• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENUTUP

Bagan 2.2 Struktur BPD Desa Sihopur

Ketua

Drs. Muhammad Nau Ritonga

Wakil Ketua Perdinan Ritonga Sekretaris

Abdul Halim Ritonga

Anggota 1. Roba’a Sipahutar

F. Konfigurasi Politik Desa Sihopur

Desa Sihopur dipimpin oleh Kepala Desa yaitu Mahmudin Ritonga untuk masa jabatan 2013-2019. Kepala desa sebagai sebagai kepala pemerintahan dan juga merupakan lembaga eksekutif di desa. Badan Permusyawaratan Desa terdapat juga lembaga legislatif desa yang disebut dengan BPD.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa pada pasal 1 menyebutkan bahwa Pemerintahan Desa sebagai penyelenggara urusan pemerintahan dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Kepala desa dipilih secara langsung oleh dan dari penduduk desa. Masa jabatan kepala desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Pemilihan kepala desa Sihopur dilaksanakan pada 24 Oktober 2013. Setelah diadakan perhitungan suara dari 2 (dua) pasangan kandidat kepala desa yang bertarung yaitu Nomor urut 1 Mahmudin Ritonga, Nomor urut 2 Noni Mariyanti Harahap. Akhirnya, Mahmudin Ritonga terpilih sebagai pemenang dengan perolehan suara yaitu 139 suara. Sementara itu, Noni Meriyanti Harahap di urutan kedua dengan perolehan 28 suara. Di sisi lain, relatif tidak adanya kompetisi antar kandidat kepala desa yang bersaing dalam pemilihan kepala desa karena pasangan Nomor urut 1, Mahmudin Ritonga menang telak dengan 139 suara. Kepala desa terpilih dilantik pada tanggal 24 Oktober 2013 oleh Bupati Tapanuli Selatan saat itu H. Syahrul Pasaribu.

Tabel 2.5

Jumlah Perolehan Suara Calon Kepala Desa pada Pemilihan Kepala Desa Sihopur Tahun 2013

No. Urut Calon Kepala Desa Perolehan Suara (%) 1 Mahmudin Ritonga 139 (6,7 %) 2 Noni Meriyanti Hrp 28 (19,5 %)

Total Suara - 167 (100%)

Sumber : Diolah dari berbagai sumber

Kemenangan Mahmudin Ritonga dalam pemilihan kepala desa di Desa Sihopur sudah diduga sejak awal dari proses pemilihan kepala desa berlangsung. Prediksi politik ini memang sangat beralasan, mengingat Mahmudin Ritonga memiliki keunggulan dalam hal modal politik dan modal ekonomi bila dibandingkan dengan kandidat-kandidat kepala desa yang lain. Diantara sumber modal politik dan modal ekonomi yang telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kemenangan Mahmudin Ritonga adalah figur sebagai si Pukka Huta dan popularitas, tim sukses yang bekerja maksimal dan adanya dukungan dari tokoh agama dan tokoh adat.

BAB III

KEKUASAAN SENTRALISTIK DAN ELITIS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

A.Sejarah Desa Sihopur

Sejarah perkembangan desa dimulai dari adanya seseorang yang mempunyai pengaruh besar sehingga dapat menggerakkan banyak orang untuk menjadi pengikutnya. “Orang besar” kemudian mengajak “para pengikutnya” itu membuka hutan atau lahan kosong untuk dijadikan permukiman baru. Mereka lalu tinggal di wilayah tersebut yang kemudian disebut desa. Umumnya, lahan yang dipilih untuk dijadikan desa telah mempunyai syarat sebagai tempat yang bisa mendukung kehidupan warga desa yang akan menempatinya tersebut; yaitu, lahannya mencukupi untuk dijadikan tempat permukiman, pusat pemerintahan atau kerajaan, tanahnya relatif subur, ada sumber mata air, lahan dan potensinya bisa menjadi sumber mata pencaharian penduduknya dan sumber pembiayaan pemerintahan desa.42

Setelah terbentuk, sang tokoh lalu membentuk tata pemerintahannya. Biasanya ia menjadi kepala desa pertama yang dibantu oleh kerabatnya. Umumnya susunan lembaga pemerintahannya terdiri atas kepala desa yang dibantu dengan beberapa petugas yang diperlukan, yaitu petugas yang mengurus perairan, perkebunan, kerohanian, hubungan masyarakat, keamanan, dan

42 Hanif Nurcholis. 2011. Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta: Penerbit Erlangga. hal. 9

pelaksana tugas wilayah. Di samping itu, juga dibentuk sesepuh desa yang bubak yasa merupakan orang-orang tua desa dan pendukung spritual. Sesepuh desa ini berfungsi sebagai penasihat kepala desa dan sumber legitimasi atas kebijakan yang dibuatnya. Mereka inilah orang-orang pertama di desa tersebut yang disebut sebagai danyang desa, yaitu para pendiri desa yang diyakini mempunyai kekuatan lebih dari orang-orang biasa.43

Di dalam sejarah pemerintahan Indonesia, tercatat bahwa desa telah ada sejak zaman dahulu kala jauh sebelum kolonial datang dan negara Indonesia terbentuk. Desa merupakan sebuah tempat yang dihuni oleh sekumpulan orang yang terdiri dari beberapa kerabat. Mereka dipimpin oleh seseorang yang lebih tua atau lebih kuat di antara kelompoknya yang disebut sebagai primus interpareus. Sistem pergantian kepemimpinan pada masa itu dilakukan secara turun-temurun.44

43Ibid

44 Ibid

Orang-orang yang secara turun-temurun memimpin kelompoknya dan memperoleh banyak akses ekonomi, politik, sosial dan budaya maka inilah yang kemudian disebut sebagai masyarakat elit.

Sebagai suatu bentuk organisasi pemerintahan, desa memiliki otonomi asli. Otonomi asli yaitu hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus atau menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, yang diperoleh dari dalam masyarakat desa itu sendiri berdasarkan hukum adat. Seperti yang dikemukakan oleh Ndraha sebagai berikut:

Desa-desa asli yang telah ada sejak zaman dahulu kala memiliki hak dan wewenang untuk menyelenggarakan rumah tangganya sendiri yang disebut dengan hak otonomi. Desa yang memiliki hak otonomi disebut desa otonom. Otonomi Desa berdasarkan hukum adat (asli Indonesia) dan pada hakekatnya bertumbuh di dalam masyarakat.45

Sejarah Desa perkembangan desa Sihopur dimulai dari seseorang yang bernama Janiarang Ritonga yang merantau dari Desa Pahae Kabupaten Tapanuli Menelusuri sejarah ataupun asal-usul desa Sihopur sangatlah sulit karena sesepuh desa atau orang yang berperan dalam membangun desa Sihopur sudah meninggal dunia. Terlebih tidak adanya dokumen-dokumen atau foto-foto yang disimpan terkait dengan perkembangan desa Sihopur. Karena masyarakat desa Sihopur sejak dulu menjalankan kehidupannya hanya sebagai petani. Sedangkan pemerintahan dijalankan juga hanya berdasarkan kesepakatan yang dicapai oleh si Pukka Huta dalam musyawarah kemudian hasil musyawarah tersebut dilaksanakan dengan gotong-royong bersama masyarakat. Akan tetapi, sejarah Desa Sihopur dapat diketahui melalui anak cucu mereka yang sekarang menjadi tokoh dalam masyarakat desa Sihopur. Meskipun para nenek moyang mereka terdahulu tidak meninggalkan warisan apapun terkait dengan sejarah atau berdirinya Desa Sihopur. Namun, beberapa dari mereka masih mengingat perkembangan desa Sihopur yang diceritakan oleh nenek moyang atau orangtua mereka.

45

Utara ke daerah Kabupaten Tapanuli Selatan tepatnya sebelah barat dan berjarak 10 kilometer dari pusat kota Padang Sidimpuan. Kemudian Janiarang Ritonga mengajak para kerabatnya diantaranya, Jabungaran Ritonga, Jameden Ritonga, Jabarumun Ritonga untuk membuka lahan kosong yang bernama Lobu Lombang

untuk dijadikan permukiman baru. Berdasarkan mitos yang dipercaya saat itu, Lobu Lombang ini ditinggali hanya beberapa tahun saja. Hal ini dikarenakan tidak adanya keturunan yang diperoleh ketika tempat tersebut ditinggali. Jikalaupun ada yang lahir maka akan tidak lama hidup.

Berdasarkan kejadian tersebut, maka Janiarang Ritonga dan saudaranya musyawarah dan menghasilkan kesepakatan bahwa mereka harus pindah ke tempat yang dianggap lebih membawa keberuntungan yaitu tempat yang diyakini dimana mereka mendapatkan keturunan.46 Tempat yang disepakati untuk ditinggali tidak jauh dari Lobu Lombang tersebut yaitu 300 meter ke arah barat berada di kaki bukit yang bernama Salean. Tempat tersebut mulai ditinggali secara resmi sekitar tahun 1900-an dan merupakan hutan yang banyak dihuni oleh jenis pohon-pohon besar. Sihopur berasal dari kata sio yang artinya tersembunyi karena berada di lereng perbukitan dan hopur47

46

Wawancara dengan Bapak M. Nau Ritonga pada tanggal 17 Juli di Desa Sihopur 47

Pohon tersebut adalah pohon Kapur, dalam Ilmu Kehutanan pohon tersebut bernama Dryobalanops aromatica yang mempunyai ukuran yang besar dan tinggi serta lebat. Diameter batangnya mencapai 70 cm bahkan 150 meter dengan tinggi pohon mencapai 60 meter. Kulit pohon berwarna coklat dan coklat kemerahan di daerah dalam. Pada batangnya akan mengeluarkan aroma kapur bila dipotong.

yang diambil dari nama pohon besar yang membuat suasana di lahan tersebut menjadi nyaman, sejuk dan

asri. Jadi, Sihopur artinya tempat yang tersembunyi atau terasing akan tetapi nyaman, sejuk dan asri.48

Setelah banyaknya warga pendatang maka dibentuklah suatu sistem pemerintahan. Sistem pemerintahan saat itu bukanlah sistem pemerintahan seperti saat ini dimana kepala desa dan BPD beserta perangkatnya menjalankan roda pemerintahan desa. Akan tetapi sistem pemerintahan saat itu adalah sistem pemerintahan adat yang menggunakan konsep Dalihan Na Tolu. Hal ini dikarenakan pada saat itu sistem pemerintahan negara Indonesia belum masuk ke

Kemudian setelah beberapa tahun ditinggali maka lahirlah keturunan dari Janiarang Ritonga tersebut yang bernama Baduaman Ritonga. Kemudian lahan diwariskan kepada Baduaman Ritonga yang kemudian memberikan beberapa lahan tanah tersebut untuk para pendatang. Sedangkan untuk pewaris atau keturunan yang lainnya diberikan lahan di sekitar desa Sihopur. Lahan tersebut boleh ditempati atau membangun bangunan diatasnya atas izin si Pukka Huta. Lahan tersebut juga disebut sebagai tanah Parhutaon dimana tanah tersebut bukanlah hak milik para pendatang yang menempatinya, tanah ini bisa ditinggali sampai kapanpun akan tetapi tanah tersebut tetap milik si Pukka Huta. Jika suatu saat pendatang pindah dari Desa Sihopur maka tanah ini boleh ditinggali oleh pendatang yang lain. Kemudian, jika suatu saat para pendatang melanggar aturan adat atau norma yang ada di desa Sihopur maka si Pukka Huta berhak mengusir pendatang tersebut berdasarkan adat-istiadat yang berlaku.

48

dalam Desa Sihopur. Lagipula jumlah masyarakat Desa Sihopur pada saat itu masih sedikit. Konsep Dalihan Na Tolu sebenarnya adalah sistem kekerabatan yang dianut oleh masyarakat yang bersuku batak secara umum yang terdiri dari pihak Anak Boru, Kahanggi, Mora.

Tabel 3.1

Sejarah Pemimpin Desa Sihopur

Tahun Istilah Pemimpin Nama

- Kepala Ripe Janiarang Ritonga

- Kepala Ripe Baduaman Ritonga

- Kepala Kampung Mangaraja Ritonga

1987-1997 Kepala Desa Baginda Barumun

Ritonga 1997-2013 Kepala Desa Abdul Halim Ritonga 2013-Sekarang Kepala Desa Mahmudin Ritonga

Diolah dari berbagai sumber

Pemimpin desa pertama kali disebut sebagai kepala Ripe yang dijabat oleh

si Pukka Huta sendiri yaitu Janiarang Ritonga yang kemudian diturunkan kepada anaknya yang bernama Baduaman Ritonga. Kemudian berubah menjadi kepala

Kampung yang dipegang oleh Mangaraja Ritonga. Barulah sekitar tahun 1987 desa Sihopur menggunakan istilah kepala Desa yang saat itu dijabat oleh Baginda Barumun Ritonga.

Dari dulu sejak Desa Sihopur dibangun yang menjadi pemimpin adalah si Pukka Huta yang ber Marga Ritonga. Sebagai si Pukka Huta mereka wajib menjaga Desa Sihopur sampai kapanpun. Si Pukka Huta mempunyai tanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi di Desa Sihopur. Meskipun institusi negara memasuki wilayah Desa Sihopur dan mengisyaratkan adanya kompetesi yang fair, seperti dalam pemilihan kepala desa dan BPD. Para si Pukka Huta wajib mencalonkan salah satu dari mereka untuk menjadi pejabat resmi dalam pemerintahan desa. Akan tetapi dari dulu sampai sekarang si Pukka Huta tetap menjadi pemenang dalam pemilihan kepala desa.

Di desa Sihopur sebutan untuk desa sebenarnya belum masih populer dikalangan warga masyarakat desa. Para warga masyarakat desa masih lebih mengenal desa Sihopur dengan nama Huta Sihopur. Sebutan Huta ini bukan berarti tidak berasal, kata-kata huta dalam artinya adalah sebutan bagi sekelompok warga yang masih memiliki kekerabatan yang kuat dan tinggal dalam suatu wilayah, dimana dalam kesehariannya masyarakat tersebut masih memegang tinggi asal-usul dan adat-istiadat didalamnya.49 Hal ini dikarenakan masih tingginya pengaruh adat istiadat dalam kehidupan masyrakat desa Sihopur.

49

B. PENGARUH ADAT DALAM PEMERINTAHAN DESA SIHOPUR Sebelum dipaksa oleh Undang-undang No. 5/1999 tentang Pemerintah Desa, maka pemerintahan desa merupakan refleksi dari adat yang hidup di dalam masyarakatnya. Dengan demikian, pemerintah dan masyarakat desa merupakan suatu persatuan dari dua faktor sosial yang saling memerlukan dan saling memperkuat. Masyarakat adat memilih orang-orang yang dipercaya daripara warganya dan menurut rumus-rumus adat demi keamanan, kesejahteraan, dan kebahagiaan seluruh masyarakat. Pemerintahan desa wajib memimpin masyarakatnya untuk menciptakan dan melestarikan keadaan di dalam desa yang teratur, tenang, sejahtera, bahagia.

Peranan adat dalam kehidupan masyarakat desa dan dalam tata kerja pemerintahannya adalah amat vital, sehingga perlu diuraikan manfaatnya meskipun dengan singkat bagi masyarakat luas dan pemerintah. Perlu dipahami bahwa adat adalah seperangkat nilai-nilai dan peraturan-peraturan sosial yang timbul dan tumbuh dari pengalaman hidup suatu masyarakat.50 Selama hidupnya, masyarakat itu mengalami aneka kejadian yang menggembirakan dan menyedihkan, serta yang memperkokoh dan merusak kehidupan pedesaan. Pengalaman hidup masyarakat inilah yang menjadi sumber nilai-nilai adat.51

50

Hasil wawancara dengan M. Nau Ritonga Juli 2014 di Desa Sihopur dalam penjelasaaannya M. Nau Ritonga mengatakan bahwa kehidupan pedesaan seperti di Desa Sihopur tidak bisa lepas dari adat istiadat. Hal ini merupakan warisan nenek moyang yang harus dijaga sampai kapanpun meski saat ini peran negara sudah masuk dalam kehidupan pedesaan.

51

Dikutip dari Keynote Adress yang disajikan dalam Sesi Pleno I pada Simposium Internasional Jurnal ANTROPOLOGI INDONESIA ke-1: ‘Mengawali Abad ke-21: Menyongsong Otonomi Daerah, Mengenali Budaya Lokal, Membangun Integrasi Bangsa’, Kampus Universitas Hasanuddin, Makassar, 1-4 Agustus 2000 (pdf) di download pada tanggal 17 ‎Juni ‎2014, pukul ‏‎23.43 WIB. hal.121

Demi kepentingan keakraban dalam hubungan sosial, terutama untuk keperluan pemerintahan adat, para warga suatu suku bangsa yang bermukim berdekatan membentuk desa. Dengan demikian suatu suku bangsa besar dapat meliputi ratusan atau ribuan desa dengan masing-masing desa mencakup masyarakat lokal dengan kebudayaan suku bangsa yang sama. Oleh karena kemajemukan budaya dan desa itu, maka lembaga (social institution) yang di sini dinamakan ‘desa’ itu di tiap-tiap daerah suku menyandang nama berbeda-beda pula, seperti negari, kampung, marga, huta, banjar dan sebagainya.52

Desa Sihopur merupakan suatu desa yang memiliki adat istiadat dan norma-norma sosial yang berbeda dengan desa lainnya di Kecamatan Angkola Selatan Kabupaten Tapanuli Selatan. Hal itu karena setiap desa dipimpin oleh pemimpin yang berbeda. Selain itu pemimpin formal juga adalah pemimpin informal di Desa Sihopur. Selain mendapat jabatan resmi dalam pemerintahan desa mereka juga sebagai tokoh tradisional yang disebut sebagai si Pukka Huta. Menurut Somadisastra 53 52 Ibid.

53 Sumintarsih. 1992. Sistem Kepemimpinan di dalam Masyarakat Pedesaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen Penndidikan dan Kebudayaan. hal. 52

ada 3 (tiga) kepemimpinan yang lahir atas dasar jalur kekuasaan formal dalam pemerintahan yaitu:

a. kepemimpinan formal.

b. kepemimpinan formal tradisional.

c. kepemimpinan di luar kepemimpinan formal dan kepemimpinan formal tradisional.

Selain kepemimpinan formal dalam pelaksanaan organisasi pemerintahan desa terdapat pula pemimpin-pemimpin informal atau yang sering dikenal dengan tokoh masyarakat. Kepemimpinan informal adalah kepemimpinan yang timbul dari adanya unsur kekayaan, pendidikan, keagamaan ataupun keturunan.54

Di desa Sihopur, adat-istiadat sangat mempengaruhi pemerintahan desa dimana jauh sebelum istilah kepala desa dan BPD diadakan oleh negara, pemerintahan desa dijalankan oleh tiga unsur, yaitu Anak Boru, Kahanggi, Mora

yang selanjutnya disebut sebagai Dalihan Na Tolu. Secara umumnya konsep

Dalihan Na Tolu ini adalah sistem kekerabatan yang dianut oleh masyarakat yang bersuku batak. Dalam implementasinya saat ini, si Pukka Huta beserta Anak Boru, Kahanggi, Mora menjadi aparat dan perangkat di desa Sihopur, baik dalam unsur BPD perangkat Kepala Desa. Akan tetapi Kepala BPD dan Kepala Desa

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan kepala desa, perangkat desa, tokoh masyarakat dan warga masyarakat desa dapat diketahui bahwa kepemimpinan formal di Desa Sihopur termasuk dalam kepemimpinan formal tradisional karena kepala desa dipilih langsung oleh rakyat, sedangkan perangkat desa dipilih oleh kepala desa. Pembentukan perangkat desa wewenang kepala desa yang dibantu oleh aparatur desa. Kepala desa menetapkan calon yang dianggap sesuai yang kemudian dipilih bersama dengan perangkat desa atau aparatur desa.

54

tetap dipegang oleh si Pukka Huta. Hal tersebut dapat dilihat dalam bagan berikut ini :

Dokumen terkait