• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Tumbuhan Palem–Paleman (Arecaceae) Pada Masyarakat Aceh Di Kecamatan Gandapura Kabupaten Bireuen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Tumbuhan Palem–Paleman (Arecaceae) Pada Masyarakat Aceh Di Kecamatan Gandapura Kabupaten Bireuen"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN TUMBUHAN PALEM - PALEMAN

(

Arecaceae

) PADA MASYARAKAT ACEH DI

KECAMATAN GANDAPURA

KABUPATEN BIREUEN

TESIS

Oleh :

CUT ROSWITA

127030013

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PEMANFAATAN TUMBUHAN PALEM - PALEMAN (Arecaceae) PADA

MASYARAKAT ACEH DI KECAMATAN GANDAPURA

KABUPATEN BIREUEN

TESIS

Diajukan Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Sain dalam Program Studi Magister Biologi pada Program Pascasarjana Fakultas

Matematikadan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : PEMANFAATAN TUMBUHAN PALEM - PALEMAN (Arecaceae) PADA MASYARAKAT ACEH DI KECAMATAN GANDAPURA KABUPATEN BIREUEN

Nama Mahasiswa : Cut Roswita

NIM : 127030013

Program Studi : Magister Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing :

Pembimbing 1 Pembimbing II

Dr.T. Alief Aththorik. M. Si Dr. Nursahara Pasaribu. M. Sc

NIP: 196909 19199903 1 002 NIP: 19630123 199003 2 001

Ketua Program Studi Biologi Dekan

Prof. Dr. H. Syafruddin Ilyas, M. BIOMED

(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PEMANFAATAN TUMBUHAN PALEM – PALEMAN (Arecaceae) PADA MASYARAKAT ACEH DI KECAMATAN GANDAPURA KABUPATEN

BIREUEN

TESIS

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya di jelaskan

sumbernya dengan benar.

Medan, 19 Desember 2014

(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Cut Roswita

NIM : 127030013

Program Studi : Magister Biologi Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-exlusive Free Right) atas Tesis saya yang berjudul:

Pemanfaatan Tumbuhan Palem–Paleman (Arecaceae) Pada Masyarakat Aceh Di Kecamatan Gandapura Kabupaten Bireuen

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif Ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih data, memformat, mengelola dalam bentuk data base, merawat dan memplublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan 19 Desember 2014

(6)

Telah diuji pada

Tanggal : 19 Desember 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. T. Alief Aththorick M.Si

Anggota : 1. Dr. Nursahara Pasaribu M.Sc

2. Prof. Dr. Syafruddin Ilyas M. Biomed

3. Dr. Suci Rahayu M.Si

(7)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Cut Roswita

Tempat Dan Tanggal Lahir : Lampoh Saka 19 November 1979

Alamat Rumah : Jl. Sunggal Gg Camar. Medan

Telepon : 082368581979

e-mail

Instansi Tempat Bekerja : Madrasah Tsanawiah Swasta Darul

Ulum Lhok Mon Puteh Kota

Lhoksemawe. Aceh

DATA PENDIDIKAN

MIN : MIN GANDAPURA TAMAT : 1992

AL FURQAN : BAMBI. SIGLI TAMAT : 1995

MAN : BIREUEN TAMAT : 1999

Strata-1 : UNIVERSITAS AL MUSLIM TAMAT : 2007

(8)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-NYA Tesis ini dapat diselesaikan. Dengan selesainya tesis ini, perkenenkanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesat-besarnya kepada:

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, M.Sc. atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara. Ketua Program Studi Magister Biologi, Prof. Dr. Syafruddin Ilyas M. Biomed sekaligus penguji 1 beserta seluruh staf pengajar pada Program Studi Magister Biologi Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tidak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada Dr. T. Alief Aththorick, M.Si selaku dosen pembimbing 1 dan Dr. Nursahara Pasaribu M. Sc selaku dosen pembimbing II serta Dr. Suci Rahayu M. Si selaku dosen penguji II yang dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing penulis hingga selesainya tesis ini.

Kepada suami tercinta Saiful Anwar dan anak tersayang Haiqal Rivalqi, Cut Putri Miftahul Riska dan Khairurraju atas semua do'a, dukungan, dan pengorbanan kalian baik berupa moril dan materil, budi baik ini tidak dapat dibalas hanya diserahkan kepada ALLAH SWT. Kepada kedua orangtua serta seluruh keluarga untuk semua do'a, dukungan dan semangat yang diberikan. Kepada Afrida Fattia Rosannah S.pd, Nurbaiti, S.pd, Mutia, S.pd, yang telah banyak membantu penulis dalam menjalankan penelitian ini di lapangan semoga sukses selalu, Rusdi Machrizal yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini, terima kasih atas tenaga dan waktu yang telah diberikan, dan semua masyarakat Gandapura yang membantu dalam proses pengambilan data sehingga penulis bisa menyelesaikan tesis ini.

Penulis

(9)

ABSTRAK

Penelitian pemanfaatan tumbuhan palem oleh masyarakat Aceh di Gandapura telah dilaksanakan dari bulan Januari sampai bulan April 2014. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner, wawancara semi terstruktur dan bebas mendalam (open ended) pada berbagai kelompok umur. Hasil penelitian menunjukkan 13 jenis tumbuhan palem yang dimanfaatkan oleh masyarakat Aceh di Gandapura. Pemanfaatan 13 jenis tumbuhan tersebut terdiri dari 7 jenis sebagai bahan pangan, 7 jenis sebagai bahan kerajinan, 5 jenis sebagai bahan bangunan, 7 jenis untuk pengobatan tradisional, 2 jenis untuk upacara adat dan 5 jenis tumbuhan hias. Untuk mengetahui pemanfaatan keanekaragaman jenis tumbuhan dilakukan analisis tingkat kepentingan suatu jenis tumbuhan bagi masyarakat yaitu dengan menghitung Index of Cultural Significance (ICS). Nilai ICS tertinggi terdapat pada tumbuhan Cocos nucifera yaitu 293, diikuti Areca catechu dan

Arenga pinnata dengan nilai 113 dan 111.

(10)

Abstract

The utilization of palm by Aceh people in the subdistrict of Gandapura has been studied from January until Apri 2014. Research was conducted using questionair and semi-structured and depth interviews on different ages. There are thirteen species of palms that are used by Aceh people for many porposes., utilization of 13 species of plants consisted of, 7 spesies were used for food, 7 species for material handicrafts, 5 spesies for building materials, 7 species for traditional medicines, 2 species for tradisional customes, and 5 species for ornamental plants. To know the utilization of spcies diversity, the importance of palm species to the community was analyzed with Index of Cultural Significance

(ICS). The lighest value of ICS is found on Cocos nucifera (293) followeld by

Areca catechu and Arenga pinnata with their ICS number are 113 and 11, respectively.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB. 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB. 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Botani ... 4

2.2 Pemanfaatan Arecaceae Secara Umum ... 12

2.3 Sejarah Asal Usul Nama Aceh ... 13

2. 4 Adat Budaya Masyarakat Aceh... 15

2.5 Struktur Kepemimpinan Masyarakat ... 17

2. 6 Mata Pencaharian ... 21

2. 7 Pemanfaatan Tumbuhan dalam Mayarakat Aceh ... 21

BAB. 3 METODE PENELITIAN ... 22

3. 1 Deskripsi Area ... 22

3. 2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

3.3 Alat dan Bahan ... 24

3.4 Populasi dan Sampel ... 24

(12)

BAB 4. HASI DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1. Pengetahuan Masyarakat Aceh di Kecamatan Gandapura dalam Mengenal Tumbuhan Palem-paleman ... 31

4.2 Keanekaragaman Spesies Tumbuhan ... 32

4.3 Pemanfaatan Tumbuhan Berdasarkan Bagian ... 34

4.4 Pemanfaatan Tumbuhan berdasarkan Kelompok Kegunaan ... 36

4.4.1 Tumbuhan sebagai bahan pangan ... 38

4.4.2 Tumbuhan penghasil alat, anyaman dan kerajinan ... 42

4.4.3 Tumbuhan untuk bahan bangunan ... 46

4.4.4 Tumbuhan obat ... 48

4.4.5 Tumbuhan untuk upacara adat ... 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

5.1 Kesimpulan ... 58

5.2 Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(13)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Deskripsi wilayah dan demografi lokasi penelitian ... 22

2. Jenis-jenis tumbuhan yang dimanfaatkan ... 32

3. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan ... 36

4. Beberapa spesies tumbuhan penghasil pangan ... 38

5. Beberapa spesies tumbuhan penghasil alat, anyaman dan kerajinan ... 43

6. Beberapa spesies penghasil bahan bangunan ... 46

7. Beberapa spesiestumbuhan obat ... 48

8. Tumbuhan bahan upacara adat ... 53

9. Beberapa spesies tumbuhan hias ... 53

(14)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Struktur kepemimpinan Masyarakat Aceh... 19

2. Peta lokasi penelitian ... 23

3. Kelapa sebagai bahan minuman dan buah kalang-kaleng ... 38

a. Kerajinan dari situek dan sabut pinang ... 41

b. Tempat eraman telur ayam dari daun iboh ... 44

c. Pembuatan sapu lidi………. 44

c. Anyaman tikar dari daun iboh ... 44

4. a. Tumbuhan lontar ... 45

b. Kerajinan tudong dari daun lontar ... 45

5. a. Anyaman bleut dari daun kelapa ... 45

b. Anyaman raga dan rengkan dari daun kelapa ... 45

6. a. Bahan-bangunan dari anyaman daun meria ... 47

b. Bahan bangunan terbuat dari pelepah meria ... 47

7 a. Utimoh……… 52

b. Tepak sirih……… 52

c. Janur………. 52

8. a. palem kuning ... 54

b. palem merah ... 54

c. palas payung ... 54

d. palem botol ... 54

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

NO HALAMAN

1.

Tabel penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu

61

2 Contoh kuesioner pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan Tumbuhan palem-paleman dalam kehidupan sehari-hari

62

3 Wawancara pengumpulan data 63

4 Biodata responden 64

5 Tabel data wawancara pemanfaatan arecaceae 65

6 Tabel data responden di Kecamata Gandapura 66

7 Tabel data responden kunci di Kecamatan Gandapura 81

8 Tabel Index of Cultural Significance ICS 82

(16)

ABSTRAK

Penelitian pemanfaatan tumbuhan palem oleh masyarakat Aceh di Gandapura telah dilaksanakan dari bulan Januari sampai bulan April 2014. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner, wawancara semi terstruktur dan bebas mendalam (open ended) pada berbagai kelompok umur. Hasil penelitian menunjukkan 13 jenis tumbuhan palem yang dimanfaatkan oleh masyarakat Aceh di Gandapura. Pemanfaatan 13 jenis tumbuhan tersebut terdiri dari 7 jenis sebagai bahan pangan, 7 jenis sebagai bahan kerajinan, 5 jenis sebagai bahan bangunan, 7 jenis untuk pengobatan tradisional, 2 jenis untuk upacara adat dan 5 jenis tumbuhan hias. Untuk mengetahui pemanfaatan keanekaragaman jenis tumbuhan dilakukan analisis tingkat kepentingan suatu jenis tumbuhan bagi masyarakat yaitu dengan menghitung Index of Cultural Significance (ICS). Nilai ICS tertinggi terdapat pada tumbuhan Cocos nucifera yaitu 293, diikuti Areca catechu dan

Arenga pinnata dengan nilai 113 dan 111.

(17)

Abstract

The utilization of palm by Aceh people in the subdistrict of Gandapura has been studied from January until Apri 2014. Research was conducted using questionair and semi-structured and depth interviews on different ages. There are thirteen species of palms that are used by Aceh people for many porposes., utilization of 13 species of plants consisted of, 7 spesies were used for food, 7 species for material handicrafts, 5 spesies for building materials, 7 species for traditional medicines, 2 species for tradisional customes, and 5 species for ornamental plants. To know the utilization of spcies diversity, the importance of palm species to the community was analyzed with Index of Cultural Significance

(ICS). The lighest value of ICS is found on Cocos nucifera (293) followeld by

Areca catechu and Arenga pinnata with their ICS number are 113 and 11, respectively.

(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Palem merupakan tumbuhan yang menarik untuk dikaji, menarik bukan saja dari

segi ilmu tumbuh-tumbuhan, melainkan juga dari segi keindahan bentuk,

keanekaragaman jenis, dan kegunaannya. Hal ini dimungkinkan karena kelompok

palem memang besar jumlahnya. Masyarakat yang ada di Kecamatan Gandapura

merupakan salah satu contoh masyarakat yang melakukan interaksi dengan alam

lingkungan sekitarnya. Ini terlihat dalam pemenuhan kebutuhan hidup mereka

memanfaatkan tumbuhan tersebut dari kelompok palem yang terdapat di

lingkungan tempat tinggalnya

Begitu banyaknya manfaat palem yang digunakan oleh masyarakat,

membuat tumbuhan ini semakin lama semakin sedikit penyebarannya, disebabkan

kurangnya pengetahuan masyarakat dalam melestarikan tumbuhan tersebut, disini

perlunya perkembangan pengetahuan tentang dunia tumbuhan seiring dengan

perkembangan kebutuhan manusia itu sendiri. Kemajuan teknologi terutama

transportasi dan komunikasi secara tidak langsung telah mengubah pola pikir

manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Perubahan ini akan

berlaku pula pada pengetahuan masyarakat dalam memanfaatkan tumbuhan,

terutama tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisional (Indaryani et al.,2002). Pemanfaatan tradisional dan spesifik sumber daya alam hayati khususnya jenis-jenis palem sangatlah penting untuk dikaji dalam pengembangan

dan pelestarian di masa depan, melihat tumbuhan palem yang ada di Kecamatan

Gandapura pelestariannya kurang dikembangkan, disinilah perlunya ilmu

etnobotani.

Studi etnobotani tidak hanya mengumpulkan tumbuhan berguna, mencatat

nama lokal dan cara pemanfaatannya, tetapi perlu diperluas dengan pendekatan

disiplin antar ilmu botani dengan ilmu sosial. Penekanan yang dilakukan secara

interdisipliner akan dapat memecahkan masalah yang mencakup aspek sosial

(19)

dan pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari. Melalui kajian etnobotani akan

terungkap cara berpikir masyarakat tentang kebijakan dalam pemanfaatan

budidaya, konservasi keanekaragaman hayati yang secara tradisi diatur oleh nilai

budaya, kepercayaan dan ritual (Waluyo, 1998). Etnobotani juga didefinisikan

sebagai suatu studi yang menjelaskan hubungan antara manusia dengan tumbuh-

tumbuhan yang secara keseluruhan menggambarkan peran dan fungsi tumbuhan

dalam suatu budaya (Hastuti et al., 2002).

keanekaragaman flora yang tinggi berperan penting dalam membentuk

pola hidup yang berbeda dari berbagai suku. Kekayaan tumbuhan yang tinggi

tersebut apabila dipadukan dengan keanekaragaman suku bangsa yang mendiami

daerah-daerah di seluruh Indonesia, maka akan terungkap terbentuknya berbagai

sistem pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan. Secara historis tumbuhan telah

menjadi sumber kehidupan manusia dalam memenuhi kebutuhannya baik berupa

hasil yang dapat dimanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung.

Tumbuhan sebagai sumber kehidupan sudah membentuk tradisi dan budaya

masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan. Salah satu bentuk interaksi

masyarakat dengan hutan adalah pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan

obat-obatan. Pengetahuan tentang pemanfaatan tumbuh-tumbuhan sebagai obat

tradisional merupakan warisan pengetahuan dari nenek moyang ke generasi

selanjutnya (Hamzah et al.,2003).

Masyarakat Aceh di Kecamatan Gandapura yang tinggal di pegunungan

dan di pesisir pantai telah banyak menggunakan tumbuhan dari jenis Arecaceae sebagai bahan obat-obatan, bahan pangan, bahan upacara adat, bahan bangunan,

bahan alat, anyaman dan kerajinan dan tanaman hias. Potensi tumbuhan

Arecaceae (palem) yang demikian besar dapat mempengaruhi tingkat keragaman

bentuk pemanfaatan oleh masyarakat di Kecamatan Gandapura. Menurut Nega et al., (2003) pemanfaatan palem oleh masyarakat terbagi menjadi 8 bentuk pemanfaatan antara lain, bahan makanan dan minuman, bahan bangunan, bahan

obat obatan, bahan minyak, bahan penyegar, energi, senjata dan perkakas serta

magis/ ritual. Dalam pemanfaatan ada beberapa jenis palem yang dikenal sebagai

(20)

(Metroxylon sagu), nipa (Nypa fructicans) dan enau (Arenga pinnata). Untuk mengetahui manfaat tumbuhan Arecaceae, maka dilakukan penelitian tentang pemanfaatan Arecaceae dalam kehidupan masyarakat Aceh di Kecamatan Gandapura Kabupaten Bireuen Nanggro Aceh Darussalam.

1.2 Perumusan Masalah

Tumbuhan Arecaceae banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Gandapura dalam kehidupan sehari-hari, namun belum diketahui data yang lengkap terkait

jenis dan kegunaannya. Pemanfaatan tumbuhan palem oleh masyarakat

Gandapura terutama untuk pengobatan belum dikembangkan secara luas, masih

dalam lingkungan kehidupan pribadi masing-masing, oleh sebab itu perlu

dilakukan penelitian terkait dengan pemanfaatan tumbuhan palem-paleman pada

masyarakat Aceh di Kecamatan Gandapura.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pemanfaatan tumbuhan

palem-paleman oleh masyarakat Aceh di Kecamatan Gandapura Kabupaten Bireuen.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber ilmiah masyarakat

Kecamatan Gandapura dalam memanfaatkan tumbuhan palem sehingga dapat

dijadikan sebagai masukan bagi pemerintah daerah dalam kegiatan pengembangan

pemanfaatan dan pelestarian tumbuhan, khususnya tumbuhan jenis Arecaceae. Juga dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut guna pengembangan

etnobotani secara tradisional, dan bisa dijadikan sebagai jembatan pemanfaatan

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani

2.1.1 Arecaceae (Palem-Paleman)

Palem merupakan salah satu kelompok tumbuhan yang telah lama di kenal

dalam kehidupan manusia sebagai tumbuhan serba guna. Tumbuhan ini memiliki

sifat khas dan unik serta keragaman yang cukup tinggi, baik dari corak maupun

bentuk (Heatubun, 1999 dalam Gusbager et al., 2003). Indonesia memiliki lebih kurang 400 jenis palem (Purwanto, 1999 dalam Gusbager et al., 2003). Penampakan yang cantik, indah, gagah dan anggun menyebabkan palem sebagai

tanaman favorit penghias ruangan lebih dari 100 tahun lalu (Erna, 1994 dalam Gusbager et al., 2003). Palem tidak hanya digunakan sebagai penghias ruangan tetapi juga disekitar halaman, baik halaman rumah atau perkantoran. Manfaat

palem, selain tanaman hias juga sebagai sumber makanan, bahan bangunan, bahan

kerajinan atau anyaman, dan beragam kebutuhan lain (Essig, 1977 dalam Gusbager et al., 2003)

Palem adalah pohon atau tanaman memanjat, dengan batang yang kerap

kali tidak bercabang dan mempunyai bekas daun yang membentuk cincin, kadang

kadang dari batang yang terletak di atas tanah atau akar rimpang dapat keluar

beberapa batang (membentuk rumpun). Daun menyirip atau membentuk kipas

seperti pada palem kipas (Wisam, 2007).

Palem merupakan salah satu hasil hutan non kayu yang banyak di jumpai

pada daerah sub tropik hingga daerah tropik. Umumnya palem tumbuh dan

menyebar pada hutan daratan rendah dan merupakan salah satu komponen penting

dalam menyusun vegetasi hutan. Nega et al.,(2003) Menyatakan secara umum suku Arecaceae mempunyai ciri-ciri:

 Batangnya tumbuh tegak ke atas dan jarang bercabang

 Batangnya beruas-ruas dan tidak memiliki kambium sejati

 Akarnya tumbuh dari pangkal batang dan berbentuk akar serabut

(22)

 Tangkai daun memiliki pelepah daun yang membungkus batang.

 Bunga tersusun dalam karangan bunga (mayang)

 Buahnya ditutupi lapisan luar yang relatif tebal (biasa disebut sabut)

 Biji buah relatif cair pada saat masih muda dan semakin mengeras ketika

tua.

Banyak anggota famili ini yang dibudidayakan orang sebagai bahan

makanan, minyak, serat, perabotan, bangunan, tanaman hias dan lain-lain. Jenis

tumbuhan yang popular dari famili ini yaitu : korma (Phoenix dactylifera), kelapa

(Cocos nucifera) dan kelapa sawit (Elaeis guinensis).

Sub Famili Palem

Beberapa sub-famili Palem yang terdapat di Indonesia adalah :

A. Phoenicoideae

a) Arenga piñnata (Aren).

Palem ini berukuran sedang hingga besar, tumbuh tunggal dan tegak, dengan

tinggi pohon dapat mencapai 4-7 m pada saat dewasa, batang bentuk

bulat/silindris, memiliki diameter berkisar antara 30-35 cm dengan bentuk ruas

nyata serta panjang ruas 20-25 cm, warna batang muda hijau, tua coklat, daun

berwarna hijau, keadaan permukaan halus, Palem ini tumbuh pada kondisi tanah

yang kering dan sedikit berbatu, selain itu berdasarkan kesenangan terhadap

cehaya jenis ini suka pada tempat kurang naungan, karena jenis ini merupakan

salah satu jenis yang toleran terhadap cahaya. pemanfaatan jenis palem ini biasa di

ambil niranya oleh masyarakat, sedangkan tulang daunnya dijadikan sapu (Nega

et al.,2003).

Aren merupakan genus famili palem, iklim dan curah hujan yang

dibutuhkan aren bertempat tumbuh di pegunungan tepi, aren membutuhkan suhu

yang tinggi, paling sedikit suhu udara 250C, pada waktu malam kemampuan

hidup aren berubah manjadi lamban. Faktor lingkungan yang lebih menentukan

ialah curah hujan, aren lebih senang ditanam di daerah yang curah hujannya

merata sepanjang tahun, atau yang hujannya jatuh selama 7-10 bulan dalam

(23)

2. Coryphoideae

a. Corypha elata Roxb (Gebang).

Bagi penduduk di pesisir Indonesia, gebang cukup berperan dalam

kehidupan sehari hari. Daunnya besar, bundar dan kaku sehingga sering di

gunakan untuk atap dan kerajinan tangan seperti tikar, keranjang dan kipas. Nira

yang disedap dari pembungaannya dapat dibuat gula atau alkohol. Umbut

batangnya dapat dimakan. Batangnya dapat menghasilkan sagu kira kira 90 kg

setiap pohon, dan sagu gebang berkhasiat sebagai obat untuk penyakit usus.

Daging buah yang muda dipakai untuk campuran dalam minuman. Bila buah

menua, dagingnya beracun. Menurut laporan yang lain ramuan akar gebang dapat

digunakan untuk obat sakit murus-murus, disamping itu, palem ini mempunyai

nilai sebagai tanaman hias kerena bentuk tajuknya yang bagus (LIPI, 1978).

b. Johannesteijmannia altifrons (Daun payung).

Palem ini mempunyai daun yang besar, lebar dan relatif kuat. Di pedalaman

Semenanjung Malaya dan Sarawak orang sering mempergunakannya sebagai

atap, karena penggunaanya maka jenis ini disebut daun payung. Daunnya yang

berbentuk tajuk yang cukup indah. Di Indonesia penyebaran tanaman ini sangat

terbatas sekali. Antara tahun 1880-1940 tumbuhan ini dijumpai di daerah Aceh

dan pantai timur Sumatera. Di semenanjung Malaya dan Sarawak, Kalimantan

Utara tumbuhan ini paling sering dijumpai. Biasanya palem ini tumbuh di

hutan-hutan yang lebat dan merupakan tumbuhan pada skala hutan-hutan bagian bawah. Jarang

dijumpai di tempat yang terbuka. Menyukai daerah dengan ketinggian 25-1200 m

dpl ( LIPI, 1978).

Palem ini tumbuhnya tunggal. Tingginya mencapai 6 m. Daunnya lebar

berbentuk belah ketupat. Lebar daun tampak bervariasi menurut keadaan geografi

daerahnya. Perbungaannya berbentuk tandan yang bagian pangkalnya ditutupi

oleh beberapa seludang bunga. Bunganya berwarna putih. Buahnya berwarna

coklat yang permukaannya kasar, ditutupi oleh benjolan–benjolan kulit semacam

(24)

c. Licuala grandis (Palas payung).

Tumbuhan yang berasal dari Papua Nugini ini daunnya bundar, berukuran

besar, dan tepinya bergelombang Di Indonesia sudah digunakan sebagai tanaman

hias. Disenangi karena bentuk daunnya dan tubuhnya yang langsing, secara alam

jenis ini menyukai daerah daratan rendah. Tumbuhan tidak berumpun. Batangnya

dapat mencapai tinggi 2 m. Seperti batang palem pada umumnya, palas berbatang

lurus dan keras. Bagian tepi daunnya bergelombang, bergerigi halus, dan tangkai

daunnya berduri. Pembungaan dan pembuahannya tumbuh di antara ketiak daun.

Buah yang masak berwarna merah. Buah buah tersebut mempunyai kulit yang

tipis dan berwarna merah. Perbanyakan terjadi melalui bijinya, karenanya

tumbuhnya tidak merumpun. Pertumbuhannya relatif lambat, oleh karena itu palas

payung ini baik sekali untuk tanaman hias.

3. Borassoideae

a. Borrassus flabellifer (Lontar,).

Palem ini merupakan pohon yang tumbuhnya tunggal dan berbatang lurus yang

dapat mencapai tinggi sampai 30 m. Batangnya seperti batang pohon kelapa atau

bahkan lebih besar lagi. Permukaan batangnya lebih halus dan berwarna agak

kehitam hitaman. Daunnya berbentuk seperti kipas yang bundar. Tepinya banyak

mempunyai lekukan yang lancip. Daun daun tuannya tidak segera luruh tetapi

tetap melekat di ujung batang, sehingga tajuk pohonnya menjadi bundar.

Perbungaannya berbentuk tandan. Perbungaan jantan dan betinanya masing

masing terletak pada pohon yang berlainan. Buahnya besar, bulat, di dalamnya

banyak bersabut, berair dan berbiji tiga.

Asal tumbuhan ini masih belum diketahui dengan pasti, mungkin

merupakan tumbuhan asli Indonesia. Diduga rontal yang ada di Afrika tropik,

India, Birma, Siam, Malaysia sampai ke Nusa Tenggara Timur masih merupakan

jenis yang sama. Tumbuhan ini menyukai tempat yang terbuka, kering dan

(25)

a. Borassodendron borneensis Dransfield (Bindang, Budang)

Tumbuhan ini dijumpai di kawasan Kutai dan Kalimantan Timur. Di

Sarawak, Malaysia umbut bindang diperjual balikan sebagai bahan sayur mayur,

permukaan umbutnya agak kasar, wangi, manis, dan enak rasanya. Bindang

dijumpai tumbuh secara alami di Kutei, dan Sarawak. Tumbuh di hutan-hutan

karangas dan daratan rendah diantara jenis-jenis lain yang merajai tepi hutan

tersebut. Tubuhnya berupa pohon yang tumbuh tunggal, berbatang lurus. Dapat

mencapai tinggi 20 m. Helaian daunnya bundar bercelah-celah dalam.

Pembungaan jantan dan betinanya masing-masing terletak pada pohon yang

berlainan, menggantung dan berupa tandan yang bercabang banyak. Buahnya

mirip buah lontar, bersabut, mempunyai tempurung dan daging buah.

4. Lepidocaryoideae

a. Calamus caesius (Rotan sega, Rotan sega putih).

Tumbuhan ini tergolong jenis rotan yang berkualitas baik, dan merupakan

tumbuhan asli kawasan Semenanjung Malaysia, Sumatera dan Kalimantan.

Umumnya tumbuh di hutan-hutan maranti di daratan rendah sampai pada

ketinggian 200 m dpl. Tumbuhnya berumpun dan memanjat yang dapat mencapai

tinggi sampai 30 meter. Daunnya berbentuk sirip. Anak anak daunnya berbentuk

lanset memanjang. Tangkai daunnya berduri. Duri-durinya tidak rapat.

Pembungaan berbentuk malai. Pembungaan dapat mencapai 3 meter. Buahnya

berbentuk lonjong, panjang 1,5 cm, bersisik. Batangnya dapat dipakai untuk bahan

pembuat meja, kursi, tongkat, alat peraga anyam anyaman dan lainnya. Untuk

keperluan tersebut dapat dipakai batang yang utuh ataupun belahan-belahan

batang yang telah diraut.

b. Daemonorops melanochaetes (Penjalin manis).

Seperti halnya rotan yang lain, rotan dari jenis ini baik juga untuk bahan

baku pembuatan meja, kursi dan kerajinan lainnya. Dapat tumbuh di daratan

rendah sampai daratan tinggi pada ketinggian 1500 m dpl. Tumbuhnya di hutan

(26)

yang bentuknya hampir sama. Tumbuhnya tunggal atau berumpun, tingginya

sampai 15 meter. Garis tengah batangnya sampai 2,5 cm. Daunnya berbentuk

sirip, panjangnya sampai 4 meter. Jumlah anak anak daunnya mencapai 40

pasang. Bagian ujung tulang daunnya memanjang sampai 2,5 cm. Daunnya

berbentuk sirip. Panjangnya sampai 4 meter. Kegunaan selain untuk bahan baku

kerajinan tangan, ternyata umbut rotan ini dimakan di Keratonan yokyakarta.

Daun-daun yang tua dapat digunakan untuk atap pada gubuk-gubuk di kebun.

c. Salacca edulis (Salak)

Tumbuhan ini banyak dibudidayakan di Indonesia. Jenis salak tumbuh baik

di daratan rendah sampai pada ketinggian 700 m dpl. Dengan udara yang agak

panas. Tingginya mencapai 4,5-7 m. Tumbuhnya berumpun. Batang umumnya

hampir tidak kelihatan karena pohon tertutup oleh daun yang tersusun rapat

menghalangi batang. Kadang kadang-batangnya melata dan dapat bertunas.

Pelepah dan tangkai daunnya berduri panjang. Perbungaan terdiri dari jantan dan

betina yang masing-masing terletak pada pohon yang berlainan. Buahnya tersusun

dalam tandan, terletak di antara pelepah daun. Buah bulat sampai seperti gasing.

5. Cocoideae

a. Cocos nucifera (Kelapa).

Pohonnya tegak, kadang kadang melengkung, berbatang bulat. Tinggi antara

5-30 meter. Daunnya bersirip genap. Bunganya berwarna kekuning-kuningan atau

kehijau-hijauan yang tersusun dalam bentuk malai. Berbunga terus-menerus

sepanjang tahun. Di dalam tandan, bunga yang betina terletak di pangkal

sedangkan yang jantannya di ujung tandan. Buahnya bulat, berserabut, berbatok

dan berdaging, buah berukuran besar. Kelapa banyak ditemukan tumbuh di daerah

pantai, pada tanah yang mengandung garam. Tumbuh baik di bawah ketinggian

(27)

b. Elaeis guineensis (Kelapa sawit)

Tumbuhan ini berasal dari Afrika Tropika. Di Indonesia yang pertama kali

menanam adalah di Kebun Raya Bogor, kemudian bijinya disebarkan ke Sumatera

Timur hingga sekarang penyebarannya sudah sangat luas. Tanaman ini menyukai

iklim tropik dengan suhu 20–210 C dan tumbuh baik pada suhu 24-270 C dengan

kelembaban yang tinggi, yang bercurah hujan ± 200 cm. Tanah yang cocok

tumbuhnya ialah jenis tanah yang subur.

6. Arecoideae

a. Areca catechu (Pinang sirih)

Tumbuhan ini umum dijumpai di kawasan Asia Tenggara. Diduga berasal

dari filipina. Sekarang tumbuhan ini sudah tersebar luas dari pantai timur Afrika

tropik sampai ke pulauan Fiji. Jenis ini dapat tumbuh pada ketinggian 750 m dpl.

Pinang sirih berbatang lurus dan agak licin. Tinggi rata rata 10 meter. Berdaun

sirip agak melengkung. Pelepah daunnya berupa seludang. Anak anak daunnya

lebar. Bunga bunganya tersusun dalam suatu bulir. Bunga bunga betina terletak di

bagian pangkal, sedangkan jantannya di bagian ujung, Selain untuk menyirih

endosperma buah tanaman ini di pakai untuk bahan pernis. Umbut batangnya

dapat dipergunakan untuk campuran ramuan obat obatan.

b. Pinanga densiflora (Pinang Tutul)

Palem ini disebut pinang tutul karena anak-anak daunnya sering

mempunyai bercak-bercak hijau tua seperti tutul. Pinang tutul tumbuh secara

alami di Sumatera. Umum dijumpai di Aceh dan Bengkulu. Tumbuhan ini

menyukai tempat yang agak basah. Biasanya menyenangi daerah dekat aliran

sungai, pada ketinggian antara 300–800 m dpl. Tumbuhnya berumpun. Tingginya

sampai 4 m. Batangnya berukuran kecil, secara menyeluruh tidak jelas tampak.

Berdaun sirip yang pelepah daunnya berbentuk seludang. Tulang daun yang

mudanya berwarna merah. Besar anak-anak daunnya agak bervariasi. Pada anak

daun yang muda terdapat bercak-bercak hijau tua. Bercak-bercak tersebut

(28)

Tangkai tandannya berwarna kuning. Buahnya berwarna merah jambu. Pada umur

yang relatif muda, palem ini telah dapat menghasilkan buah.

7. Nypoideae

a. Nypa fruticans (Nipah).

Tumbuhan ini sudah tak asing lagi bagi penduduk pesisir. Daunnya umum

digunakan untuk atap, atau untuk alat kerajinan tangan seperti tikar, keranjang,

topi, payung dan lain-lain. Di samping buahnya dapat dimakan juga dapat

menghasilkan nira yang kadang-kadang diolah menjadi gula. Nipa tersebar di

sepanjang daerah tropik, mulai dari Sri Lanka sampai kepulauan Solomon dan

Australia (LIPI, 1978).

Tumbuhan ini tumbuh pada kondisi daerah berair, berdasarkan kesenangan

terhadap cahaya, jenis ini suka pada tempat yang terbuka atau bebas naungan.

Palem ini berperawakan sedang, plenantic, tinggi 5-6m, berumpun memiliki

batang semu, daun berwarna hijau, jumlah daun dalam mahkota 6-8, panjang daun

400 cm, lebar daun 150-200 cm, ujung daun bifit, bentuk daun pinate, panjang

anak daun 30-100 cm, lebar anak daun 3-8 cm,bentuk anak daun elongate, bentuk

ujung anak daun acuminate, jumlah anak daun 40 pasang, tata letak anak daun

berhadapan, panjang petiole 35-45 cm, pelepah berwarna coklat kehitaman,

panjang pembungaan 120-125 cm, jumlah percabangan bunga 4-5, tata letak

keluar bunga interfoliar, warna tangkai bunga coklat tua, ujung meruncing bentuk

seperti corong, warna coklat. Bunga berbulir, berumah satu, warna orange. Buah

bentuk lonjong, warna coklat, diameter 5-10 cm, panjang 10-15 cm, epicarp tebal

berserabut, endocarp tipis keras, endosperm homogenous, berembrio basal (Nega

et al., 2003).

2.1.2 Tempat Tumbuh Arecaceae (Palmae)

Menurut Witono et al.,(2000) palem dapat tumbuh dengan baik pada tipe tanah yang berpasir, tanah gambut, tanah kapur dan tanah berbatu. Palem juga

dapat tumbuh pada berbagai kemiringan dari tanah datar, tanah berbukit dan tanah

(29)

hujan 2000 mm–2500 mm pertahun dengan rata-rata hujan turun 120- 140 hari

dalam setahun dan kelembapan relative 80%. Untuk pertumbuhan palem juga

memerlukan cahaya, dan cahaya yang sampai ke dasar hutan berbeda-beda

sehingga menjadi ciri tersendiri untuk menentukan pertumbuhan suatu spesies

palem. Palem bisa juga dilestarikan diluar kawasan hutan (ex situ) dengan cara

mempelajari aspek ekologisnya sehingga dapat dibudidayakan diluar habitat

(Desianto et al.,2002).

2.2. Pemanfaatan Arecaceae Secara Umum

Sebagian besar masyarakat di Indonesia mengenal manfaat Arecaceae. Macam dan cara pemanfaatan famili ini sangat beragam tergantung dari kelompok

masyarakat atau etnik tertentu, dimana masing-masing kelompok masyarakat atau

etnik tersebut memiliki sistem pengelolaan dan pemanfaatan tanaman Arecaceae. Secara umum tanaman yang termasuk dalam Arecaceae mempunyai kegunaan sebagai berikut:

Manfaat tumbuhan Arecaceae (Palmae)

Beberapa jenis palem termasuk jenis yang serbaguna, dari segi kegunaan

jenis-jenis palem dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1) Sumber karbohidrat, baik dalam bentuk pati maupun gula.

2) Sumber minyak, sudah sejak lama masyarakat Indonesia memanfaatkan

kelapauntuk minyak goreng.

3) Sumber bahanan anyaman, rotan merupakan bahan anyaman berkualitas

tinggi, beberapa jenis palem juga menghasilkan daun yang dapat

dianyam.

4) Sumber bahan bangunan, ada jenis-jenis palem yang mempunyai batang

yang kuat untuk mengganti kayu di balik batang-batang kelapa

menjadi tiang-tiang atau bahan ukiran perkakas rumah tangga.

5) Sumber bahan penyegar, masih ada masyarakat di Indonesia yang masih

(30)

6) Sumber tanaman hias, banyak jenis palem yang sudah dimanfaatkan untuk

tanaman hias di jalan maupun di pekarangan rumah.

7) Sebagai bahan campuran ramuan obat.

8) Sebagai bahan sesaji dalam upacara adat, baik upacara perkawinan maupun

upacara ritual (LIPI, 1978).

2.3 Sejarah Asal Usul Masyarakat Aceh

Aceh adalah propinsi yang terletak di bagian paling ujung Barat pulau Sumatera

dari wilayah Republik Indonesia. Propinsi yang dijuluki dengan berbagai sebutan

nama ini dalam perjalanan sejarahnya pernah mengalami puncak kemajuan

peradabannya terutama pada ahkhir abat ke 16 hingga awal abat ke 17 sebagai

kerajaan islam terbesar kelima di dunia, setelah kerajaan Islam Usmaniah di

Turki, kerajaan islam Maroko di Afrika Utara, kerajaan Agra di Anak Benua

India, dan kerajaan Aceh Darussalam di Asia Tenggara (Syarif et al., 2012). Sebagai daerah yang pernah mengalami kejayaan peradabannya, tentu saja

Aceh tidak hanya pernah menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan pada

masa itu, melainkan Aceh juga memiliki aturan pemerintahan yang baik dengan

sistim nilai nilai adat masyarakat yang teratur. Akan tetapi, seiring perjalanan

jaman, perjalanan sejarah Aceh kemudian juga mengalami pasang surut akibat

berbagai perubahan yang tak dapat dihindari, dan akibat perubahan itu pula, Aceh

pun kemudian menyandang beberapa nama dalam penyesuaian diri dengan

perubahan sejarah itu.

Kalau di masa kesultanan, Aceh dikenal dengan nama kerajaan Aceh

Darussalam, setelah merdeka orang kadang-kadang menyebut nama Aceh dengan

daerah “Serambi Mekkah”, “Aceh Daerah Modal”, atau “Aceh Bumi Tanah

Rencong”, “Daerah Istimewa Aceh”, Nanggroe Aceh Darussalam”, dan Aceh

sebagai “ Daerah Otonomi Khusus”, hingga sebutan Propinsi Aceh sekarang ini.

Syarif.,et al(2012). Akan tetapi mulai abat ke-19 ada beberapa pengarang diantaranya Snouck Hurgronje yang kembali pada tulisan yang lebih tepat ″Atjeh″ dalam penelitiannya diberinya judul De Atjebers, Cara menulis inilah yang

(31)

juga oleh pengarang pengarang karya karya terbaru mengenai Aceh, Snouck

Hurgronjo juga pernah menjelaskan bahwa biarpun ada berbagai tefsiran yang

digemari orang tetapi tak satupun yang tepat , Oleh karena itu Asia Tenggara

banyak toponim mempunyai etimologi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, maka

tak bakal sia sialah kalau kita sependapat seperti Marsden bahwa nama tempat ini

pun berasal dari nama tumbuhan, kendati kepastian mengenai hal itupun tidak ada

(Lombard, 2008).

Propinsi Aceh sebagaimana teleh digambarkan di atas tidak hanya kaya

dengan nama besar julukannya, tetapi juga dikenal sebagai daerah yang Serat

dengan liku-liku sejarahnya yang panjang dalam berbagai warna dan bentuk

kesejarahan dari masa ke masa. Semua liku liku sejarah itu penuh dengan

berbagai peristiwa berdarah (peperangan), mulai dengan perang Aceh melawan

Belanda tahun 1873 sampai dengan mendaratnya Jepang tahun 1942.

Setelah kekerasan dan kekejaman jepang menjajah Aceh yang dimulai

pendaratannya Maret 1942, akhirnya jepang menyerah kalah kepada sekutu dan

akhirnya Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya tahun 1945. Namun Aceh

setelah merdeka terus bergolak, peristiwa berdarah tak sunyi pula dengan

munculnya peristiwa perang cumbok, akibat perseturuan antara ulama dan kaum

Uleebalang di Aceh. Kemudian tahun 1953-1962 muncul pula peristiwa DI/TII

dibawah pimpinan Tgk. Muhammad Daud Beureueuh. Usai DI/TII meletus pula

peristiwa G-30-S/PKI tahun 1965, yang juga tidak sedikit memakan korban jiwa

dan harta benda masyarakat Aceh, selang 10 tahun setelah peristiwa PKI muncul

lagi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dibawah pimpinan Tgk. Muhammad Hasan

Tiro pada tanggal 4 Desember 1976 dan gejolak GAM berikutnya berkorban lagi

pada tahun 1989-2005.

Aceh rupanya tidak cukup dengan bala dan bencana krisis dentuman

senjata (perang) ALLAH SWT memberikan cobaan lagi dengan bencana yang

maha dahsyat, yaitu gempa bumi berkekuatan 8,7 Skala Richter, yang disusul

gelombang tsunami berkecepatan 600 km/jam, pada 26 Desember 2004. Pada

tahun 2005, setelah masa emergensi pascatsunami Aceh dibangun kembali

(32)

manajemen Badan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekontruksi Aceh dan Nias

Sumatera Utara.

Kondisi Aceh pascatsunami menghadapi fenomena baru, dimana

perkembangan kehidupan budaya dan adat istiadat masyarakatnya mulai terasa

pergeserannya akibat keterbukaan komunikasi multi media, ilmu pengetahuan dan

teknologi dan pergaulan antar bangsa dan etnis, sehingga identitas harkat dan

martabat ke- Aceh-annya mulai memudar, dan bahkan ada diantara nilai nilai

luhur dari tatanan kehidupan masyarakat Aceh kian terabaikan.Hal ini erat

kaitannya dengan kedatangan berbagai suku bangsa di dunia yang tinggal dan

bergaul dalam masyarakat Aceh, dengan program membantu Rehabilitasi dan

Rekontruksi Aceh (Syarif et al., 2012).

2. 4 Adat Budaya Masyarakat Aceh

Sejarah mencatat, bahwa masyarakat Aceh pernah berperan sebagai

bangsa di dunia, dibawah kepemimpinan sultan-sultan yang turun-temurun sejak

sultan Ali Mughayat Syah tahun (1514-1528) sampai berakhir dengan

tertangkapnya Sultan Muhammad Syah sebagai Sultan Aceh yang terakhir

(1874-1903). Di masa pemerintahan sultan–sultan itu, Aceh telah membangun diri

berasaskan pada suatu tatanan adat budaya (Adat ngon hukom agama lagei zat

ngon sifeut), sehingga dapat mengantarkan kebesarannya berperan di dunia

internasional. Kala itu Aceh juga menjalin hubungan diplomatik dengan berbagai

negara-negara yang berpengaruh di dunia, seperti dengan Turki Usmaniyah,

Inggris, Perancis dan lain lain. Bahkan Aceh mampu membela dan membantu

kerajaan-kerajaan di Semenanjung Melayu dalam melawan dan mengusir pasukan

portugis yang hendak menjajah negerinya.

Lebih dahsyat lagi adalah kemampuan Aceh dalam melawan pasukan

Belanda yang hendak menjajah Aceh, sehingga terjadi peperangan panjang selama

puluhan tahun (1873-1904). Bahkan kejatuhan kesultanan, Aceh terus menerus

memberikan perlawanan dan tak pernah menyerahkan kedaulatannya kepada

penjajah Belanda. Kekuatan dan semangat orang Aceh dalam membangun

(33)

budayanya yang luar biasa, yaitu “Adat Aceh”Secara teori ; adat dapat dipahami

sebagai suatu realitas proses interaksi, antar individu dan kelompok manusia yang

melahirkan format-format nilai budaya berwujut norma, moral, hukum, seni dan

tatanan aturan–aturan yang satu dengan lainnya berkorelasi menjadi suatu sistem.

Sistem inilah yang mengikat masyarakat Aceh dalam kelompok budaya

masing-masing sesuai dengan kawasan lingkungannya.

Dari aspek antropologis, adat itu menjadi salah satu elemen perekat

kesatuan bangsa. Di Indonesia ada adat Aceh, Batak, Melayu, Minangkabau,

Jawa, Bali, Bugis, dan lain-lain. Dalam kontek Aceh juga ada adat dan budaya

etnis masing-masing. Yaitu Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh

Barat, Tamiang, Gayo, Alas, Kluet, Anek Jamee, Singkil, Simeulu dan lain-lain.

Pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, adat pada umumnya lahir dari

dukungan faktor faktor genealogis dan teritorial kawasan masing-masing. Dalam

praktek kehidupan sehari-hari, adat dipandang sebagai kebiasaan yang dilakukan

secara berulang-ulang dan berkelanjutan dalam kehidupan masyarakat. Demikian

juga fungsi adat Aceh yang pada dasarnya dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:

1. Adat sebagai adat istiadat adalah kebiasan-kebiasaan prilaku yang hidup dan

berkembang dalam membangun prilaku masyarakat yang tertip dan teratur,

hirarki, seremonial, ritual untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan

dalam masyarakat.

2. Adat sebagai norma adalah kaedah hukum, untuk memelihara dan membangun

keseimbangan (equilibrium) kehidupan masyarakat dengan ketentuan, barangsiapa melanggarnya akan mendapatkan sanksi dari masyarakat.

Dalam upaya meningkatkan pembinaan dan pelestarian adat, pemerintah

propinsi Aceh telah membentuk lembaga khusus yang disebut dengan Lembaga

Adat dan Kebudayaan Aceh (LAKA). Pembentukan LAKA merupakan bagian

yang tidak dapat dipisahkan dari proses sejarah sosial masyarakat Aceh itu

sendiri. Khususnya dalam kaitan dengan konflik politik yang terjadi di Aceh pasca

terbentuknya negara Indonesia pada tahun 1945, pada tanggal 9 Juli

1986.Kemudian, pada tahun 2003 nama LAKA mengalami perubahan menjadi

(34)

Aceh yang diselenggarakan oleh LAKA pada tanggal 24-28 September 2002 di

Banda Aceh, dan ditetapkanlah Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang

penyelenggaraan Keistimewaan Aceh, dimana salah satunya adalah Keistimewaan

bidang penyelenggaraan Adat dan Adat Istiadat masyarakat Aceh.

Bagi masyarakat Aceh, pembangunan budaya dan adat yang disertai

dengan syariat, dari sudut antropologis merupakan suatu kemestian, karena

nilai-nilai adat dan syariat menjadi perekat kekuatan kesatuan dan persatuan

ke-Aceh-an dalam membke-Aceh-angun kesejahterake-Aceh-an hidupnya.‟Hukom (Agama) ngon adat lagei

zat ngon sifeut, hanjeut meu-reut-reut ki nyang hawa”.Maksudnya, hukum

dengan adat laksana zat dengan sifat, tidak boleh dicerai berai sesuka hatinya.

Lembaga lembaga adat itu antara lain berguna sebagai:

1. Institusi /organisasi masyarakat menjadi suatu sarana /potensi yang sangat

akurat untuk menggerakkan dalam pembangunan sebagai perekat

mewujutkan kesatuan /kerjasama, kedamaian, kerukunan, ketentraman, dan

kenyamanan bagi pencapaian kesejahtaraan hidup (dunia dan akhirat).

2. Wahana /lembaga yang dapat dimanfaatkan /kegunaan, paling tidak ada 6

dimensi, yaitu:

• Dimensi ritualitas/agamis

• Dimensi ekonomis/kebutuhan hidup

• Dimensi pelestarian lingkungan hidup

• Dimensi hukum, norma atau kaidah

• Demensi/ harkat/martabat,

• Dimensi kompetitif/keunggulan (Syarif et al., 2012).

2. 5 Struktur Kepemimpinan Masyarakat

Masyarakat di Propinsi Nanggro Aceh Darussalam terdiri dari delapan sub

etnis (suku bangsa). Kondisi sosial budaya masyarakat dapat dilihat dari sistem

kekerabatan kelompok keluarga masyarakat, dalam hal ini yang paling dominan

adalah masyarakat suku bangsa Aceh, Gayo, dan Aneuk Jamee. Masyarakat

umumnya menganut sistim keluarga batih. Rumah tangga terdiri atas keluarga

(35)

batih mempunyai peranan penting untuk mengasuh keluarga sampai dewasa.

Penanaman ini sudah menjadi tanggung jawab ayah dan ibu meliputi segala

kebutuhan keluarga akan sandang dan pangan, kesehatan dan pendidikan.

Masyarakat Aceh menarik garis keturunan berdasarkan prinsip bilateral

yang memperhitungkan hubungan kekerabatan, baik melalui garis ayah maupun

garis ibu. Kerabat-kerabat dari ayah disebut wali atau Biek. Apabila ayah meninggal dunia yang bertanggung jawap atas anaknya adalah wali, dan garis

keturunan dari pihak ibu disebut sarong atau koy.

Dalam suatu masyarakat terdapar golongan paling atas yang disebut dengan

lapisan elit dan lapisan paling bawah disebut dengan lapisan biasa atau orang

kebanyakan. Masyarakat Aceh mengenal adanya lapisan sosial pada masa lalu.

Tradisi sistem kepemimpinan pada masa lalu terwujut dalam satu struktur mulai

dari gampong (desa), mukim (kumpulan desa desa), daerah Uleebalang (distrik), daerah sagoe (kumpulan beberapa mukim), sampai kepada sultan. Dalam kepemimpinan tingkat gampong dikenal tiga unsur utama yang menjalankan pemerintahan, yakni :

» pertama keuchik yaitu kepala gampong . Jabatan ini bersifat turun temurun dan diresmikan oleh uleebalang. Keuchik berkewajiban untuk menjaga ketertiban, keamanan dan adat istiadat dalam desanya, berusaha untuk

memakmurkan kampong, memberi keadilan dalam perselisihan perselisihan.

» Unsur kedua Teungku meunasah atau imum meunasah, merupakan

pimpinan dalam keagamaan, mulai dari mengajar mengaji Alquran kepada

anak-anak dan menanamkan dasar-dasar ketauhidan, memimpin berbagai

upacara keagamaan pada hari-hari besar Islam, hingga membacakan doa

dalam kenduri kenduri.

» Unsur ketiga adalah tuha peut yaitu dewan orang tua yang banyak pengalaman dan paham tentang soal adat dan agama. Tuha peut atau

ureung Tuha berperan memberi nasehat kepada Keuchik dan Imeum

(36)

Berdasarkan pendekatan historis, lapisan masyarakat Aceh yang paling

menonjol dapat dikelompokkan pada dua golongan, yaitu golongan umara dan

golongan ulama. Umara

1.

dapat diartikan sebagai pemerintah atau pejabat

pelaksana pemerintah dalam satu unit wilayah kekuasaan. Contohnya seperti

jabatan :

Sultan yang merupakan pimpinan atau pejabat tertinggi dalam unit

pemerintahan kerajaan.

2.

Panglima Sagoe 3.

(Panglima Sagi) yang memimpin unit pemerintahan Sagi.

Uleebalang 4.

sebagai pimpinan unit pemerintah Nanggroe (negeri). Kepala Mukim

5.

yang menjadi pimpinan unit pemerintahan Mukim.

Keuchiek atau Geuchiekyang menjadi pimpinan pada unit pemerintahan

Gampong (kampung). Struktur kepemimpinan Masyarakat Aceh tersebut

dapat dilihat pada Gambar berikut ini:

(37)

Keseluruhan pejabat tersebut di atas, dalam struktur pemerintahan di Aceh pada

masa dahulu dikenal sebagai lapisan pemimpin adat, pemimpin keduniawian, atau

kelompok elite sekuler.Sementara golongan ulama yang menjadi pimpinan yang

mengurusi masalah-masalah keagamaan (hukom atau syariat Islam) dikenal

sebagai pemimpin keagamaan atau masuk kelompok elite religius, Oleh karena

para ulama ini mengurusi hal-hal yang menyangkut keagamaan, maka mereka

haruslah seorang yang berilmu, yang dalam istilah Aceh disebutUreung Nyang Malem

1.

,dengan demikian tentunya sesuai dengan predikat/sebutan ulama itu

sendiri yang berarti para ahli ilmu atau para ahli pengetahuan. Adapun golongan

atau kelompok Ulama ini dapat disebutkan, yaitu :

Qadli (kadli), yaitu orang yang memimpin pengadilan agama atau yang dipandang mengerti mengenai hukum agama pada tingkat kerajaan dan juga

pada tingkat Nanggroe yang disebut 2.

Kadli Uleebalang. Imum Mukim (Imam Mukim)

3.

, yaitu yang mengurusi masalah keagamaan

pada tingkat pemerintahan mukim, yang bertindak sebagai imam

sembahyang pada setiap hari Jumat di sebuah mesjid pada wilayah mukim

yang bersangkutan.

Teungku-teungku, yaitu pengelola lembaga-lembaga pendidikan keagamaan

seperti dayah dan rangkang, juga termasuk murid-muridnya. Bagi mereka yang sudah cukup tinggi tingkat keilmuannya, disebut dengan istilah

4.

Teungku Chiek.

Teungku Meunasah, yang memimpin masalah-masalah yang berhubungan

dengan keagamaan pada satu unit pemerintah Gampong

Selain pembagian atas kedua kelompok tersebut, yang paling menonjol

dalam masyarakat Aceh tempo doeloe, terdapat lapisan-lapisan lain seperti kelompok Sayed yang bergelar habib untuk laki-laki dan Syarifah untuk

perempuan. Kelompok ini dikatakan berasal dari keturunan suku Quresy.Jadi

kelompok Sayed ini juga merupakan lapisan tersendiri dalam masyarakat Aceh

Sudirman et al.,(2008).

(38)

2.6 Mata Pencaharian

Mata pencaharian masyarakat Aceh di Kecamatan Gandapura pada

umumnya adalah petani dan hanya sebahagian kecil saja yang memiliki mata

pencaharian sebagai Buruh Swasta, PNS, Industri Rumah Tangga, dan Pedagang,

hal ini disebabkan karena kegiatan berladang dan mencari ikan merupakan

kegiatan utama untuk memenuhi kebutuhan mereka dan sudah menjadi budaya

yang sulit ditinggalkan. Sesuai dengan keadaan ekosistemnya maka di Kecamatan

Gandapura komoditas yang cocok adalah tumbuhan palem-paleman (Arecaceae) dan ikan, karena berada didaerah pinggir pantai yang bernilai ekonomis tinggi dan

sebagai sumber pendapatan utama.

2.7 Pemanfaatan Tumbuhan dalam Masyarakat Aceh

Pemanfaatan tumbahan pada masyarakat Aceh sangatlah banyak seperti

diantaranya dalam setiap upacara adat, baik upacara perkawinan, dan sunatan

rasul dan lain-lain yang bersangkutan dalam urusan adat. Masyarakat Aceh

menggunakan jenis tumbuhan dari Arecaceae seperti daun kelapa muda digunakan dalam pembuatan janur yang berfungsi untuk memberi tanda tempat

pesta yang diletakkan dipinggir jalan, kemudian digunakan untuk pembuatan

ketupat pada hari lebaran, juga kelapa yang sudah tumbuh sebagai bawaan

pengantin pria yang diserahkan untuk pengantin wanita, juga pada acara

empatpuluh empat hari bayi turun tanah buah kelapa dibelah diatas bayi dan

dimandikan dengan air kelapa. Seperti juga pinang sirih untuk menyirih, pada

mayarakat Aceh identik dengan tapak sirih atau cerana, pada jaman dahulu setiap

rumah orang Aceh pasti memiliki tapak sirih karena mengunyah daun sirih

menggunakan pinang suatu kebiasaan yang sudah mentradisi sejak dahulu, pinang

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Deskripsi Area

Gandapura adalah sebuah kecamatan di dalam kabupaten Bireuen. Kantor

ibu kota Kecamatan ini terletak diantara pesisir pantai dan pegunungan.

Kecamatan ini memiliki luas wilayah sekitar 3,615 Ha dan terdapat 40 desa

dengan jumlah penduduk 21,359 jiwa (Yusrizal,. 2012). seperti terlihat pada Tabel

berikut :

Tabel 3.1 Deskripsi Wilayah dan Demografi Lokasi Penelitian

NO DESA LD JP (jiwa) Mata pencaharian PL

Penelitian ini mengambil 4 desa sebagai lokasi penelitian yaitu desa

Lapang Barat, Cot Rambat, Pante Sikumbong dan Ujong Bayu. Flora jenis

tumbuh - tumbuhan di Kecamatan Gandapura dapat dibagi dalam tiga bagian

yaitu tumbuh - tumbuhan yang dibudidayakan oleh penduduk, tumbuh - tumbuhan

yang hidup dikawasan hutan dan tumbuh-tumbuhan yang dibeli dari tempat lain.

Tumbuh - tumbuhan yang dibudidayakan antara lain padi, mangga, rambutan

kacang panjang, kelapa, pinang, sawit, dan sebagainya.Di kawasan hutan terdapat

berbagai jenis tumbuh- tumbuhan seperti kayu Merante, Barat daya, Jeumpa,

Sentang, Durian, Sangen, Semarang, Jati, Damasui, dan lain lain. Sedangkan

(40)

berbagai jenis palem. Fauna alam di Kecamatan Gandapura cukup beragam,

binatang yang diternakkan penduduk antara lain sapi, kambing atau domba,

kerbau, dan ternak unggas.

Kecamatan Gandapura berbatasan dengan:

> Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka.

> Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Makmur.

> Sebelah Tumur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Utara.

> Sebalah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kuta Blang, peta Gandapura

seperti terlihat berikut:

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014 sampai bulan April

2014. Lokasi penelitian terletak di Kecamatan Gandapura Kabupaten Bireuen

Propinsi Aceh, yang terdiri dari desa Lapang Barat, Cot Rambat, Pante

(41)

3.3 Alat Dan Bahan

Alat dan bahan yang di gunakan dalam penelitian antara lain peta lokasi

penelitian, daftar kuesioner, literatur, sebagai bahan pendukung pustaka, alat

perekam suara, alat tulis dan buku lapangan, kamera dan perlengkapan untuk

pembuatan herbarium seperti koran, kantong plastik, alkohol dan lain lain:

3.4 Populasi Dan Sampel

Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di empat desa

kecamatan Gandapura yaitu desa Lapang Barat dengan jumlah penduduk 741

jiwa, desa Cot Rambat dengan jumlah penduduk 182 jiwa, desa Pante Sikumbong

dengan jumlah penduduk 295 jiwa, dan desa Ujong Bayu dengan jumlah

penduduk 329 jiwa. Keempat desa ini dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut:

• Penduduknya masih asli.

• Penduduknya masih memegang teguh adat istiadat.

• Hidup berdekatan dengan hutan dan pantai.

Sampel

Cara Pengambilan sampel dilakukan dengan Metode purposeve sampling yaitu populasi mempunyai unsur/anggota yang homogen dan berstrata, yaitu

sampel diambil berdasarkan kelompok umur yaitu dewasa muda (umur 20-35),

dewasa sedang ( umur 36-50 ), dan orang tua ( >50 ). Adapun kriteria

pengambilan sampel berdasarkan pengelompokan umur yang terpilih yaitu:

» Kelompok umur dewasa muda (20-35) tahun yaitu mereka sudah aktif

dalam bekerja untuk mencari penghasilan, umumnya mereka belum

memiliki tempat tinggal yang tetap.

» Kelompok umur dewasa sedang umur (36-50) tahun yaitu umumnya

sudah berkeluarga dan memiliki tempat tinggal yang tetap.

» Kelompok umur orang tua (>50) tahun umumnya mereka sudah dianggap

(42)

Sampel diambil berdasarkan intensitas sampling 10% - 20% (Lampiran A) dari

jumlah populasi masing-masing desa.

3.5 Pelaksanaan Penelitian

Di Lapangan

Pada saat pengambilan spesimen tanaman Arecaceae peneliti dibantu oleh seorang yang memiliki pengetahuan tentang pemanfaatan tumbuhan tersebut.

Kemudian dilakukan pengamatan dan dikoleksi. Setiap spesimen tumbuhan

Arecaceae yang belum diketahui nama ilmiahnya diambil diberi label gantung

yang sudah diberi nomor koleksi dan dicatat nama daerahnya kemudian dilakukan

pendeskripsian. Spesimen disusun diantara lipatan koran, diikat tali palastik,

dimasukkan kantong plastik yang berukuran 60 × 40 cm, disemprot dengan

alkohol sampai basah agar sampel tidak berjamur. Sebelum kantong plastik

ditutup rapat, udara yang terdapat didalamnya dikosongkan terlebih dahulu,

kantong plastik kemudian diberi lakban, selanjutnya spesimen di bawa ke

laboratorium sistematika tumbuhan FMIPA USU untuk di identifikasi lebih lanjut.

Tekhnik Pengumpulan Data

Kuesioner.

Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang dibuat berdasarkan indikator

indikator dari variabel penelitian yang harus direspon oleh responden. Untuk

mengukur pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan tumbuhan Arecaceae dalam kehidupan sehari hari, peneliti menggunakan contoh angket sebanyak 6

pertanyaan seperti yang terdapat pada (lampiran B) dengan demikian skor

jawaban yang diberikan adalah sebagai berikut:

» Opsi A dengan bobot nilai 4

» Opsi B dengan bobot nilai 3

» Opsi C dengan bobot nilai 2

» Opsi D dengan bobot nilai 1

(43)

Wawancara

Wawancara dilakukan dengan cara teknik wawancara semi tersruktur dan

cara wawancara bebas dan mendalam yang berpedoman pada daftar pertanyaan

seperti : nama lokal tanaman, bagian yang dimanfaatkan, cara pemanfaatan, status

tanaman (liar /budidaya) dan lainnya. Untuk wawancara di pilih dari nara sumber

yang dianggap memiliki pengetahuan yang lebih luas atau lebih spesifik dari adat

kebudayaan. Nara sumber ini meliputi tokoh tokoh masyarakat, tua tua adat dan

perangkatnya, ahli pengobatan tradisional (dukun, tabib) dan masyarakat biasa

yang memiliki pengetahuan tentang Arecaceae baik yang ditanam maupun yang tumbuh liar dialam lingkungannya. (Lampiran wawancara pengumpulan data

dapat di lihat di lampiran C).

Tekhnik observasi digunakan untuk mendapatkan fakta fakta empiris yang

tampak (kasat mata). Cara memperoleh data dan observasi Partisipatorik yaitu

peneliti hanya datang ditempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut

langsung terlibat dalam kegiatan tersebut. Tekhnik Dokumentasi dilakukan

dengan memanfaatkan dokumen dokumen tertulis, gambar, foto, atau benda benda

lainnya yang berkaitan dengan aspek aspek yang diteliti. Data yang dikumpulkan

dianalasis untuk mendapatkan indeks Kepentingan Budaya atau Index of Cultural

Significance (ICS) (Turner, 1988) dengan analisis data sebagai berikut :

Indek Kepentingan Budaya atau Index of Cultural Signicance (ICS)

��� �� (�����)��+ (�����)��+⋯+ (�����)��

(44)

Tabel 1. Nilai kualitas kegunaan suatu jenis tumbuhan menurut kategori etnobotani

(Quality oj use categories in ethnobotany)

No Deskripsi Kegunaan Nilai

Makanan Utama:

1 Makanan pokok 5

Bahan Pangan Tambahan (Secondary Foods)

2 Umbi-umbian

3 Bahan makanan berupa batang, daun, pucuk daun, bunga,dan Kecambah

4

4 Bahan makanan berupa buah-buahan, biji-bijian 4 5 Bahan makanan berupa tunas, pucuk tumbuhan dan bagian

tanaman lainnya

4

6 Bahan makanan yang berupa jamur yang tidak beracun 4 7 Bahan makanan yang hanya dimanfaatkan pada saat paceklik,

kekurangan makanan

4

8 Bahan minuman 4

Bahan pangan lain yang digunakan

9 Menambah rasa, aroma, manis, bumbu-bumbuan dan penambah rasa lainnya

3

10 Bahan pangan suplemen sebagai campuran bentuk menu makanan, pembungkus bahan pangan dan bahan lain yang digunakan dalam persiapan pembuatan bahan pangan

3

11 Bahan rokok (misalnya: tembakau) 3

12 Pakan ternak dan makanan hewan 3

Bahan Materi Utama

13 Kayu bahan bangunan, bahan wadah 4

14 Kayu bahan bakar 4

15 Bahan serat, bahan pakaian, dan bahan kerajinan atau teknologi Tradisional

4

16 Kulit kayu sebagai wadah dan konstruksi 4

Bahan Materi Sekunder

17 Penghasil tannin, berguna untuk perawatan 3

18 Bahan pewarna, tato, dekorasi dan kosmetika 3

19 Bahan deodoran, bahan pembersih 3

20 Bahan perekat, tali, bahan tahan air 3

21 Bahan sebagai alas, bahan tikar, bahan pengelap, bahan pembalut 3

22 Bahan campuran berbagai jenis bahan yang berguna 3 Bahan Obat-obatan

23 Tonikum, obat-obatan yang menyegarkan, merangsang 3

24 Purgatif, laksatif, emetik 3

25 Bahan obat untuk demam, obat batuk, TBC, influenza 3

(45)

No Deskripsi Kegunaan Nilai 27 Obat untuk arthritis, rheumatik, sakit persendian, lumpuh atau paralis 3

28 Obat-obatan untuk penyakit saluran kencing 3

29 Obat-obatan untuk penyakit dalam 3

30 Obat-obatan untuk infeksi mata 3

31 Obat-obatan untuk perempuan, obstetrik atau ginekologi atau 3 32 Obat-obatan yang secara khusus untuk anak-anak 3

33 Obat-obatan untuk kanker 3

34 Obat-obatan untuk penyakit hati, system sirkulasi, tekanan darah 3

35 Obat anti iritasi 3

36 Analgetik dan anesthetik 3

37 Obat anti racun 3

38 Obat-obatan sakit perut atau masalah pencernaan, disentri 3

39 Obat-obatan untuk aphrodisiac 3

40 Obat-obatan untuk penyakit infeksi telinga 3

41 Obat-obatan untuk demam dan malaria 3

42 Obat sakit gigi 3

43 Obat-obatan untuk penyakit hewan 3

44 Obat-obatan untuk infeksi dan perwatan kulit 3

45 Medicine miscellaneous or unspecified 3

Ritual atau Spiritual

46 Ritual kelahiran 2

47 Ritual inisiasi 2

48 Ritual kematian atau ritual keberanian, kepahlawanan dalam perang antar suku

2

49 Ritual pengobatan 2

50 Ritual perburuan, pemancingan dan ritual kegiatan pertanian 2

51 Bahan pangan utama untuk ritual 2

52 Jenis yang secara spesifik ditabukan atau hanya digunakan untuk ritual adat atau ritual penyembuhan

2

53 Sebagai jimat, tanda cinta kasih (symbol), permainan, atau sebagai bahan ritual penolak hujan dan lain-lain

2

Mitologi

54 Jenis tumbuhan berperan dalam supernatural atau mitos 2 55 Jenis tumbuhan berperan dalam supernatural dalam mitos yang

bersifat magis religius

2

56 Jenis tumbuhan berperan secara alami dalam mitos-mitos atau sejarah

2

57 Keperluan totem, simbol dansa 2

58 Mithik atau secara tradisional berasosiasi dengan hewan 2

59 Bahan campuran 2

60 Untuk kesenangan, indikator lingkungan, nama seseorang, desa dan sebagainya

2

(46)

No Deskripsi Kegunaan Nilai 62 Tumbuhan yang secara spesifik tidak diketahui kegunaannya,

tetapi diketahui mempunyai gambaran yang indah atau memiliki kemiripan dengan jenis tumbuhan iainnya.

2

63 Tumbuhan yang memiliki nilai, tetapi tidak digunakan secara khusus atau adakalanya sangat khusus atau mempunyai kekecualian

1

64 Tumbuhan tidak berharga atau tidak bernilai atau tidak diketahui oleh siapapun

0

Tabel 2. Kategorisasi yang menggambarkan intensitas penggunaan (Intensity of use)

jenis tumbuhan berguna.

Nilai Deskripsi

5 Sangat tinggi intensitas penggunaannya; yaitu jenis jenis tumbuhan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, digunakan secara reguler hampirsetiap hari dalam memenuhi kebutuhan hidupnya

4 Intensitas penggunaannya tinggi; meliputi jenis jenis tumbuhan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, digunakan secara reguler harian, musiman, atau dalam waktu berkala

3 Intensitasnya sedang; penggunaan jenis-jenis tumbuhan secara reguler tetapi dalam kurun waktu-waktu tertentu, misalnya pemanfaatan yang bersifat musiman. Biasanya jenis jenis ini diramu, diekstrak, atau bila hasilnya berlebihan bisa diperjual belikan

(47)

sehari-Tabel 3. Kategorisasi yang menggambarkan tingkat eklusivitas atau tingkat kesukaan

Nilai Deskripsi

2 Paling disukai, merupakan pilihan utam, jenistumbuhan yang menjadi komponen utama dan sangat berperan dalam kultural. Jenis ini memiliki kegunaan yang paling disukai atau jugaI bagi jenis jenis yang mempunyai nilai guna tidak tergantikan oleh jenis lain

1 Meliputi jenis jenis tumbuhan berguna yang disukai tetapi terdapat jenis jenis apabila jenis tersebut tidak ada

0,5 Meliputi jenis jenis tumbuhan berguna yang hanya sebagai sumber daya sekunder, eklusivitasnya atau nilai kegunaannya rendah

Gambar

Gambar 2.1 Struktur Kepemimpinan Masyarakat Aceh
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Tabel 1. Nilai kualitas kegunaan suatu jenis tumbuhan menurut kategori  etnobotani
Tabel 2.  Kategorisasi yang menggambarkan intensitas penggunaan (Intensity of use)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian tentang pemberdayaan masyarakat miskin melalui Program Pengembangan Kecamatan di Kabupaten Aceh Utara Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) akan diteliti

Hasil dari penelitian dan wawancara menunjukkan bahwa Rapa’i Geurimpheng sebagai kesenian tradisional sudah mengakar dalam kehidupan masyarakat Aceh sejak zaman

Penelitian ini membahas tentang kearifan lokal masyarakat etnis Gayo terhadap pemanfaatan tumbuhan yang dapat diolah menjadi obat tradisional di desa Wihnongkal

PEMANFAATAN MODAL USAHA KEGIATAN SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) OLEH MASYARAKAT DESA KUTABULOH II KECAMATAN MEUKEK KABUPATEN ACEH

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan laju infiltrasi pada setiap tipe vegetasi tumbuhan di Kawasan Geothermal Ie Suum Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui potensi dan manfaat tumbuhan obat yang terdapat pada hutan produksi di Kecamatan Sinoa Kabupaten Bantaeng.. Jenis data yang

Pemanfaatan tumbuhan obat dalam pengobatan merupakan kegiatan turun-temurun yang telah dipraktekkan oleh masyarakat Kecamatan Alor Tengah Utara Kabupaten Alor,

Pemanfaatan Tumbuhan sebagai Bahan untuk Perawatan Pasca Persalinan dan Bayi oleh Masyarakat Lokal Kecamatan Semboro Kabupaten Jember; Alif Mei Laniar; 090210103028; 2014; 85