• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Struktur Keuangan di Era Otonomi Daerah …

1. Struktur Keuangan Daerah menurut UU No.25/ 1999 dan UU No.33/ 2004

Tujuan pokok UU No.25/ 1999 adalah upaya memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah, menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil, proporsional, rasional, transparan, partisipatif, bertanggung jawab dan pasti, serta mewujudkan sistem perimbangan keuangan yang baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Namun dalam penerapannya, UU No.25/ 1999 menimbulkan berbagai masalah di daerah. Pertama, mengenai kemampuan keuangan atau

kapasitas/ potensi fiskal daerah. Masalah kedua adalah mengenai tingkat

efektifitas dan efisiensi dari PAD maupun yang diterima dari pemerintah pusat (dana perimbangan).

27

Dengan keluarnya UU No.25/1999, struktur keuangan daerah mengalami perubahan, yakni sumber baru yang penting adalah dana perimbangan dari pemerintah pusat. Faktor yang digunakan dalam menentukan besarnya bantuan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah mencakup beberapa perumusan yang berkaitan dengan berbagai faktor seperti upaya pajak (tax effort). Setelah diketahui upaya pajak dari suatu

daerah, maka kemudian dapat dilihat pelaksanaan pajak (tax performance)

dari suatu daerah.

Pajak dalam berbagai unit tingkat pemerintahan baik negara maupun daerah menggambarkan sebuah konsep mengenai kapasitas wajib pajak (taxable capacity). Untuk menyediakan kebutuhan barang dan jasa publik

pemerintah daerah sangat membutuhkan dana, dan oleh karena pemerintah daerah juga memiliki kebutuhan fiskal (fiscal need) yang digunakan untuk

membiayai penyediaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana sosial ekonomi. Oleh karena itu transfer dana dan pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah tersebut harus memberikan dampak pemerataan (equalization effect).

Perbandingan yang dilakukan terhadap tax ratio memberikan

beberapa indikasi adanya nilai-nilai relatif pajak pada suatu daerah. Dengan mengetahui tax performance dalam hal ini dengan mengetahui tax effort

akan dapat diketahui daerah yang memiliki kemungkinan lebih besar hasilnya bila dilakukan pemungutan pajak, atau disebut juga yang memiliki taxable capacity yang lebih besar.

28

Sementara itu, keuangan daerah juga mengalami beberapa perubahan. Melalui UU No.25/ 1999 dan UU No.33/ 2004, secara makro sumber-sumber keuangan daerah diperbesar, sejalan dengan dikembangkannya prinsip perimbangan. Jumlah alokasi transfer keuangan ke daerah terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tabel berikut menunjukkan peningkatan alokasi transfer pusat ke daerah selama era desentralisasi.

Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan, Departemen Keuangan RI; 2007.

Gambar 2.1. Tren Alokasi Transfer Pusat ke Daerah (Tahun 2001-2008)

8 1 ,1 3,5 9 4 ,7 9,2 1 1 1 ,1 6,9 1 2 2 ,9 7,2 1 4 3 ,2 4,0 2 2 2 ,1 9,5 2 4 4 ,7 14,4 2 6 6 ,8 0,0 40,0 80,0 120,0 160,0 200,0 240,0 280,0 T ri li u n R p 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

REALISASI APBN APBN-P APBN

TREN TRANSFER KE DAERAH

(DANA PERIMBANGAN, DANA OTSUS DAN PENYESUAIAN)

TAHUN 2001-2008

DANA PERIMBANGAN OTSUS DAN PENYESUAIAN

2001 2002 2003 2004 2005 2006 DANA DESENTRALI SASI 81,1 98,1 120,3 129,7 150,5 226,2 254,2 281,2 % dari thn sebelumnya - 21,1% 22,6% 7,8% 16,0% 50,3% 12,4% 10,6% APBN 2008

REALISASI APBN APBN-P

2007

Keterangan : - Realisasi 2001 s.d 2003 berdasarkan PAN, 2004, 2005, dan 2006 berdasarkan LKPP (audited). - Tahun 2007 menggunakan angka APBN-P 2007 ; - Tahun 2008 angka APBN 2008

29

Ada sejumlah studi yang telah dilakukan mengenai besarnya dana yang akan disalurkan dari pusat ke daerah akibat penerapan UU No.25/ 1999, diantaranya dari Bappenas. Didasarkan pada sejumlah asumsinya, hasil studi tersebut menunjukkan bahwa penerimaan propinsi secara total meningkat sebesar 17 persen. Ada juga studi lanilla yang merupakan suatu kajian dari

Yayasan Indonesia Forum tahun 2000, menemukan dampak diberlakukannya UU No.25/ 1999, yaitu:

1. Umumnya peranan pendapatan asli daerah (PAD) di propinsi yang diteliti, dalam pembiayaan pembangunan ekonomi (APBD) tidak terlalu besar. Ini mencerminkan tingginya tingkat ketergantungan financial daerah terhadap pemerintah pusat.

2. Adanya korelasi positif antara daerah yang kaya sumber daya alam (SDA) dan/ atau sumber daya manusia (SDM) dalam peranan PAD pada APBD. 3. Pada tahun 1998/ 1999 sebagian besar daerah yang diteliti mengalami

penurunan PAD di dalam pembentukan APBD-nya dikarenakan adanya krisis ekonomi.

Salah satu komponen pendapatan daerah yang diharapkan menjadi sumber utama keuangan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah PAD. Di antara kelima sumber utama PAD yang ada, pajak daerah dan retribusi menjadi sumber andalan PAD. Sedangkan pajak pendapatan, pajak nilai tambah dan pajak barang mewah merupakan tiga jenis pajak yang paling penting bagi pendapatan propinsi.

30

Pengelolaan keuangan daerah harus transparan yang dimulai dari proses perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan anggaran daerah. Selain itu, akuntabilitas dalam pertanggungjawaban publik juga diperlukan, dalam arti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Kemudian, value for money yang berarti

diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaran yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas.

Dengan adanya penerapan prinsip-prinsip tersebut, maka akan menghasilkan pengelolaan keuangan daerah (yang tertuang dalam APBD) yang benar-benar mencerminkan kepentingan dan pengharapan masyarakat daerah setempat secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab. Sehingga nantinya akan melahirkan kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat.

2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) adalah gambaran dari kebijakan pemerintah daerah yang dinyatakan dalam ukuran uang, yang meliputi kebijakan pengeluaran maupun penerimaan pemerintah daerah, serta realisasi anggaran tahun yang lalu. Sementara itu, pengertian APBD yang dimuat dalam Kepmendagri No.29/ 2002, adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

31

APBD memiliki tiga fungsi bila dilihat dari perspektif administrasi negara, yaitu [1] sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam mengelola daerah, terutama keuangan daerah untuk satu periode di masa yang akan datang, [2] sebagai instrumen pengawasan pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan daerah, dan [3] sebagai instrumen untuk menilai kinerja pemerintah. Sedangkan fungsi APBD dalam pendekatan ekonomi yaitu sebagai berikut:

a. Fungsi alokasi; kegiatan penyusunan anggaran merupakan sarana penyediaan barang dan jasa sosial dalam rangka pemenuhan pelayanan publik.

b. Fungsi distribusi; penyusunan anggaran merupakan mekanisme pembagian secara merata dan berkeadilan atas berbagai sumber daya dan pemanfaatannya.

c. Fungsi stabilisasi; pajak dan pengeluaran akan mempengaruhi permintaan agregat dan kegiatan ekonomi secara keseluruhan.

Dalam penyusunan APBD, ada beberapa prinsip dasar yang harus diakomodir yaitu:

a. Transparan; APBD yang baik hendaknya dapat memberikan informasi tentang tujuan, sasaran, hasil, dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan.

b. Partisipatif; Masyarakat harus dilibatkan dalam setiap proses penganggaran, demi menjamin adanya kesesuaian antara kebutuhan dan aspirasi masyarakat dengan peruntukkan anggaran.

32

c. Disiplin; Penyusunan APBD harusnya berorientasi pada kebutuhan masyarakat, tanpa harus meninggalkan keseimbangan antara pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat. d. Keadilan; Pembiayaan pemerintah daerah dilakukan melalui mekanisme

pajak dan retribusi yang dibebankan oleh segenap lapisan masyarakat. e. Efisiensi dan efektivitas; Penggunaan dana yang tersedia harus

dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.

f. Rasional dan terukur; Jumlah pendapatan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, dan jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja.

Dalam penyusunan dan penetapan APBD, ada empat aspek penting yang perlu diperhatikan yaitu:

a. Aspek perencanaan, karena melibatkan pembuatan keputusan politik yang memiliki dampak pada masa yang akan datang.

b. Aspek politik, karena perumusan dan penetapan anggaran merupakan proses politik yang memuat mekanisme kolektif untuk menentukan

pengambilan keputusan tentang ―siapa yang akan memperoleh apa‖ dan ―siapa yang akan menanggung bebannya‖.

c. Aspek ekonomi, karena perumusan dan penetapan anggaran merupakan proses ekonomi dimana alokasi sumber daya merupakan fungsi ekonomi yang penting.

33

d. Aspek akuntansi, karena perumusan dan penetapan anggaran merupakan proses akuntansi dimana informasi tentang pengeluaran dan penerimaan disusun berdasarkan item penerimaan dan pengeluaran anggaran.

Sedangkan format APBD disusun bertolak belakang dari prinsip anggaran defisit. Metodenya adalah metode performance budget (anggaran

kinerja), dengan titik tekan pada output. Bentuk struktur APBD dapat dilihat seperti dibawah ini:

Tabel 2.1

Struktur APBD Propinsi/ Kabupaten/ Kota Pendekatan Kinerja Uraian Anggaran (Rp) Realisasi (Rp) I. Pendapatan

1. Pendapatan Asli Daerah a. Pajak Daerah

b. Retribusi Daerah

c. Bagian Laba Usaha Daerah d. Lain-lain Pendapatan Asli

Daerah

2. Dana Perimbangan

a. Bagi Hasil Pajak & Bukan Pajak

b. Dana Alokasi Umum c. Dana Alokasi Khusus d. Dana Perimbangan dari

Propinsi

3. Lain-lain Pendapatan yang Sah Total Pendapatan

34

II. Belanja

A. A. Belanja Aparatur Daerah B. 1. Belanja Administrasi Umum

a. Belanja Pegawai/ Personalia b. Belanja Barang dan Jasa c. Belanja Perjalanan Dinas d. Belanja Pemeliharaan

1. 2. Belanja Operasi dan Pemeliharaan a. Belanja Pegawai/ Personalia b. Belanja Barang dan Jasa c. Belanja Perjalanan Dinas d. Belanja Pemeliharaan 2. 3. Belanja Modal/ Pembangunan

Total Belanja Aparatur Daerah C. B. Pelayanan Publik

1. 1. Belanja Administrasi Umum a. Belanja Pegawai/ Personalia b. Belanja Barang dan Jasa c. Belanja Perjalanan Dinas d. Belanja Pemeliharaan

2. 2. Belanja Operasi dan Pemeliharaan a. Belanja Pegawai/ Personalia b. Belanja Barang dan Jasa c. Belanja Perjalanan Dinas d. Belanja Pemeliharaan 3. 3. Belanja Modal/ Pembangunan

Total Belanja Pelayanan Publik D. Belanja Bagi Hasil & Bantuan

Keuangan

35

Total Belanja Pelayanan Publik Total Belanja

Surplus/ Defisit = (I-II) III. Pembiayaan

1. Penerimaan Daerah

a. Sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu

b. Transfer dari Dana Cadangan c. Penerimaan dan Obligasi

d. Hasil Penjualan Aset Daerah yang dipisahkan

Jumlah Total Penerimaan 2. Pengeluaran Daerah

a. Transfer ke Dana Cadangan b. Penyertaan Modal

c. Pembayaran Utang Pokok yang jatuh tempo

d. Sisa lebih perhitungan anggaran tahun sekarang

Jumlah Total Pengeluaran Jumlah Pembiayaan

Sumber: Panduan Praktis Mengontrol APBD; 2005.

Dari format di atas dapat dilihat bahwa belanja dapat dibagi dua, yaitu belanja aparatur dan belanja publik. Belanja aparatur adalah setiap bentuk belanja pemerintah daerah untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat, dan dampaknya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat (publik). Sedangkan belanja publik adalah setiap bentuk belanja pemerintah daerah untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat, dan

36

dampaknya secara langsung dinikmati oleh masyarakat. Hal penting lainnya dalam format ini adalah anggaran disusun dengan indikator input, out come, output, benefit, dan impact.

Dokumen terkait