• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam memahami struktur modal optimal dapat dilihat dari hubungan dasar keuangan. Dapat dikatakan bahwa nilai perusahaan dapat

optimal ketika biaya modal minimal. Dengan menggunakan nilai sederhana pertumbuhan nol maka nilai perusahaan dapat dihitung sebagai berikut:

... (2.6)

N = Nilai Perusahaan

EBIT = Laba sebelum bunga dan pajak Tax = Tarif Pajak

rWACC = Biaya modal rata-rata tertimbang

Jika EBIT dianggap konstan maka nilai perusahaan dapat maksimal dengan cara meminimalkan biaya modal rata-rata tertimbang. Umumnya semakin rendah biaya modal rata-rata tertimbang, semakin besar perbedaan antara biaya dari hasil proyek, dan menyebabkan semakin besar penghasilan pemilik. Dengan meminimalkan biaya modal rata-rata tertimbang memungkinkan manajemen untuk dapat mengambil lebih banyak proyek yang menguntungkan dan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Dalam kenyataannya, WACC perusahaan akan meningkat dan nilai perusahaan akan menurun setelah mencapai titik tertentu, seperti terlihat pada Gambar 4 sebagai berikut ini:

Gambar 4. Biaya Modal dan Nilai Perusahaan (dalam kenyataan)

(Sumber : Siaw, 1999)

Dari gambar tersebut, terlihat ada kombinasi hutang dan ekuitas tertentu yang menghasilkan biaya modal minimum dan nilai perusahaan maksimum. Salah satu perhatian utama dari manajer keuangan adalah menetukan struktur modal optimal yang akan meminimumkan biaya modal dan memaksimumkan nilai perusahaan.

Pada kenyataannnya sulit untuk mendapatkan struktur modal yang optimal, hal ini dikarenakan tidak mungkin untuk mengetahui posisi pasti dimana struktur modal yang optimal. Pada umumnya perusahaan hanya berada pada struktur modal yang diyakini mendekati optimal. Kenyataannya laba ditahan dan segala sumber serta jumlah pembiayaan baru akan mengakibatkan perubahan pada struktur modal, hal inilah yang mengakibatkan struktur modal selalu berubah dan tidak akan pernah berada pada suatu kondisi struktur modal yang optimum, melainkan berada pada sebaran struktur modal.

Dalam pemilihan pendanaan dengan hutang dan ekuitas, tidak ada teori yang berlaku umum, karena masing-masing perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Ada beberapa teori keuangan yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan pendanaan. Menurut balanced theory, perusahaan mendasarkan keputusan pendanaan pada struktur modal yang optimal. Struktur modal yang optimal dibentuk dengan menyeimbangkan manfaat dari penghematan pajak atas penggunaan hutang terhadap biaya

Stephen A. Ross menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan

manufacturing umumnya memiliki komposisi hutang jangka panjang

antara 0%-50% dari total kapitalisasi, sedangkan perusahaan utilities sekitar 30%-60%. Sementara banyak studi mengenai struktur modal yang menyimpulkan aturan umum bahwa cost of capital akan minimum dalam komposisi hutang berbanding ekkuitas 1:2 berbeda data struktur modal untuk perusahaan di beberapa Negara dan Amerika Serikat diberikan dalam Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2. Perbandingan Struktur Modal di Beberapa Negara

Negara Persentase debt terhadap Nilai pasar Amerika 48% Jepang 72% Jerman 49% Kanada 45% Perancis 58% Italia 59% Sumber : Ross SA (1997)

Tabel 3. Struktur modal beberapa industri di Amerika Serikat Perusahaan Presentase Debt terhadap nilai pasar

Leverage tinggi Konstruksi bangunan 60,2% Industri perhotelan 55,4% Transportasi udara 38,8% Logam Dasar 29,1% Kertas 28,2 Leverage Rendah

Industri kimia dan obat 4,80%

Elektronika 9,10%

Jasa manajemen 12,30%

Komputer 9,60%

Pelayanan Kesehatan 15,20%

Sumber : Ross SA(1997)

2.10 Valuasi

Tujuan dilakukannya penilaian bisnis (valuasi bisnis) adalah disamping untuk melakukan aktivitas merger dan akuisisi, tetapi juga untuk 1) divestasi ataupun penambahan ekuitas dari mitra baru dalam perusahaan, 2) penjualan sebagian saham kepada publik. Dengan business

valuation, pelaku bisnis dapat mengetahui nilai wajar ekuitas suatu

perusahaan untuk perolehan pendanaan dan investor perlu mengukur berapa capital gain dari saham untuk menilai perkembangan kekayaannya (Nurhayati E, 2009). Melakukan valuasi perusahaan berarti mengukur tidak hanya kekayaan (aset) tetapi juga keterkaitannya dengan utang dan ekuitas. Secara umum dikenal tiga pendekatan dalam melakukan valuasi yaitu metode discounted cash flow, metode penilaian relatif (relative

valuation) dan metode contingent claim valuation. Berikut ini adalah

penjelasan masing-masing dari ketiga model tersebut (Prasetyo AH, 2011):

1. Metode Discounted Cash Flow: metode ini menekankan penerapan

sisi, metode ini dapat digunakan untuk memprediksi nilai perusahaan beberapa periode kedepan. Di sisi lain, metode ini dipandang sebagai salah satu metode yang termasuk dalam kategori cukup realistis.

2. Metode Penilaian Relatif : Metode ini mendasarkan perhitungan pada keterkaitan antara aset yang divaluasi dengan aset yang menjadi benchmark. Metode ini juga mendasarkan nilai aset pada nilai pasarnya.

3. Contingent Claim Valuation : Metode ini umumnya digunakan untuk menilai sekuritas yang diterbitkan oleh perusahaan. Sekuritas tersebut dapat berupa saham biasa, warrant, maupun obligasi. Dari metode yang telah dijelaskan sebelumnya, setiap metode memiliki jenis metodenya masing-masing yang dapat dilihat pada Gambar 5 sebagai beikut:

Gambar 5. Metode Valuasi

(Sumber : Damodaran Aswath, 2002)

Untuk menilai perusahaan maka digunakan metode discounted

cash flow, dalam metode DCF nilai dari suatu aset merupakan present value dari expected cash flow asset tersebut yang kemudian didiskontokan

pada suatu nilai discount rate yang menggambarkan tingkat risiko dari

aplikasinya tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangan. Hal inilah yang membuat terjadinya perkembangan valuasi dalam dunia keuangan. Menurut Mun dalam Baroto (2008) terdapat kelebihan dari metode DCF yaitu:

1. Jelas serta konsisten dalam decision criteria untuk seluruh proyek. 2. Terdapat faktor time value of money yang menunjukkan nilai

sesungguhnya sekarang. Serta struktur risiko yang sudah terkandung didalam time value of money.

3. Mudah dalam menjelaskan kepada pihak manajemen.

Namun diantara kelebihan tersebut, metode DCF juga memiliki banyak kekurangan seperti:

1. Ketidakpastian dimasa yang akan datang membuat hasil dari metode DCF yang statis menjadi kurang dinamis.

2. Proyek-proyek yang dinilai berdasarkan metode DCF bersifat lebih pasif.

3. Seluruh tingkat risiko diasumsikan sudah diwakilkan oleh factor

discount rate, padahal dalam kenyataan tingkat risiko tersebut

dapat berubah tiap waktu.

4. Metode DCF mengasumsikan cash flow dimasa depan dapat diramalkan dengan tepat.

Metode DCF memiliki kelemahan dalam kasus terjadi perubahan struktur modal perusahaan, yang berdampak juga pada nilai perusahaan. Hal ini diantisipasi oleh metode Adjusted Present Value (APV), metode ini memisahkan free cash flow atas arus kas dari operasi dan arus kas dari sumber lain-lain yang umumnya didominasi oleh perlindungan pajak (tax

shield). Pendekatan APV, dimulai dengan nilai perusahaan tanpa hutang.

Dengan menambah hutang perusahaan, Damodaran mempertimbangkan efek pada nilai bersih dengan mempertimbangkan baik manfaat dan biaya pinjaman. Untuk melakukan ini, Damodaran mengasumsikan bahwa manfaat dari pinjaman adalah risiko tambahan kebangkrutan. (Damodaran A, 2002)

Dokumen terkait