• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masyarakat di Propinsi Nanggro Aceh Darussalam terdiri dari delapan sub etnis (suku bangsa). Kondisi sosial budaya masyarakat dapat dilihat dari sistem kekerabatan kelompok keluarga masyarakat, dalam hal ini yang paling dominan adalah masyarakat suku bangsa Aceh, Gayo, dan Aneuk Jamee. Masyarakat umumnya menganut sistim keluarga batih. Rumah tangga terdiri atas keluarga kecil yaitu ayah, ibu dan anak yang belum kawin. Ayah dan ibu dalam keluarga

batih mempunyai peranan penting untuk mengasuh keluarga sampai dewasa. Penanaman ini sudah menjadi tanggung jawab ayah dan ibu meliputi segala kebutuhan keluarga akan sandang dan pangan, kesehatan dan pendidikan.

Masyarakat Aceh menarik garis keturunan berdasarkan prinsip bilateral yang memperhitungkan hubungan kekerabatan, baik melalui garis ayah maupun garis ibu. Kerabat-kerabat dari ayah disebut wali atau Biek. Apabila ayah meninggal dunia yang bertanggung jawap atas anaknya adalah wali, dan garis keturunan dari pihak ibu disebut sarong atau koy.

Dalam suatu masyarakat terdapar golongan paling atas yang disebut dengan lapisan elit dan lapisan paling bawah disebut dengan lapisan biasa atau orang kebanyakan. Masyarakat Aceh mengenal adanya lapisan sosial pada masa lalu. Tradisi sistem kepemimpinan pada masa lalu terwujut dalam satu struktur mulai dari gampong (desa), mukim (kumpulan desa desa), daerah Uleebalang (distrik), daerah sagoe (kumpulan beberapa mukim), sampai kepada sultan. Dalam kepemimpinan tingkat gampong dikenal tiga unsur utama yang menjalankan pemerintahan, yakni :

» pertama keuchik yaitu kepala gampong . Jabatan ini bersifat turun temurun dan diresmikan oleh uleebalang. Keuchik berkewajiban untuk menjaga ketertiban, keamanan dan adat istiadat dalam desanya, berusaha untuk memakmurkan kampong, memberi keadilan dalam perselisihan perselisihan.

» Unsur kedua Teungku meunasah atau imum meunasah, merupakan pimpinan dalam keagamaan, mulai dari mengajar mengaji Alquran kepada anak-anak dan menanamkan dasar-dasar ketauhidan, memimpin berbagai upacara keagamaan pada hari-hari besar Islam, hingga membacakan doa dalam kenduri kenduri.

» Unsur ketiga adalah tuha peut yaitu dewan orang tua yang banyak pengalaman dan paham tentang soal adat dan agama. Tuha peut atau

ureung Tuha berperan memberi nasehat kepada Keuchik dan Imeum

Berdasarkan pendekatan historis, lapisan masyarakat Aceh yang paling menonjol dapat dikelompokkan pada dua golongan, yaitu golongan umara dan

golongan ulama. Umara

1.

dapat diartikan sebagai pemerintah atau pejabat pelaksana pemerintah dalam satu unit wilayah kekuasaan. Contohnya seperti jabatan :

Sultan yang merupakan pimpinan atau pejabat tertinggi dalam unit

pemerintahan kerajaan. 2.

Panglima Sagoe

3.

(Panglima Sagi) yang memimpin unit pemerintahan Sagi. Uleebalang

4.

sebagai pimpinan unit pemerintah Nanggroe (negeri). Kepala Mukim

5.

yang menjadi pimpinan unit pemerintahan Mukim.

Keuchiek atau Geuchiekyang menjadi pimpinan pada unit pemerintahan

Gampong (kampung). Struktur kepemimpinan Masyarakat Aceh tersebut

dapat dilihat pada Gambar berikut ini:

Gambar 2.1 Struktur Kepemimpinan Masyarakat Aceh SULTAN

Ulama

Qadhi Uleebalang

Sayed

Umara

Imum Mukim Uleebalang

Panglima Sagoe Mukim Geuchiek Teungku-Teungku Teungku Meunasah Syarifah Habib

Keseluruhan pejabat tersebut di atas, dalam struktur pemerintahan di Aceh pada masa dahulu dikenal sebagai lapisan pemimpin adat, pemimpin keduniawian, atau kelompok elite sekuler.Sementara golongan ulama yang menjadi pimpinan yang mengurusi masalah-masalah keagamaan (hukom atau syariat Islam) dikenal sebagai pemimpin keagamaan atau masuk kelompok elite religius, Oleh karena para ulama ini mengurusi hal-hal yang menyangkut keagamaan, maka mereka haruslah seorang yang berilmu, yang dalam istilah Aceh disebutUreung Nyang Malem

1.

,dengan demikian tentunya sesuai dengan predikat/sebutan ulama itu sendiri yang berarti para ahli ilmu atau para ahli pengetahuan. Adapun golongan atau kelompok Ulama ini dapat disebutkan, yaitu :

Qadli (kadli), yaitu orang yang memimpin pengadilan agama atau yang dipandang mengerti mengenai hukum agama pada tingkat kerajaan dan juga pada tingkat Nanggroe yang disebut

2.

Kadli Uleebalang. Imum Mukim (Imam Mukim)

3.

, yaitu yang mengurusi masalah keagamaan pada tingkat pemerintahan mukim, yang bertindak sebagai imam sembahyang pada setiap hari Jumat di sebuah mesjid pada wilayah mukim yang bersangkutan.

Teungku-teungku, yaitu pengelola lembaga-lembaga pendidikan keagamaan

seperti dayah dan rangkang, juga termasuk murid-muridnya. Bagi mereka yang sudah cukup tinggi tingkat keilmuannya, disebut dengan istilah

4.

Teungku Chiek.

Teungku Meunasah, yang memimpin masalah-masalah yang berhubungan

dengan keagamaan pada satu unit pemerintah Gampong

Selain pembagian atas kedua kelompok tersebut, yang paling menonjol dalam masyarakat Aceh tempo doeloe, terdapat lapisan-lapisan lain seperti kelompok Sayed yang bergelar habib untuk laki-laki dan Syarifah untuk perempuan. Kelompok ini dikatakan berasal dari keturunan suku Quresy.Jadi kelompok Sayed ini juga merupakan lapisan tersendiri dalam masyarakat Aceh Sudirman et al.,(2008).

2.6 Mata Pencaharian

Mata pencaharian masyarakat Aceh di Kecamatan Gandapura pada umumnya adalah petani dan hanya sebahagian kecil saja yang memiliki mata pencaharian sebagai Buruh Swasta, PNS, Industri Rumah Tangga, dan Pedagang, hal ini disebabkan karena kegiatan berladang dan mencari ikan merupakan kegiatan utama untuk memenuhi kebutuhan mereka dan sudah menjadi budaya yang sulit ditinggalkan. Sesuai dengan keadaan ekosistemnya maka di Kecamatan Gandapura komoditas yang cocok adalah tumbuhan palem-paleman (Arecaceae) dan ikan, karena berada didaerah pinggir pantai yang bernilai ekonomis tinggi dan sebagai sumber pendapatan utama.

2.7 Pemanfaatan Tumbuhan dalam Masyarakat Aceh

Pemanfaatan tumbahan pada masyarakat Aceh sangatlah banyak seperti diantaranya dalam setiap upacara adat, baik upacara perkawinan, dan sunatan rasul dan lain-lain yang bersangkutan dalam urusan adat. Masyarakat Aceh menggunakan jenis tumbuhan dari Arecaceae seperti daun kelapa muda digunakan dalam pembuatan janur yang berfungsi untuk memberi tanda tempat pesta yang diletakkan dipinggir jalan, kemudian digunakan untuk pembuatan ketupat pada hari lebaran, juga kelapa yang sudah tumbuh sebagai bawaan pengantin pria yang diserahkan untuk pengantin wanita, juga pada acara empatpuluh empat hari bayi turun tanah buah kelapa dibelah diatas bayi dan dimandikan dengan air kelapa. Seperti juga pinang sirih untuk menyirih, pada mayarakat Aceh identik dengan tapak sirih atau cerana, pada jaman dahulu setiap rumah orang Aceh pasti memiliki tapak sirih karena mengunyah daun sirih menggunakan pinang suatu kebiasaan yang sudah mentradisi sejak dahulu, pinang sirih juga digunakan dalam upacara adat dan untuk menyambut tamu.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Deskripsi Area

Gandapura adalah sebuah kecamatan di dalam kabupaten Bireuen. Kantor ibu kota Kecamatan ini terletak diantara pesisir pantai dan pegunungan. Kecamatan ini memiliki luas wilayah sekitar 3,615 Ha dan terdapat 40 desa dengan jumlah penduduk 21,359 jiwa (Yusrizal,. 2012). seperti terlihat pada Tabel berikut :

Tabel 3.1 Deskripsi Wilayah dan Demografi Lokasi Penelitian

NO DESA LD JP (jiwa) Mata pencaharian PL

LK Pr PTN Nly PDG IRT PNS BPS LL S B S 1 Cot Rambat 100 91 91 93 - 1 8 8 15 - 38 62 2 Ujong Bayu 100 152 177 180 - 6 2 3 1 15 40 60 3 Pante Sikumbong 100 135 160 85 - 6 1 14 6 39 36 64 4 Lapang Barat 75 363 378 47 22 20 12 28 14 10 21 54 JUMLAH 375 741 806 405 22 33 23 53 36 64 135 240 Keterangan

LD = Luas Desa IRT = Industri Rumah Tangga JP = Jumlah Penduduk PNS = Pegawai Negeri Sipil LL = Laki Laki BPS = Buruh Pegawai Swasta

Pr = Perempuan LL = Lain-Lain

PTN = Petani PL = Penggunaan Lahan NLY = Nelayan S = Sawah

PDG = Pedagang BS = Bukan Sawah

Penelitian ini mengambil 4 desa sebagai lokasi penelitian yaitu desa Lapang Barat, Cot Rambat, Pante Sikumbong dan Ujong Bayu. Flora jenis tumbuh - tumbuhan di Kecamatan Gandapura dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu tumbuh - tumbuhan yang dibudidayakan oleh penduduk, tumbuh - tumbuhan yang hidup dikawasan hutan dan tumbuh-tumbuhan yang dibeli dari tempat lain. Tumbuh - tumbuhan yang dibudidayakan antara lain padi, mangga, rambutan kacang panjang, kelapa, pinang, sawit, dan sebagainya.Di kawasan hutan terdapat berbagai jenis tumbuh- tumbuhan seperti kayu Merante, Barat daya, Jeumpa,

Sentang, Durian, Sangen, Semarang, Jati, Damasui, dan lain lain. Sedangkan

berbagai jenis palem. Fauna alam di Kecamatan Gandapura cukup beragam, binatang yang diternakkan penduduk antara lain sapi, kambing atau domba, kerbau, dan ternak unggas.

Kecamatan Gandapura berbatasan dengan: > Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka.

> Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Makmur. > Sebelah Tumur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Utara.

> Sebalah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kuta Blang, peta Gandapura seperti terlihat berikut:

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014 sampai bulan April 2014. Lokasi penelitian terletak di Kecamatan Gandapura Kabupaten Bireuen Propinsi Aceh, yang terdiri dari desa Lapang Barat, Cot Rambat, Pante Sikumbong dan Ujong Bayu.

Dokumen terkait