah menyelamatkan Droogstoppel dari amukan orang Yunani yang tidak suka gadis Yunani diganggu oleh pemuda Belanda di Amsterdam. Hal ini diakui oleh Droogstoppel, “Tidak, kejadiannya terjadi di sini di Amsterdam, saat dia membuat hidung orang Yunani itu berdarah, menurut pendapat saya, karena dia selalu mencampuri suatu hal yang tidak berhubungan dengannya.” (MH:25) Pada kejadian ini, Multatuli menempatkan Pria Berselendang

sebagai orang yang selalu mencampuri urusan orang lain sedangkan Droogstoppel sebagai orang yang tidak berterima kasih karena membiarkan orang Yunani

memukuli Pria Berselendang. Padahal, Pria Berselendang ketika itu baru berusia 13 tahun, masih kecil tetapi telah memperlihatkan karakter seorang pemimpin yang melindungi orang lain. Hal ini dapat diidentifikasi dari kutipan kejadian berikut ini.

Itu yang saya kira. Tapi, mengagetkan! Tiba-tiba Pria Berselendang menyerbu masuk ke kios melalui pintu belakang. Dia tidak tinggi ataupun kuat, dan baru berusia sekitar tiga belas tahun, namun dia tangkas, bocah kecil yang pemberani. Saya masih dapat melihat matanya berkilat –biasanya suram- dia melayangkan sebuah tinjuan ke orang Yunani itu, dan saya selamat. Kemudian, saya mendengar orang Yunani itu memukuli dia, namun karena sudah menjadi prinsip pasti bagi saya untuk tidak pernah ikut campur atas hal yang tidak ada hubungannya dengan saya, saya langsung melarikan diri. Maka saya tidak melihatnya. (MH:28)

Profil Pria Berselendang menjadi semakin jelas. Pria Berselendang adalah teman sekolah dan teman sepermainan Droogstoppel waktu kecil. Pria itulah yang sekarang bertemu dengannya kembali di Amsterdam dalam suasana yang berbeda. Droogstoppel menjadi pengusaha kopi sedangkan Pria Berselendang menjadi pengangguran, mantan pejabat tinggi Hindia Belanda. Bahkan, prototipe temannya yang kecil tetapi tangkas dan matanya yang berkilat itu tidak ditemukan lagi karena pria itu dalam kondisi tidak sehat, pucat, dan miskin. Bahkan, pria itu tidak memiliki jam tangan yang biasa mengingatkan lelaki pada waktu. Di dalam novel dideskripsikan, “Dia sangat pucat, dan ketika saya bertanya pukul berapa saat ini, dia tidak tahu.” (MH:29) Kondisi Pria Berselendang yang memperihatinkan itu dapat

diidentifikasi pula dalam deskripsi berikut ini.

Namun saya terus mengingat bahwa, dia tidak tahu waktu, dan saya juga menyadari bahwa jaket gembelnya dikancingkan hingga ke dagu –yang merupakan pertanda buruk- maka saya menjaga nada percakapan kami agar sedikit tidak terpengaruh. Dia memberitahu saya bahwa dia baru dari Hindia Timur, bahwa dia menikah, dia telah memiliki anak. (MH:29)

Droogstoppel melacak keberadaan Pria Berselendang hingga menemukan tempat tinggalnya. Setelah bertemu dengan keluarga dan tetangga Pria Berselendang barulah Droogstoppel yakin dengan isi parselnya. Pria Berselendang itu ternyata pernah bekerja sebagai pejabat tinggi di Hindia Timur (Hindia Belanda) dan Brussels, Belgia. Akan tetapi, karakter masa kecil yang suka mencampuri urusan orang lain yang tidak berhubungan dengannya telah menyulitkan posisinya dalam bekerja. Di dua tempat itu, Pria Berselendang diberhentikan dari pekerjaannya, dipecat.

Saya bertanya mengapa Pria Berselendang tidak datang ke rumah saya untuk parselnya. Dia tampaknya mengetahui hal itu, dia berkata bahwa mereka baru pergi jauh, ke Brussels. Di sana dia bekerja untuk Independence, namun dia

tidak bisa tinggal di sana karena artikelnya sering menyebabkan korannya dikembalikan di perbatasan Prancis. Mereka kembali ke Amsterdam beberapa hari sebelumnya, karena Pria Berselendang akan memperoleh pekerjaan di sini. (MH:65)

Di samping hubungan Droogstoppel dengan Pria Berselendang, Droogstoppel berhubungan dengan Stern, Frits, dan Marie. Stern adalah kolega Droogstoppel dalam bisnis kopi di Jerman yang kemudian tinggal dan bekerja di badan usahanya di Amsterdam. Sebaliknya, Frits dan Marie adalah putra-putri Droogstoppel yang bertugas membantu menuliskan isi parsel Pria Berselendang. Keempat orang ini bersepakat berbagi kerja untuk menuliskan isi parsel Pria Berselendang. Di sinilah Droogstoppel mengalami ambivalensi dari profesi kemakelaran kopi yang tidak mau menjadi pengarang akhirnya terpengaruh menjadi pengarang. Akan tetapi, dia tetap tidak mau mencantumkan namanya di sampul depan buku tersebut. Kesepakatan kerja sama terlihat dalam nota kesepahaman yang mereka buat berikut ini.

Nota Kesepahaman Penulisan Novel8

1. Bahwa Stern harus menghasilkan beberapa bab untuk buku saya tiap minggu; 2. Bahwa saya tidak boleh mengubah apa pun yang ditulis;

3. Bahwa Frits akan mengoreksi tata bahasanya;

4. Bahwa saya harus diberi hak untuk menulis satu bab tersendiri dari waktu ke waktu, untuk memberikan kesan terhormat;

5. Bahwa ini harus dinamakan: “Pelelangan Kopi oleh Perusahaan Dagang Belanda”;

6. Bahwa Marie harus membuat salinan yang bersih dan bagus untuk mesin pencetak, namun kami harus bersabar dengannya pada hari di mana cucian tiba di rumah;

7. Bahwa tiap bab yang telah selesai harus dibaca dengan lantang tiap minggu di pesta;

8. Bahwa segala hal tak bermoral harus dihindarkan;

9. Bahwa nama saya tidak boleh muncul di halaman judul, karena saya adalah makelar;

10.Bahwa Stern harus diberi kuasa untuk menerbitkan terjemahan buku saya dalam bahasa Jerman, Prancis dan Inggris, -karena dia bersikeras- karya

seperti ini lebih baik dipahami oleh negara-negara asing dibandingkan oleh negara kita;

11.(Stern meminta dengan tegas mengenai ini) Bahwa saya harus mengirimkan

satu rim kertas, satu gros (± 12 lusin) pena, dan sebotol tinta pada Pria Berselendang.

Nota kesepahaman yang dibuat oleh Droogstoppel memberi indikasi keseriusan Droogstoppel untuk membuat buku tentang isi parsel Pria Berselendang. Bahkan, Droogstoppel mau mencantumkan butir perjanjian tentang kesediaannya mengirim kertas, pena, dan tinta kepada Pria Berselendang dengan maksud Pria Berselendang dapat menuliskan informasi tentang Hindia Belanda, terutama berkaitan

8 Multatuli,

ibid., p. 61. Judul “Nota Kesepahaman Penulisan Novel’ berasal dari peneliti. Penulisan

judul ini didasarkan pada penjelasan Multatuli sebelum dan setelah uraian butir kesepakatan yang dijadikan pedoman dalam penulisan novel. Pada novel, sebelum penguraian kesebelas butir kesepakatan tersebut ditulis, “Maka kami setuju:” dan setelah butir 11 tertulis, “Saya mengizinkan semuanya, karena buku saya sangat mendesak.”

dengan kopi sebagai barang dagangan utamanya. Keseriusan Droogstoppel tidak disia-siakan oleh Stern, Frits, dan Marie sehingga menarik perhatian Pria Berselendang untuk datang menemui mereka. Pertemuan mereka dengan Pria Berselendang membuat mereka memahami dengan baik siapa sebenarnya Pria Berselendang itu. Pria Berselendang yang dipecat dari pekerjaannya di Hindia Belanda bernama Max Havelaar. Struktur tubuh Havelaar terdeskripsi dalam kejadian berikut ini.

Havelaar adalah seorang pria berusia tiga puluh lima tahun. Tubuhnya langsing dan gerakannya cekatan. Tak ada yang luar biasa dari penampilannya kecuali bagian atas bibirnya yang pendek dan suka bergerak-gerak, dan mata besarnya yang berwarna biru pucat, yang tampak seperti melamun jika dia sedang dalam perasaan tanang, namun menembakkan api jika dia menemukan sebuah ide bagus. Rambutnya lurus tergerai panjang dan lembut di pelipisnya, dan saya sangat memahami bahwa bagi orang yang baru pertama kali melihatnya akan memperoleh kesan bahwa mereka berhadapan dengan salah satu orang di bumi baik di kepala dan di jiwanya. (MH:101)

Sebelum mereka bertemu dengan Pria Berselendang, Droogstoppel telah bertemu dengan Ny. Havelaar, Tina. Dari pertemuan itu, Droogstoppel mengetahui bahwa Ny. Havelaar merupakan wanita yang tidak cantik secara fisik tetapi memiliki karakter yang menyenangkan dan dapat bergaul dengan kelas sosial yang lebih tinggi maupun lebih rendah. Hal ini dapat diidentifikasi dari kejadian berikut ini.

Bagaimanapun, karena saya telah memulai menerangkan, saya beritahu Anda bahwa Ny. Havelaar tidak cantik, namun caranya memandang dan berbicara memiliki sesuatu yang sangat menyenangkan, dan dengan sikapnya yang santai tanpa batasan dia memberikan bukti tepat tentang masuk ke masyarakat dan berhubungan dengan kelas sosial tertinggi. Dia tidak memiliki sikap sopan santun kelas menengah yang kaku dan tidak menyenangkan, yang mana bayangan itu akan terganggu sendiri dan menambah sebuah kejengahan dengan sudut pandang memberi “perbedaan sikap”; karena dia telah menikah,

namun sedikit bergengsi demi tampilan luar yang tampaknya memiliki nilai bagi beberapa wanita lain. (MH:100)

Tina sebagai istri Havelaar telah kehilangan kedua orang tuanya sejak kecil dan hidup menumpang di rumah keluarga orang tuanya. Di tengah kemiskinan Tina, Havelaar menemukan surat dan memo yang menunjukkan keluarga istrinya adalah orang kaya. Bahkan, buyutnya adalah kapten kavaleri di kesatuan Duke of York dan

kakeknya hidup sangat makmur di Switzerland. Riwayat keluarga mereka yang kaya tidak mengubah kesederhanaan Tina dan Havelaar.

Struktur tubuh dan ras tokoh cerita MH memberi dasar relasi gender, baik

dalam kehidupan Droogstoppel maupun Havelaar yang juga tampil sebagai Pria Berselendang. Droogstoppel tampil sebagai pria Belanda yang menempatkan relasi gender dalam moralitas Kristen, terutama dalam tindakan yang menimbulkan pandangan tidak bermoral, seperti tindakan Frits mencium Betsy Resemeyer. Hal ini terungkap dalam tindakan Droogstoppel menasihati Frits berikut ini.

“Frits, aku tidak senang dengan sikapmu! Aku selalu menunjukkan jalan yang benar padamu, namun kau telah menyimpang dari itu. Kau angkuh dan membosankan, kau menulis syair, dan kau telah memberi sebuah ciuman pada Betsy Rosemeyer. Takut pada Tuhan adalah awal dari kebijaksanaan, maka kau tidak boleh mencium Rosemeyer, dan kau tidak boleh angkuh. Tindakan amoral mengantarkan kita menuju neraka, anakku. Bacalah Injil, dan sadari bahwa Pria Berselendang! Dia telah meninggalkan jalan Tuhan; sekarang dia miskin, dan tinggal di loteng yang menyedihkan... lihat, semua itu adalah akibat dari tindakan amoral dan asusila!” (MH:161-162)

Bahkan, Droogstoppel mengutip isi Injil untuk memperkuat nasihatnya, sebagaimana dideskripsikan pengarang berikut ini, “Itulah cara saya menasihatinya; dan saya yakin telah memengaruhinya, khususnya seperti Parson Blatherer yang

memilih subjek pembicaraannya: ‘Kasih Tuhan, dinyatakan melalui kemarahan-Nya pada yang tidak percaya’, berdasarkan teguran Samuel pada Saul: I Sam. XV: 33.”

(MH:163) Kebiasaan Droogstoppel mengaitkan apa yang dilakukannya dengan ajaran

Kristen memiliki latar belakang pendidikan keluarga di mana orang tua Droogstoppel menginginkan anaknya menjadi pendeta. Alih-alih menjadi pendeta sekarang menjadi makelar kopi dan menghadapi tantangan menjadi penulis.

Kedekatan Droogstoppel dengan ajaran Kristen memiliki relevansi dengan kedekatan Havelaar dalam menjalankan tugas pemerintahan di Hindia Belanda. Havelaar sebagaimana layaknya pejabat tinggi Hindia Belanda mengucapkan sumpah jabatan atas nama Tuhan. Oleh karena itu, Havelaar berusaha menjalankan tugas dengan tetap mengingat Tuhan dan menghormati sesama manusia.

Benturan relasi gender antara peradaban Belanda dan Hindia Belanda terjadi sejak awal kedatangan Havelaar di Lebak. Benturan peradaban itu memperlihatkan dominasi gender laki-laki. Hal ini terlihat dalam akhir basa-basi yang dilakukan penumpang kereta yang membawa Havelaar dan rombongan ke Lebak di mana perempuan mempersilakan laki-laki maka laki-laki pun tampil terlebih dahulu. Hal ini terlihat dari saling mempersilahkan antara laki-laki dan perempuan dalam dialog sebagai-berikut:

Saat ini saya tidak tahu apakah, di dalam kereta yang berhenti di depan

pendopo, ada sesuatu yang menentang “pemutusan kesinambungan”. Namun

jelas dibutuhkan waktu lama bagi apa saja untuk muncul. Konflik kehormatan tampaknya akan muncul. Orang dapat mendengar kata-kata: “Anda duluan, Ny. Havelaar!” dan “Residen!” Bagaimanapun, akhirnya seorang pria keluar.... (MH:97)

Relasi gender dalam novel MH tidak berhenti sampai ungkapan saling

mempersilahkan dalam menghormati martabat perempuan. Hal itu disebabkan novel ini memperlihatkan kejadian yang kontradiktif antara “laki-laki terhormat” dan “perempuan pendamping laki-laki terhormat”. Peristiwa pertama, Havelaar berposisi melindungi istrinya sehingga mengulurkan tangannya pada seorang wanita pada saat turun dari kereta. Peristiwa pertama ini diikuti oleh peristiwa kedua di mana Havelaar bergeming di depan pintu kereta menunggu perempuan tua yang berstatus pembantu rumah tangga turun dari kereta. Kedua peristiwa tersebut dapat diidentifikasi dari kutipan berikut ini.

Dengan sopan dia mengulurkan tangannya pada seorang wanita, untuk membantu dia turun dari kereta; dan ketika wanita itu telah mengambil seorang anak, bocah laki-laki berambut lurus berusia sekitar tiga tahun, dari seorang laki-laki yang masih duduk di dalam, mereka memasuki pendopo.

Setelah mereka turunlah pria kedua yang baru saja saja diceritakan, dan orang-orang yang cukup mengetahui Jawa akan menyadari adanya keanehan dari fakta bahwa, dia menunggu di pintu kereta untuk membantu seorang

babu tua Jawa ke luar. Sementara, tiga pembantu lainnya telah melepaskan

diri dari lemari kulit mengkilat yang terikat di belakang kereta seperti tiram muda di punggung ibunya. (MH:97-98)

Tindakan Havelaar yang tidak membedakan perlakuan laki-laki terhormat dalam membantu perempuan mengindikasikan Havelaar sebagai pemimpin yang adil dan bijaksana. Padahal, pembantu yang berusia tua tidak seproduktif pembantu yang berusia muda sehingga tidak banyak pekerjaan yang dapat dikerjakannya. Bahkan, untuk urusan pengasuhan anak, Ny. Havelaar mengasuh sendiri anak-anaknya. Kejadian tersebut terekam dalam deskripsi berikut ini.

Babu yang dia bantu keluar dari kereta, mewakili semua babu di Hindia

saya tidak perlu memberitahu seperti apa tampangnya. Dan jika Anda tidak tahu, saya tidak bisa memberitahu. Hanya ada ini yang bisa membedakannya dengan perawat wanita lain di Hindia... bahwa pekerjaannya sangat sedikit. Karena Ny. Havelaar merupakan teladan dalam mengasuh anak, dan apa saja yang harus dilakukan untuk atau dengan Max Kecil dia lakukan sendiri, hal yang sangat menakjubkan bagi wanita lain, yang tidak setuju seorang ibu menjadi “budak bagi anaknya”. (MH:107)

Cara Havelaar menempatkan perempuan dalam konteks relasi gender yang bermartabat tidak hanya terjadi di Hindia Belanda melainkan juga di Kerajaan Belanda. Tindakan Havelaar tersebut mendapat dukungan dari Tina, istrinya. Bahkan, Tina telah mengasosiasikan diri dalam diri Havelaar sehingga dapat memahami kehendak suaminya. Misalnya, ketika Havelaar meminta Tina untuk menghemat maka Tina menanggapi permintaan itu sebagai peringatan dan bukan untuk mencela. Dukungan istri terhadap tindakan suami yang diperankan oleh Tina bertolak dari karakter manusia Belanda yang diinginkan oleh Raja Belanda. Hal ini terdeteksi dalam dialog batin Tina menghadapi kondisi keuangan keluarga dalam hubungannya dengan kehendak menyenangkan orang lain, sebagaimana terjadi dalam kutipan berikut ini.

Ya, dia telah memberikan persetujuan pada suaminya untuk membawa dua

wanita miskin, yang tinggal di Nieuwstraat dan belum pernah meninggalkan Amsterdam dan belum pernah mengalami “darmawasata”, mengelilingi pasar malam di Harleem, pada alasan lucu yang telah dibebankan Raja padanya: “menyenangkan wanita tua yang hidup dalam kehidupan ideal”. (MH:126)

Tina yang memiliki garis keturunan orang kaya dan menjadi istri pejabat tinggi Belanda pun mempertahankan kehormatannya tersebut. Oleh karena itu, Tina mempertanyakan Droogstoppel yang memanggilnya Juffrouw sewaktu akan bertemu

merupakan istilah yang ditujukan pada semua wanita pekerja dan dari kelas menengah yang bermakna “Nona”, tidak peduli apakah mereka masih lajang atau telah menikah. Di samping istilah Juffrouw terdapat istilah Mevrouw yang bermakna

“Nyonya” untuk mereka yang menikahi orang kaya.

Penggunaan istilah Juffrouw dalam relasi gender Droogstoppel dengan Tina

mendapat kritik tajam dari anaknya, Max Kecil. Kecerdasan dan sikap kritis dalam menempatkan diri yang mengalir dari orang tua membuat Max Kecil menginginkan perlakuan yang sama dari Droogstoppel, meskipun orang tuanya tidak menjadi Asisten Residen lagi. Bahkan, pada saat itu bertempat tinggal di kawasan orang-orang miskin di Amsterdam. Sikap kritis Max Kecil terdapat dalam kejadian berikut ini.

“Tuan, mengapa kau memanggil Mama “Juffrouw”?”

“Apa maksudmu, bocah?” kata saya. “Saya harus memanggil dia apa?”

“Mengapa... sama dengan panggilan orang-orang lainnya! Wanita di bawah tanggal adalah “Juffrouw”, dia menjual cangkir dan cawan.”

[...] Setiap orang harus tahu posisinya, dan terlebih lagi, baru kemarin juru sita telah mengambil semua barang yang berharga. Maka saya berpendapat bahwa “Juffrouw” saya cukup benar, dan tetap bertahan pada itu. (MH:65)

Sikap kritis Max Kecil memberi indikasi bahwa relasi gender dalam novel

MH terjadi pada semua golongan. Havelaar sekeluarga menempatkan relasi gender

secara bermartabat dengan menghapus sekat-sekat yang menghalangi relasi gender “orang-orang terhormat” dan “pembantu orang-orang terhormat”. Di dalam novel

MH, orang-orang terhormat adalah elite birokrasi pemerintahan dan para bangsawan

sedangkan pembantu orang-orang terhormat adalah babu dan masyarakat petani yang wajib membayar pajak meski tidak memiliki kemampuan untuk itu.

4.2.1.1.3 Struktur Ruang dan Waktu

Secara umum, struktur ruang dalam novel MH karya Multatuli memiliki

kesejajaran dengan struktur waktu kejadian dalam novel ini. Struktur ruang dalam novel ini diidentifikasi atas dua latar geografis, yakni secara geografis dan lokalitas. Secara geografis, kejadian dalam novel MH berlangsung di Belanda (Netherlandche)

dan Indonesia (Hindia Timur; Hindia Belanda) sedangkan secara lokalis lebih banyak

berada di dalam gedung dan di luar gedung yang terdapat di Amsterdam, Natal, Padang, Rangkas Bitung, dan Batavia. Ruang Kota Amsterdam berposisi sebagai kota tempat kejadian berlangsung pada konteks waktu sekarang dan waktu lampau, sedangkan Natal, Padang, Rangkas Bitung, dan Batavia berposisi sebagai kota tempat kejadian berlangsung pada konteks waktu lampau.

Struktur ruang Kota Amsterdam dihadirkan oleh Multatuli sebagai ruang kota tempat berlangsung tindakan dan kejadian, baik pada waktu kekinian maupun waktu lampau. Struktur ruang Kota Amsterdam pada masa kekinian terdeteksi pada kesibukan di Pasar Transaksi, tempat Droogstoppel sebagai tokoh cerita MH

berdagang kopi. Di tempat ini dapat diidentifikasi berbagai karakter manusia yang cekatan dan cenderung licik dalam menjalankan usahanya. Hal ini dapat diidentifikasi

Dokumen terkait