VIII DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP KEMISKINAN
2.5. Studi Terdahulu Tentang Pembangunan Ekonomi Sektoral
Bautista (2001) menggunakan analisis multiplier SAM untuk mengkaji pengaruh
pertumbuhan produktivitas terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dan
dampaknya terhadap pemerataan pendapatan rumah tangga di Vietnam Tengah.
Penggunaan analisis multiplier SAM dilatarbelakangi oleh fakta bahwa dalam beberapa
tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Vietnam mengalami penurunan sehingga
pertumbuhan GDP menurun, indeks kualitas hidup menurun yang dibarengi dengan
meningkatnya kesenjangan pendapatan penduduk perdesaan dan perkotaan. Melalui
strategi pembangunanAgriculture-Based Development (ABD), pertumbuhan ekonomi akan dapat ditingkatkan dan sekaligus mengurangi perbedaan pendapatan antar populasi. Dalam
kajian tersebut Bautista mengelompokkan unsur perekonomian ke dalam 25 aktivitas atau
sektor produksi, 5 kelompok faktor produksi tenaga kerja serta mengelompokkan institusi
ke dalam 4 golongan rumah tangga desa-kota berdasarkan kelompok pendapatan, 2
kelompok perusahaan (BUMN dan non BUMN), pemerintah dan neraca kapital serta Rest of the World (ROW). Klasifikasi aktivitas produksi tersebut akan menunjukkan bagaimana keterkaitan antar sektor sedangkan aspek pemerataan pendapatan akan dicerminkan melalui
penggolongan rumah tangga berdasarkan perbedaan pendapatan dan wilayah desa-kota.
Data yang dianalisis adalah data SAM regional Vietnam Tengah yang dibangun
berdasarkan data SAM Vietnam dan data-data dari sumber lain. Dari hasil analisis
multiplier tersebut menunjukkan bahwa multiplier GDP sektor pertanian lebih besar
dibandingkan dengan sektor pertambangan dan industri serta jasa. Komoditas ubikayu, ubi
jalar dan ternak, yang sebagian besar ditujukan untuk pasar lokal justru memiliki multiplier
terkecil. Sektor industri, khususnya industri-industri skala besar yang padat modal dan
kandungan impor tinggi memiliki multiplier yang relatif kecil dan sebaliknya untuk sektor
industri pengolahan hasil pertanian.
Aspek pemerataan dihitung dengan melakukan standarisasi multiplier, yaitu
dengan membagi multiplier pendapatan masing-masing golongan rumah tangga dengan
share pendapatan masing-masing golongan terhadap total pendapatan rumah tangga. Standarisasi ini dilakukan karena terdapat perbedaan pendapatan yang sangat nyata antar
golongan rumah tangga. Hasil multiplier menunjukkan bahwa sektor pertanian dan sektor
industri pengolahan hasil pertanian menghasilkan multiplier yang lebih tinggi bagi
golongan rumah tangga berpendapatan rendah di perkotaan maupun perdesaan
dibandingkan dengan dua golongan rumah tangga lainnya. Sebaliknya sektor pertambangan
dan sektor-sektor industri lain menghasilkan multiplier pendapatan yang relatif lebih besar
bagi golongan rumah tangga di perkotaan. Dengan demikian meningkatnya pendapatan di
sektor pertambangan akan menimbulkan kesenjangan pendapatan yang semakin besar antar
golongan rumah tangga perkotaan dan perdesaan.
Dalam kerangka SAM tersebut Bautista menggunakan faktor eksogen berupa
injeksi pendapatan terhadap masing-masing golongan rumah tangga yang selanjutnya
dilihat dampaknya secara langsung maupun tidak langsung terhadap output dan GDP
agregat maupun sektoral. Dari analisis tersebut diperoleh hasil bahwa dengan memberikan
injeksi pendapatan terhadap keempat golongan rumah tangga tersebut maka kedua
golongan rumah tangga perdesaan memberikan multiplier output maupun GDP yang lebih
besar dibanding injeksi pendapatan yang diberikan kepada golongan rumah tangga
perkotaan.
Wagner (1996) menggunakan kerangka SAM untuk menganalisis peran ekonomi
pariwisata terhadap perekonomian di Area de Protecao Ambiental (APA) de
di wilayah tersebut sektor industri pariwisata memiliki pertumbuhan yang tercepat
dibanding sektor lain. Secara lebih rinci tujuan penelitian adalah mengkaji dampak industri
pariwisata terhadap produksi, kompensasi terhadap tenaga kerja (upah), nilai tambah dan
distribusi pendapatan. Dalam kajian tersebut Wagner mengelompokkan unsur-unsur
ekonomi ke dalam empat neraca yaitu neraca aktivitas, faktor produksi primer, institusi dan
impor/ekspor. Neraca aktivitas terdiri dari delapan sub neraca, yaitu: (1) usahatani primer
di perdesaan, (2) pengusaha di desa, (3) usaha bangunan, (4) usaha pabrik (manufacturing), (5) perdagangan, (6) jasa, (7) transportasi, dan (8) perusahaan pemerintah. Usahatani
primer dan pengusahaan di desa adalah proses produksi yang terkait dengan usaha
pertanian, perikanan, kehutanan dan peternakan. Subneraca usahatani primer di perdesaan
mewakili semua aktivitas ekonomi informal yang berbasis pertanian, sedangkan aktivitas
ekonomi pertanian yang bersifat formal dicakup dalam subneraca pengusahaan di desa,
baik yang bersifat usaha keluarga maupun perusahaan secara umum. Neraca permintaan
akhir adalah belanja barang dan jasa oleh institusi, dimana neraca institusi dikelompokkan
menjadi : (1) rumah tangga, (2) investor, (3) perusahaan, dan (4) pemerintah. Institusi
rumah tangga dirinci berdasarkan tingkat pendapatan, yaitu; (1) subsisten, (2) pendapatan
rendah, (3) pendapatan sedang, dan (4) pendapatan tinggi. Sedangkan pemerintah
dibedakan atas: (1)municipal,(2)state, dan (3)federal.
Data yang digunakan adalah data SAM periode tahun 1989 sampai tahun 1994.
Efek pengganda dianalisis baik untuk pengganda langsung maupun tidak langsung. Dalam
hal ini pengganda output dibedakan menjadi dua macam, yaitu: (1) pengganda output tipe
I yaitu gabungan antara pengganda langsung dan tidak langsung, dan (2) pengganda output
type II yaitu pengganda output yang khusus disebabkan oleh konsumsi atau belanja rumah
tangga yang berasal dari pendapatan upah atau gaji. Wagner juga melakukan analisis
sensitivitas untuk mengetahui subneraca mana yang memiliki efek terbesar terhadap
persen. Hasil kajian menunjukkan bahwa aktivitas usahatani primer di perdesaan memiliki
pengganda output type I terbesar dan terbesar kedua untuk pengganda output type II. Oleh
karena itu apabila dapat ditumbuhkan keterkaitan antara aktivitas tersebut dengan aktivitas
lainnya, maka perubahan struktural tersebut akan dapat meningkatkan keuntungan ekonomi
yang berasal dari ekonomi pariwisata, misalnya melalui penjualan sayuran, buah-buahan
dan souvenir untuk turis atau melalui jasa restauran dan sebagainya.
Salem (2005) menggunakan kerangka SAM untuk mengkaji karakteristik
makroekonomi di Tunisia, yang dinamakan sebagai SAMmac. Data dasar yang digunakan
adalah data SAM Tunisia tahun 1996. Dalam analisisnya Salem mengelompokkan
SAMmac Tunisia tersebut ke dalam sembilan neraca, yaitu neraca aktivitas, produksi, dua
neraca faktor produksi, yaitu tenaga kerja dan kapital, empat neraca institusi (rumah
tangga, perusahaan, negara dan Rest of the World (ROW) dan satu neraca tabungan- investasi (saving-investment). Mengingat data yang ingin dianalisis adalah data periode 1996-2000, sementara data dasar I-O yang tersedia adalah data tahun 1996, maka
digunakan tambahan data dari berbagai sumber. Data yang dikumpulkan dari berbagai
sumber tersebut akan menyebabkan ketidaksamaan (inequality) penjumlahan antara lajur baris dan lajur kolom pada kerangka data SAM. Untuk itu Salem melakukan pendekatan
Cross-Entropyuntuk mengatasi masalahinequalitytersebut.
Heriawan (2004) mengkaji pentingnya sektor pariwisata terhadap perekonomian
Indonesia. Dengan menggunakan model I-O dan SAM, Heriawan memfokuskan nilai
transaksi ekonomi pariwisata dalam Nesparnas (Neraca Satelit Pariwisata Nasional)
sebagai variabel eksogen dalam mengukur peran dan dampaknya pada perekonomian, yang
meliputi pengeluaran belanja wisman, pengeluaran belanja wisnus, pengeluaran belanja
wisnas, investasi, pengeluaran pemerintah untuk promosi pariwisata dan pengeluaran dunia
usaha untuk promosi pariwisata. Melalui matriks pengganda I-O dapat diketahui dampak
Dampak terhadap ekonomi sektoral meliputi produksi barang dan jasa, PDB, kesempatan
kerja, upah dan gaji serta pajak tidak langsung, sedangkan dampak terhadap makroekonomi
Indonesia dilihat dari output nasional, PDB nasional, jumlah tenaga kerja nasional, total
upah nasional dan total pajak nasional. Selanjutnya melalui matriks pengganda pendapatan,
dapat diketahui pula dampaknya terhadap distribusi pendapatan menurut faktor produksi,
distribusi kesejahteraan menurut institusi serta distribusi pendapatan menurut desa-kota.
Dalam hal ini Heriawan mengklasifikasikan institusi menjadi tiga golongan, yaitu
pemerintah, rumah tangga dan perusahaan, sedangkan faktor produksi dikelompokkan
menjadi buruh pertanian dan pemilik tanah/modal. Beberapa skenario kebijakan dilakukan
untuk mengetahui dampaknya terhadap pengembangan sektor pariwisata, yaitu: (1)
peningkatan anggaran sektor pariwisata dalam APBN dan APBD, (2) peningkatan investasi
swasta, (3) perluasan pasar pariwisata, (4) regulasi bidang visa, (5) penghapusan biaya
viskal ke ASEAN, dan (6) penataan kelembagaan dan peraturan. Dari hasil analisis
diketahui bahwa sektor pariwisata potensial dalam menciptakan PDB dan lapangan kerja
tetapi kurang mampu dalam membuat distribusi yang lebih baik. Dari skenario kebijakan
menunjukkan, kebijakan penataan kelembagaan dan peraturan secara nyata mampu
mempercepat pertumbuhan ekonomi pariwisata dan penciptaan lapangan kerja.
Dasril (1993) menganalisis pertumbuhan dan perubahan struktur produksi sektor
pertanian dalam industrialisasi di Indonesia dengan menggunakan model I-O. Selain
melakukan estimasi koefisien I-O tahun 1990 dengan menggunakan metode RAS, kajian
ini juga menggunakan metoda dekomposisi pengganda untuk mengukur kontribusi sumber-
sumber pertumbuhan yang terdiri dari permintaan dalam negeri, perkembangan ekspor,
substitusi impor dan perubahan teknologi. Permintaan dalam negeri dirinci menjadi
konsumsi swasta, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap dan perubahan stok.
Dasril membagi periode industrialisasi di Indonesia menjadi empat, yaitu periode 1971-
1975, 1975-1980, 1980-1985 dan 1985-1990. Periode 1971-1985 dianggap merupakan
Selain itu juga dikaji keterkaitan sektor pertanian dengan sektor lainnya, yang meliputi
keterkaitan output, nilai tambah dan tenaga kerja, baik keterkaitan ke depan maupun ke
belakang.
Daryanto dan Morison (1992) menggunakan analisis I-O untuk menganalisis sifat
dan tingkat perubahan struktural dan keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor-
sektor lain dalam perekonomian Indonesia selama periode tahun 1971 hingga tahun 1985.
Analisis keterkaitan antar sektor menggunakan konsep pengganda dan kriteria ganda
Rasmussen. Hasil analisis menyimpulkan bahwa sektor pertanian memiliki keterkaitan
output yang relatif lemah dengan sektor-sektor lainnya selama periode studi. Hal ini
didasarkan pada angka pengganda output dan kriteria ganda Rasmussen yang relatif
rendah. Namun jika ditinjau dari sisi pendapatan dan tenaga kerja sektor pertanian
memiliki keterkaitan kuat dengan sektor-sektor lain.
Syafaat (2000) menggunakan pendekatan I-O untuk mengevaluasi strategi
pembangunan ekonomi dengan pendekatan analisis imbas investasi untuk membandingkan
kemampuan sektor pertanian dan agroindustri dengan sektor industri yang berorientasi
ekspor dalam mengatasi permasalahan ekonomi nasional. Hasil penelitian tersebut
membuktikan bahwa sektor pertanian dan agroindustri memiliki kemampuan lebih baik
dibandingkan sektor industri. Hal ini didasarkan pada kemampuannya menciptakan nilai
tambah dan kesempatan kerja lebih besar, mampu mengurangi kesenjangan nilai tambah
dan produktivitas antara sektor pertanian dan non pertanian dan mampu menciptakan
surplus perdagangan.
Sitanggang (2002) meneliti peran sektor agroindustri terhadap perekonomian di
Sumatera Utara dengan menggunakan model I-O. Dilihat dari indikator keterkaiatn antar
sektor, sektor yang memiliki keterkaitan paling tinggi adalah penggilingan beras dan biji-
bijian dan tepung. Sektor tersebut juga memilki koefisien penyebaran dan nilai pengganda
Seperti halnya Sitanggang, Hartadi (1999) menggunakan model I-O untuk meneliti
peran sektor agroindustri terhadap perekonomian di Jawa Timur. Hasil analisis
menunjukkan, sektor yang layak dikembangkan adalah industri pengolahan dan
pengawetan daging, susu, sayur-sayuran dan buah-buahan, industri minyak dan lemak,
industri penggilingan padi-padian, industri tepung segala jenis, industri makanan dari
tepung, industri gula, industri makanan lainnya dan industri tembakau.