• Tidak ada hasil yang ditemukan

Harta Benda Bagi Masyarakat Pinggiran Sungai (Kajian Antropologi terhadap Masyarakat Pemukiman Pinggiran Sungai Babura Medan sebagai Pemukiman Kumuh terkait Pandangan akan Harta Benda)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Harta Benda Bagi Masyarakat Pinggiran Sungai (Kajian Antropologi terhadap Masyarakat Pemukiman Pinggiran Sungai Babura Medan sebagai Pemukiman Kumuh terkait Pandangan akan Harta Benda)"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

HARTA BENDA BAGI MASYARAKAT PINGGIRAN SUNGAI

(Kajian Antropologi terhadap Masyarakat Pemukiman Pinggiran Sungai Babura Medan

sebagai Pemukiman Kumuh terkait Pandangan akan Harta Benda)

DISUSUN OLEH

SRI PAULINA N

070905015

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAl

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Persetujuan

Skripsi ini Disetujui untuk Dipertahankan oleh :

Nama : Sri Paulina N

NIM : 070905015

Judul : HARTA BENDA BAGI MASYARAKAT

PINGGIRAN SUNGAI (Kajian Antropologi terhadap Masyarakat Pemukiman Pinggiran Sungai Babura Medan sebagai Pemukiman Kumuh

terkait Pandangan akan Harta Benda).

Pembimbing Skripsi Ketua Departemen Antropologi

(Drs.Rytha Tambunan, M.Si) (Dr. Fikarwin Zuska, M.A) NIP : 19630829 199003 2 001 NIP : 19621220 198903 1 005

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

(3)

PERNYATAAN

HARTA BENDA BAGI MASYARAKAT PINGGIRAN SUNGAI (Kajian Antropologi terhadap

Masyarakat Pemukiman Pinggiran Sungai Babura Medan sebagai Pemukiman Kumuh terkait Pandangan

akan Harta Benda).

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbirkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan disini, saya bersedia secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, Oktober 2011

(4)

ABSTRAK

Sri Paulina N 2011, judul : HARTA BENDA BAGI MASYARAKAT PINGGIRAN SUNGAI (Kajian Antropologi terhadap Masyarakat Pemukiman Pinggiran Sungai Babura Medan sebagai Pemukiman Kumuh terkait Pandangan akan Harta Benda). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 126 halaman, 11 tabel, 5 skema dan 8 gambar, 17 daftar pustaka ditambah 8 sumber lain dan lampiran. Penelitian ini mengambil lokasi di Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Petisah, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini mengkaji serta membahas mengenai arti akan suatu Harta bagi masyarakat yang konon tinggal di daerah pemukiman kumuh. Pemukiman kumuh dengan indikatornya menandakan bahwa penduduk yang tinggal di dalamnya identik dengan kelas ekonomi lemah atau miskin yang berarti tidak memiliki harta benda. Penelitian ini dilatar belakangi oleh ketertarikan akan kehidupan ekonomi sosial para pemukim di pinggiran sungai. Pengetahuan dan pandangan mereka serta kepemilikan mereka akan harta menjadi gambaran akan keberadaan ekonomi sosial mereka di tengah-tengah keadaan lingkungan atau pemukiman yang mereka tempati. Pemukiman yang mereka tinggali berada di pinggiran sungai yang umumnya dinilai sebagai tempat bagi penduduk yang lemah akan perekonomian.

Metode etnografis yang sifatnya kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang digunakan melalui observasi/ pengamatan, wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Penelitian ini tidak lain bertujuan untuk menganalisis dan mengangkat pengetahuan masyarakat. Pengetahuan masyarakat akan harta didapatkan melalui cara mengkategorisasikan, menghubungkan dan kemudian menyimpulkan data yang semuanya diperoleh dari kepala/kerangka berpikir masyarakat. Asumsi yang muncul bahwa keadaan ekonomi menentukan pengetahuan yang mereka miliki mengenai harta, dan ekonomi menentukan pemukiman, pemukiman menentukan harta. Pemukiman kumuh dan liar tidak ada harta.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan tempat tinggal ataupun hunian yang demikian tidak menyurutkan mereka kehilangan pengetahuan akan harta benda yang nilainya tidak selalu diukur dengan materi, uang, serta harganya yang mahal, justru lebih dari sekedar itu, sehingga muncul harta yang dibagi ke dalam materi dan non materi. Materi seperti barang atau benda dan uang yang bernilai ekonomis. Non materi dapat berupa kesehatan, harga diri serta sesuatu yang bersifat kognitif dan abstrak. Pengetahuan mereka telah menciptakan pengkategorisasian harta benda baik materi dan non materi, selanjutnya mereka menginterpretasikannya ke dalam kehidupannya. Interpretasi yang mereka dapatkan akhirnya membawa mereka ke dalam pemanfaatan dan pendayagunaan dari harta yang mereka miliki. Semuanya itu memunculkan dan mengungkapkan nilai budaya dari penduduk.

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Salam Sejahtera

Puji Syukur kuhaturkan untuk Allah Bapa dan Tuhanku Yesus yang memberkati dengan tak berkesudahan dari awal, sekarang, sampai selama-lamanya. Pada akhirnya skripsi yang berjudul: HARTA BENDA BAGI MASYARAKAT PINGGIRAN SUNGAI (Kajian Antropologi terhadap

Masyarakat Pemukiman Pinggiran Sungai Babura Medan sebagai

Pemukiman Kumuh terkait Pandangan akan Harta Benda) dari penulis rampung sudah setelah bergelut dengan segala dinamika hidup yang biasa dan wajar dialami oleh mahasiswa yang menyusun persembahan terakhirnya untuk menggenapi masa perkuliahan yang terbilang tidak begitu singkat.

Ada saja berupa kendala, ada yang menyenangkan, semua melebur menjadi satu dan menjadi inspirasi bagi penulis untuk tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Penghargaan dan harapan mendapat balasan baik yang serupa, penulis berikan untuk semua pihak yang terlibat dalam pembuatan skripsi ini, baik itu berupa bimbingan, dukungan, motivasi, dorongan, nasehat, serta bantuan materil maupun moril. Tuhan dan alam ciptaannya pasti akan membalas dan memberi lebih dari pada itu’Amin.

(6)

satu kepada segenap masyarakat Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah khususnya mereka yang bermukim di pinggiran Sungai Babura.

Penghargaan juga bagi seluruh jajaran Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara, terkhusus bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang sekiranya merupakan tempat bernaung bagi saya dalam memperoleh pengajaran dan pengetahuan, terutama Departemen Antropologi sebagai spesifikasi jurusan penulis, penulis sangat bersyukur mendapatkan pengetahuan dalam Antropologi. Penulis juga tak luput memberikan penghargaan buat dosen-dosen yang telah mengajarkan penulis selama duduk di bangku perkuliahan, terutama untuk para dosen dari departemen antropologi, juga penghargaan dari penulis pada dosen yang membimbing saya dalam akademik dan membimbing pembuatan skripsi ini, ilmu beliau adalah kontribusi yang sangat berguna bagi penulis.

(7)

tidak jarang menunjukkan rasa peduli dengan menanyakan mahasiswa mengenai apa dan bagaimana dengan skripsi yang dibuat, hal itu juga pernah penulis alami.

Ucapan terima kasih penulis yang begitu besar juga disampaikan buat dosen pembimbing akademik saya yang juga merangkap sebagai dosen pembimbing skripsi penulis yakni Kak Rytha Tambunan MSi. Beliau memberikan saran, kritik dan dukungan yang positif bagi penulis dan guru terbaik yang penulis rasakan selama duduk di bangku perkuliahan yang dibawakannya.

Secara pribadi selain skripsi ini kupersembahkan bagi mereka, penulis juga sangat berterima kasih buat mama ku tersayang yang tidak henti mendukung dan mendoakan penulis, beliau sosok yang begitu pengertian, buat penulis mama adalah segalanya. Selanjutnya untuk para Kakanda tersayang bernama Mesra, Dame, Ratma, Marito, dan Rosa yang memberi dukungan moril dan materi bagi penulis. Begitu juga buat seluruh Abang Ipar penulis ada Abang Rudi, Abang Jabat, Abang Simbolon, dan Abang Sagala penulis ucapkan terima kasih. Terimakasih yang juga kuhaturkan buat Keponakan-keponakan yang cantik, ganteng dan imut, ada Moudy, Juan, Chintya, Siegel. Mereka semua orang-orang terbaik buat penulis.

(8)

Kristina S.Sos, Jungjung, Eta, Anugerah S.Sos, Edi Surya dan Inggrid. Tanpa mereka betapa rumitnya skripsi ini. Selanjutnya terima kasih untuk teman-teman seperjuangan di Jurusan Antropologi ada Marny, Angelina S.Sos, Arni, Siti Dianur, Dian Anggraini S.Sos, Nurazizah, Martha S.Sos, Rabitha, Hafizah S.Sos, Fauzi S.Sos, Putri Dewi, Risa Febrina, Parlaungan, Chairul Hidayat S.Sos, dkk lainnya. Kebersamaan kita semua tidak terasa dan tanpa disadari adalah sesuatu yang berharga, semoga kita semua mendapatkan masa depan yang berarti dari apa yang telah kita peroleh selama duduk di bangku perkuliahan antropologi.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan pada sumber informasi saya dalam pembuatan skripsi ini. Seluruh informan yang memberikan kontribusinya bagi substansi skripsi ini, telah menjadi subjek penelitian penulis sehingga penulis mampu mendapatkan wawasan yang lebih dan mendapatkan raport yang tentu menjadi sebuah nilai dan pengalaman yang baik untuk penulis. Informan penulis dari yang tercatat namanya di skripsi ini ada Ema, Anita, Pak Ameng hingga informan saya dari perangkat kerja Kelurahan serta Pak Sugiman yang merupakan Kepling dari lokasi penelitian penulis bahkan sekalipun informan yang tidak termuat namanya di skripsi ini, namun sesungguhnya telah menyumbangkan informasinya, penulis mengucapkan terima kasih.

(9)

yang tidak tahu, tapi justru bisa jadi lebih tahu dari penulis. Maka dengan kerendahan hati, penulis tidak luput mengucapkan terima kasih untuk pembaca.

Akhir kata untuk keseluruhannya penulis kembali mengucapkan Terima kasih.

Hormat Saya

Medan, November 2011

(10)

RIWAYAT HIDUP

Sri Paulina Nainggolan. Lahir pada 11 Oktober 1989 di Lumban Lintong, Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. Agama yang dianut Katolik Roma. Anak bungsu dari 6 bersaudara, pasangan Ayahanda T. J. Nainggolan dan Ibunda T. M. Pardosi. Pendidikan formal penulis dimulai dari Taman Kanak-kanak (TK) ST.MIKHAEL Pangururan, tamat tahun 1995. Sekolah Dasar (SD) ST.MIKHAEL Pangururan, tamat tahun 2001. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Budi Mulia Pangururan tamat tahun 2004. Sekolah Menengah Atas (SMA) Nasrani 1 Medan tamat tahun 2007. Tahun 2007 meneruskan Pendidikan Kesarjanaan di Departemen Antropologi, FISIP, USU.

(11)

menempuh dunia pendidikan antara lain : meraih penghargaan dari kejuaraan Festival paduan Suara setingkat sekolah Dasar Se-Kecamatan Pangururan, penulis menjadi pemimpin lagu / Derigent pada saat itu. Sebagai dirigent, prestasi yang pernah didapatkan juga berupa kejuaraan di bidang paduan suara (koor) Gerejawi Se-Stasi Katolik Pangururan.

(12)

KATA PENGANTAR

Dengan rasa syukur pada Tuhan, saya bersenang hati sehingga saya sebagai penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah berbentuk skripsi ini.

Adapun judul dari penelitian skripsi penulis adalah HARTA BENDA BAGI MASYARAKAT PINGGIRAN SUNGAI (Kajian Antropologi

terhadap Masyarakat Pemukiman Pinggiran Sungai Babura Medan sebagai

Pemukiman Kumuh terkait Pandangan akan Harta Benda). Skripsi ini merupakan tugas akhir serta salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial, Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berbicara mengenai pengetahuan yang didasarkan atas pandangan atau boleh dikatakan persepsi mengenai harta, terlebih harta benda yang setidaknya dikaitkan dengan keadaan ekonomi seseorang. Hal ini bagi penulis sangat menarik, ditengarai oleh penting tidaknya sebuah harta bagi setiap orang. Terlepas dari status seseorang, kaya miskin, tua muda, suku, agama ataupun adat-istiadat, semua orang memiliki hak untuk memandang suatu harta. Jika semua orang berhak memberikan pandangan akan harta, maka harta tersebut memiliki nilai yang relatif yang tergantung pengetahuan, cara pandang, serta menjadi nilai budaya yang dipunyai.

Dalam skripsi ini terdapat 5 bab yang menjadi substansi dari penelitian ini.

(13)

serta teknik analisa data yang digunakan dalam pembuatan skripsi ini, dalam bab ini juga terdapat gambaran awal dari subjek, tempat dan lokasi penelitian. Pada Bab II memuat dari Gambaran Umum Lokasi Penelitian secara lebih spesifik baik sejarah Kelurahan, komposisi penduduk, sarana dan prasarana. Gambaran lebih dalam mengenai keadaan Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah yang menjadi lokasi penelitian. Bab III isinya mengenai Keberadaan Harta Bagi Masyarakat Pinggiran Sungai. Konsep Harta dan Konsep Kumuh juga Liar yang diikuti dengan pengklasifikasiannya dibahas dalam bab ini. Untuk mendukung pandangan dari harta, kumuh dan liar penelitian ini mengambil profil dari 7 keluarga yang tinggal di lokasi penelitian. Bab IV berbicara mengenai Pengaturan, Penggunaan Serta Pemanfaatan Harta Benda. Bagaimana penduduk / serta orang-orang yang menjadi subjek penelitian ini memperlakukan harta mereka. Bab V adalah Kesimpulan dan Saran yang menjadi bagian dari asumsi akhir dari peneliti yang menyatakan bahwa harta benda juga menjadi bagian dari nilai budaya tergantung dari pengetahuan dan pemikiran setiap orang yang berbeda, didorong juga dengan hal-hallain seperti lingkungan dan keadaan ekonomi. Kemudian saran dalam bab ini menjadi penutup dari penulis.

(14)

dikatakan dengan bantaran sungai, biasanya di identikkan dengan wilayah tempat tinggal yang kumuh dan liar (slum dan squatter).

Berbicara mengenai pandangan mereka akan harta benda juga akan mendeskripsikan dan mengetahui bagaimana kehidupan ekonomi mereka secara tidak langsung. Melalui gambaran, observasi serta tindakan penelitian lapangan dengan menggunakan senjata pamungkas yakni wawancara (interview) juga mampu menjawab seluruh keadaan dan lingkungan di pemukiman pinggiran sungai tersebut apa adanya, baik kumuh dan liar ataupun tidak. Itulah gambaran dari substansi skripsi ini.

Penulis sangat menyadari bahwa penyusunan Skripsi ini masih terbilang jauh dari kata sempurna karena masih saja selalu terdapat kekurangan, maka dari itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat dibutuhkan dan akan diterima dengan senang hati demi kebaikan bersama bagi penulis, bagi masyarakat Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah dan masyarakat luas dalam memaknai serta mengatur segala harta benda yang dimiliki baik dalam bentuk apapun itu.

Terima kasih banyak adalah akhir kata dari penulis, semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis, anda, dan kita semua. Amin.

Hormat Saya

Medan, November 2011

(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN

PERNYATAAN ORIGINALITAS………....i

ABSTRAK………..ii

UCAPAN TERIMAKASIH……….iii

RIWAYAT HIDUP………...viii

KATA PENGANTAR………...x

DAFTAR ISI………...xiii

DAFTAR TABEL………..xvii

DAFTAR SKEMA………xviii

DAFTAR GAMBAR………...xix

BAB I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah……….1

I.2 Perumusan Masalah………..13

I.3 Ruang Lingkup Masalah………...14

I.4 Lokasi Penelitian………...14

I.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian……….15

I.5.1 Tujuan………15

(16)

I.6 Tinjauan Pustaka………...17

I.7 Metode Penelitian……….25

I.7.1 Tipe Penelitian………...25

I.7.2 Teknik Pengumpulan Data……….26

I.7.2.1 Studi Lapangan………...27

I.7.2.2 Studi Kepustakaan………..40

I.7.2.3 Bahan Visual………...41

I.7.3 Analisa Data………...41

BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah (Pemukiman Pinggiran Sungai Babura Dalam Perspektif Slum dan Squatter)……….42

II.1 Kelurahan Petisah Tengah…………...45

II.1.1Sejarah Singkat Kelurahan Petisah Tengah………...46

II.1.2 Komposisi Penggunaan Lahan……….47

II.1.3 Komposisi Penduduk………48

II.1.4 Sarana dan Prasarana………56

II.2 Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah………60

(17)

II.2.3 Komposisi Penduduk Lingkungan VII Kelurahan Petisah

Tengah………..64

II.2.4 Geografi Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah……..66

BAB III. KEBERADAAN “HARTA” BAGI MASYARAKAT PINGGIRAN SUNGAI (Pandangan Masyarakat Pemukiman Kumuh Akan “Harta Benda” Diambil Menurut Profil 7 Keluarga) III.1 Konsep Harta Bagi Masyarakat Pinggiran Sungai Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah………...70

III.1.1 Pengklasifikasian (Pengkategorisasian) Harta Benda yang Dimiliki Sesuai Pandangan Penduduk Pemukiman Pinggiran Sungai………..77

III.2 Konsep Kumuh dan Liar (Slum dan Squatter) Bagi Masyarakat Pinggiran Sungai Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah...79

III.3 Profil 7 Keluarga yang Bermukim di Pinggiran Sungai………82

III.3.1 Keluarga Suyadi………..83

III.3.2 Keluarga Arwi……….91

III.3.3 Keluarga Nenek Sumartini Tanjung………94

III.3.4 Keluarga Junaedi (Menado)………98

III.3.5 Keluarga Irwanto………...101

III.3.6 Keluarga Junaedi (Minangkabau)……….104

(18)

BAB IV. PENGATURAN, PENGGUNAAN SERTA PEMANFAATAN

HARTA BENDA

IV.1 Pengaturan (Pola/cara yang Dipakai Dalam Mendapatkan Serta Menjaga dan Melindungi Harta Benda yang Dimiliki)………..112 IV.2 Penggunaan Serta Pemanfaatan Harta Benda yang Dimiliki……...113 IV.3 Motif Memiliki Harta Benda………...113

IV.3.1 Tujuan dan Manfaat Harta Benda……….115 IV.4 Muatan Kearifan Penduduk Pinggiran Sungai Babura Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah Dalam Mempertahankan Diri di Lingkungan Pinggiran Sungai Serta Menghadapi Permasalahan di Lingkungannya………116

IV.4.1 Pengetahuan Penduduk Akan Banjir (Banjir Kerap Melanda Pemukiman Pinggiran Sungai)………...117 IV.4.2 Penyelamatan Harta Benda Jika Terjadi Banjir…………120

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Harta Benda Sebagai Jawaban Nilai Budaya………123 V.2 Saran………..125

- Daftar Pustaka ………...127

- Lampiran

(19)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Penggunaan Lahan – 47

Tabel 2. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin – 48

Tabel 3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Administratif Setiap Lingkungan – 49

Tabel 4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia – 50

Tabel 5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Kewarganegaraan – 50 Tabel 6. Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa – 51 Tabel 7. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama – 53

(20)

DAFTAR SKEMA

Skema 1. Gambar Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah – 69

Skema 2. Harta yang Terbagi ke Dalam Dua Bagian Sistem Nilai Budaya – 74 Skema 3. Pandangan Harta Benda Bagi Penduduk Lingkungan VII Kelurahan

Petisah Tengah – 76

Skema 4. Pengklasifikasian Harta ( Benda dan Bukan Benda) – 78

Skema 5. Pandangan Kumuh dan Liar Bagi Penduduk Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah – 80

(21)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Suasana Pinggir Sungai Babura Medan. Terdapat Bangunan Mewah dan Kumuh Menjamur di Medan – 42

Gambar 2. Rumah-rumah Penduduk di Sekitar Pinggiran Sungai Babura Medan – 44

Gambar 3. Rumah yang Disewakan Oleh Salah Satu Penduduk di Pinggiran Sungai – 83

Gambar 4. Informan (Ibu Mila) yang Berada di Dalam Rumah Sedang Bekerja Mengisi Air Ke Dalam Ember – 90

Gambar 5. Informan (Ibu Anna) – 100

Gambar 6. Ibu Anna Di dalam Rumah Sedang Memasak Air Minum di Kompor – 100

(22)

ABSTRAK

Sri Paulina N 2011, judul : HARTA BENDA BAGI MASYARAKAT PINGGIRAN SUNGAI (Kajian Antropologi terhadap Masyarakat Pemukiman Pinggiran Sungai Babura Medan sebagai Pemukiman Kumuh terkait Pandangan akan Harta Benda). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 126 halaman, 11 tabel, 5 skema dan 8 gambar, 17 daftar pustaka ditambah 8 sumber lain dan lampiran. Penelitian ini mengambil lokasi di Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Petisah, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini mengkaji serta membahas mengenai arti akan suatu Harta bagi masyarakat yang konon tinggal di daerah pemukiman kumuh. Pemukiman kumuh dengan indikatornya menandakan bahwa penduduk yang tinggal di dalamnya identik dengan kelas ekonomi lemah atau miskin yang berarti tidak memiliki harta benda. Penelitian ini dilatar belakangi oleh ketertarikan akan kehidupan ekonomi sosial para pemukim di pinggiran sungai. Pengetahuan dan pandangan mereka serta kepemilikan mereka akan harta menjadi gambaran akan keberadaan ekonomi sosial mereka di tengah-tengah keadaan lingkungan atau pemukiman yang mereka tempati. Pemukiman yang mereka tinggali berada di pinggiran sungai yang umumnya dinilai sebagai tempat bagi penduduk yang lemah akan perekonomian.

Metode etnografis yang sifatnya kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang digunakan melalui observasi/ pengamatan, wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Penelitian ini tidak lain bertujuan untuk menganalisis dan mengangkat pengetahuan masyarakat. Pengetahuan masyarakat akan harta didapatkan melalui cara mengkategorisasikan, menghubungkan dan kemudian menyimpulkan data yang semuanya diperoleh dari kepala/kerangka berpikir masyarakat. Asumsi yang muncul bahwa keadaan ekonomi menentukan pengetahuan yang mereka miliki mengenai harta, dan ekonomi menentukan pemukiman, pemukiman menentukan harta. Pemukiman kumuh dan liar tidak ada harta.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan tempat tinggal ataupun hunian yang demikian tidak menyurutkan mereka kehilangan pengetahuan akan harta benda yang nilainya tidak selalu diukur dengan materi, uang, serta harganya yang mahal, justru lebih dari sekedar itu, sehingga muncul harta yang dibagi ke dalam materi dan non materi. Materi seperti barang atau benda dan uang yang bernilai ekonomis. Non materi dapat berupa kesehatan, harga diri serta sesuatu yang bersifat kognitif dan abstrak. Pengetahuan mereka telah menciptakan pengkategorisasian harta benda baik materi dan non materi, selanjutnya mereka menginterpretasikannya ke dalam kehidupannya. Interpretasi yang mereka dapatkan akhirnya membawa mereka ke dalam pemanfaatan dan pendayagunaan dari harta yang mereka miliki. Semuanya itu memunculkan dan mengungkapkan nilai budaya dari penduduk.

(23)

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang Masalah

Keberadaan kota1 dikenali dengan adanya berbagai macam kondisi dan hal-hal yang membuat kota menjadi wilayah yang dinamis dan dikenal dengan heterogen2

Heterogen dalam hal keanekaragaman yang diikuti dengan perbedaan etnik / suku bangsa, agama, ras, adat-istiadat, serta perbedaan kelas maupun strata sosial ekonomi. Defenisi lain juga menyatakan bahwa Kota adalah sistem jaringan kehidupan manusia ynag ditandai oleh strata sosial ekonomi yang heterogen serta . Defenisi yang mendukung keheterogenan kota juga dinyatakan oleh Louis Wirth (dalam Antropologi Perkotaan, 1994) merumuskan kota sebagai “… a relatively large, dense, and permanent settlement of socially heterogenous

individuals”. Kota ditentukan oleh ukurannya yang cukup besar, kepadatan penduduknya dan heterogenitas masyarakatnya. Sejalan dengan kehidupan kota yang keadaannya begitu kompleks serta beranekaragam, maka keberadaan kotapun dinamakan heterogen.

1

Menurut Yunus (2005) Kota adalah sebuah istilah atau kata yang sudah sangat populer di kalangan masyarakat baik masyarakat awam maupun masyarakat yang memperdalam studinya mengenai kota, karena hal inilah bagi masyarakat awam kata kota ini seolah-olah tidak memerlukan pembahasan lebih lanjut. Namun, manakala seseorang memasuki wacana ilmiah, pengertian kta ini ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan sebelumnya. Dalam pemahaman awam, sesuatu kota merupakan suatu tempat yang berasosiasi dengan kompleks pertokoan besar yang berjajar-jajar keramaian lalu lintas yang luar biasa dan bangunan yang berjubel.

2

(24)

corak materialistis. Sementara menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No.4/1980 Kota adalah wadah yang memiliki batasan administrative wilayah seperti kotamadya dan kota administrasi

Dari defenisi yang menyatakan bahwa kota adalah heterogen, maka seiring dengan beragamnya keadaan dan kondisi hidup di perkotaan, terdapat pula permasalahan-permasalahan yang menghinggapi kota beserta penduduk yang tinggal di dalamnya. Faktor yang paling menonjol yang menghinggapi penduduk kota adalah masalah ekonomi. Kehidupan yang keras di perkotaan membuat sesuatu yang berbau materi atau uang menempati posisi penting bagi setiap orang yang tinggal dan memutuskan menetap di kota, hal ini dilakukan demi mempertahankan hidup. Masyarakat yang menempati wilayah kota sehingga kota menjadi padat penduduk dan mengakibatkan masalah-masalah baik sosial, ekonomi, dan budaya terjadi pada akhirnya keran perkembangan kota yang terjadi salah satunya karena adanya urbanisasi.

(25)

masyarakat yang begitu banyak di kota, sehingga mengakibatkan sebahagian masyarakat harus terpaksa ada yang bermukim di tempat kumuh dan juga liar, tidak terlepas dari adanya urbanisasi tadi. Masyarakat yang demikian banyak yang terjebak di kota, padahal sebelumnya keinginan mereka sebagai pendatang ke kota adalah ingin mengadu nasib lebih baik namun tidak beruntung, masyarakat seperti itulah korban dari urbanisasi. Urbanisasi ikut mempengaruhi kondisi pemukiman di perkotaan. Urbanisasi juga semakin memicu kemiskinan yang lebih banyak di perkotaan. Masyarakat yang berurbanisasi dan kurang memiliki peruntungan yang baik dikancah lapangan pekerjaan kota kemudian banyak yang bergantung pada pekerjaan di sektor informal3

Adanya ciri khas kota yang menunjukkan banyaknya penduduk dari beranekaragam suku bangsa, agama, ras, adat-istiadat serta kelas sosial yakni dari yang kaya sampai miskin, membuat kehidupan kota begitu kontras dengan perbedaan dan mencoloknya kesenjangan para masyarakat, khususnya yang paling tampak adalah menyangkut aspek ekonomi atau kemiskinan tadi. Faktor ekonomi membawa dampak yang besar bagi terciptanya srata sosial ekonomi sehingga membuat kesenjangan masyarakat nampak nyata hadir dalam kehidupan kota. cara paling mudah untuk mengenalinya dapat dilihat dari segi pemukiman. . Ketiadaan keahlian/skill, tidak adanya keterampilan dan tidak memenuhi kriteria pendidikan yang diperlukan dalam mencari pekerjaan di kota menjadi ciri bagi masyarakat lemah yang hidup di kota.

3

(26)

Pemukiman yang ditinggali oleh si kaya berbeda dengan pemukiman yang ditinggali oleh si miskin. Masyarakat kaya otomatis memiliki harta benda, sedangkan masyarakat miskin dikenali sebagai masyarakat yang tidak memiliki apa-apa. Namun pada kenyataannya tidak sedemikian adanya jika diperhatikan secara seksama, berhubung dengan keadaan kota yang begitu padat, jumlah penduduk yang banyak, terjadinya keterbatasan lahan, maka kasus tata ruang yang salah dan buruk menjadi satu dari sekian banyak masalah yang dihadapi. Ujungnya masalah tata ruang menimbulkan masalah pemukiman.

Pemukiman sebagai tempat hunian serta berkumpulnya rumah-rumah suatu masyarakat, tampak dari bentuk hunian serta lokasi pemukiman yang dapat dengan mudah terlihat di berbagai jalan-jalan dan sudut-sudut kota. Di kota bisa dijumpai dengan mudah hunian berkelas dengan pemukiman yang tergolong elit, jika di Kota Medan, pemukiman elite dapat dijumpai di Perumahan Debang Taman Sari Medan, Kawasan Tomang Elok, dan Kompleks Perumahan Setia Budi Medan. Selain pemukiman elit terdapat PERUMNAS yang sengaja dibangun pemerintah dan diperuntukkan bagi penduduk kelas menengah yang dapat dijumpai di Kota Medan seperti daerah Simalingkar, Helvetia, dan Mandala. Dari pemukiman elit sampai pada pemukiman yang biasa-biasa saja terdapat di kota, dari yang bagus sampai pada pemukiman kumuh4

4

KUMUH dan KEKUMUHAN didefinisikan oleh program NUSSP adalah suatu lingkungan perumahan dan permukiman yang kotor, tidak teratur, dimana banyak terdapat rumah tinggal warga yang tidak layak huni yang disebabkan oleh ketidak mampuan warga akibat penghasilan rendah dan kepadatan penduduk, yang banyak terdapat di daerah perkotaan.

lengkap keberadaannya di kota. Orang yang berada pada dan tinggal di kawasan elit menandakan dirinya mampu

(27)

dalam segi ekonomi dan jelas sekali rumah yang dia tempati dapat dikatakan sebagai aset dan menjadi bagian dari harta benda yang dimiliki. Lalu masyarakat yang kurang beruntung secara ekonomi dan kurang beruntung dalam menempati pemukiman yang layak sangat sulit untuk dikatakan tidak memiliki harta benda, karena tidak semua masyarakat yang susah secara ekonomi tidak memiliki harta, hal itu disebabkan setiap orang memiliki pandangan, pendapat serta ukuran yang berbeda terkait harta.

Nilai suatu harta berbeda-beda, maka masyarakat kecil sekalipun memiliki harta yang walaupun bagi orang lain tidak berharga, namun bagi mereka berharga adanya. Harta benda menjadi tolak ukur dari tingkat ekonomi suatu masyarakat dan menjadi indikasi yang menandakan bentuk hunian dan pemukiman masyarakat. Meskipun terdapat penduduk di kota yang bermukim di lingkungan yang dikatakan kumuh namun pengetahuan serta pandangan mereka akan harta benda justru ada dan melekat dalam kehidupan mereka, bahkan menjadi sebuah nilai budaya. Nilai budaya yang terbentuk yang didasari oleh pengetahuan akan harta benda sesuai pandangan masing-masing penduduk yang bermukim pada pinggiran Sungai Babura Medan di Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah terjadi dibarengi dengan keadaan dan kondisi lingkungannya baik struktur masyarakat, historis / sejarah, kenyamanan, serta kebersamaan masyarakat yang terikat dalam sifat Gemeinschaft/paguyuban.

(28)

bangunan-bangunan di sepanjang lahan pemerintah, padahal seharusnya lahan tersebut tidak diperuntukkan untuk umum, melainkan diperuntukkan untuk kawasan RTH (Ruang Terbuka Hijau)5

Tidak selamanya kawasan seperti pinggiran sungai dihuni oleh rumah-rumah kumuh malah sebaliknya terdapat bangunan-bangunan megah yang malah berdiri kokoh persis di pinggiran sungai. Untuk itu pemukiman di pinggiran sungai yang tadinya banyak dihuni oleh masyarakat kelas bawah atau masyarakat yang kurang sanggup untuk tinggal di tempat yang lebih baik dan membeli lahan yang berizin, lambat laun justru diisi oleh masyarakat yang bahkan mampu mendirikan rumah yang cukup bagus, seperti bangunannya yang permanen seakan-akan kontras dengan lingkungan dan keadaan sekitarnya yang masih bertetangga dengan rumah-rumah yang sangat sederhana, masih ada yang semi permanen dan non permanen, misalkan saja rumah-rumah seperti pada umumnya namun disalah gunakan. Kemunculan pemukiman di pinggiran sungai akhirnya melahirkan kekumuhan, itulah yang dinamakan dengan Slum.

5

Untuk kota yang sudah padat bangunannya, semakin berkembangnya penduduk yang tinggal di wilayah tersebut dengan segala aspek kehidupannya, yang berlangsung terus menerus akan mengakibatkan kota tidak lagi dapat menampung kegiatan penduduk. Oleh karena wilayah kota secara administratif terbatas, maka harus mengalihkan perhatiannya ke daerah pinggiran. Selanjutnya akan mengakibatkan terjadinya perluasan pemukiman di daerah pinggiran kota sebagai dampaknya. Kawasan pinggiran juga berfungsi sebagai kawasan lindung untuk melindungi kawasan. Seperti sebagai kawasan resapan air dimana dapat bermanfaat bagi penyediaan air tanah maupun melindungi kawasan dari erosi dan juga banjir. Namun, pada kenyataannya wilayah yang pada awalnya diperuntukkan untuk ruang terbuka atau kawasan lindung kemudian beralih fungsi menjadi kawasan perumahan dan pemukiman. Dampak yang timbul adalah sarana untuk menetralisir polusi udara yang timbul semakin berkurang sehingga kondisi udara di kawasan perkotaan menjadi semakin sesak seiring dengan semakin sesaknya bangunan-bangunan yang telah berdiri kokoh. Fungsi sebagai kawasan lindung serta ruang terbuka hijau (RTH) yang melindungi daerah sekitar pada khususnya dan kota pada umumnya juga akan berkurang. Akibat yang dapat dilihat secara langsung adalah terjadinya banjir. Air hujan yang turun lebih banyak yang mengalami run-off dibandingkan dengan yang mengalami filtrasi. Dampak tersebut tentu saja pada akhirnya juga akan dirasakan oleh masyarakat perkotaan sendiri.

(29)

di pemukiman kumuh adalah rumahnya kecil, terbuat dari papan, tepas-tepas, untuk di pinggiran sungai rumah sengaja ditinggikan dengan menggunakan tiang-tiang penyangga seperti kayu karena pinggiran sungai memang rendah dan sekaligus tiang penyangga dibuat untuk mensiasati rumah dari banjir maupun luapan sungai. Lingkungan sekitar pada pemukiman kumuh biasanya sempit, berdesakan, padat, hanya dibatasi oleh sekat dari gang-gang kecil, kurang bersih, dan dikarenakan masih areal pinggiran sungai maka biasanya banyak ditemukan sampah, hal ini jug tidak boleh dilepaskan dari kebiasaan penduduk kota yang masih membuang sampah ke sungai. Begitulah sekilas deskripsi awal tentang keadaan di lingkungan kumuh. Sekarang yang terjadi malah dinamika dari kehidupan daerah pemukiman kumuh cukup menarik karena berbagai lapisan orang tinggal dan jika dilihat sekilas ternyata rumah-rumah yang berada di pinggiran sungai yang masuk ke dalam daerah kumuh diisi oleh rumah-rumah yang sebagian sudah bagus dan layak jadi yang boleh dikatakan untuk penilaian awal bahwa orang yang mampu secara ekonomi kini mulai merambah dan ikut tinggal di pemukiman yang dikatakan kumuh serta masih liar/illegal (Slum dan Squatter).

(30)

menunjukkan suatu kawasan hunian atau tempat tinggal, dimana rumah dan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya. Pemukiman kumuh yang sering dijumpai di Indonesia biasanya berada di pinggiran rel kereta api maupun di pinggiran sungai.

Masyarakat pemukiman yang tinggal di pemukiman kumuh biasanya berpenghasilan rendah. Itulah yang membuat mereka rendah menjadi semakin sulit untuk mendapatkan lahan dan rumah untuk memilih tinggal di tempat yang lebih baik. Mau tidak mau para pemukim kumuh tinggal seadanya dan memilih untuk membuat perumahan atau pemukiman di pinggiran sungai, pada dasarnya kendala yang dialami berujung pada pembangunan perumahan dan pemukiman yang sehat dan layak.

Kondisi perumahan dan pemukiman yang kurang layak huni merupakan dampak langsung dari kemiskinan, disamping juga karena kekurang pahaman masyarakat akan pentingnya pemeliharaan lingkungan yang bersih bagi kesehatan mereka. Pada golongan masyarakat menengah kebawah ini, kemampuan ekonomi masih terkonsentrasi pada pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan sebagai kebutuhan pokok hidup (basic need).

(31)

sosial, akan tetapi lebih fokus semata-mata hanya pada kebutuhan untuk makan saja sudah cukup, meskipun sesungguhnya keadaan yang seperti itu semakin lama semakin bergeser karena jika dilihat secara aktual, masyarakat pemukiman kumuh juga sudah banyak yang mampu memenuhi kebutuhan hidup yang lain diluar dari kebutuhan pokok saja. Dengan kata lain, meskipun tinggal di tempat kumuh namun pemenuhan akan kebutuhan sekunder dan tersier bahkan sudah sanggup dipenuhi. Bahkan trend yang ada saat ini, para pemukim kumuh berusaha memperbaiki rumahnya sedemikian rupa sehingga tidak kalah dengan rumah-rumah biasa yang bukan berada di areal kumuh. Mereka memperbaiki rumah-rumahnya menjadi semi permanen ataupun sudah permanen, dengan alasan jika suatu saat digusur oleh pemerintah atau dibeli oleh suatu pihak maka ganti rugipun akan besar. Oleh karenanya hal itu juga dapat menjadi parameter bahwa tidak selamanya kehidupan para pemukim kumuh buruk, karena di sisi lain ada juga dari mereka yang telah mampu mendapatkan ekonomi yang baik dan telah mampu melengkapi kebutuhan hidupnya meskipun mereka tetap tinggal di pemukiman kumuh, itu saja yang membedakannya dengan masyarakat yang tidak tinggal di pemukiman kumuh.

Salah satu harian situs online menyebutkan bahwa:

(32)

Pemukiman kumuh yang berada di kawasan Sungai Babura melewati beberapa wilayah kota Medan seperti salah satunya melewati kawasan Petisah yakni kawasan Kelurahan Petisah Tengah. Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah yang berada di Jalan S.Parman jika berada pada posisi samping dari Gedung Apartemen Cambridge dan berada di Jalan Kejaksaan jika berada di belakang Cambridge, tepatnya akan terlihat deretan rumah-rumah yang kesannya kumuh persis di pinggiran sungai jika melihat dan melewati Jembatan di Jalan Kejaksaan.

Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah tepatnya di Jalan,S.Parman dilewati oleh aliran Sungai Babura. Pinggiran sungai digunakan oleh masyarakat untuk bermukim disana dan mendirikan bangunan serta rumah tinggal. Lahan yang merupakan kawasan ruang terbuka hijau dan saluran drainase menjadi salah fungsi karena kehadiran sebuah pemukiman. Pemukiman liar yang ditinggali masyarakat lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah merupakan pemukiman kumuh karena ekonomi masyarakat berada pada lapisan bawah.

(33)

agar permukaannya tidak sama dengan sungai sehingga masalah seperti banjir dapat sedikit terminimalisasi.

Untuk mata pencaharian sendiri, bahwa biasanya masyarakat yang berpenghasilan rendah dan memutuskan untuk tinggal di pemukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sektor informal. Kebanyakan masyarakat Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah bekerja sebagai pedagang, pembantu rumah tangga, buruh, ada juga yang tidak bekerja alias “nganggur”. Namun biasanya orientasi kerja berada di sekitar pemukiman mereka atau jarak rumah di pemukiman dekat dengan lokasi kerja. Maka dari itu banyak juga orang luar yang bukan berdomisili di pemukiman tersebut menyewa atau kost di rumah masyarakat karena tempat kerja mereka berada di sekitar Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah, seperti misalnya banyak yang bekerja di apartemen Cambridge yang menjadi salah satu ikon kota Medan dan berdiri megah dekat dengan kawasan pemukiman kumuh Lingkungan VII Keluahan Petisah Tengah dan juga Kampung Madras. Hal ini menjadi sangat kontras dalam menunjukkan perbedaan antara jurang si kaya dan si miskin dan untuk kota hal seperti itu sudah biasa.

(34)

masyarakat pemukiman kumuh yang berada di pinggiran Sungai Babura Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah.

Masyarakat yang hidup bergelimangan harta biasanya identik sebagai masyarakat yang berada pada level atas alias kaya. Harta benda dapat menunjukkan kekayaan seseorang, apalagi jika suatu masyarakat hidup dan tinggal di kota, maka gaya hidup yang dibawa serta menjadi sesuatu yang paling dominan adalah bergantung dari adanya materi maupun uang. Namun spesifikasinya dengan melihat pada keadaan masyarakat melalui segi kepemilikan mereka mengenai suatu Harta. Dalam hal ini harta benda yang juga mereka miliki layaknya seperti kebanyakan masyarakat lain, sebab nilai, ukuran dan takaran harta bagi seseorang berbeda-beda. Maka dari itu saya akan melihat dan tertarik untuk menggambarkan aspek harta benda dari masyarakat yang bermukim di pinggiran sungai, terkhusus bagi mereka yang dikatakan menempati pemukiman dan rumah yang kumuh. Selain itu dinamika kehidupan yang berada dalam pemukiman pinggiran sungai juga berbeda-beda, sehingga itulah yang menarik saya untuk meneliti soal harta benda bagi para pemukim pinggiran sungai.

(35)

I. 2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka ditarik rumusan masalah yang menjadi dasar kajian dalam penelitian ini terkait dengan kehidupan masyarakat pemukiman kumuh di Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah Medan yang ditinjau dari aspek antropologi. Untuk itu akan dilihat rumusan masalah dengan melihat kondisi ekonomi dalam hal ini adalah harta benda masyarakat pemukiman kumuh di pingggiran Sungai Babura di Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah. Untuk itu kemudian dijabarkan kedalam 4 point pertanyaan yakni:

1. Apa pandangan mereka tentang harta benda ?

2. Apa wujud harta benda yang dipunyai oleh para masyarakat pemukim pinggiran sungai Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah?

3. Apa wujud dari harta benda yang dimiliki baik berupa materi maupun non materi?

4. Bagaimana cara mendapatkan harta benda yang dimiliki? 5. Apa mata pencaharian atau pekerjaan yang dilakukan ?

6. Bagaimana menjaga serta mengatur harta benda yang dimiliki?

(36)

I. 3 Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup penelitian di ambil dengan melihat pada hal-hal yang umum (yang banyak terjadi) menimpa para masyarakat kecil terutama bagi mereka yang bermukim di pinggiran sungai. Permasalahan yang dihadapi terdiri atas aspek fisik, sosial, ekonomi dan budaya, melalui representasi pandangan akan harta benda. Dengan melihat harta benda maka akan terjawab bagaimana sesungguhnya gambaran mengenai kehidupan ekonomi yang utama, serta khususnya sosial dan budaya. Maka ruang lingkup penelitian ini sebenarnya melihat aspek kehidupan sosekbud masyarakat pemukiman kumuh pada pinggiran Sungai Babura. Sejalan dengan hal tersebut diatas maka penelitian ini akan difokuskan untuk pengungkapan pandangan atau persepsi warga penduduk pemukiman pinggiran Sungai Babura di Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah tentang harta benda. Dengan daerah penelitian berada di Jln.S.Parman dan Jalan Kejaksaan, tepatnya berada di dekat Apartemen Cambridge.

1. 4 Lokasi Penelitian

(37)

Pemukiman pinggiran sungai Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah menarik karena masyarakatnya begitu beragam dan hidup berdampingan serta berdempetan satu sama lain dengan pola hidup yang tidak terduga karena nyaris keadaan mereka yang sebenarnya sesungguhnya sama dengan kebanyakan masyarakat lainnya yang tinggal dan hidup hanya dari lokasi yang berbeda saja. Untuk mengetahui bagaimana kehidupan mereka yang sebenarnya salah satunya adalah dengan mencari tahu mengenai Sesuatu yang barangkali sensitif untuk dikaji. Pendapat mereka akan harta benda bagi mereka yang tinggal di pinggiran sungai adalah Sesuatu yang akan diketahui untuk kemudian menjawab bagaimana sesungguhnya keberadaan hidup mereka dan tingkat hidup mereka yang sesungguhnya. Masyarakat yang bermukim di pinggiran Sungai Babura Medan, tepatnya Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah inilah yang akhirnya cocok dan pas untuk diteliti, karena keadaan yang tampak bukanlah berarti harus sama dengan yang berada di dalam, maka dari itu lokasi ini menjadi sumber yang berguna untuk menjawab dan menghasilkan kesimpulan yang baik dan berguna.

I. 5 Tujuan dan manfaat Penelitian

Penelitian pasti memiliki sasaran untuk mencapai tujuan dan menghasilkan manfaat. Adapun tujuan dan manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

I. 5.1 Tujuan

(38)

mereka akan harta benda. Penelitian ini akan menjadi bagian dari suatu karya tulis ilmiah yang mendeskripsikan suatu keadaan masyarakat yang dianggap kumuh dan sering sekali dianggap remeh oleh sebagian kalangan, namun di sisi lain terdapat hal lain yang masih banyak tidak diketahui oleh banyak orang, dan tulisan serta penelitian ini akan mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi di lapangan serta mengungkapkan kehidupan yang nyata dari para pemukim kumuh di kawasan tersebut. Terutama penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengkategorisasikan harta benda dari masyarakat pinggiran dan akan terlihat pemaknaan dari apa yang dinamakan dengan “Harta Benda”.

Diharapkan setelah penelitian ini masyarakat luas, pemerintah, serta berbagai pihak terutama mereka yang berdomisili di Medan sadar akan keadaan dan kondisi wilayah sekitarnya yang ditinggali, serta peka terhadap sesama tanpa memandang sebelah mata mereka yang berada di pemukiman pinggiran sungai.

I. 5.2 Manfaat

(39)

penanganan soal pemukiman untuk kedepannya. Kemudian bagi masyarakat pemukiman kumuh di pinggiran Sungai Babura pada khususnya terutama bagi mereka warga lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah yang telah memperkenalkan kehidupan mereka, dan menjadi pencitraan yang positif bagi mereka dikemudian hari. Bagi saya sendiri sebagai penulis dan peneliti maka penelitian ini sangat bermanfaat demi pengaplikasian dari pengetahuan yang telah saya dapatkan selama proses perkuliahan.

I. 6 Tinjauan Pustaka

Manusia dan alam lingkungan merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, keduanya saling berinteraksi yang akan mempengaruhi pada tingkah laku manusia (Eko. Budihardjo, 1998: 49) Sesungguhnya hubungan antara manusia dengan lingkungan fisik dan alamnya tidaklah semata-mata terwujud sebagai suatu hubungan ketergantungan manusia terhadap lingkungannya. Akan tetapi terwujud sebagai suatu hubungan dimana manusia merubah dan mempengaruhi lingkungannya.

(40)

dirinya (Parsudi Suparlan (1983:1) dalam (ed) Bacaan Wajib Antropologi Perkotaan Masalah Pemukiman Liar).

Kerangka landasan bagi menciptakan dan membuat manusia tergantung pada lingkungannya adalah kebudayaannya (Parsudi Suparlan: Manusia, Kebudayaan dan Lingkungannya Perspektif Antropologi Budaya). Forde (1963:463) dalam Parsudi Suparlan menyatakan “hubungan antara kegiatan manusia dengan lingkungan alamnya dijembatani oleh pola-pola kebudayaan yang dipunyai manusia, dengan kebudayaan inilah manusia mengadaptasikan dengan lingkungannya, dan dalam proses adaptasi ini manusia mendaya-gunakan lingkungannya untuk tetap dapat melangsungkan kehidupannya.

Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginsterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi kerangka landasan bagi mewujudkan dan mendorong terwujudnya kelakuan, tempat dimana manusia merubah dan mempengaruhi lingkungannya (James Spradley dalam Metode Etnografi) Lebih lanjut, kebudayaan merupakan seperangkat ciri-ciri yang dipercayai oleh para anggota masyarakat.

Dalam masyarakat6

6

Secara sederhana, masyarakat dapat didefenisikan sebagai suatu sistem yang terdiri atas peranan-peranan dan kelompok-kelompok yang saling berkaitan dan saling pengaruh-mempengaruhi, yang dalam mana kelakuan dan tindakan-tindakan manusia diwujudkan.

(41)

pendidikan lainnya yang tidak resmi. Kebudayaan manusia dapat terlihat salah satunya terutama dalam hal pembentukan pemukiman.

Pemukiman sering disebut perumahan atau sebaliknya. Pemukiman berasal dari kata housing dalam bahasa Inggris yang artinya adalah perumahan dan kata human settlement yang artinya pemukiman. Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau kumpulan rumah beserta prasarana dan sarana lingkungannya. Perumahan menitik beratkan pada fisik atau benda mati, yaitu houses dan land settlement. Sedangkan pemukiman memberikan kesan tentang pemukiman atau kumpulan pemukim beserta sikap dan perilakunya di dalam lingkungan, sehingga pemukiman menitik beratkan pada sesuatu yang bukan bersifat fisik atau benda mati yaitu manusia (human). Dengan demikian perumahan dan pemukiman merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan sangat erat hubungannya, pada hakekatnya saling melengkapi.

Pemukiman liar dan gelandangan (studi di Jakarta dan Purwokerto), menurut Parsudi Suparlan (1986) merupakan konsekuensi logis yang muncul akibat gangguan dan pengembangan perkotaan. Timbulnya gelandangan di perkotaan terjadi karena adanya tekanan-tekanan ekonomi dan rasa tidak aman sebagian warga desa yang kemudian terpaksa mencari tempat yang diduga dapat memberi kesempatan yang lebih baik di kota7

Dalam studi lebih lanjut yang dilakukan oleh Parsudi Suparlan, beliau membagi kondisi kehidupan dalam dua hal yaitu perumahan (sulitnya

.

7

(42)

gelandangan mendapatkan perumahan, sehingga mereka memanfaatkan tanah-tanah liar sebagai pemukiman dengan mendirikan gubuk-gubuk), serta mata pencaharian (aktivitas ekonomi dilakukan dengan mengumpulkan barang-barang bekas untuk dijual kembali)8

Pada dasarnya untuk mengidentifikasi sebuah pemukiman yang kumuh lebih mengacu pada yang namanya Slum dan Squatter. (Rosan dkk., 2005)

.

Ditinjau dari aspek fisik maka, kota adalah suatu pemukiman yang mempunyai bangunan-bangunan perumahan yang berjarak relatif rapat dan mempunyai sarana dan prasarana serta fasilitas yang relatif memadai guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan penduduknya. Kota merupakan pusat dari kegiatan-kegiatan kebudayaan (menurut ukuran letak dalam jaringan-jaringannya) (Parsudi Suparlan dalam (ed) Bacaan Wajib Antropologi Perkotaan Masalah Pemukiman Liar).

Ciri-ciri kehidupan perkotaan menekankan pada kegiatan ekonomi dalam bidang-bidang pelayanan dan industri yang telah memungkinkan muncul dan berkembangnya berbagai spesialisasi kemampuan keahlian ilmu pengetahuan, teknologi, jasa dan keterampilan. Kehidupan perkotaan sangat kompleks, sehingga masalah ekonomi dalam hal ini seperti kemiskinan merupakan hal yang paling mencolok. Kemiskinan pada akhirnya menciptakan suatu keadaan bagi masyarakat yang kurang beruntung untuk menetap dan tinggal di tempat yang kurang layak atau bahkan tidak layak. Kota pada akhirnya menjadi tempat bersarangnya pemukiman-pemukiman yang kumuh dan liar (slum dan squatter).

8

(43)

dikatakan bahwa sekitar 30% penduduk perkotaan di Negara berkembang tidak mempunyai akses pada air bersih dan 50% tidak mempunyai sanitasi yang baik, terlihat pada pemukiman dalam bentuk slum dan squatter.Slum diartikan sebagai pemukiman yang kumuh; tidak mempunyai akses yang baik pada air bersih dan sanitasi, padat dan tidak teratur, walaupun sebagian besar penduduknya mampu menunjukkan legalitas kepemilikan lahan dan rumahnya. Squatter mengacu pada ilegalitas kepemilikan lahannya, di Negara berkembang, squatter identik dengan slum dalam arti kekumuhannya, sementara di Negara maju squatter tidak mesti pemukiman kumuh.

Indikator yang diambil untuk mengenali pemukiman kumuh diambil menurut Sri Soewasti (dalam Minarwaty Sinaga, 2010) pemukiman kumuh (slum) pada umumnya mencakup tiga segi, pertama kondisi fisiknya, kedua kondisi sosial ekonomi budaya komunitas yang bermukim di pemukiman tersebut, dan ketiga dampak oleh kedua kondisi tersebut. Kondisi fisik antara lain tampak dari kondisi bangunannya yang sangat rapat dengan kualitas konstruksi yang rendah, jaringan jalan tidak berpola dan tidak diperkeras, sanitasi umum dan drainase tidak berfungsi serta sampah belum dikelola dengan baik.

(44)

Lahirnya kawasan kumuh maupun liar juga tidak terlepas dari adanya urbanisasi9

Membicarakan urbanisasi juga berbicara tentang faktor penarik (pull factor) dan faktor pendorong (Push factor) ( Masri Singarimbun dalam Parsudi Suparlan (ed) Bacaan Wajib Antropologi Perkotaan Masalah Pemukiman Liar) Daya tarik kota berupa: kemegahan, gedung-gedung yang mempesona, gemerlap lampu, keragaman gaya hidup. Sebaliknya daya dorong desa berupa: kekurangan atau ketiadaan lahan pertanian dan menipisnya lapangan pekerjaan di luar sector pertanian. Hal ini mengakibatkan meningkatnya para pendatang yang tidak mempunyai pekerjaan yang menyebabkan besarnya jumlah masyarakat

. Kedatangan penduduk dari desa yang hijrah ke kota merupakan salah satu faktor urbanisasi. Tingginya laju pertumbuhan penduduk perkotaan tentunya merupakan tantangan besar bagi pembangunan perkotaan di Indonesia. Urbanisasi mengakibatkan akses pekerjaan semakin sulit karena persaingan yang begitu besar kemudian berdampak pada meningkatnya tingkat pengangguran atau pekerjaan sektor informal bermunculan begitu banyak hal ini karena ketidakmampuan dalam bersaing di dunia kerja atau bahkan ketiadaan lowongan kerja.

Tingginya laju urbanisasi juga menyebabkan tingginya permintaan terhadap lahan untuk menampung kegiatan perkotaan termasuk perkantoran, jasa, perdagangan, hotel dan perumahan, sehingga keterbatasan lahan pada akhirnya berdampak pada kepadatan penduduk, kepadatan pemukiman, dan tata ruang yang tidak baik. Akhrnya muncullah pemukiman kumuh maupun pemukiman liar yang berdampingan dengan gedung-gedung serta bangunan mewah.

9

(45)

berpenghasilan rendah. Pengadaan rumah di Negara-negara berkembang berjalan sangat lambat, jumlah kekurangan rumah di daerah perkotaan terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah semakin bertambah besar. Meskipun pada kenyataannya perumahan yang diperlukan oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan golongan-golongan lain, sangat sederhana dan biayanya sangat murah, memerlukan pemikiran dan penanganan secara khusus karena jumlahnya cukup banyak.

Menurut Turner (Bambang Panudju; 2009; hal 9) yang merujuk pada teori Maslow, terdapat kaitan antara kondisi ekonomi seseorang dengan skala prioritas kebutuhan hidup dan prioritas kebutuhan perumahan. Dalam menentukan prioritas tentang rumah, seseorang atau sebuah keluarga yang berpendapatan sangat rendah cenderung meletakkan prioritas utama pada lokasi rumah yang berdekatan dengan tempat yang dapat memberikan kesempatan kerja.

Tanpa kesempatan kerja yang dapat menopang kebutuhan sehari-hari, sulit bagi mereka untuk dapat mempertahankan hidupnya. Status pemilikan rumah dan lahan menempati prioritas kedua, sedangkan bentuk maupun kualitas rumah prioritas yang terakhir. Dari semua yang terpenting adalah tersedianya rumah untuk berlindung dan istirahat dalam upaya mempertahankan hidupnya.

(46)

Kalau pada era manusia-gua mereka tidak begitu peduli tentang pemilikan (lahan maupun hunian), privacy, jati diri atau identitas hunian masing-masing, dewasa ini hal-hal tersebut semakin dirasakan sebagai tuntutan dasar manusia yang berbudaya.

Bambang Panudju menyatakan bahwa Hak atas perumahan yang layak merupakan bagian dari HAM. Hak Perumahan merupakan konstruk terpenting dalam mengokohkan terpenuhinya hak ekonomi, sosial dan budaya. Hak atas perumahan menandakan upaya nyata bagi terjamin dan terpenuhinya hak hidup yang layak. Dengan kata lain, hak perumahan merupakan unsur esensial yang dapat memperkuat terpenuhinya hak-hak fundamental lainnya, seperti hak pangan, kesehatan, dan sebagainya. Akses untuk mendapatkan air minum dan fasilitas sanitasi yang layak merupakan kebutuhan dasar tambahan yang berhubungan langsung dengan perumahan.

Sebagian masyarakat besar kota tergolong berpendapatan rendah dan mendiami rumah dengan lingkungan yang tidak memenuhi persyaratan sehat dengan kepadatan tinggi. Kecuali itu sebagian dari mereka mendiami rumah bukan miliknya melainkan berdasarkan sewa atau kontrak berjangka pendek yang mengurangi ketentraman hidupnya (Eko Budihardjo dalam Sejumlah Masalah Pemukiman Kota). Selain masalah hunian atau rumah yang menjadi kebutuhan vital dalam kehidupan, pemenuhan kebutuhan akan hal lain seperti materi dan non materil juga penting.

(47)

manusia itu menyatu dengan nilai-nilai masyarakat pendukung kebudayaan itu. Selain pengaruh lingkungan hidup baik yang berwujud lingkungan alam, sosial dan linkungan buatan, menyatu kuat dalam keputusan-keputusan yang diambil manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya itu.

Bambang, S.Mintargo (Tinjauan Manusia dan Nilai Budaya, 2000) jika kita ingin memahami perilaku individu maka kita tidak dapat mengesampingkan faktor nilai. Peranan nilai sangat menentukan maksud dan tujuan dari tindakan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak dapat membebaskan diri dari pengaruh nilai. Ketika memuji atau mencela, ini baik dan itu buruk, pada dasarnya itu semua merupakan ekspresi dari nilai-nilai yang kita pertahankan dalam pikiran kita. Setiap individu mempunyai konsepsi dan persepsi tentang nilai. Tak ada masyarakat tanpa sistem nilai yang berlaku.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa Harta adalah barang (uang dsb) yg menjadi kekayaan; barang milik seseorang; (2) kekayaan berwujud dan tidak berwujud yg bernilai dan yg menurut hukum dimiliki perusahaan ada di alam yang berwujud atau berjasad (bukan ruh) ; zat (misal air, minyak) (2) barang yang berharga (sebagai kekayaan).

I. 7 Metode Penelitian

I. 7. 1 Tipe Penelitian

(48)

masyarakat yang bermukim di pinggiran Sungai Babura. Selain itu penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang tentu saja bersifat etnografis yang bermaksud menggambarkan secara terperinci mengenai keadaan hidup berupa ekonomi sosial serta budaya penduduk yang bermukim di Kawasan Pinggiran Sungai Babura tersebut yang diambil melalui pendangan mereka akan harta benda. Melihat serta mengetahui kehidupan ekonomi mereka melalui sudut pandang yang ada mengenai harta benda yang bisa jadi mereka sendiri memilikinya dikarenakan pandangan serta pemikiran setiap orang akan harta itu berbeda-beda. Tidak luput disertakan analisis pengalaman / riwayat hidup yang digunakan untuk mendukung serta memperdalam sumber data yang didapatkan dari para informan.

I. 7. 2 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data, maka diperlukan beberapa metode pengumpulan data dan teknik analisis data dalam penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan mencari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari lapangan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari kepustakaan, dalam hal ini dapat diperoleh melalui buku-buku, literatur, jurnal, tesis, laporan penelitian, skripsi, serta bahan-bahan bacaan yang relevan dengan masalah penelitian. Teknik pengumpulan data saya rangkum dan bagi ke dalam, studi lapangan, studi kepustakaan, dan bahan visual.

(49)

I. 7. 2.1 Studi Lapangan

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data lapangan ini adalah:

1. Observasi10

Setelah tema penelitian saya tertarik mengamati kehidupan para pemukim di pinggiran sungai, saya mulai mencari tulisan-tulisan terkait tentang kehidupan di pemukian kumuh dan liar. Kemudan saya mulai menulis rancangan penelitian Demi mendukung kelengkapan data yang dapat diperoleh dengan cara pengamatan maka observasi menjadi pilihan yang tepat dalam penelitian ini. Observasi digunakan juga untuk melakukan pendekatan awal dengan objek pengamatan, hal ini tentunya penting untuk memberikan kemudahan pada awal penelitian, sebelum kegiatan wawancara dilakukan dan tentu saja untuk menggambarkan kondisi awal penelitian di lapangan. Observasi berguna untuk menjaring informasi-informasi empiris yang detail dan aktual dari unit analisis penelitian (Bungin, 2007:230).

Oleh sebab itu peneliti akan melakukan dan menjalankan observasi tanpa partisipasi terkait fokus penelitian dengan mengamati dan melihat kondisi pemukiman di kawasan Jalan S.Parman Medan. Sebelum memulai penelitian lebih mendalam, sebelumnya saya melakukan observasi pra penelitian, hal ini saya perlukan guna mengetahui lebih dalam dan lebih dekat lokasi / lapangan. Selain itu pra survei yang saya lakukan penting bagi saya untuk mulai menjaring dan mengenali orang-orang / penduduk di lokasi penelitian guna dijadikan informan untuk dikemudiannya.

10

(50)

saya yakni proposal yang diperlukan untuk ujian seminar proposal. Sebelumnya Dosen Pembimbing menyuruh saya untuk melakukan pengamatan di lapangan. Tanpa mengurus surat izin penelitian lapangan, saya dan bantuan teman yang bernama Indriani yang juga teman kuliah di Antropologi yang pada saat itu sama-sama sedang berjuang menghadapi proposal. Kami berdua pun terjun ke lokasi tepatnya di Kampung Keling Jalan Erlangga dan Kampung Kubur. Melewati Jalan Kejaksaan dari gang kecil yang menurun di bawah Jembatan atau “Titi Rumbia” penduduk sekitar menyebutnya, saya dan Indri mnyusuri Jalan Erlangga sampai tembus ke kampung kubur.

(51)

Selain itu sampah berbau pun bertebaran di pinggir sungai, kebetulan kami berdiri tepat di pembuangan sampah-sampah yang celahnya agak besar sehingga terbuka pemandangan dari pinggir sungai. Selebihnya rumah-rumah penduduk sudah berderet dan padat. Kami tidak luput menyusuri setiap gang-gang kecil ketika berada di sana, bahkan nyasar pada gang yang buntu, akhirnya kami berputar dan balik lagi. Orang-orang yang berada di sana sepertinya ada yang keheranan melihat kami bolak-balik bagai anak ayam yang kecarian Induk. Ada juga yang bertanya “mau cari siapa?’ atau ada juga yang menanyakan “mau cari apa dek?”. Kebetulan ada Ibu-ibu yang lagi duduk-duduk bertanya, setelah kami jawab kalau kami hanya numpang lewat saja, Ibu-ibu tadi pun langsung mengatakan bahwa mereka mengira kalau kami sedang mencari kost-kost an, sales, atau orang yang survei.

Kebetulan dari PKL II yang lalu saya mendapati informasi dari informan bahwa terkadang lokasi tersebut sering didatangin oleh mahasiswa, anak sekolah, atau instansi apapun untuk melakukan survei, termasuk mahasiswa Kesehatan dan Kedokteran yang survei di pemukiman pinggiran sungai. Setelah berlalu dari hadapan para Ibu tersebut saya dan Indri hanya tersenyum, kami menyesalkan juga bahwa semestinya harus jujur kalau kami sebenarnya mahasiswa, namun karena kami sambil berjalan dan masih linglung oleh keadaan kami hanya berlalu dan menjawab seadanya saja. Padahal terbuka kesempatan yang besar untuk berbincang dengan para Ibu tadi.

(52)

menegangkan lagi, banyak pria dewasa dan bapak-bapak yang sepertinya heran dengan kami yang asing dengan muka kami yang barangkali juga terlihat bingung, tapi saya dan Indri tetap mencoba berusaha biasa saja dan tidak takut walaupun dari beberapa pria tersebut ada yang sangar, berbadan besar, rambut gondrong, bertelanjang dada, bertato, berkaca mata hitam. Terlebih bagi mereka yang beretnik Tamil, menambah bayangan saya mengarah pada mafia atau semacamnya.

Hanya saja saya segera menepis hal itu dan tetap positive thinking. Hingga akhirnya seorang pria etnik Tamil menanyakan kami mau kemana, akhirnya saya dan Indri dengan polosnya bertanya dimana jalan keluar dari gang menuju jalan besar. Dia pun dengan baik hati menjunjukkan arahnya. Akhirnya kami bisa keluar dari gang tersebut, setelah itu saya dan Indri tertawa dan geleng-geleng kepala kalau kami cukup PD dan berani juga melewati gang-gang tersebut. Ketika kami datang dengan niat yang baik dan berpikir positif orang-orang disana juga memandang kami dengan baik, begitu sebaliknya sekalipun kami tidak mengenal mereka, mereka adalah orang-orang yang baik yang tahu bahwa kami ini sedang mencari jalan.

(53)

penduduk. Terdapat 2 gang yang terdapat di lokasi ini yakni Gang Soor dari Jalan S.Parman dan Gang Rumbia dari Jalan Kejaksaan. Lokasi ini masuk ke dalam wilayah administratif Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah.

Sekedar mengamati saya sambil berjalan pelan, melewati pinggiran sungai melihat banyaknya anak-anak yang sedang bermain dan mandi di sungai, ada Ibu yang mencuci pakaian, ada juga orang yang mengapung dengan ban di sungai sedang mengumpulkan botot. Sepertinya lokasi ini lebih menarik perhatian saya. Untuk selanjutnya terlebih setelah saya menyelesaikan ujian seminar proposal, saya lebih sering berkunjung dan datang ke lokasi ini. Setelah berjumpa dengan Kepling yang bernama Pak Sugiman, beliau berbincang-bincang sebentar dengan saya sambil berkenalan. Pak Sugiman pun meminta saya untuk membuat surat izin penelitian. Pengurusan surat izin penelitian saya melalui Fakultas kemudian ke BALITBANG dan Kantor Kelurahan Petisah Tengah.

(54)

yang lama pun tidak ada karena kepengurusan kelurahan telah diurus oleh Lurah dan orang-orang yang baru.

Hari berikutnya saya datang lagi ke kantor tersebut, salah satu staf langsung memberikan saya sedikit data yang berupa hardcopy data kependudukan kelurahan yang berjumlah 5 lembar, itupun data penduduk pada tahun 2010. Saya pun bersyukur mendapatkannya walupun saya sempat kecewa sebelumnya. Berikutnya di lapangan, setelah saya sering datang berkunjung kesana dan mencoba pendekatan dengan beberapa orang disana akhirnya saya berhasil menemukan orang-orang dan keluarga-keluarga yang menjadi informan saya.

2. Wawancara

Wawancara atau Interview merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama (Bungin, 2007:107). Pertanyaan-pertanyaan awal hingga informasi yang dibutuhkan untuk mendeskripsikan kondisi objektif sangat efektif dengan metode ini.

(55)

dilakukan dengan melalui tanya jawab secara langsung dan terbuka dengan informan yang dibantu dengan pedoman wawancara (interview guide). Tidak ada pembatasan jumlah informan, sepanjang data yang dibutuhkan sudah menjawab tujuan dari penelitian ini. Informan dalam penelitian ini terdiri atas informan pangkal, informan biasa dan informan kunci. Informan pangkal adalah informan pertama yang dijumpai di lapangan (Moleong,1994).

Dari observasi awal saya di lapangan maka saya sudah menemukan informan saya meskipun untuk tahap awal saya masih melakukan wawancara sambil lalu. Informan pangkal saya adalah Pak Sugiman yang merupakan Kepling dari lingkungan VII S.Parman sebelum akhirnya saya mengurus surat izin penelitian dari Fakultas dan BALITBANG, ketika saya masih sekedar survei dan mengamati lokasi begitu-begitu saja, saya sudah bertemu dengan Pak Kepling. Kebetulan ada penduduk yang memberitahu, maka saya pun bergegas menemui Pak Kepling di rumahnya. Kala itu saya hanya memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud untuk mengadakan penelitian untuk skripsi di lingkungan yang Dia pimpin.

(56)

kembali. Selanjutnya dia menyuruh saya untuk turun saja langsung, dan tidak usah menunggu dirinya. Dalam hati saya berpikir, saya sendiri juga bisa melakukan pendekatan dan mendapatkan data dari para penduduknya, tidak perlu didampingi olehnya.

Kemudian saya pun menjelaskan hal itu kepada Pak Kepling bahwa saya sendiri saja mampu menjalankan tugas saya, berhubung ini hanyalah penelitian mahasiswa sebatas pada pembuatan skripsi, bukannya kegiatan penelitian besar-besaran, ataupun kegiatan survei dari sekelompok pihak atau mahasiswa dengan jumlah yang banyak, dan hal seperti itu dirinya turut ambil andil mendampingi, hal ini diutarakannya pada saya kalau lingkungannya sering kebagian survei dan penelitian dari banyak instansi dan mahasiswa dari beberapa universitas.

(57)

sebelumnya pada pertemuan awal saya dengannya, saya sudah pernah menerangkan hal itu, dia pun mengerti dan mengiyakan.

Hanya saja semuanya seakan berubah, saya terkejut dan takut, ketika Pak Kepling tiba-tiba dengan perkataan yang kurang enak mengatakan kalau dia tidak ada waktu untuk saya karena sedang sibuk mengurus banyak tugas-tugasnya yang lain. Saya cukup tertegun dan dengan suara yang bergetar saya menutup pembicaraan. Mengalami hal seperti cukup membuat saya down, dan patah semangat. Sejak saya mengakhiri pembicaraan lewat hp perasaan danpikiran saya bercampur aduk, dan hari berikutnya saya masih terbayang-bayang dengan perkataan Pak Kepling tersebut, dan timbul niat dalam hati saya untuk mengganti lokasi penelitian. Saya pun menceritakan hal ini pada beberapa teman, dan mulai bertukar pikiran dengan mereka. Mereka menyarankan pada saya untuk jangan berhenti sampai disitu dan terus berpikiran positif.

(58)

Saya kemudian mencoba menghubungi, seperti mendapat angin segar, saya disuruh datang ke rumahnya. Saya bergegas ke rumahnya, dia dan istrinya menyambut saya dengan baik, kami pun mulai berbincang-bincang, dia pun memberikan saya data seadanya mengenai komposisi penduduk di lingkungannya. Hari itu begitu menyenangkan bagi saya, saya pulang ke rumah dengan semangat dan semakin termotivasi mengerjakan skripsi. Kepling tersebut adalah Informan pangkal saya yang merupakan aparat birokrat setempat karena jelas orang-orang seperti mereka memiliki data serta informasi mengenai warganya, paling tidak saya mendapatkan data sekunder atau data kependudukan dari adanya hubungan dengan aparat yang berwenang di lingkungan setempat.

Informan saya yang kedua saya ambil melalui sejumlah masyarakat yang persisnya bermukim di pinggiran sungai. Beberapa keluarga yang hidup dan memiliki kedaan yang dapat dikatakan memenuhi kriteria kumuh akan saya jadikan informan karena merekalah informan kunci. Salah satu informan kunci saya adalah Keluarga Kak Manjula serta Keluarga Ibu Mila yang sudah tinggal dan menetap di pinggiran Sungai Babura kurang lebih selama 20 tahun. Informan kunci inilah yang menjadi sumber utama dari penelitian ini.

(59)

mulai memperkenalkan diri dan menceritakan maksud kedatangan saya ke lingkungan pemukiman pinggiran sungai yang ia tinggali. Bagai dayung bersambut, saya diajak ke rumahnya.

Rumah Kak Manjula yang sangat sederhana menjadi rumah pertama penduduk yang saya singgahi. Cerita berlanjut antara saya dan dia, dia mulai bercerita tentang pekerjaannya yang hanya seorang pembantu rumah tangga. Sedikit bercerita tentang kehidupan pribadinya dan lingkungan tempat tinggalnya yang pada saat itu masih baru saja terkena banjir. Kak Manjula juga kembali menanyakan maksud kedatangan saya ke lingkungan tempat tinggalnya. Sepertinya Kak Manjula tidak menyimak kelau saya sebelumnya telah memberi tahu alasan saya datang adalah untuk observasi terkait tugas saya sebagai mahasiswa yang sedang membuat skripsi.

(60)

tetapi juga bukan memandang rendah saya. Apa adanya saya ceritakan agar mereka mengenali saya dengan baik, dan saya bisa menjalin raport dengan mereka.

Informan Kunci yang berikutnya yang pada observasi awal lterjalin komunikasi yang baik dengannya adalah Ibu Mila. Ibu Mila yang sedang duduk santai sambil menggendong anaknya saya samperin dan mulai berkenalan. Ada respon yang baik dari nya saat saya meminta izin agar dia menjadi salah satu informan saya yang penting untuk pembuatan skripsi saya. Dia pun sempat mengatakan pada saya kalau saya itu kelihatan seperti capek sekali. Saya pun tertawa ringan dan mengiyakan bahwa memang benar saya capek dan lelah. Sebuah pengorbanan yang wajar dalam pembuatan skripsi.

Jalinan hubungan yang baik antara saya dengan Ibu Mila membuat kami saling mengerti satu sama lain. Untuk dua kali pertemuan saya saja dengannya,kelihatannya dia cukup mengerti dengan seorang mahasiswa. Dia pun mengatakan kalau dia punya saudara-saudara yang sedang sibuk dengan tugas-tugas akhirnya, jadi dia maklum dengan saya. Malah dia menyarankan agar jeli dalam melihat dan memilih orang-orang yang saya tanyaidan jadikan informan, gunanya agar tidak terjadi pemikian yang lain-lain.

(61)

data, ibarat peneliti pemula yang harus cakap dan lihai untuk mendapatkan informan yang ikhlas tanpa pamrih.

Informan yang ketiga adalah informan biasa, mereka yang tergolong kedalam informan biasa adalah masyarakat yang berada di sekitar kawasan tersebut, baik kaum pedagang serta masyarakat lainnya yang tinggal di kawasan Lingkungan VII S.Parman, meskipun mereka bukanlah masyarakat yang persisnya bermukim di pinggiran sungai. Dari infoman biasa inilah saya akan meminta dan mendapatkan informasi tentang kawasan kumuh di pinggiran sungai karena paling tidak mereka mengetahui secara garis besar mengenai kehidupan masyarakat di tempat tersebut.

Gambar

 Gambar 1 PINGGIR SUNGAI: Suasana pinggir Sungai Babura Medan, difoto
Gambar 2 Rumah-rumah penduduk ( Tampak Belakang)  di sekitar pinggiran
Tabel 2
Tabel 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Penelitian ini adalah untuk memgetahui motivasi siswa kelas XI IPS MAN 2 Kota Cirebon yang dalam proses pembelajaran menggunakan media cetak billingual module,

Dalam proses pembuktian, apabila alat-alat bukti yang telah dihadirkan belum cukup untuk membuktikan terdakwa bersalah atau tidak, maka hakim dapat menggunakan

Dimana mahasiswa yang mempelajari bahasa kedua (Bahasa Arab) mungkin wajar melakukan kesalahan, ditambah lagi bahwa mereka harus menerjemahkan dari bahasa indonesia kedalam

The final image corresponds to a slanted slice of the original object hyperspectral cube (mid- dle), and there is no wavelength dependent spatial shift on the recorded image

1) Pengetahuan tentang perilaku di sekolah yang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sila keempat Pancasila dalamlambang negara Garuda Pancasila 2) Pengetahuan

The use of a “double - extraction” technique which combines an NMF-SBSS algorithm to isolate the soil spectra and a PLSR model to predict the clay content over

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) mendiskripsikan cara meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar, menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik STAD;

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pengetahuan remaja awal tentang perubahan fisik pubertas dalam kategori baik sebanyak 18 orang (78,3%), dan pengetahuan kurang 5