VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Struktur Permintaan dan Penawaran dalam Pembangunan
6.1.1. Struktur Output
Pengertian dari output dalam penelitian ini adalah seluruh nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi di Aceh. Analisis struktur output ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran sektor-sektor mana saja yang mampu memberikan kontribusi yang tinggi terhadap pembentukan output secara keseluruhan (Amir dan Nazara, 2005). Jumlah output yang mampu dihasilkan menurut sektor ekonomi di Aceh dapat dilihat pada Lampiran 3. Total nilai produksi barang dan jasa yang produksi oleh sektor-sektor ekonomi (output) di Aceh mencapai Rp 123 347 013 juta .
Jika dilihat dari jumlah penciptaan output menurut sektor, terlihat bahwa ada sepuluh sektor terbesar menurut peringkat output seperti yang disajikan pada Tabel 9. Sektor pertambangan gas merupakan sektor yang mempunyai output terbesar yaitu sebesar Rp 16 260 630 juta. Meskipun laju pertumbuhan sektor ini menunjukkan laju pertumbuhan negatif dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto namun dalam penciptaan output sektor ini masih mampu
menciptakan output yang relatif besar dalam pembangunan ekonomi Aceh. Hal ini dikarenakan sumberdaya yang terdapat pada sektor pertambangan masih relatif besar yang dihasilkan oleh dua perusahaan besar di Aceh yaitu PT. Arun dan PT. Exxon Mobil Oil. Selain kedua perusahan terbesar tersebut, pertambangan lain di Aceh juga masih ada meskipun belum diusahakan secara komersial. Dengan adanya perusahaan dan sumberdaya yang dimiliki sektor tersebut maka output yang dihasilkan juga relatif besar. Kemudian diikuti oleh sektor perdagangan yang memiliki laju pertumbuhan yang relatif besar setelah tsunami dan mampu menghasilkan output yang relatif besar dalam perkembangan ekonomi Aceh saat ini. Sementara itu untuk sektor bangunan, sektor pemerintahan dan pertahanan, sektor angkutan jalan raya dan sektor industri makanan, minuman dan tembakau masing-masing juga mampu menyumbang output yang relatif besar dalam menunjang pembangunan ekonomi. Selain sektor tersebut sektor padi, sektor ternak dan hasilnya dan sektor sayuran masing-masing mampu memberikan kontribusi yang relatif besar dalam penciptaan ouput meskipun laju pertumbuhan sektor pertanian pada tahun 2009 relatif kecil lebih kecil dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor listrik, sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan, sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor jasa-jasa. Hal ini dikarenakan sektor pertanian di Provinsi Aceh masih merupakan sektor pekerjaan utama bagi rumahtangga yang ada di daerah pedesaan. Sementara itu meskipun laju pertumbuhan sektor listrik dari tahun 2004 ke tahun 2009 lebih besar daripada laju pertumbuhan sektor ekonomi lain, namun dalam penciptaan output sektor ini masih relatif kecil dan tidak termasuk ke dalam peringkat sepuluh besar sektor yang menghasilkan output terbesar.
Secara kumulatif kesepuluh sektor yang disajikan pada Tabel 9 dibawah ini, mampu menciptakan output sebesar 77.01 persen dari keseluruhan output di Provinsi Aceh. Apabila dilihat dari besarnya output yang dihasilkan, sektor tersebut merupakan leading sector yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah dalam rangka pengembangan perekonomian daerah.
Tabel 9. Sepuluh Sektor Terbesar Menurut Peringkat Output
Rangking Sektor Nilai
(Juta Rp) Persen (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pertambangan Gas
Pengilangan Minyak dan Gas Perdagangan
Bangunan
Pemerintahan dan Pertahanan Angkutan Jalan Raya
Industri makanan, minuman dan tembakau Padi
Ternak dan Hasilnya Sayuran dan Buah-buahan
16 260 630 15 531 384 14 800 837 13 292 505 9 106 603 8 602 314 5 465 012 4 379 783 4 296 950 3 255 865 13.18 12.59 12.00 10.78 7.38 6.97 4.43 3.55 3.48 2.64 Jumlah Peringkat (1-10) 94 991 882 77.01 Sektor Lainnya 28 355 131 22.99 Jumlah 123 347 013 100.00
Sumber : Tabel IO Hasil updating Provinsi Aceh Tahun 2009 (Diolah) 6.1.2. Struktur Nilai Tambah Bruto
Nilai tambah bruto adalah balas jasa terhadap faktor produksi yang tercipta karena adanya kegiatan produksi berdasarkan penggunaannnya. Total nilai tambah bruto dalam perekonomian suatu daerah juga merupakan nilai PDRB daerah tersebut berdasarkan pendekatan nilai tambah. Nilai total nilai tambah bruto/ input primer ini akan sama dengan nilai permintaan akhir domestik atau yang disebut nilai PDRB (Novita et al, 2007).
Dalam Tabel Input-Output di Provinsi Aceh, nilai tambah dirinci lagi menurut upah dan gaji, surplus usaha (sewa, bunga dan keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung. Besarnya nilai tambah di tiap-tiap sektor ditentukan
oleh besarnya output (besarnya nilai produksi) yang dihasilkan dan jumlah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi (Hotman, 2006). Oleh karena itu, suatu sektor yang memiliki nilai output besar belum tentu memiliki nilai tambah yang besar juga. Hal ini dikarenakan, dalam nilai tambah dihitung juga besarnya biaya produksi yang dikeluarkan oleh suatu sektor dalam melakukan aktivitasnya. Jumlah nilai tambah bruto yang mampu dihasilkan menurut sektor ekonomi di Aceh secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 4.
Hasil analisis pada Tabel 10 menunjukkan bahwa sektor pertambangan gas merupakan sektor terbesar dalam penciptaan nilai tambah. Selain besar dalam penciptaan output sektor ini juga mampu menghasilkan nilai tambah yang relatif besar yaitu sebesar Rp 15 481 236 juta atau sebesar 20.63 persen. Sektor pertambangan mampu menghasilkan nilai tambah yang relatif besar dikarenakan selain untuk memenuhi kebutuhan domestik, sektor ini juga mampu mengekspor sebagian besar hasil outputnya. Kemudian berturut-turut sektor perdagangan , sektor pemerintahan dan pertahanan, sektor angkutan jalan raya, sektor bangunan, sektor padi, sektor ternak dan hasilnya, sektor sayur-sayuran dan buah-buahan, dan yang terakhir sektor kehutanan.
Dalam penciptaan nilai tambah rata-rata sektor yang menghasilkan nilai tambah yang relatif tinggi dalam perekonomian adalah sektor yang mampu menghasilkan output yang relatif besar kecuali sektor industri makanan, minuman dan tembakau. Artinya di Provinsi Aceh sektor industri makanan, minuman dan tembakau meskipun mampu menghasilkan output yang relatif besar namun dalam penciptaan nilai tambah sektor ini relatif kecil. Ini dikarenakan di Provinsi Aceh rata-rata sektor industri makanan, minuman dan tembakau yang ada tidak
bergerak dalam skala besar namun masih termasuk ke dalam industri rumahtangga. Selain itu untuk proses produksinya sektor industri, makanan dan tembakau yang ada di Provinsi Aceh masih sangat bergantung pada sektor ekonomi lain terutama sektor pertanian. Kebanyakan input sektor industri makanan, minuman dan tembakau dihasilkan oleh sektor pertanian. Sehingga dalam penciptaan nilai tambah sektor ini tidak mampu memberikan kontribusi yang relatif besar.
Tabel 10. Sepuluh Peringkat Terbesar Nilai Tambah Bruto Tahun 2009
Rangking Sektor Nilai
(Juta Rp) Persen (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pertambangan Gas Perdagangan
Pengilangan Minyak dan Gas Pemerintahan dan Pertahanan Angkutan Jalan Raya
Bangunan Padi
Ternak dan Hasilnya Sayuran dan Buah-buahan Kehutanan 15 481 236 10 170 702 7 097 489 6 309 799 4 961 538 4 836 086 3 731 499 3 122 944 3 050 094 1 785 956 20.63 13.55 9.46 8.41 6.61 6.44 4.97 4.16 4.06 2.38 Jumlah Peringkat (1-10) 60 547 342 80.69 Sektor Lainnya 14 492 779 19.31 Jumlah 75 040 121 100.00
Sumber : Tabel IO Updating Provinsi Aceh Tahun 2009 (Diolah)
Selanjutnya disajikan pada Tabel 11, jumlah nilai tambah bruto menurut komponen di Provinsi Aceh. Komponen nilai tambah bruto terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, pajak tak langsung dan subsidi. Pada Tabel 11 diketahui bahwa komponen nilai tambah bruto di Aceh dialokasikan untuk upah dan gaji sebesar 26.57 persen. Selanjutnya dialokasikan untuk surplus usaha sebesar 63.47 persen, dialokasikan untuk penyusutan sebesar 7.07 persen, serta 2.89 persen dialokasikan untuk pajak tidak langsung.
Jika dicermati pada Tabel 11, terlihat bahwa di Provinsi Aceh porsi yang diterima untuk upah gaji lebih rendah dibandingkan dengan porsi untuk surplus usaha, padahal upah dan gaji adalah satu-satunya komponen nilai tambah yang langsung diterima (dibawa pulang) oleh pekerja. Artinya di Provinsi Aceh komponen nilai tambah pada masing-masing sektor ekonomi lebih diutamakan pada penciptaan nilai tambah untuk surplus usaha. Padahal komponen surplus usaha itu sendiri adalah merupakan nilai tambah yang diterima oleh pengusaha (eunterpreneurship). Surplus usaha belum tentu dapat langsung dinikmati oleh masyarakat, karena surplus usaha tersebut sebagian ada yang disimpan atau ditanam di perusahaan dalam bentuk laba ditahan (retained earnings).
Tabel 11. Komposisi Nilai Tambah Bruto Menurut KomponennyaTahun 2009
Kode Jenis Komponen Nilai
(Juta Rp) Persen (%) 201 202 203 204
Upah dan Gaji Surplus Usaha Penyusutan
Pajak Tak Langsung
19 935 975 47 629 465 5 306 687 2 167 994 26.57 63.47 7.07 2.89
Jumlah Nilai Tambah Bruto 75 040 121 100.00
Sumber: Tabel IO Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen Aceh (Diolah) 6.1.3. Struktur Permintaan Akhir
Barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu daerah, selain digunakan dalam proses produksi (sebagai permintaan antara) juga dipergunakan untuk memenuhi permintaan akhir oleh konsumen akhir. Permintaan akhir meliputi : (1) konsumsi rumah tangga dan lembaga nirlaba, (2) konsumsi pemerintah (pusat dan daerah), (3) investasi yang dilakukan oleh pemerintah pusat, daerah, dan swasta, (4) perubahan stok, dan (5) ekspor ke luar daerah atau luar negeri.
Perkembangan seluruh komponen ini sangat penting untuk diikuti khususnya komponen ekspor sebagai salah satu sumber devisa yang digunakan untuk pembelian barang-barang modal untuk keperluan pembangunan dan komponen pembentukan modal tetap yang merupakan faktor penting untuk pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh. Dalam rangka pelaksanaan pola hidup sederhana, komponen konsumsi juga perlu diperhatikan. Dimana pola hidup sederhana perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, artinya tidak konsumtif sehingga kita mampu menyisihkan sebagian pendapatan untuk keperluan pembiayaan pembangunan. Apabila seluruh komponen permintaan akhir ini dijumlahkan dan dikurangi dengan jumlah barang dan jasa yang diimpor, maka akan sama dengan jumlah penggunaan akhir barang dan jasa yang berasal dari faktor produksi lokal atau domestik (Hotman, 2006).
Tabel 12. Struktur Permintaan Akhir di Provinsi Aceh Tahun 2009
Kode Uraian Nilai
(Juta Rp) Persen (%) PA Persen (%) PDRB 301 302 303 304 305
Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan stok Ekspor 27 011 309 8 954 248 13 275 039 3 932 434 32 461 501 31.54 10.46 15.50 4.59 37.91 36.00 11.93 17.69 5.24 43.26
Jumlah Permintaan Akhir 85 634 530 100.00 114.12
Impor 10 594 409 14.12
PDRB 71 255 246 100.00
Sumber: Tabel IO Updating Provinsi Aceh Tahun 2009 (Diolah)
Hasil analisis pada Tabel 12, menunjukkan bahwa jumlah seluruh permintaan akhir di Aceh sebesar Rp 81 849 655 juta. Dari jumlah tersebut, dialokasikan sebesar 31.54 persen untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Kemudian untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pemerintah sebesar 10.46 persen, dialokasikan untuk pembentukan modal tetap bruto sebesar 15.50
persen, untuk perubahan stok sebesar 4.59 persen dan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan ekspor sebesar 37.91 persen.
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 12, diketahui bahwa pengalokasian terbesar dari seluruh permintaan akhir yang ada di Aceh, ekspor merupakan komponen permintaan akhir terbesar. Artinya di Provinsi Aceh ekspor merupakan salah satu komponen penting dalam menghasilkan devisa untuk pembangunan ekonomi. Ekspor yang dimiliki oleh daerah Aceh pada umumnya berasal dari sektor pertambangan dan sektor pertanian, meskipun beberapa tahun terakhir perkembangan sektor pertambangan di Aceh mengalami pertumbuhan yang relatif sangat kecil sehingga untuk ekspor yang berasal dari sektor pertambangan menjadi berkurang. Untuk melihat komponen permintaan akhir masing-masing sektor di Provinsi Aceh disajikan pada Lampiran 2.
6.1.4. Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi
Hasil analisis untuk tujuan kedua dari penelitian menunjukkan bahwa antar sektor ekonomi di Provinsi Aceh memiliki keterkaitan satu sama lain. Keterkaitan suatu sektor dengan sektor lain memperlihatkan bagaimana peran sektor tersebut dalam menarik atau mendorong sektor-sektor lain dalam perekonomian di Provinsi Aceh. Artinya apabila terjadi kenaikan permintaan akhir pada suatu sektor sebesar satu rupiah maka akan menyebabkan kenaikan output semua sektor sebesar satu rupiah (Ulya dan Yunardy, 2011). Dengan melihat keterkaitan antar sektor, maka akan mudah untuk memberikan gambaran apakah suatu sektor layak dijadikan sebagai sektor utama dalam perencanaan pembangunan suatu daerah.
6.1.4.1. Keterkaitan ke Belakang
Keterkaitan kebelakang digunakan untuk melihat seberapa besar input yang digunakan oleh suatu sektor dari output sektor lain akibat peningkatan satu satuan permintaan akhir sektor tersebut di suatu wilayah (Ulya dan Yunardi, 2011). Dari hasil analisis keterkaitan ke belakang dengan klasifikasi 55 sektor (Lampiran 12) menunjukkan bahwa sektor yang mempunyai nilai keterkaitan langsung ke belakang terbesar adalah sektor listrik dan sektor industri makanan, minuman dan tembakau yaitu sebesar Rp 0.9621 dan Rp 0.95712. Hal ini berarti apabila sektor listrik mengalami kenaikan output sebesar satu rupiah maka akan berpengaruh pada kenaikan output pada sektor lainnya secara total sebesar Rp 0.96212.
Tabel 13 menunjukkan besar nilai keterkaitan langsung ke belakang lima sektor ekonomi di Provinsi Aceh. Nilai total sektor pada tabel tersebut menunjukkan bahwa kelima sektor tersebut memiliki nilai keterkaitan langsung ke belakang terbesar dengan seluruh sektor ekonomi lain yang ada di Provinsi Aceh. Artinya sektor ekonomi lain dalam melakukan kegiatan proses produksinya sangat memerlukan output dari lima sektor ekonomi tersebut.
Di Provinsi Aceh sektor listrik memiliki keterkaitan langsung ke belakang terbesar dengan sektor pertambangan sebesar Rp 0.46321. Hal ini berarti setiap kenaikan output di sektor listrik sebesar Rp 0.46321 disebabkan karena adanya permintaan akhir output sektor listrik oleh sektor pertambangan gas sebesar Rp 0.46321. Artinya sektor pertambangan gas di Provinsi Aceh dalam melakukan kegiatan produksinya memerlukan output dari sektor listrik. Pertambangan gas yang dikelola secara komersial dan sudah bertaraf internasional ada dua
pertambangan gas yaitu PT. Arun dan PT. Exxon Mobil Oil. Dalam melakukan aktivitas dan proses produksinya pertambangan gas yang ada di Aceh sangat memerlukan output dari sektor listrik , hal ini mencerminkan bahwa dengan adanya peningkatan permintaan sektor pertambangan gas maka sektor listrik akan meningkatkan outputnya.
Tabel 13. Lima Sektor Ekonomi yang Memiliki Nilai Keterkaitan Langsung ke Belakang di Aceh Tahun 2009
No Nama Sektor Keterkaitan Dengan Sektor Nilai
Keterkaitan Total Sektor
1 Listrik 1). Pertambangan Gas
2). Pertambangan dan Penggalian 3). Listrik
4). Pengilangan Minyak dan Gas 5). Perdagangan 0.46321 0.16505 0.14830 0.11034 0.02370 0.95212
2 Industri Makanan, Minuman dan Tembakau
1). Ternak dan Hasilnya 2). Perdagangan
3). Industri makanan, minuman dan tembakau
4). Angkutan Jalan Raya 5). Peternakan lainya 0.74002 0.10450 0.03388 0.05005 0.00641 0.95712
3 Industri Penggilingan beras, biji-bijian dan tepung
1). Padi 2). Kopi 3). Perdagangan 4). Angkutan Jalan Raya
5). Industri Penggilingan beras, biji-bijian dan tepung
0.56782 0.25821 0.06029 0.02928 0.02508 0.95389
4 Industri pupuk urea dan kimia dasar
1). Pertambangan
2). Industri pupuk urea dan kimia dasar
3). Pertambangan lainnya dan penggalian
4). Perdagangan
5). Pengilangan minyak dan gas
0.33816 0.21260 0.06834 0.03671 0.01713 0.73879
5 Industri Semen 1). Pertambangan lainnya dan
penggalian 2). Listrik
3). Pertambangan gas 4). Perbankan
5). Pengilangan minyak dan gas
0.26029 0.08547 0.07195 0.03950 0.03610 0.58000
Sumber: Tabel IO Updating Provinsi Aceh Tahun 2009 (Diolah)
Selain memiliki keterkaitan ke belakang dengan sektor pertambangan gas, sektor listrik juga memiliki keterkaitan ke belakang relatif besar dengan sektor pertambangan dan penggalian. Ada beberapa sektor pertambangan dan penggalian yang terdapat di Aceh antara lain pertambangan mas yang terdapat di kabupaten
Aceh Besar, kabupaten Pidie, kabupaten Aceh Tengah dan di kabupaten Aceh Barat. Selain pertambangan mas, di Aceh juga memiliki pertambangan biji besi yang terdapat di kabupaten Aceh Besar, Aceh Barat dan Aceh Selatan. Sementara itu tambang mangan terdapat di kabupaten Aceh Tenggara dan Aceh Barat, sedangkan tambang biji timah, batu bara terdapat di kabupaten Aceh Barat dan Aceh Timur yang terletak di daerah Rantau Kuala dan Simpang Peurelak. Melihat banyaknya sektor yang memiliki keterkaitan langsung ke belakang dengan sektor listrik, mencerminkan bahwa perkembangan sektor-sektor tersebut akan berdampak pada perkembangan sektor listrik yang ada di Provinsi Aceh. Hal ini dikarenakan output sektor listrik dijadikan input untuk sektor lain yang ada di Provinsi Aceh.
Selain sektor listrik, sektor yang termasuk ke dalam sektor yang memiliki nilai keterkaitan ke belakang terbesar dengan sektor lain adalah sektor industri penggilingan beras, biji-bijian dan tepung. Sektor penggilingan beras, biji-bijian dan tepung memiliki keterkaitan ke belakang terbesar dengan sektor padi sebesar Rp 0.56782 dan sektor kopi sebesar Rp 0.25821. Artinya apabila ada peningkatan permintaan akhir dari sektor kopi sebesar Rp 0.56782 dan sektor kopi sebesar Rp 0.25821, maka sektor industri penggilingan beras, biji-bijan dan tepung akan meningkatkan output menghasilkan sebesar Rp 0.5682 untuk sektor padi dan Rp 0.25821 untuk sektor kopi. Sektor padi dan kopi merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian di Aceh. Mayoritas penduduk di Aceh yang ada didaerah perdesaan bekerja di sektor pertanian secara khususnya pada sektor padi. Biasanya padi yang dihasilkan oleh petani dijadikan sebagai makanan sehari-sehari setelah terlebih dahulu dilakukan penggilingan di pabrik penggilingan
beras. Selain untuk makanan padi yang dihasilkan petani di Aceh sebagian dijual untuk keperluan rumahtangga seperti untuk biaya pendidikan maupun untuk keperluan lain. Sedangkan sektor kopi yang ada di Aceh sudah termasuk ke dalam sektor perkebunan besar, yang pada umumnya petani kopi di Aceh memiliki perkebunan dengan jumlah rata-rata satu hektar per rumahtangga. Daerah penghasil kopi terbesar di Provinsi Aceh adalah kabupaten Aceh Tengah. Kopi yang dihasilkan ada dalam bentuk biji mentah dan ada juga dalam bentuk bubuk setelah dilakukan penggilingan di pabrik penggilingan beras, biji-bijian dan tepung. Apabila sektor padi dan sektor kopi mampu meningkatkan outputnya maka akan berdampak pada perkembangan sektor penggilingan beras, biji-bijian dan tepung yang ada di Provinsi Aceh. Interpretasi ini sama halnya dengan sektor-sektor ekonomi lain yang ada dalam Tabel 13. Untuk melihat besarnya keterkaitan langsung ke belakang sepuluh sektor dengan sektor ekonomi lain secara lengkap disajikan pada Lampiran 7.
Selain melihat hubungan keterkaitan langsung ke belakang, hubungan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang juga penting untuk dikaji. Meskipun koefisien keterkaitan langsung maupun koefisien keterkaitan langsung dan tidak langsung sangat sederhana perhitungannya, tetapi informasi yang diberikan cukup memadai untuk menjelaskan prilaku dari suatu sektor produksi dalam sebuah perekonomian di suatu daerah.
Analisis keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor i suatu wilayah terhadap peningkatan output seluruh sektor perekonomian baik sektor i itu sendiri maupun sektor-sektor
lainnya di wilayah tersebut. Peningkatan output yang terjadi lebih disebabkan oleh peningkatan permintaan input oleh sektor i, yang berarti sektor i akan meminta lebih banyak output sektor-sektor lainnya untuk memenuhi input antara di sektor i tersebut. Untuk melihat urutan peringkat hubungan keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Lima Sektor Ekonomi yang Memiliki Nilai keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang di Provinsi Aceh Tahun 2009
No Nama Sektor Keterkaitan Dengan Sektor Nilai
Keterkaitan Total Sektor 1 Industri makanan, minuman
dan tembakau
1). Industri makanan, minuman dan tembakau
2). Ternak dan hasilnya 3). Perdagangan 4). Angkutan jalan raya 5). Padi 1.20964 0.89630 0.15030 0.07877 0.02763 2.51408 2 Listrik 1). Listrik 2). Pertambangan gas 3). Pertambangan lainnya dan
penggalian
4). Pengilangan minyak dan gas 5). Angkutan jalan raya
1.17565 0.64795 0.20930 0.13752 0.02566 2.30916
3 Industri Penggilingan beras, biji-bijian dan tepung
1). Industri penggilingan beras biji-bijian dan tepung
2). Padi 3). Kopi
4). Industri pupuk urea dan kimia dasar 5). Perdagangan 1.02681 0.62214 0.29887 0.09294 0.08960 2.30104
4 Air Minum 1). Air minum
2). Listrik
3). Pertambangan gas 4). Pertambangan lainnya dan
penggalian
5). Industri pupuk urea dan kimia dasar
1.00771 0.47137 0.29151 0.08973 0.07704 2.14653
5 Industri Pupuk urea dan kimia dasar
1). Industri pupuk urea dan kimia dasar 2). Pertambangan gas
3). Pertambangan lainnya dan penggalian
4). Perdagangan 5). Angkutan jalan raya
1.27472 0.47409 0.09537 0.05396 0.03414 2.05208
Sumber: Tabel IO Updating Provinsi Aceh Tahun 2009 (Diolah)
Hasil analisis pada Tabel 14 menunjukkan bahwa sektor industri makanan, minuman dan tembakau mempunyai nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang terbesar yaitu Rp 2.51408. Yang berarti bahwa setiap kenaikan permintaan akhir pada sektor industri minuman, makanan dan tembakau akan
berpengaruh pada peningkatan output sektor-sektor perekonomian di Provinsi Aceh baik untuk sektor industri makanan, minuman dan tembakau sendiri maupun sektor lainnya secara total sebesar Rp 2.51408. Kenaikan output sektor perekonomian di Provinsi Aceh sebagai dampak adanya peningkatan permintaan akhir di sektor industri makanan, minuman dan tembakau. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan permintaan input antara oleh sektor industri makanan, minuman dan tembakau yang berarti sektor tersebut akan meminta lebih banyak output dari sektor-sektor lainnya untuk memenuhi input antara sektor industri makanan, minuman dan tembakau tersebut. Sebagai contoh sektor industri makanan, minuman dan tembakau di Provinsi Aceh memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung terbesar dengan sektornya sendiri sebesar Rp 1.20964. Artinya sektor industri makanan, minuman dan tembakau dalam melakukan aktivitasnya secara langsung maupun tidak langsung memerlukan input antara dari sektor itu sendiri dan dari sektor ekonomi lain. Sektor industri makanan, minuman dan tembakau dalam menjalankan proses produksi menggunakan input antara dari sektor lain yaitu dari sektor padi, sektor ternak dan hasilnya, sektor angkutan jalan raya, sektor perdagangan untuk aktivitas produksinya. Dengan demikian maka peningkatan permintaan akhir pada sektor industri makanan, minuman dan tembakau yang ada di Provinsi Aceh, secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap peningkatan output sektor ekonomi lain dan sektor itu sendiri. Interpretasi ini sama artinya untuk keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor ekonomi lain yang ada pada Tabel 14. Untuk melihat sektor-sektor yang memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang disajikan pada Lampiran 8.
Sektor pertanian di Provinsi Aceh mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto. Apabila dilihat dari keterkaitan langsung ke belakang dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang dari keseluruhan sektor ekonomi lain, sektor pertanian memiliki nilai keterkaitan dengan nilai rata-rata terkecil. Artinya dampak sektor pertanian terhadap output sektor-sektor lain sangat rendah, ini dikarenakan dalam proses produksinya sektor pertanian hanya memerlukan output dari beberapa sektor saja. Sektor pertanian yang memiliki nilai keterkaitan langsung ke belakang terbesar adalah sektor