• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KASUS 1.3: HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Arahan

Baca dan lakukan analisa terhadap studi kasus secara perorangan. Bila yang lain dalam kelompok sudah selesai membaca, jawab pertanyaan dari studi kasus. Gunakan langkah dalam pengambilan keputusan klinik pada saat memberikan jawaban. Kelompok yang lain dalam ruangan bekerja dengan kasus yang sama atau serupa. Setelah semua kelompok selesai, dilakukan diskusi tentang studi kasus dan jawaban yang dikerjakan oleh masing-masing kelompok.

Studi kasus

Ibu C umur 23 tahun, hamil 37 minggu dan telah mengunjungi klinik antenatal sebanyak 4 kali. Selama kunjungan ini tidak didapatkan kelainan dan kunjungan terakhir adalah 1 minggu yang lalu. Ibu C sudah mendapatkan konseling tentang tanda bahaya pada kehamilan dan apa yang dikerjakan bila menghadapi masalah tersebut. Suaminya membawa dia ke UGD dari RS Kabupaten hari ini karena Ibu C merasakan adanya nyeri kepala yang hebat dan pandangan kabur pagi hari ini.

Penilaian (riwayat, pemeriksaan fisik, prosedur skrining/ tes laboratorium)

1. Apa saja yang perlu diperiksa pada Ibu C dan mengapa?

• Ibu B dan suaminya disapa dengan sopan dan dihargai dengan baik.

• Ibu harus diberitahu apa yang akan dilakukan dan didengarkan dengan baik apa yang

ingin ditanyakan. Sebagai tambahan, pertanyaan yang diajukan ibu harus dijawab secara perlahan-lahan dan bersifat meyakinkan klien.

• Diperlukan pemeriksaan secara cepat untuk menilai tingkat kesadaran dan tekanan

darah. Pemeriksaan suhu dan frekuensi respirasi juga harus dilakukan. Ibu C harus ditanya apa yang dirasakan serta kapan keluhan pusing, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium mulai dirasakan atau adanya penurunan produksi urine dalam 24 jam terakhir.

• Pemeriksaan proteinuria.

2. Aspek khusus apa dari pemeriksaan fisik Ibu C yang akan menolong menentukan diagnosa atau menemukan masalah/ kebutuhan dan mengapa?

• Ibu C harus diperiksa apakah terdapat kenaikan tekanan darah atau protein dalam urine

(adanya proteinuria dan tekanan diastolik > 90 mmHg menunjukan adanya preeklampsia).

• Pemeriksaan abdomen dilakukan untuk menilai keadaan janin dan mendengarkan

denyut jantung janin (pada kasus preeklampsia/eklampsia penurunan fungsi plasenta akan menyebabkan bayi berat lahir rendah, peningkatan risiko terjadinya hipoksia pada masa antenatal maupun intranatal dan peningkatan risiko terjadinya solusio plasente).

• Diagnosis harus dapat ditegakan dalam waktu beberapa menit. 3. Prosedur skrining/ tes laboratorium apa untuk Ibu C dan mengapa?

Diagnosis (identifikasi masalah/ kebutuhan)

Anda telah menyelesaikan pemeriksaan pada Ibu C dan mendapatkan tekanan darah 160/110 mmHg dan proteinuria 3+. Ibu C merasa nyeri kepala yang hebat sejak 3 jam yang lalu. Pandangannya kabur mulai 2 jam yang lalu setelah merasakan adanya nyeri kepala. Dia tidak mengeluh adanya nyeri epigastrium dan tidak kejang atau kehilangan kesadaran. Refleks normal.

Fetus aktif dan denyut jantung janin normal. Besarnya fundus uteri sesuai dengan usia kehamilan.

4. Berdasarkan hal tersebut diatas, apa diagnosis (masalah/kebutuhan) Ibu C dan mengapa demikian ?

• Gejala dan tanda yang didapatkan pada ibu C (tekanan diastolic ≥ 110 mmHg setelah

kehamilan 20 minggu dan proteinuria 3+) sesuai dengan diagnosis preeklampsia berat.

Pelayanan yang diberikan (perencanaan dan intervensi)

5. Berdasarkan diagnosis anda (masalah/kebutuhan), apa rencana anda pada kasus Ibu C dan mengapa?

• Pemberian obat anti hipertensi harus diberikan untuk menurunkan tekanan diastolik dan

mempertahankannya diantara 90-100 mmHg untuk mencegah terjadinya perdarahan serebral. Hidralasin adalah obat terpilih, bila tidak tersedia dapat diberikan labetolol.

• Pengobatan untuk mencegah kejang harus segera dilakukan. Magnesium sulfat adalah

obat terpilih untuk mencegah dan mengobati kejang pada preeklampsia berat dan eklampsia, bila tidak tersedia dapat diberikan diasepam.

• Peralatan untuk mengatasi kejang (airway, penghisap lendir, sungkup dan balon,

oksigen) harus sudah tersedia disamping tempat tidur.

• Ibu C tidak boleh ditinggalkan tanpa pengawasan bila terdapat kejang.

• Pemasangan infus IV NaCl 0.9% atau Ringer laktat digunakan untuk memasukan obat. • Pemasangan kateter menetap diperlukan untuk memantau produksi urine dan

proteinuria (magnesium sulfat harus dihentikan pemberiannya bila produksi urine < 30 mL/jam dalam 4 jam).

• Catatan ketat cairan masuk dan keluar diperlukan untuk memastikan tidak terdapat

pemberian kelebihan cairan (fluid overload).

• Pemeriksaan tanda vital (terutama tekanan darah dan frekuensi pernafasan), refleks dan

denyut jantung janin harus diperiksa setiap jam (pemberian magnesium sulfat harus dihentikan bila frekuensi pernafasan < 16 kali/menit atau menghilangnya refleks patella).

• Auskultasi paru untuk mendengarkan adanya ronkhi karena edema pulmonum setiap

jam.

• Peralatan untuk memeriksa waktu pembekuan harus tersedia untuk mengenali adanya

koagulopati (koagulopati dapat terpicu karena adanya eklampsia).

• Langkah yang dilakukan untuk pengelolaan komplikasi harus dijelaskan pada ibu C dan

suaminya. Sebagai tambahan, mereka juga juga diberikan kesempatan untuk mengutarakan kekhawatirannya, didengarkan pertanyaannya dan mendapatkan dukungan emosional serta jaminan dari pelayanan yang diberikan.

Evaluasi

Dua jam sesudah pengobatan awal tekanan darah Ibu C diastoliknya menjadi 100 mmHg. Tidak mengalami kekejangan, namun masih merasakan pusing. Pemeriksaan faal pembekuan

darah normal. Namun pada beberapa jam yang terakhir ini produksi urin mengalami penurunan menjadi 20 ml dalam 2 jam terakhir. Denyut jantung janin 120–140/menit.

6. Berdasarkan temuan tersebut diatas, apa yang anda rencanakan tindak lanjut/ kontrol, dan mengapa ?

z Jangan melakukan pemberian ulangan dosis magnesium sulfat kecuali produksi urine > 30 mL/jam.

z Rencana persalinan untuk ibu C:

z Bila serviks memenuhi syarat (lembut, tipis, telah terjadi pembukaan), dapat dilakukan pemecahan kulit ketuban serta induksi persalinan menggunakan oksitosin atau prostaglandin.

z Bila persalinan tidak akan terjadi dalam 24 jam, atau terdapat kelainan denyut jantung janin (< 100 atau > 180 denyut/menit), atau serviks tidak memenuhi persyaratan ibu C disarankan untuk bersalin dengan bedah Caesar.

z Langkah yang dilakukan untuk pengelolaan komplikasi harus dijelaskan pada ibu C dan suaminya. Sebagai tambahan, mereka juga juga diberikan kesempatan untuk mengutarakan kekhawatirannya, didengarkan pertanyaannya dan mendapatkan dukungan emosional serta jaminan dari pelayanan yang diberikan.

z Setelah persalinan:

z Pengobatan antikonvulsi diteruskan sampai 24 jam.

z Pengobatan anti hipertensi diteruskan bila tekanan diastolik ibu C ≥ 110 mmHg, dengan pengawasan produksi urine.

KEPUSTAKAAN