• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM REDESAIN PASAR TRADISIONAL BENTENG

E. Studi Banding dan Studi Literatur

1. Studi banding

a. Pasar Gede Hardjanagara

Gambar 2.6 Pasar Gede Sumber : (https.eprints.undip.ac.id)

Pasar Gede berlokasi pada lokasi yang strategis yaitu di persimpangan jalan dari kantor gubernur pada zaman kolonial Belanda yang sekarang berubah fungsi menjadi Balaikota Surakarta. Bangunan ini dirancang oleh seorang arsitek Belanda bernama Ir. Thomas Karsten. Dalam sejarahnya, Karsten adalah orang yang menganut paham demokrasi dan sangat menghargai budaya. Arsitektur pasar gede merupakan perpaduan antara gaya belanda dan gaya tradisional.

Bangunan pasar selesai pembangunannya pada tahun 1930 dan diberi nama Pasar Gedhé Hardjanagara. Pasar ini diberi nama pasar gedhé (dalam bahasa Jawa) atau “pasar besar” karena pintu gerbang di bangunan utama menggunakan atap yang besar, terlihat seperti atap singgasana. Pasar gede terdiri dari dua bangunan yang

35 terpisahkan jalan. Masing-masing dari kedua bangunan ini terdiri dari dua lantai. Seiring dengan perkembangan masa, pasar ini menjadi pasar terbesar dan termegah di Surakarta. Pasar Gede dulunya dibangun sebagai mediator perdagangan bagi masyarakat Belanda-Cina- pribumi pada saat itu, dengan harapan hubungan antara etnis-etnis tersebut yang semula penuh konflik dapat berlangsung harmonis.

Bangunan Pasar Gede terdiri dari 2 (dua) bangunan :

a. Bagian Barat (1.364 m2) : Menyediakan jenis dagangan buah – buahan dan ikan hias.

b. Bagian Timur (5.607 m2) : Menyediakan dagangan kebutuhan sehari – hari dan mempunyai spesifikasi menyediakan

makanan khas Solo

Pada desain Pasar Gede kita dapat mencermati beberapa strategi desain Karsten untuk menghasilkan pasar yang nyaman dan sesuai dengan karakter masyarakat Solo. Pasar ini merupakan pasar yang dirancang dengan sangat baik dari segi sirkulasi udara maupun pengguna. Sirkulasi udara diwujudkan dengan bentuk atap dan juga adanya jendela-jendela yang dibuat besar juga pada lantai dua tinggi dinding yang hanya sekitar satu pertiga dari dinding dan diatasnya menggunakan kawat. Untuk sirkulasi udara dan cahaya agar berjalan dengan baik juga untuk memudahkan komunikasi antara pedagang di lantai 1 dan pedagang di lantai 2 maka void dibuat lebar. Void yang luas ini membuat bangunan pasar gede terasa lebih longgar dan menjadi pasar yang nyaman untuk pengguna dibandingkan dengan pasar-pasar tradisional lain yang

36 biasanya karena tidak terasa sumpek di dalamnya. Apalagi dengan adanya viod ini maka jarak antara lantai dengan atap akan lebih tinggi maka hal ini juga akan memberikan efek pada sirkulasi udara yang baik juga.

Untuk menjaga kondisi tidak panas di dalam pasar atap-atapnya ke timur-barat sehingga meminimalkan penyerapan radiasi matahari. Walaupun pasar ini dikatakan satu bangunan tetapi menggunakan atap yang banyak pada bagian dalamnya (tiap petak bangunan los pedagang) dapat mengurangi luasan paparan sinar matahari. Atap pada bangunan pasar Gede ini menggunakan rangka baja. Bahan penutup atap yang digunakan yaitu sirap dan juga seng pada bagian atap tertentu namun sebagian besar bangunan beratapkan sirap. Penggunaan atap sirap bertujuan untuk merespon iklim tropis yang panas karena sifat kayu yang melepas udara dingin saat panas dan menyimpan panas yang akan dikeluarkan jika udara disekitarnya dingin. Atap yang menggunakan seng dijumpai hanya dibeberapa bagian saja dan tetap dirancang dengan sedemikian rupa agar tetap mendapatkan cahaya dan juga sinar matahari dengan baik. Fiberglass digunakan sebagai penutup atap pada void sehingga cahaya matahari siang hari dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin sebagai sumber pencahayan alami dan dapat menghemat penggunaan energi listrik.

37 Gambar 2.7 Interior dan Eksterior Pasar Gede

Sumber : (https:eprints.undip.ac.id)

Bangunan Pasar Gede dibuat tinggi untuk merespon aktivitas pengguna yaitu untuk mempermudah para pedagang membawa gendongannya ke dalam bangunan. Karena pada waktu itu para pedagang membawa barang dagangan dengan digendong sampai tinggi, maka menanggapi hal itu maka desain pasar gede dibuat sedemikian rupa. Selain itu area parkir Pasar Gede dibuat mengelilingi pasar dan berbatasan langsung dengan bangunan pasar merupakan bentuk pendekatan yang dilakukan Karsten pada kebiasaan masyarakat Solo yang pada umumnya menginginkan akses yang cepat, mudah dan bisa langsung sampai pada tempat yang diinginkan.

Dengan adanya Pasar Gede ini mempengaruhi lingkungan sekitar yaitu membentuk lingkungan sekitar menjadi daerah perdagangan / daerah komersial, hal ini dibuktikan dengan banyaknya pertokoan, jasa perniagaan maupun perbankan. Selain itu beralihnya perumahan penduduk menjadi ruko.

38 Namun seiring dengan semakin meningkatnya tingkat mobilitas sering terjadi kemacetan di sekitar Pasar Gede pada jam-jam kerja. Area parkir pada Pasar Gede umumnya menggunakan bahu jalan sehingga ketika arus transportasi sedang ramai dapat menghambat kendaraan yang lewat.

b. Pasar Legi Surakarta

Gambar 2.8 Pasar Legi Surakarta

Sumber : (https:wedcaonmgamnsiotlotorayuas.merultiply.com) Pasar Legi didirikan lebih awal jika dibandingkan Pasar Gede yaitu pada masa pemerintahan Mangkunegoro I (Pangeran Samber Nyawa). Pasar Gede terletak dijalan Sutan Syahrir, Kelurahan Stabelan, Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Pasar ini mempunyai luas sekitar 16.640 m2.

Kegiatan pasar ini dimulai dari dini hari sampai malam hari. Pedagangan sudah menggelar hasil bumi sejak pukul 02.00 dinihari hingga di emper-emper jalan sekitar pasar. Pasar Legi juga melayani penjualan hingga 24 jam.

39 Mengapa disebut Pasar Legi? Selain pasar ini pertama kalinya digelar pada pasaran Legi 5 hari sekali, pasar inipun lebih banyak menggelar dagangan yang bersifat legi atau manis.

Misalnya gula jawa, jagung manis, gula aren, gula batu, gula aren hingga minuman legen. Pasar Legi menjadi pust grosir dagangan tradisional dan hasil bumi. Hampir semua hasil bumi dari daerah Surakarta dan sekitarnya masuk di Pasar Legi.

Pasar Legi merupakan pasar induk hasil bumi terbesar di Surakarta, yang mendapatkan pasokan dagangan dari berbagai daerah baik dari wilayah sekitar surakarta maupun dari luar daerah seperti Brebes, Temanggung, Tasikmalaya, Sidoarjo, Malang dan lain sebagainya. Pasar ini bisa dikatakan juga, adalah pasar bagi para penjual lainnya, karena, banyak penjual atau pedagang dari pasar-pasar lain yang lebih kecil yang mengambil dagangan atau kulakan di pasar ini.

Pasar ini pertama kali direnovasi menjadi pasar modern pada sekitar tahun 1936, atau pada masa pemerintahan KGPAA Mangkunegara VII (1916 - 1944). Dan Pada tahun 2008 Pemerintah Kota Surakarta mengalokasikan dana untuk merenovasi beberapa bagian pasar yaitu blok ikan asin dan kelapa.

Semenjak itu tampilan Pasar Legi menjadi seperti yang kita kenal sekarang.

Saat ini Pasar Legi terdiri dari dua lantai. Hal ini dikarenakan jumlah pedagang semakin bertambah sementara luas pasar sudah terbatas. Berbeda dengan pasar berlantai dua atau lebih pada umumnya, Pasar Legi mampu mempertahankan aktivitas jual

40 beli tetap tinggi di lantai dua. Meskipun dijadikan dua lantai namun kegiatan jual beli di lantai dua tetap berlangsung ramai.

Pada Pasar Legi ketika kita ingin masuk pasar kita akan dihadapkan pada dua pilihan yaitu turun ke lantai 1 atau naik ke lantai 2. Sehingga posisi halaman pasar serupa dengan bordes pada sebuah lantai sehingga terkesan tidak berat untuk naik atau turun karena hanya tinggal menempuh setengah tangga. Pembeli yang ingin ke lantai 2 atau lantai 1 pada dasarnya dihadapkan pada pilihan yang sama. Artinya jika pembeli ingin ke lantai 2, dia harus naik setengah tangga terlebih dahulu baru turun jika ingin keluar.

Sementara pembeli yang ingain ke lantai 1 harus turun setengah tangga terlebih dahulu baru naik jika ingin keluar.

Strategi tersebut hampir sama dengan yang dijumpai di Pasar Gede. Namun yang membedakan adalah lantai dua pada Pasar Gede hanya seperti sebagai pelengkap atau tambahan.

Karena pada Pasar Gede di lantai dua digunakan sebagai gudang, mushola, kantor pengelola, pedagang makanan, pedagang bunga, grosir buah dan los daging. Keberadaan gudang, musola dan kantor pengelola tentunya hanya mengundang sedikit pembeli untuk ke lantai dua. Daya Tarik bagi pembeli untuk naik ke lantai dua hanya karena adanya pedagang makanan, pedagang bunga, grosir buah dan los daging. Pedagang makanan dan pedagang bunga dapat digolongkan kebutuhan tersier sehingga seharusnya berada di lantai satu. Sementara grosir buah kurang menarik pembeli karena di lantai satu suda ada penjula buah, otomatis pembeli yang naik ke lantai dua hanya untuk membeli daging.

41 Sementara pada Pasar Legi keberadaan lantai satu dan dua merupakan sebuah kesatuan dimana tidak ada yang lebih dominan.

Dari luas lantai pun luas lantai dua hampir sama dengan lantai satu hanya pada lantai dua terdapat void untuk sirkulasi udara.

Komoditas dagangan pun juga ditata sesuai zona masing-masing.

Namun pada Pasar Legi muncul permasalahan terutama yang terjadi pada lantai satu. Karena lantai dua dibuat penuh dan void yang ada sangat kecil, sirkulasi udara di lantai satu menjadi tidak lancar. Kondisi ini menjadikan suasana menjadi pengab dan panas sehingga kurang nyaman bagi pembeli. Kecilnya void yang ada juga mengakibatkan suasana di lantai satu cenderung gelap sehingga terdapat penjual yang menggunakan pencahayaan buatan meskipun di siang hari.

Dokumen terkait