• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

B. Implementasi Tahap-tahap Penelitian

2. Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan untuk mengumpulkan data melalui angket berkenaan dengan kondisi umum pembelajaran IPS di kota Surakata dan pengamatan yang berkenaan dengan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran IPS berbasis nilai budaya lokal batik klasik untuk menguatkan jati diri bangsa.

Berdasarkan dokumen Dikspora Surakarta, diketahui bahwa di Kota Surakarta terdapat 70 SMP, terdiri dari 27 SMP Negeri; 2 SMP SBI; dan 43 SMP

swasta, terdiri dari 18 SMP Islam, 9 SMP Kristen, 6 SMP Katholik, dan 10 SMP swasta umum.

Untuk mendukung penelitian ini, dilakukan observasi di beberapa sekolah antara lain di SMP Negeri 9, SMP Negeri 10, SMP Negeri 7, SMP Negeri 3, SMP Negeri 19, SMP Muhammadiyah 2, SMP Batik, dan SMP Kristen 1. Observasi dilakukan terhadap proses pembelajaran IPS di kelas, di perpustakaan, dan kegiatan sekolah secara umum yakni pada waktu jam masuk sekolah dan jam berakhirnya pembelajaran keseluruhan. Hal ini dimaksudkan untuk melihat pelaksanaan pembelajaran IPS dan budaya sekolah yang ditanamkan kepada peserta didik, berkaitan dengan pendidikan budi pekerti dan karakter.

Wawancara dan pengisian angket terbuka dilakukan pada siswa SMP untuk mengetahui: (1) Kesan selama mengikuti pembelajaran IPS; (2) Pendapat siswa tentang guru IPS: (3) Pendapat siswa tentang pelajaran IPS; (4) Kesan siswa terhadap seni batik klasik sebagai salah satu keunggulan budaya Surakarta.

Wawancara dan pengisian angket yang bersifat terbuka untuk guru meliputi: (1) profil guru IPS; (2) kemampuan dan kinerja guru; (3) kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran IPS; (4) kegiatan belajar mengajar mengajar IPS; (5) Pengembangan materi IPS berkaitan dengan integrasi nilai-nilai budaya batik klasik yang menjadi muatan lokal di Surakarta; (6) metode dan media pembelajaran IPS; (6) evaluasi pembelajaran IPS.

Wawancara juga dilakukan dengan Kepala Sekolah meliputi permasalahan (1) latar belakang guru-guru IPS; (2) pengembangan materi IPS dengan

mengintegrasikan budaya lokal di Surakarta; (3) kegiatan peningkatan kemampuan guru dalam melakukan inovasi pembelajaran IPS agar menarik dan bermakna; (4) kebijakan terhadap pembelajaran IPS terpadu; dan (5) pembelajaran IPS yang berlangsung di sekolah selama ini berkaitan dengan keharusan mengintegrasikan pendidikan karakter dalam pembelajaran.

Selain itu juga dilakukan studi dokumentasi, berupa kajian terhadap kurikulum mata pelajaran IPS SMP, buku teks yang digunakan, serta perangkat pembelajaran, untuk menentukan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang akan dipilih untuk mengintegrasikan model pembelajaran yang dikembangkan. Hal-hal yang ingin diketahui dari perangkat pembelajaran yang sudah dibuat guru.

Sedangkan identifikasi RPP difokuskan pada: (1) Perumusan Tujuan Pembelajaran, yang meliputi: (a) kejelasan rumusan (operasional); (b) kelengkapan cakupan rumusan; (c) kesesuaian dengan kompetensi dasar. (2) Pemilihan dan pengorganisasian materi pembelajaran yang meliputi : (a) Kesesuaian dengan tujuan pembelajaran; (b) Kesesuaian dengan karakteristik peserta didik; (c) Keruntutan dan sistemaika materi; (d) Kesesuaian materi dengan alokasi waktu. (3) Pemilihan Sumber Belajar/ Media pembelajaran yang meliputi: (a) Kesesuaian sumber/media pembelajaran dengan tujuan; (b) Kesesuaian sumber/media pembelajaran dengan materi; (c) Kesesuaian sumber/media pembelajaran dengan karakteristik peserta didik; (4) Metode pembelajaran, yang meliputi (a) Kesesuaian strategi dan metode pembelajaran dengan tujuan pembelajaran; (b) Kesesuaian strategi dan metode

pembelajaran dengan materi pembelajaran; (c) Kesesuaian strategi dan metode pembelajaran dengan karakteristis peserta didik; (d) Kesesuaian alokasi waktu dengan tahapan pembelajaran. (5) Penilaian Hasil Belajar, yang meliputi: (a) Kesesuaian teknik penilaian dengan tujuan pembelajaran; (b) Kejelasan prosedur penilaian; (c) Kelengkapan instrumen (soal, kunci jawaban/ pedoman penskoran).

Fokus utama dari studi pendahuluan analisis RPP adalah untuk mengungkap apakah RPP yang selama ini sudah mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal Surakarta yakni nilai-nilai yang bersumber motif batik klasik yang diajarkan kepada peserta didik. Dari hasil studi pendahuluan dilakukan diskusi dengan guru untuk menyusun model awal atau draft model pembelajaran IPS dengan mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal Surakarta, yakni batik klasik. Dengan demikian penyusunan model awal dilakukan secara kolaboratif, kemitraan antara guru dengan peneliti yang diarahkan kepada pengembangan rencana pembelajaran IPS berbasis nilai budaya lokal batik klasik untuk penguatan jati diri bangsa. Pada tahap awal uji coba model dikembangkan di SMPN 19 di Kota Surakarta.

3. Pengolahan Data Penelitian Pendahuluan

Analisis data dimulai dengan mengumpulkan dan menelaah seluruh data yang diperoleh dari berbagai sumber, yaitu dari pengamatan, wawancara, dan foto dibantu oleh alat pencatat maupun perekaman. Langkah berikutnya, rnengadakan reduksi data yakni menyeleksi, menfokuskan, menyederhanakan, mengabstraksikan, dan mentransformasikan data mentah dengan tujuan agar mudah dipahami. Selanjutnya dilakukan kodifikasi, istilah lain adalah pemrosesan satuan (Lincoln dan

Guba, 1985) berdasarkan satuan instrumen penelitian, data diberikan kode-kode tertentu berdasarkan jenis dan sumbernya. Setelah itu dilakukan interpretasi terhadap keseluruhan data untuk memudahkan dalam menentukan atau mendefinisikan kategori data, perumusan sejumlah hipotesis mengenai hasil, dan rencana tindakan yang sesuai dengan tujuan penelitian.

Berdasarkan prosedur pengkodean, peneliti selanjutnya mengadakan kategorisasi data. Kategori adalah salah satu kumpulan dari seperangkat data yang disusun atas dasar pikiran, intuisi, pendapat, atau kriteria tertentu (Lincoln dan Guba, 1985). Dalam penelitian ini sistem kategorisasi dan pengkodean disusun berdasarkan tiga aspek unit data, yaitu (1) latar konteks kelas, (2) proses pembelajaran, dan (3) aktivitas atau tindakan (Bogdan dan Biklen, 1990).

Penafsiran data yang berhubungan dengan penelitian kelas ini meliputi fakta dan informasi tentang: latar belakang guru, kemampuan dan kinerja guru, kemampuan guru merencanakan pengajaran, kegiatan guru dalam pembelajaran, materi, metode, media, dan evaluasi pembelajaran IPS. Kondisi peserta didik yang menjadi fokus penelitian ini adalah kesan-kesan selama mengikuti pelajaran IPS, pendapat peserta didik tentang guru IPS, dan pendapat peserta didik tentang nilai-nilai budaya batik klasik.

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh gambaran bahwa para guru responden mengakui: (1) pelajaran IPS selain untuk memberikan pengetahuan juga untuk mengembangkan kepribadian dan memperkuat jati diri bangsa, karena itu guru IPS bertanggung jawab terhadap pembentukan karakter dan sikap kebangsaan

peserta didik; (2) pembelajaran IPS yang meaningfull dan powerfull yakni pembelajaran yang bermakna, terintegrasi, menantang, aktif dan berbasis nilai, selama ini belum berjalan sebagaimana seharusnya karena pelaksanaan pembelajaran IPS masih berorientasi pada target materi dalam kurikulum. Pembelajaran berlangsung monoton dan lebih berpusat pada guru serta kurang mengintegrasikan lingkungan sosial budaya peserta didik dalam pembelajaran. Untuk itu guru dengan peneliti sebagai mitra mengembangkan materi pembelajaran dalam kurikulum dengan dasar empat R, yakni Richnes, relation, recurcion dan rigor; (3) Pengembangan KTSP harus mengintegrasikan keunggulan lokal dalam pembelajaran agar peserta didik tidak lepas dari konteks lingkungan sosial budayanya. Batik klasik sebagai keunggulan budaya Surakarta dan menjadi muatan lokal pendidikan di Surakarta. Batik sebagai budaya intangible mengandung nilai-nilai edukatif yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran IPS dan merupakan solusi untuk menciptakan pembelajaran IPS berbasis nilai dan sebagai implementasi integrasi karakter dan budaya dalam IPS; (4) guru mitra selama ini kesulitan dalam menyusun dan mengembangkan RPP yang mengintegrasikan karakter dan budaya, karena itu dengan diskusi dan pendampingan dari peneliti sebagai mitra disepakati bahwa pembelajaran IPS berbasis pada nilai budaya lokal batik klasik akan dikembangkan dengan model pembelajaran kooperatif dan klarifikasi nilai.

Dengan demikian para guru mendukung gagasan pengembangan model IBNBBK dan bersedia mengimplementasikan dalam pembelajaran di kelas. Pada awalnya guru mitra kurang yakin pada kemampuanya untuk mengembangkan RPP

dan melaksanakan pembelajaran “IBNBBK”. Selama ini guru-guru IPS Surakarta menggunakan RPP yang disusun oleh MGMP IPS Surakarta. Mereka belum pernah mengembangkan RPP pembelajaran IPS khusus yang mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal (batik klasik) yang dapat menguatkan karakter dan jati diri bangsa. Setelah berdiskusi dengan peneliti dan adanya keharusan memasukan nilai karakter budaya dalam pembuatan RPP dan dalam pelaksanaan pembelajaran IPS di kelas, para guru menjadi termotivasi untuk segera melaksanakan pembelajaran IBNBBK.

1) Instrumen Penelitian Pendahuluan

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif maka instrumen penelitian untuk pengumpulan data pada fase pertama bergantung pada peneliti sebagai alat atau instrumen pengumpul data. Dengan dasar pertimbangan tersebut maka instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sebagai instrumen utama (Wiriaatmadja, 2005). Untuk memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data digunakan alat bantu berupa catatan lapangan, tape recorder, dan kamera (Hopkin , 1993; Madya, 1994; Moleong, 1997).

Catatan lapangan digunakan untuk mencatat segala kejadian dan peristiwa selama komunikasi interaktif berlangsung dalam proses pembelajaran IPS di dalam kelas sekaligus merupakan internal validity dari penelitian ini (Wiriaatmadja, 2005). Alat perekam (Hopkins, 1993) untuk melengkapi catatan lapangan dan menangkap atmosfer dari komunikasi interaktif di dalam kelas dan bila perlu digunakan pula sebagai pelengkap dalam proses wawancara dengan persetujuan

guru sebagai patner dalam penelitian. Kamera untuk merekam peristiwa penting dalam kegiatan di kelas sekaligus mendukung instrumen penelitian lainnya.

Pedoman wawancara, secara informal dengan peserta didik yang dilakukan secara terencana tetapi tidak terstruktur untuk menggali dan memperjelas hal-hal yang tidak diperoleh dalam komunikasi interaktif di dalam maupun di luar kelas.

2) Triangulasi Data

Untuk mendapatkan validitas data dilakukan dengan beberapa teknik, yakni dengan triangulasi data dan sumber. Selain itu juga dengan bantuan dari para ahli Teknologi Pembelajaran untuk memberi penilaian RPP IPS selama ini. Hal ini dimaksudkan untuk mempertajam dan untuk koreksi maupun untuk memperolah masukan dan kritikan sehingga data hasil infomasi benar-benar telah teruji kebenarannya.

3) Pengolahan Data Penelitian Pendahuluan

Pengolahan data hasil penelitian eksploratif dilakukan dengan teknik analisis model interaktif (Miles dan Huberman, 1984). Analisis interaktif meliputi tahapan : (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) sajian data, dan (4) verifikasi/ menarik kesimpulan. Analisis dilakukan terus menerus dari awal pengumpulan data sampai dengan betul-betul diperolehnya data hasil penelitian yang lengkap. Proses analisis terjadi secara interaktif, yang menguji antar komponen secara siklus yang berlangsung dalam waktu cukup lama, sehingga diperoleh hasil penjelasan yang

benar-benar tuntas dan mendalam. Mekanisme analisis yang mencerminkan keterkaitan antar tahapan dapat dilihat pada bagan berikut ini.

Bagan: 3.1 Komponen-Komponen Analisis Data Model Interaktif (Miles & Huberman, 1984)

2. Pengembangan Model IBNBBK

Tahap pengembangan model merupakan tahap penyusunan draf model, uji coba terbatas, uji coba lebih luas, dan finalisasi model.

a. Penyusunan Draf Model

Penyusunan draf model berpijak pada landasan teori hasil kajian kepustakaan, memadukan kesesuaian karakteristik model yang akan dikembangkan dengan karakter bidang studi IPS serta kondisi pembelajaran IPS pada jenjang SMP. Dasar penyusunan yang digunakan adalah landasan filosofis model, pedagogis, teoritis dan empiris atau kelayakan implementatif. Lima komponen pembelajaran sebagaimana dikemukakan Joyce (2011) menjadi acuan dalam menyusun model awal, yakni (1) Sintaks, (2) Sistem Sosial, (3) Prinsip Reaksi, (4) Sistem Pendukung, (5) Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring

PENGUMPULAN DATA

REDUKSI DATA

PENYAJIAN DATA

KESIMPULAN-KESIMPULAN: PENARIKAN / VERIFIKASI

Fokus utama yang mendasari penelitian ini adalah memperbaiki dan memberdayakan pembelajaran IPS sebagaimana diungkapkan oleh Stahl (2008:2) dalam jurnal NCSS bahwa prinsip pembelajaran IPS (social studies) pada sebuah penelitian berjudul ”A Vision of Powerful Teaching and Learning in the Social Studies: Building Social Understanding and Civic Efficacy“ yakni: Pertama, pembelajaran IPS yang baik jika bermakna (Social studies teaching and learning are powerful when they are meaningful). Peserta didik belajar menghubungkan pengetahuan, keyakinan dan sikap yang mereka peroleh di dalam maupun di luar kelas. Kebermaknaan isi materi pelajaran diarahkan pada bagaimana menyajikannya pada peserta didik dan bagaimana mengembangkannya melalui serangkaian kegiatan. Kedua, pembelajaran IPS yang baik adalah pembelajaran yang terintegrasi (Social studies teaching and learning are powerful when they are integrative). Pembelajaran IPS dalam penyampaian topik dilakukan melalui upaya mengintegra-sikan dalam hal: a) lintas ruang dan waktu, b) pengetahuan, keterampilan, keyakinan, nilai dan sikap untuk dilaksanakan, c) teknologi secara efektif, d) lintas kurikulum. Ketiga, pembelajaran IPS yang baik adalah pembelajaran yang berbasis nilai (Social studies teaching and learning are powerful when they are value-based). Keempat, pembelajaran IPS yang baik adalah pembelajaran yang menantang (Social studies teaching and learning are powerful when they are challenging). Peserta didik diharapkan mencapai tujuan pembelajaran secara individu dan kelompok melalui aktivitas berfikir kritis dan menantang. Kelima, Pembelajaran IPS yang baik adalah pembelajaran yang aktif (Social studies teaching and learning are powerful

when they are active). Pembelajaran IPS yang aktif ditandai kemampuan peserta didik dalam berfikir reflektif dan membuat keputusan (decision making) selama pembelajaran. Peserta didik mengembangkan pemahaman baru melalui proses pembelajaran aktif dengan mengkonstruk pengetahuan sosial yang penting. Dengan demikian pembelajaran IPS harus mampu membekali peserta didik dengan pengetahuan, sikap, nilai, dan ketrampilan dalam hidup bermasyarakat sehingga mereka benar-benar memahami lingkungan masyarakat dan bangsanya dengan berbagai dimensi kehidupan.

Berdasarkan observasi pada saat pembelajaran IPS dan wawancara terhadap guru IPS dan siswa bahwa pelajaran IPS terlalu sarat materi, bersifat kognitif, dan hafalan. Karena bersifat hafalan, pembelajaran IPS menjadi menjemukan, tidak menarik dan dipandang sebagai beban bagi peserta didik. Pendidikan IPS lebih berorientasi pada penguasaan struktur keilmuan dan tidak mengintegrasikan realitas sosial budaya sebagai sumber nilai rujukan bagi peserta didik. Guru IPS cenderung terikat pada buku teks, baik isi, urutan materi, contoh-contohnya, dan latihan-latihan soal yang menyertainya secara kaku. Peranan guru sangat dominan dan pendewaan terhadap kurikulum menggambarkan status quo dari budaya ajar.

Dengan demikian fokus tindakan penelitian ini adalah memperbaiki dan memberdayakan model pembelajaran IPS berbasis nilai budaya lokal batik klasik untuk penguatan karakter bangsa. Batik klasik merupakan salah satu keunggulan

budaya Surakarta, karena itu Pemkot Surakarta menetapkan “batik sebagai muatan lokal”, yang terintegrasi dalam pembelajaran seni budaya. Dalam pembelajaran seni

budaya batik diberikan dalam bentuk budaya fisik yakni kain batik. Peserta didik dimediasi oleh guru seni budaya agar memilki kemampuan mewarnai dan ketrampilan membatik sederhana. Sedang batik sebagai budaya intangible yakni nilai-nilai edukatif akan dikembangkan melalui pembelajaran IPS.

Keberhasilan pengembangan model pembelajaran dilihat dari aspek penguasaan kompetensi (prestasi belajar), dan penguatan karakter serta sikap siswa terhadap batik sebagai jati diri bangsa, yang dapat ditunjukan selama proses pembelajaran, baik dalam bentuk perilaku maupun ekspresi perasaan yang teramati. Untuk menvalidasi hasil pengamatan, dilakukan melalui wawancara baik dengan guru mitra maupun peserta didik yang dipilih secara acak dengan mempertimbangkan aspek keterwakilan kemampuan akademik (diambil sampel anak yang teridentifikasi pada kelompok bawah, sedang, dan rendah).

Pada tahap awal peneliti dan dua orang guru, yakni Ibu T dan Bp Y bersama-sama memilih Kompetensi Dasar: mendeskripsikan pranata sosial dalam kehidupan masyarakat. Materi: Pengertian pranata sosial. Fungsi pranata sosial; Jenis-jenis pranata sosial dengan waktu 6 x tatap muka atau 3 x pertemuan.

Integrasi nilai-nilai budaya lokal batik klasik akan dilakukan dalam pengembangan materi ajar dan media pembelajaran, serta pada saat proses pembelajaran. Untuk pengembangan materi pembelajaran IPS berbasis pada nilai budaya lokal batik klasik digunakan empat unsur R yang dikembangkan Doll (1993: 176-183). Pengembangan model ini disepakti sebagai salah satu solusi permasalahan kemerosotan nilai, moral dan akhlak telah menjadi salah satu problematika

kehidupan bangsa Indonesia terpenting di abad ke-21 ini. Merosotnya nilai-nilai moral yang mulai melanda masyarakat saat ini tidak lepas dari ketidakefektifan pendidikan nilai-nilai moral, baik di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara keseluruhan. Efektivitas paradigma pendidikan nilai yang berlangsung di jenjang pendidikan formal hingga kini masih sering diperdebatkan. Menurut Soedijarto (1997:333) pengintegrasian nilai-nilai yang telah direncanakan untuk mempribadi ke dalam aturan tingkah laku belajar peserta didik sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas hasil belajar sebagai salah satu indikator strategi bagi keberhasilan pendidikan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Dalam konsep „pendidikan‟ nilai dan sikap sengaja ditanamkan kepada si terdidik (transmission of values). Nilai dan sikap yang positif, yang diharapkan mampu membawa peserta didik menjadi orang yang baik, atau bersikap baik, karena didorong oleh nilainilai kebaikan. Seolah-olah tiga aspek rohani manusia sudah tercakup di dalamnya, yakni aspek kognitif, afektif dan konatif. Ketika peserta didik diperkenalkan dengan nilai-nilai kebaikan tertentu untuk selanjutnya ditanamkan atau ditransmisikan kepada mereka, harapannya peserta didik sudah mengetahui atau mengenal nilai-nilai tersebut, kemudian merespons nilai-nilai tersebut dengan sikap pribadinya, untuk selanjutnya tergerak hatinya untuk mewujudkan nilai-nilai yang diketahuinya itu agar manifes dan menjadi pendorong untuk melakukan perbuatan baik dan terpuji. Karena itu melalui implementasi model ini diharapkan akan terealisasi pembelajaran IPS yang powerfull dan meaningfull serta akan menguatkan karakter peserta didik.

Sebagai langkah awal penyusunan draf model peneliti bersama-sama dengan Ibu T. Bp An. (guru SMP Negri 19), Ibu D (SMP N 10), Bp H (SMPN 9), Ibu W (SMP Al Muayat), Ibu Mur (SMP Muhammadiyah 2) dan Ibu Han (Guru SMP Kristen) berdiskusi untuk menentukan langkah-langkah menyusun draf model

pembelajaran “IBNBBK”. Dari diskusi tersebut peran Ibu T sebagai guru IPS senior

dan pengurus MGMP IPS dalam memotivasi teman-teman guru IPS yang lain sangat besar, karena pada awalnya mereka pesimis dan merasa agak berat kalau harus menyusun RPP, mengembangkan bahan ajar dan media yang sesuai dengan model IBNBBK, karena selama ini para guru IPS SMP di Surakarta sudah merasa nyaman menggunakan RPP dari MGMP IPS Surakarta. Keluhan dari teman-teman guru tadi oleh Ibu T ditanggapi dengan jawaban yang dapat membesarkan hati teman-teman.

”Dalam rangka penanaman karakter pembelajaran IPS harus memasukan nilai-nilai karakter dalam RPP maupun implementasi pembelajaran, dan selama ini kita masih mengalami kesulitan dalam pengembangan materi dan pengembangan model pembelajaran maupun evaluasi (skala sikap) Karena itu, ini kesempatan kita bersama-sama dengan dosen LPTK untuk menemukan model pembelajaran IPS berbasis nilai budaya lokal. Apabila kita sudah dapat menyusun RPP dan melaksanakanya, maka nanti kita sosialisasikan lewat MGMP. Hal ini akan membantu teman-teman guru IPS yang masih kesulitan dalam mengembangkan pembelajaran berbasis karakter”

Ibu T didampingi peneliti bersama-sama dengan guru-guru IPS lainya (Ib H; Ib D; Ib W; Ib Mn; Bp Hr; dan Bp An) yang mengikuti FGD, mengidentifikasi langkah-langkah penyusunan draf model. (1) Untuk media pembelajaran dan buku-buku tentang batik klasik sudah disediakan oleh peneliti dan Bp An; (2) untuk pengembangan materi bahan ajar disepakati SK dan KD pada materi pranata sosial.

(3) Langkah-langkah pembelajaran tetap mengacu pada Permen Diknas nomor 41 tahun 2007, yakni apersepsi, eksplorasi, elaborasi, konfirmasi, dan penutup. Dalam proses pembelajaran digunakan model pembelajaran kooperatif.

Untuk itu pada tahap apersepsi guru melalui dialog kritis dengan siswa mengidentifikasi beberapa kebutuhan manusia yang kemudian melatar belakangi adanya berbagai pranata sosial, antara lain pranata pendidikan, keamanan dan ketertiban. Dalam proses kerjanya agar pranata sosial dapat menjalankan fungsinya, maka pranata didukung oleh adat, norma, aturan dan hukum. Pranata sosial akan senantiasa berkembang sesuai dengan kompleksitas kebutuhan manusia. Pranata dan adat serta norma sosial menjadikan manusia beradab atau berbudaya. Salah satu budaya Surakarta adalah batik klasik (untuk uji coba awal dipilih hari jumat jam ke1-2, karena itu guru dan siswa menggunakan pakaian batik). Melalui dialog diidentifikasi apa makna simbolisme motif batik klasik yang digunakan untuk seragam di sekolah? Mengapa dipilih motif itu? Mengapa penggunaan kain batik harus memperhatikan tuntunan dan tatanannya?

Guru menampilkan motif batik yang relevan dengan nilai-nilai karakter yang dikembangkan sebagai contoh nilai kerja keras, yakni motif Sido Mulyo dan Sido Mukti.

Pada tahap eksplorasi guru mengarahkan diskusi siswa bahwa nilai-nilai pendidikan dan karakter yang berasal dari motif batik klasik dapat ditransformasikan dalam berbagai pranata social dalam bentuk nilai-nilai yang harus dikembangkan lebih lanjut, dan sebaliknya nilai-nilai yang harus dihindari. Sebagai contoh motif klasik Sido Mukti atau Sido Mulyo, yakni harapan dan permohonan pada Tuhan agar memperoleh kesejahteraan. Semua itu diusahakan dengan iktiar dan berdoa. Makna motif ini ditransformasikan menjadi nilai kerja keras dan menghindari kemalasan.

Nilai ini harus dikembangkan dalam realitas kehidupan individu dan sosialnya

Pada tahap elaborasi siswa dengan kelompoknya mendiskusikan “masalah

pranata sosial” (dibagikan oleh guru). Tugas kelompok adalah memecahkan permasalahan, disertai dengan nilai yang harus dikembangkan dan sebaliknya nilai yang harus di hindari.

Pengembangan model pembelajaran IPS berbasis nilai-nilai budaya lokal batik klasik selain untuk penguasaan kompetensi sesuai dengan indikator yang dikembangkan, juga bertujuan untuk penguatan karakter dan jati diri Bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan kombinasi pembelajaran kooperatif dan klarifikasi Nilai. Sebagaimana diungkapkan Adimassana (2000: 31) bahwa sistem pendidikan harus mengarah pada dua aspek. Pertama, pendidikan harus memberi bekal pengetahuan ilmiah, ketajaman dan kedalaman daya kritikal secara intelektual serta keterampilan profesional. Kedua, pendidikan harus membentuk dan mengembangkan watak atau jati diri bangsa yang harus dibentuk dari nilai-nilai budaya sendiri yang relevan dengan kebutuhan aktual masa kini dan masa depan. Karena itu pembelajaran di sekolah menurut Amril (2005: 20-45) merupakan usaha sadar yang diarahkan dalam rangka meningkatkan kualitas eksistensialitas manusia, dan tidak dapat dilepaskan dari moralitas. Implikasinya pembelajaran dalam pada materi pelajaran apa pun tidak dapat dilepaskan dari nilai moral.

Dalam konteks postmodern pendidikan karakter menuntut kemampuan guru untuk menyentuh keseluruhan serta keutuhan pribadi anak didik. Keutuhan pribadi manusia meliputi perasaan, rasio, imajinasi, kreativitas, dan memori. Karena itu

model pembelajaran akan dikembangkan dengan model pembelajaran Kooperatif dan Klarifikasi nilai, dengan pendekatan konstruktivis dan kontekstual.

According to Palmer (2005), “Constructivism is the dominant paradigm of

Dokumen terkait