• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Struktur Vegetasi dan Komposisi Jenis

Struktur vegetasi adalah organisasi individu-individu di dalam ruang yang membentuk tegakan dan secara lebih luas membentuk tipe vegetasi atau asosiasi tumbuhan. Komposisi vegetasi merupakan susunan dan jumlah jenis yang terdapat dalam suatu komunitas tumbuhan (Dansereau dalam Mueller-Dombois dan Ellenberg 1974 a).

Elemen utama struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi, dan penutupan (Wiharto 2009). Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974a) menyatakan bahwa dalam ekologi vegetasi paling sedikit terdapat lima tingkat struktur vegetasi, yaitu : (1) Fisiognomi vegetasi, (2) Struktur biomassa, (3) Struktur bentuk hidup, (4) struktur floristik, dan (5) Struktur tegakan.

Tegakan biasanya merupakan unit-unit pengelolaan yang membentuk hutan. Dalam kehutanan tegakan merupakan unit yang agak homogen dan dapat dibedakan dengan jelas dari tegakan di sekitarnya oleh umur, komposisi, struktur, tempat tumbuh atau geografi. Struktur tegakan menunjukkan sebaran umur dan atau kelas diameter, serta kelas tajuk (Daniel et al. 1979), sedangkan menurut Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974 a), struktur tegakan adalah distribusi secara numerik individu-individu dari jenis pohon yang memiliki ukuran yang berbeda. Jika individu-individu-individu-individu dari penyusun jenis dianalisa dengan cara seperti ini, maka dinamakan analisis struktur populasi. Selanjutnya jika kurva struktur populasi dari seluruh jenis di dalam tegakan yang sama dibandingkan satu sama lain maka dinamakan analisis struktur tegakan atau analisis struktur komunitas.

Barbour et al. (1987) mengatakan bahwa suatu hutan yang memiliki tahap pertumbuhan klimaks memiliki rasio yang konstan antara jumlah pohon dengan kelas diameter, dan jika ditampilkan dalam bentuk kurva akan membentuk kurva J terbalik. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah pohon per satuan luas pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon berturut-turut semakin sedikit sehingga permudaan yang ada mampu mendukung kekosongan dari stadium pertumbuhan yang telah lanjut.

Fisiognomi vegetasi adalah kombinasi dari kenampakan luar vegetasi, yang merupakan struktur vertikal dan bentuk tumbuh-tumbuhan dominan. Struktur vertikal vegetasi merujuk pada ketinggian dan penutupan kanopi dari lapisan tumbuhan yang menyusun komunitas tumbuhan (Barbour et al. 1987), sedangkan kanopi bermakna lapisan tajuk pepohonan yang kurang lebih kontinu pada ketinggian yang sama. Kanopi hutan hujan tropis dipandang berlapis atau tersusun dalam strata atau stratifikasi, dan formasi hutan yang berbeda memiliki jumlah strata yang berbeda (Richards 1971 ).

Selanjutnya strata adalah lapisan vegetasi yang mencakup seluruh bentuk hidup yang terdapat di dalamnya. Tumbuh-tumbuhan dikelompokkan ke dalam strata tertentu berdasarkan posisi dominansinya atau berdasarkan ketinggian di dalam tegakan, dan bukan berdasarkan taksonomi atau bentuk hidup tumbuhan tersebut pada saat dewasa. Konsekuensinya, tumbuhan pohon dapat memiliki beberapa strata seperti anakan dan belta. Pada lingkungan darat, strata tumbuhan jika dalam keadaan lengkap akan tersusun atas pohon, semak, belukar dan lumut (Jenning et al. 2002 ).

Stratifikasi seringkali digunakan untuk menunjukkan pelapisan yang terbentuk dari tinggi total seluruh pohon, kadang-kadang juga disebut dengan lapisan tajuk pohon (Whitmore 1986). Richards (1964 ) mengelompokkan strata tumbuhan di hutan hujan tropis sebagai berikut : (1) Strata A, juga sering disebut lapisan mencuat yang merupakan lapisan tajuk paling atas, susunan tajuk kontinyu atau merata dengan tajuk-tajuk pohon yang umumnya berbentuk payung, (2) Strata B, yang merupakan lapisan tajuk bagian atas namun letaknya di bawah lapisan tajuk strata A, lapisan ini umumnya memiliki tajuk berbentuk kerucut atau berbentuk payung, (3) Strata C, merupakan lapisan tajuk bagian tengah, bentuk tajuk pohon umumnya meruncing atau berbentuk kerucut, terdiri dari pohon yang bersifat sangat toleran, (4) Strata D, yang merupakan susunan tajuk di bagian bawah, tersusun atas tajuk dari semak belukar, dan (5) Strata E, yang merupakan lapisan tajuk dari tumbuhan bawah.

Terdapat tiga pola dasar distribusi tumbuhan di alam, yaitu acak, mengelompok dan regular, dan yang paling sering ditemukan adalah pola mengelompok. Hal ini disebabkan karena biji dan permudaan vegetatif cenderung untuk berkonsentrasi dekat tumbuhan induk dan lingkungan mikro dekat tumbuhan induk lebih sesuai dengan kebutuhan (Barbour et al. 1987).

Secara biologis keanekaragaman jenis adalah ukuran heterogenitas populasi suatu komunitas (Hunter 1999 ). Keanekaragaman merupakan kombinasi antara kekayaan jenis dan kemerataan jenis. Kekayaan jenis adalah jumlah jenis dalam suatu area pengamatan. Setiap jenis tumbuhan umumnya tidak mempunyai jumlah individu sama. Distribusi individu diantara jenis disebut kemerataan jenis. Makin

tinggi jumlah dan kemerataan jenis makin tinggi pula keanekaragaman jenis (Barnes et al. 1980). Secara umum terdapat gradien kenaikan keanekaragaman dari daerah kutub ke ekuator dan dari daerah ketinggian rendah ke yang lebih tinggi (Begon et al. 1990).

Indeks yang menggabungkan antara kekayaan jenis dengan kemerataan jenis disebut indeks Keanekaragaman (Ludwig dan Reynold 1988 ). Selanjutnya Cox (2002) mengatakan bahwa indeks keanekaragaman dapat digunakan untuk membandingkan data komposisi komunitas dari sumber yang berbeda. Perbedaan sumber tersebut antara lain perbedaan suksesi, perbedaan habitat, dan perbedaan waktu.

D. Ordinasi dan Analisis Faktor

Menurut Clark (1984), ordinasi merupakan istilah gabungan untuk teknik-teknik multivariat yang sesuai untuk kelompok-kelompok data multidimensi dan hasil yang diperoleh dapat diproyeksikan ke dalam bentuk dua dimensi, sehingga pola-pola bawaan yang dimiliki oleh data yang dikaji akan nampak secara visual (Clark 1984; Mueller-Dombois dan Ellenberg 1974a). Melalui ordinasi, maka memungkinkan untuk menunjukkan tegakan vegetasi dalam bentuk geometrik sedemikian rupa sehingga tegakan yang paling serupa berdasarkan komposisi jenis beserta kemelimpahannya akan mempunyai posisi yang saling berdekatan sedang tegakan-tegakan lainnya yang berbeda muncul saling berjauhan (Mueller-Dombois dan Ellenberg 1974a). Barbour et al. (1987) dan Clark (1984) mengatakan bahwa pada dasarnya, ordinasi bertujuan untuk meringkas data menjadi lebih sederhana, menghemat ruang, mudah dibaca dan kemudian dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara pola-pola komposisi jenis dengan gradasi lingkungan yang ada yang mempengaruhi pola-pola tersebut.

Tujuan dari ordinasi adalah untuk membantu peneliti menemukan pola-pola dalam seperangkat data yang terlalu rumit untuk diinterpretasi. Teknik ordinasi yang baik akan sanggup mengidentifikasi dimensi-dimensi yang paling penting dalam suatu perangkat data, dan mengabaikan gangguan dalam rangka memperlihatkan