• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

I.7 Metode Penelitian

I.7.2 Teknik Pengumpulan Data

I.7.2.1 Studi Lapangan

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data lapangan ini adalah:

1. Observasi10

Setelah tema penelitian saya tertarik mengamati kehidupan para pemukim di pinggiran sungai, saya mulai mencari tulisan-tulisan terkait tentang kehidupan di pemukian kumuh dan liar. Kemudan saya mulai menulis rancangan penelitian Demi mendukung kelengkapan data yang dapat diperoleh dengan cara pengamatan maka observasi menjadi pilihan yang tepat dalam penelitian ini. Observasi digunakan juga untuk melakukan pendekatan awal dengan objek pengamatan, hal ini tentunya penting untuk memberikan kemudahan pada awal penelitian, sebelum kegiatan wawancara dilakukan dan tentu saja untuk menggambarkan kondisi awal penelitian di lapangan. Observasi berguna untuk menjaring informasi-informasi empiris yang detail dan aktual dari unit analisis penelitian (Bungin, 2007:230).

Oleh sebab itu peneliti akan melakukan dan menjalankan observasi tanpa partisipasi terkait fokus penelitian dengan mengamati dan melihat kondisi pemukiman di kawasan Jalan S.Parman Medan. Sebelum memulai penelitian lebih mendalam, sebelumnya saya melakukan observasi pra penelitian, hal ini saya perlukan guna mengetahui lebih dalam dan lebih dekat lokasi / lapangan. Selain itu pra survei yang saya lakukan penting bagi saya untuk mulai menjaring dan mengenali orang-orang / penduduk di lokasi penelitian guna dijadikan informan untuk dikemudiannya.

10

Observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan (Bungin, 2007:115)

saya yakni proposal yang diperlukan untuk ujian seminar proposal. Sebelumnya Dosen Pembimbing menyuruh saya untuk melakukan pengamatan di lapangan. Tanpa mengurus surat izin penelitian lapangan, saya dan bantuan teman yang bernama Indriani yang juga teman kuliah di Antropologi yang pada saat itu sama- sama sedang berjuang menghadapi proposal. Kami berdua pun terjun ke lokasi tepatnya di Kampung Keling Jalan Erlangga dan Kampung Kubur. Melewati Jalan Kejaksaan dari gang kecil yang menurun di bawah Jembatan atau “Titi Rumbia” penduduk sekitar menyebutnya, saya dan Indri mnyusuri Jalan Erlangga sampai tembus ke kampung kubur.

Sebelumnya kami sudah pernah melakukan PKL II di lokasi tersebut, hanya saja keadaannya kini berbeda, kalau dulu lebih dari 2 orang atau beramai- ramai melakukan observasinya, sekarang kami hanya berdua, kami hanya bermodal nekat sekedar melihat-lihat dan mengamati. Kami sempat terpikir dengan adanya rumor yang menyebutkan bahwa ada salah satu kawasan di lokasi tersebut yang rawan, hanya saja modal nekat telah memberanikan kami, walaupun ada rasa was-was. Melewati gang-gang kecil yang lurus dan bercabang serta berkelok, kami mampir ke pinggir sungai yang sedikit curam, sekedar mengamati betapa mirisnya melihat rumah-rumah yang tidak permanen, ada yang dari kayu, tepas, seng berkarat, berdiri di pinggir sungai dengan tiang-tiang penyangga dari kayu dan beton yang membuat rumah terlihat kokoh. Tapi pastinya itu bagian belakang dari rumah yang adanya di seberang tepatnya di Jalan S.Parman yang bagiannya sudah lain dari Kampung Keling.

Selain itu sampah berbau pun bertebaran di pinggir sungai, kebetulan kami berdiri tepat di pembuangan sampah-sampah yang celahnya agak besar sehingga terbuka pemandangan dari pinggir sungai. Selebihnya rumah-rumah penduduk sudah berderet dan padat. Kami tidak luput menyusuri setiap gang-gang kecil ketika berada di sana, bahkan nyasar pada gang yang buntu, akhirnya kami berputar dan balik lagi. Orang-orang yang berada di sana sepertinya ada yang keheranan melihat kami bolak-balik bagai anak ayam yang kecarian Induk. Ada juga yang bertanya “mau cari siapa?’ atau ada juga yang menanyakan “mau cari apa dek?”. Kebetulan ada Ibu-ibu yang lagi duduk-duduk bertanya, setelah kami jawab kalau kami hanya numpang lewat saja, Ibu-ibu tadi pun langsung mengatakan bahwa mereka mengira kalau kami sedang mencari kost-kost an, sales, atau orang yang survei.

Kebetulan dari PKL II yang lalu saya mendapati informasi dari informan bahwa terkadang lokasi tersebut sering didatangin oleh mahasiswa, anak sekolah, atau instansi apapun untuk melakukan survei, termasuk mahasiswa Kesehatan dan Kedokteran yang survei di pemukiman pinggiran sungai. Setelah berlalu dari hadapan para Ibu tersebut saya dan Indri hanya tersenyum, kami menyesalkan juga bahwa semestinya harus jujur kalau kami sebenarnya mahasiswa, namun karena kami sambil berjalan dan masih linglung oleh keadaan kami hanya berlalu dan menjawab seadanya saja. Padahal terbuka kesempatan yang besar untuk berbincang dengan para Ibu tadi.

Menyusuri Kampung Kubur yang gang nya begitu kecil dan berkelok ke sana kemari, sepertinya saya dan Indri kesasar, terlebih di gang ini lebih

menegangkan lagi, banyak pria dewasa dan bapak-bapak yang sepertinya heran dengan kami yang asing dengan muka kami yang barangkali juga terlihat bingung, tapi saya dan Indri tetap mencoba berusaha biasa saja dan tidak takut walaupun dari beberapa pria tersebut ada yang sangar, berbadan besar, rambut gondrong, bertelanjang dada, bertato, berkaca mata hitam. Terlebih bagi mereka yang beretnik Tamil, menambah bayangan saya mengarah pada mafia atau semacamnya.

Hanya saja saya segera menepis hal itu dan tetap positive thinking. Hingga akhirnya seorang pria etnik Tamil menanyakan kami mau kemana, akhirnya saya dan Indri dengan polosnya bertanya dimana jalan keluar dari gang menuju jalan besar. Dia pun dengan baik hati menjunjukkan arahnya. Akhirnya kami bisa keluar dari gang tersebut, setelah itu saya dan Indri tertawa dan geleng-geleng kepala kalau kami cukup PD dan berani juga melewati gang-gang tersebut. Ketika kami datang dengan niat yang baik dan berpikir positif orang-orang disana juga memandang kami dengan baik, begitu sebaliknya sekalipun kami tidak mengenal mereka, mereka adalah orang-orang yang baik yang tahu bahwa kami ini sedang mencari jalan.

Kampung Keling sudah di amati, saya tidak cukup sampai disitu saja. Saya sendiri tanpa ditemani siapapun pergi ke seberang lokasi survei pertama saya di Jalan Erlangga dan Kampung Kubur yakni tepatnya di Jalan S.Parman dan Jalan Kejaksaan. Seperti yang saya lakukan saat menuju Erlangga dan Kampung Kubur saya juga menuju pemukiman pinggiran sungai di Jalan S.parman melalui Jalan Kejaksaan tepatnya melewati gang kecil yang terdapat di sela-sela rumah

penduduk. Terdapat 2 gang yang terdapat di lokasi ini yakni Gang Soor dari Jalan S.Parman dan Gang Rumbia dari Jalan Kejaksaan. Lokasi ini masuk ke dalam wilayah administratif Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah.

Sekedar mengamati saya sambil berjalan pelan, melewati pinggiran sungai melihat banyaknya anak-anak yang sedang bermain dan mandi di sungai, ada Ibu yang mencuci pakaian, ada juga orang yang mengapung dengan ban di sungai sedang mengumpulkan botot. Sepertinya lokasi ini lebih menarik perhatian saya. Untuk selanjutnya terlebih setelah saya menyelesaikan ujian seminar proposal, saya lebih sering berkunjung dan datang ke lokasi ini. Setelah berjumpa dengan Kepling yang bernama Pak Sugiman, beliau berbincang-bincang sebentar dengan saya sambil berkenalan. Pak Sugiman pun meminta saya untuk membuat surat izin penelitian. Pengurusan surat izin penelitian saya melalui Fakultas kemudian ke BALITBANG dan Kantor Kelurahan Petisah Tengah.

Sambutan yang baik dari staf kantor Kelurahan Petisah Tengah pun saya terima kala saya memberi surat izin penelitian, dan memberitahu kira-kira apa yang ingin saya teliti. Mereka pun langsung member izin dan menyerahkannya kepada Kepling Pak Sugiman. Hari berikutnya saya pergi ke kantor Kelurahan, pada sat itu saya sedikit kecewa, berhubung saya membutuhkan sedikit data komposisi Kelurahan yang berguna untuk saya lebih lanjut dalam penyusunan skripsi, terlebih data Kelurahan saya perlukan sebagai pelengkap skripsi saya di Bab II, maka saya meminta data-data atau setidaknya arsip, tulisan atau apapun mengenai data kelurahan. Hanya saja mereka mengatakan tidak ada. Tidak mau memberi, atau memang tidak ada dengan alasan tidak ada data yang baru dan data

yang lama pun tidak ada karena kepengurusan kelurahan telah diurus oleh Lurah dan orang-orang yang baru.

Hari berikutnya saya datang lagi ke kantor tersebut, salah satu staf langsung memberikan saya sedikit data yang berupa hardcopy data kependudukan kelurahan yang berjumlah 5 lembar, itupun data penduduk pada tahun 2010. Saya pun bersyukur mendapatkannya walupun saya sempat kecewa sebelumnya. Berikutnya di lapangan, setelah saya sering datang berkunjung kesana dan mencoba pendekatan dengan beberapa orang disana akhirnya saya berhasil menemukan orang-orang dan keluarga-keluarga yang menjadi informan saya.

2. Wawancara

Wawancara atau Interview merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama (Bungin, 2007:107). Pertanyaan- pertanyaan awal hingga informasi yang dibutuhkan untuk mendeskripsikan kondisi objektif sangat efektif dengan metode ini.

Lebih lanjutnya metode ini dapat lebih mendekatkan diri secara emosional dengan informan, selain itu data-data yang otentik dari sudut pandang masyarakat (emic view) juga dapat dimulai dengan wawancara. Metode wawancara yang dilakukan adalah wawancara mendalam (depth interview) kepada beberapa informan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Teknik wawancara yang

dilakukan dengan melalui tanya jawab secara langsung dan terbuka dengan informan yang dibantu dengan pedoman wawancara (interview guide). Tidak ada pembatasan jumlah informan, sepanjang data yang dibutuhkan sudah menjawab tujuan dari penelitian ini. Informan dalam penelitian ini terdiri atas informan pangkal, informan biasa dan informan kunci. Informan pangkal adalah informan pertama yang dijumpai di lapangan (Moleong,1994).

Dari observasi awal saya di lapangan maka saya sudah menemukan informan saya meskipun untuk tahap awal saya masih melakukan wawancara sambil lalu. Informan pangkal saya adalah Pak Sugiman yang merupakan Kepling dari lingkungan VII S.Parman sebelum akhirnya saya mengurus surat izin penelitian dari Fakultas dan BALITBANG, ketika saya masih sekedar survei dan mengamati lokasi begitu-begitu saja, saya sudah bertemu dengan Pak Kepling. Kebetulan ada penduduk yang memberitahu, maka saya pun bergegas menemui Pak Kepling di rumahnya. Kala itu saya hanya memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud untuk mengadakan penelitian untuk skripsi di lingkungan yang Dia pimpin.

Responnya begitu baik dan mempersilahkan saya meneliti di lingkungannya, dia pun menawarkan diri jika perlu ditemani dia akan turut serta mendampingi dengan syarat saya harus segera membuat surat pengantar dari Kampus bahwa saya benar mahasiswa yang sedang membuat skripsi. Untuk lebih memudahkan hubungan saya dengan Kepling tersebut maka saya diberikan nomor kontak (nomor handphone) nya. Pada saat di kantor Kelurahan Petisah Tengah untuk menyampaikan surat izin penelitian, saya bertemu dengan Pak Kepling

kembali. Selanjutnya dia menyuruh saya untuk turun saja langsung, dan tidak usah menunggu dirinya. Dalam hati saya berpikir, saya sendiri juga bisa melakukan pendekatan dan mendapatkan data dari para penduduknya, tidak perlu didampingi olehnya.

Kemudian saya pun menjelaskan hal itu kepada Pak Kepling bahwa saya sendiri saja mampu menjalankan tugas saya, berhubung ini hanyalah penelitian mahasiswa sebatas pada pembuatan skripsi, bukannya kegiatan penelitian besar- besaran, ataupun kegiatan survei dari sekelompok pihak atau mahasiswa dengan jumlah yang banyak, dan hal seperti itu dirinya turut ambil andil mendampingi, hal ini diutarakannya pada saya kalau lingkungannya sering kebagian survei dan penelitian dari banyak instansi dan mahasiswa dari beberapa universitas.

Pada hari-hari berikutnya saya bermaksud untuk bertemu dengan Pak Kepling sekedar mendapatkan data darinya terkait komposisi penduduk di lingkungannya. Saya pun menghubungi Kepling itu melalui HP, berulang kali saya mencoba menghubungi, nada menunjukkan sambungannya masuk, tetapi tidak di angkat atau di jawab, barangkali Pak Kepling sedang sibuk, akhirnya saya memutuskan untuk tidak mencoba esok. Keesokan harinya ketika saya sedang berada di perpustakaan universitas, saya menghubungi Pak Kepling kembali, panggilan pertama dan kedua tidak di jawab, akhirnya saya lega karena panggilan ketiga saya dijawab. Saya pun mengatakan kalau saya ingin bertemu dengannya untuk wawancara dan mendapatkan data darinya. Saya pun menjelaskan kalau ada data tertulis mengenai lingkungan yang dia tangani, terlebih menyangkut soal komposisi penduduk, maka saya sangat memerlukan hal yang seperti itu karena

sebelumnya pada pertemuan awal saya dengannya, saya sudah pernah menerangkan hal itu, dia pun mengerti dan mengiyakan.

Hanya saja semuanya seakan berubah, saya terkejut dan takut, ketika Pak Kepling tiba-tiba dengan perkataan yang kurang enak mengatakan kalau dia tidak ada waktu untuk saya karena sedang sibuk mengurus banyak tugas-tugasnya yang lain. Saya cukup tertegun dan dengan suara yang bergetar saya menutup pembicaraan. Mengalami hal seperti cukup membuat saya down, dan patah semangat. Sejak saya mengakhiri pembicaraan lewat hp perasaan danpikiran saya bercampur aduk, dan hari berikutnya saya masih terbayang-bayang dengan perkataan Pak Kepling tersebut, dan timbul niat dalam hati saya untuk mengganti lokasi penelitian. Saya pun menceritakan hal ini pada beberapa teman, dan mulai bertukar pikiran dengan mereka. Mereka menyarankan pada saya untuk jangan berhenti sampai disitu dan terus berpikiran positif.

Seiring berjalannya hari perlahan-lahan saya sudah mulai melupakan hal yang kurang mengenakkan itu. Saya berpikir kalau hal kecil seperti itu saja bisa membuat saya jatuh hingga harus merugikan diri saya sendiri, dan skripsi saya terbengkalai, akhirnya saya harus bangkit dan mengnggap hal tersebut tidak jadi masalah. Pikiran positif mulai saya bangun di kepala, soal perkataan Kepling tidak saya ingat lagi, saya hanya berpikir bahwa kemungkinan pada hari saya menghubunginya, pada saat itu saya apes dan sial, bisa saja Pak Kepling sedang banyak tugas dan hal lain yang lebih penting makanya dia menolak untuk bertemu.

Saya kemudian mencoba menghubungi, seperti mendapat angin segar, saya disuruh datang ke rumahnya. Saya bergegas ke rumahnya, dia dan istrinya menyambut saya dengan baik, kami pun mulai berbincang-bincang, dia pun memberikan saya data seadanya mengenai komposisi penduduk di lingkungannya. Hari itu begitu menyenangkan bagi saya, saya pulang ke rumah dengan semangat dan semakin termotivasi mengerjakan skripsi. Kepling tersebut adalah Informan pangkal saya yang merupakan aparat birokrat setempat karena jelas orang-orang seperti mereka memiliki data serta informasi mengenai warganya, paling tidak saya mendapatkan data sekunder atau data kependudukan dari adanya hubungan dengan aparat yang berwenang di lingkungan setempat.

Informan saya yang kedua saya ambil melalui sejumlah masyarakat yang persisnya bermukim di pinggiran sungai. Beberapa keluarga yang hidup dan memiliki kedaan yang dapat dikatakan memenuhi kriteria kumuh akan saya jadikan informan karena merekalah informan kunci. Salah satu informan kunci saya adalah Keluarga Kak Manjula serta Keluarga Ibu Mila yang sudah tinggal dan menetap di pinggiran Sungai Babura kurang lebih selama 20 tahun. Informan kunci inilah yang menjadi sumber utama dari penelitian ini.

Bertemu dengan Kak Manjula pada observasi awal saya menjadi suatu berkat tersendiri bagi saya, pasalnya awal pertama kali kami saling mengenal karena ketika saya hendak memasuki gang, kami berjalan berbarengan, saya senyum, dia pun senyum, dia menyapa saya dengan lembut, menanyakan saya mau kemana, ternyata muka saya cukup asing sehingga ketahuan kalau saya bukanlah orang setempat. Kesempatan cukup bagus datang menghampiri, saya

mulai memperkenalkan diri dan menceritakan maksud kedatangan saya ke lingkungan pemukiman pinggiran sungai yang ia tinggali. Bagai dayung bersambut, saya diajak ke rumahnya.

Rumah Kak Manjula yang sangat sederhana menjadi rumah pertama penduduk yang saya singgahi. Cerita berlanjut antara saya dan dia, dia mulai bercerita tentang pekerjaannya yang hanya seorang pembantu rumah tangga. Sedikit bercerita tentang kehidupan pribadinya dan lingkungan tempat tinggalnya yang pada saat itu masih baru saja terkena banjir. Kak Manjula juga kembali menanyakan maksud kedatangan saya ke lingkungan tempat tinggalnya. Sepertinya Kak Manjula tidak menyimak kelau saya sebelumnya telah memberi tahu alasan saya datang adalah untuk observasi terkait tugas saya sebagai mahasiswa yang sedang membuat skripsi.

Saya mengulanginya kembali, dia pun menanggapi kalau orang-orang seperti saya ini juga banyak yang berdatangan untuk survei dan memberikan bantuan, seperti sembako, obat-obatan, dll, terlebih saat-saat pasca banjir. Dalam hal ini saya sempat khawatir juga, kalau-kalau Kak Manjula berpikir saya datang disamakan dengan seperti mereka yang datang untuk memberi bantuan. Tetapi untuk pertemuan-pertemuan selanjutnya saya perlahan-lahan menegaskan bahwa saya ini hanyalah mahasiswa yang datang sendiri untuk mengerjakan skripsi, tidak ada hal yang lebih dari itu, semakin dekatnya saya dengan dia, anak-anaknya dan keluarganya, saya juga mulai membicarakan sedikit dari kehidupan pribadi saya yang hanyalah mahasiswa yang tinggal jauh dari orang tua. Hal ini saya gunakan sebagai strategi agar mereka memandang saya bukan dalam artian yang lain,

tetapi juga bukan memandang rendah saya. Apa adanya saya ceritakan agar mereka mengenali saya dengan baik, dan saya bisa menjalin raport dengan mereka.

Informan Kunci yang berikutnya yang pada observasi awal lterjalin komunikasi yang baik dengannya adalah Ibu Mila. Ibu Mila yang sedang duduk santai sambil menggendong anaknya saya samperin dan mulai berkenalan. Ada respon yang baik dari nya saat saya meminta izin agar dia menjadi salah satu informan saya yang penting untuk pembuatan skripsi saya. Dia pun sempat mengatakan pada saya kalau saya itu kelihatan seperti capek sekali. Saya pun tertawa ringan dan mengiyakan bahwa memang benar saya capek dan lelah. Sebuah pengorbanan yang wajar dalam pembuatan skripsi.

Jalinan hubungan yang baik antara saya dengan Ibu Mila membuat kami saling mengerti satu sama lain. Untuk dua kali pertemuan saya saja dengannya,kelihatannya dia cukup mengerti dengan seorang mahasiswa. Dia pun mengatakan kalau dia punya saudara-saudara yang sedang sibuk dengan tugas- tugas akhirnya, jadi dia maklum dengan saya. Malah dia menyarankan agar jeli dalam melihat dan memilih orang-orang yang saya tanyaidan jadikan informan, gunanya agar tidak terjadi pemikian yang lain-lain.

Betul sekali, seperti yang dia ceritakan, kebiasaan dari beberapa orang yang sering menerima sesuatu menjadi terbawa-bawa. Sehingga bagi orang-orang seperti itu dibutuhkan sesuatu yang pamrih. Padahal sebagai orang yang masih berstatus mahasiswa dan belumlah apa-apa, saya mencari data dan mebutuhkan

data, ibarat peneliti pemula yang harus cakap dan lihai untuk mendapatkan informan yang ikhlas tanpa pamrih.

Informan yang ketiga adalah informan biasa, mereka yang tergolong kedalam informan biasa adalah masyarakat yang berada di sekitar kawasan tersebut, baik kaum pedagang serta masyarakat lainnya yang tinggal di kawasan Lingkungan VII S.Parman, meskipun mereka bukanlah masyarakat yang persisnya bermukim di pinggiran sungai. Dari infoman biasa inilah saya akan meminta dan mendapatkan informasi tentang kawasan kumuh di pinggiran sungai karena paling tidak mereka mengetahui secara garis besar mengenai kehidupan masyarakat di tempat tersebut.

Dalam proses saya mencari, dan mendapatkan informan, dari beberapa diantara mereka ada yang memiliki respon yang baik, tetapi jika da yang baik,pasti ada yang kurang bahkan tidak baik. Bagi saya memasuki pemukiman pinggiran sungai seperti Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah ini menjadi pengalaman bernilai bagi saya untuk menghadapi orang-orang yang berbeda-beda pemandangan tentang siapa saya dan apa yang sedang saya lakukan. Saya bersyukur bertemu dengan informan seperti Kak Fitri, Kak Ana dan Pak Me’eng yang memiliki respon baik,saya tanyai mereka tidak bosan menjawab. Tetapi ada juga yang tidak mau untuk diajak ngobrol sekalipun, ada respon seperti membunag muka, menutup pintu, cuek, dan alasan masih lagi sibuk jika kita sudah mulai mendatangi mereka dan bertanya, padahal yang memiriskan hati saya, apabila sebelumnya sudah ada janji.

Tetapi saya berbesar hati dan maklum untuk hal yang seperti itu, semakin menguatkan saya dan menjadi pelajaran berharga bagi saya. Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah ini menjadi tempat bermain kedua bagi saya, setelah rumah saya, informan-informan saya menjadi keluarga dan teman dekat bagi saya. Tetapi saya akan tetap mawas diri dan tidak larut bahwa saya juga punya batasan-