• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL KOTA MEDAN DAN DZULMI ELDIN

2.7. Stuktur Organisasi Pemerintahan Kota Medan

Gambar 2.2 Stuktur Organisasi Pemerintahan Kota Medan Sumber: Diolah dari data Pemko Medan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Terdapat beberapa dasar pemikiran yang melatarbelakangi mengapa kepemimpinan kepala daerah penting dan menarik untuk dipelajari. Sepanjang sejarah, sejak masa pemerintahan Hindia-Belanda, masa pendudukan Jepang dan setelah proklamasi kemerdekaan, serta masa orde baru dan era reformasi dewasa ini, kedudukan dan peranan kepala daerah dengan beragam penyebutan seperti Gubernur, Bupati, Walikota, telah menunjukkan eksistensinya, baik sebagai pemimpin organisasi pemerintahan dalam mengayomi, melindungi, dan melayani masyarakat maupun dalam memimpin organisasi administrasi pemerintahan.

Dalam memutar roda organisasi pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan, serta dalam menghadapi konflik, gejolak dan permasalahan pemerintahan di daerah, kepala daerah secara terus menerus diperhadapkan oleh pelbagai tuntutan dan tantangan, baik secara internal maupun eksternal, yang harus direspon dan diantisipasi, sekaligus merupakan ujian terhadap kapabilitas dan kompetensi kepala daerah. Kepemimpinan kepala daerah sangat strategis mengingat kepala daerah merupakan komponen signifikan bagi keberhasilan pembangunan nasional, karena pemerintahan daerah merupakan subsistem dari pemerintahan nasional atau negara. Efektivitas pemerintahan negara tergantung pada efektivitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

Sebagaimana halnya pemimpin organisasi lainnya, kepala daerah juga diperhadapkan pada berbagai keadaan dan tantangan dalam memimpin organisasi administrasi daerah. Tantangan tersebut yaitu bagaimana kepala daerah mewujudkan otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab sebagai suatu paradigma baru, yang didukung oleh kualitas sumber daya aparatur yang prima, sumber alam, sumber keuangan, serta sarana dan prasarana yang memadai, yang mampu meningkatkan dan mengembangkan kemampuan dan kehidupan masyarakat melalui program dan strategi pelayanan dan pemberdayaan.1

Dalam banyak literatur, kepemimpinan (leadership) jika di tinjau dari etimologi berasal dari kata pimpin atau “lead”. Kepemimpinan merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial. Joseph C. Rost berpendapat bahwa kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya. Kepemimpinan melibatkan hubungan pengaruh yang mendalam, yang terjadi di antara orang-orang yang menginginkan perubahan signifikan, dan perubahan tersebut mencerminkan tujuan yang dimiliki bersama oleh pemimpin dan pengikutnya (bawahan).2

Osborne dan Gaebler berpendapat paradigma pemerintahan yang baru adalah bahwa pemerintahan dihadapkan pada bergesernya sistem pemerintahan yang digerakkan oleh misi, selain itu pemerintah dituntut untuk memahami dan memusatkan perhatian pada keluaran (output) yang efisien dan bukan kepada

1 Triantoro Safaria. 2004. Kepemimpinan. Yogyakarta: Graha Ilmu. hal. 2.

2

masukan (semata-mata pada kenaikan anggaran pertahun). Osborne dan Gaebler berpendapat bahwa pemerintah hendaknya berperilaku seperti dunia perusahaan yang melihat masyarakat sebagai pelanggan yang harus dilayani sebaik mungkin.3

Begitupun didalam pengelolaan keseharian tata kepemerintahan dijumpai cukup banyak persoalan seperti yang paling menonjol dalam soal-soal korupsi, mafia hukum, dan indikasi konflik kebijakan, juga terkait dalam hubungan pusat dan daerah. Ada persoalan di dalam hubungan nasional dengan sub nasional, baik secara terstruktur maupun dalam konfigurasi kelembagaan negara dan masyarakat. Reformasi di bidang politik, ekonomi dan hukum termasuk pemerintahan di dalamnya berlangsung sejak Mei 1998 sebagai akumulasi masyarakat dengan tuntutan pokok yaitu demokrasi. Melalui reformasi diperoleh konsensus politik seperti kebebasan berserikat dan berpendapat, kebebasan pers, melepaskan tahanan politik, amandemen UUD 1945, perubahan sistem politik, sistem pemilu dan

Meski telah melewati satu dasawarsa reformasi Indonesia, masih dirasakan bahwa reformasi belum memberikan rasa kepuasan kepada masyarakat dengan berbagai indikasi di lapangan. Masih muncul berbagai persoalan dengan ciri indikatif, seperti gejala anarkis (lekas marah dan memaksakan kehendak), gejala pemilahan sosial (konflik horisontal maupun vertikal) yang muncul dalam kehidupan keseharian dimasyarakat. Didalam penyelenggaraan pemerintahan muncul pula berbagai indikasi yang memberikan alasan gambaran ketidakpuasan masyarakat seperti gejala disharmoni dalam hubungan tata kelembagaan negara serta dalam hubungan pusat dan daerah.

3

penyelenggaraan pemilu, pertumbuhan secara luas gerakan sosial kemasyarakatan, perkembangan judicial review, penataan ulang kelembagaan negara, check and balanceantar lembaga (tinggi) negara, pengaturan ulang kekuasaan legislatif, eksekutif dan kekuasaan kehakiman, pengaturan kebijakan moneter (bank sentral) dan kebijakan desentralisasi.4

Agenda desentralisasi yang dilaksanakan dalam bentuk otonomi daerah 1998 mendapat dukungan penuh secara politis. Pada perkembangannya hingga saat ini telah menimbulkan berbagai ekses seperti dicirikan dengan berkembang daerah-daerah secara beragam dan mendorong kesenjangan ekonomi, indikasi ethno-nasionalisme dan gejala pemilahan sosial sampai pada indikasi separatisme. Ekses dari implementasi otonomi daerahdimaksud diantaranya telah sampai pada kondisi yang mengkhawatirkan, tidak saja mengkhawatirkan atas gejala separatisme dan Demokratisasi di Indonesia sejak reformasi 1998 juga dicirikan oleh konsensus politik desentralisasi atau agenda otonomi daerah. Dengan mempertimbangkan bahwa praktik keseharian dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan berpemeritahan serta kehidupan bermasyarakat yang direfleksikan dalam hubungan dengan syarat-syarat berpemerintahan dan dalam hubungan antara negara dengan masyarakat, dimana berarti negara hadir di tengah masyarakat. Maka pendekatan sistem pemerintahan menjadi penting sebagai entry pointdalam melakukan re-orientasi reformasi Indonesia, diantaranya yang utama, dengan pendekatan hubungan pusat daerah yang telah ada konsensus politiknya dalam kebijakan politik desentralisasi.

4Dikutip dari laporan Kajian Pemantapan Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Republik Indonesia. 2011. hal. 2.

pemilahan sosial, tetapi secara sistemik akan menyulitkan keberadaan NKRI. Fenomena yang harus diwaspadai atas berbagai persoalan dan ekses tersebut dapat dirangkum dalam satu perpektif persoalan yaitu ketimpangan dalam hubungan pusat-daerah.5

Tujuan utama dari desentralisasi dan otonomi daerah ini adalah mendekatkan pemerintah kepada masyarakat yang dilayaninya sehingga pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik dan kontrol masyarakat kepada pemerintah menjadi lebih kuat dan nyata. Desentralisasi dan otonomi daerah dapat dikatakan berhasil apabila pelayanan pemerintah kepada masyarakat menjadi lebih baik dan masyarakat menjadi lebih berperan dalam meningkatkan kesejahteraan bersama. Desentralisasi Seiring dengan telah terselesaikannya kendala kehidupan politik di Indonesia yang ditandai dengan telah terbentuknya penyelenggara pemerintahan yang baru hasil suatu proses yang cukup demokratis, maka harapan akan membaiknya perekonomian dan berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara lainnya di Indonesia menjadi terbuka, dan semoga dalam tempo yang tidak terlalu lama harapan tersebut akan menjadi kenyataan. Selain itu juga semangat reformasi dan perubahan diberbagai bidang serta dorongan dan dampak dari proses demokratisasi telah menggugah pemerintah bersama dengan parlemen untuk melahirkan dua undang-undang yaitu UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua UU tersebut merupakan dasar bagi proses desentralisasi dan otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab.

5

kewenangan tersebut akan berakhir dengan semakin meningkatnya peranserta masyarakat dan berubahnya peran pemerintah dari provider menjadi fasilitator.

Didalam UU No.22 Tahun 1999 secara tegas dinyatakan bahwa kewenangan daerah adalah "Mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia.” Kewenangan ini mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan yang masih harus berada ditangan pusat. Adapun kewenangan daerah yang terdapat dalam undang-undang yaitu :6

1. Mengelola sumberdaya nasional yang tersedia diwilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundangan.

2. Mengelola wilayah laut sejauh 12 mil dari garis pantai kearah laut lepas dan berwenang melakukan:

- ekplorasi, ekploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut;

- pengaturan kepentingan administratif; - pengaturan tata ruang;

- penegakan hukum; dan

- perbantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara.

3. Melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, dan kesejahteraan pegawai, serta pendidikan dan pelatihan

sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

4. Membiayai pelaksanaan tugas pemerintah daerah dan DPRD.

5. Melakukan peminjaman dari sumber dalam negeri dan atau luar negeri dengan persetujuan DPRD dan Pusat untuk pinjaman luar negeri.

6. Menentukan tarif dan tata cara pemungutan retribusi dan pajak daerah. 7. Membentuk dan memiliki Badan Usaha Milik Daerah.

8. Menetapkan APBD.

9. Melakukan kerjasama antar daerah atau badan lain, dan dapat membentuk Badan Kerjasama baik dengan mitra didalam maupun diluar negeri.

10. Menetapkan pengelolaan Kawasan Perkotaan.

11. Pemerintahan kota/kabupaten yang wilayahnya berbatasan langsung dapat membentuk lembaga bersama untuk mengelola kawasan perkotaan.

12. Membentuk, menghapus, dan menggabungkan desa yang ada di wilayahnya atas usul dan prakarsa masyarakat dan persetujuan DPRD. 13. Mengatur penyelenggaraan pemerintahan desa.

14. Membentuk Satuan Polisi Pamong Praja.

Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia dengan luas 265,1 km² setelah Jakarta dan Surabaya. Kota ini juga merupakan kota terbesar di luar Pulau Jawa. Medan juga merupakan salah satu kota besar yang ada di Indonesia dengan jumlah penduduk

yang padat yaitu 2.121.053 penduduk pada tahun 2013. Kota Medan juga menyandang status sebagai kota Metropolitan, hal ini boleh dilihat dari segi fisik banyaknya bangunan atau gedung tinggi seperti perkantoran dan pusat perbelanjaan dan hiburan, sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan yang semakin canggih dan masih banyak lagi.7

Kota Medan sebagai kota sentral ekonomi di daerah Sumatera Utara adalah kota yang mempunyai perkembangan yang tumbuh dengan pesat. Pemerintah harus menyediakan sarana dan prasarana kota untuk menunjang kelancaran dari pertumbuhan Kota Medan itu sendiri. Penduduk suatu kota memegang peranan yang sangat penting dalam setiap kajian studi perkotaan. Hal ini disebabkan karena perkembangan penduduk kota baik yang menyangkut kuantitas maupun kualitas merupakan faktor utama dari eksistensi kota itu sendiri. Seiring berkembangnya beragam aktivitas perkotaan, memicu pertumbuhan penduduk sebagai sarana pelaksanaannya. Pertumbuhan penduduk dalam suatu wilayah perkotaan selalu diikuti oleh peningkatan kebutuhan ruang. Semakin tinggi jumlah penduduk maka semakin tinggi pula kebutuhan akan ruang kota, oleh karena itu penduduk menjadi salah satu faktor yang mempunyai kontribusi terbesar bagi terbentuknya aktivitas perkotaan. Terdapat berbagai macam aktivitas yang menjadi ciri perkotaan, antara lain permukiman, industri, komersial, dan lain-lain.8

Oleh karena fungsi dan peranan yang diemban oleh Kota Medan tersebut membawa konsekuensi yang cukup besar bagi perkembangan kota sehingga

tidakmenutup kemungkinan terjadi permasalahan-permasalahan kota metropolitan pada umumnya, seperti urbanisasi, kemacetan, kepadatan penduduk, ketidaknyamanan dan lain sebagainya. Pemerintah harus memiliki tanggung jawab dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Pemerintah harus menjaga konsistensi perkembangan Kota Medan dengan strategi perkotaan nasional dan menciptakan keserasian perkembangan Kota Medan dengan wilayah sekitarnya. Menciptakan keterpaduan pembangunan sektoral dan daerah.

Beberapa tokoh yang pernahmemimpin sebagai Walikota Medan sejak masa reformasi adalah Drs. H. Abdillah, Ak, MBA yang menjabat sejak 1 April 2000 hingga 20 Agustus 2008. Walikota selanjutnya adalahDrs. H. Afifuddin Lubis, M.Si yang menjabat sejak 20 Agustus 2008 hingga 22 Juli 2009. Walikota selanjutnya adalah Drs. Rahudman Harahap, MM yang menjabat sejak 16 Juli 2010 hingga 15 Mei 2013. Hingga saat ini adalah Dzulmi Eldin. Dzulmi Eldinatau yang lebih sering disapa Bang Eldin lahir di Medan pada tanggal 4 Juli 1960 dari pasangan T. Syahrum Amir (Alm) seorang keturunan melayu yang lahir di Medan dan sang ibu Raidah Lubis (Almh) yang berdarah batak yang juga lahir di Medan.

Dzulmi Eldin adalah Wali Kota Medan yang menjabat sejak 18 Juni 2014.Drs. H. T. Dzulmi Eldin S, M.Si pernah menjabat sebagai Wakil Wali Kota Medan sejak 26 Juli 2010 hingga 15 Mei 2013 dan Plt. Wali Kota Medan yang menjabat sejak 15 Mei 2013 hingga 18 Juni 2014. Drs H.T Dzulmi Eldin S Msi, dilantik menjadi Wali Kota Medan defenitif sisa masa bhakti 2010-2015 di Gedung DPRD Medan pada hari Rabu, 18 Juni 2014. Pelantikan dilakukan oleh Gubernur Sumatera Utara H

Gatot Pujonugroho, ST atas Nama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia melalui Rapat Paripurna Istimewa DPRD Kota Medan9

Penelitian ini akan mengeksplorasi kepemimpinan walikota medan dalam konsep Good Governance, yaitu konsep pemerintahan yang baik.Konsep Good Governance adalah nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat dan nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional), kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Adapun Provinsi Sumatera Utara menempati peringkat ke-13 dalam Indonesia Governance Index (IGI) 2012-2013. IGI merupakan alat ukur untuk melihat kinerja tata kelola pemerintahan di daerah. Data dari Kemitraan Partnership, Provinsi Sumatera Utara menempati indeks tata kelola pemerintahan dengan skor 5,94. Adapun enam prinsip penilaian adalah partisipasi, keadilan, akuntabilitas, transparansi, efektivitas dan efisiensi. Kategori yang di nilai adalah pemerintah, birokrasi, masyarakat sipil dan ekonomi masyarakat. Provinsi dengan indeks paling tinggi adalah D.I Yogyakarta dengan skor 6,8. Sedangkan provinsi dengan indeks paling rendah adalah Maluku Utara dengan skor 4,4.

.

10

Aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut. Good governance adalah memahami bagaimana integrasi peran antara pemerintah (birokrasi), sektor swasta dan civil society dalam suatu aturan main yang disepakati bersama. Lembaga Pukul 21.02.

pemerintah harus mampu menciptakan lingkungan ekonomi, politik, sosial budaya, hukum dan keamanan yang kondusif. Sektor swasta berperan aktif dalam menumbuhkan kegiatan perekonomian yang akan memperluas lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan, sedangkan civil society harus mampu berinteraksi secara aktif dengan berbagai macam aktifitas perekonomian, sosial dan politik termasuk bagaimana melakukan kontrol terhadap jalannya aktifitas-aktifitas tersebut.

Menurut Bintoro Tjokroamidjojo, memandang good governance sebagai suatu bentuk manajemen pembangunan, yang juga disebut administrasi pembangunan, yang menempatkan peran pemerintah sentral yang menjadi agent of change dari suatu masyarakat berkembang di dalam negara berkembang. Agent of change dan karena perubahan yang dikehendakinya, menjadi planned change (perubahan yang berencana), maka disebut juga agent of development. Agent of development diartikan pendorong proses pembangunan dan perubahan masyarakat bangsa. Pemerintah mendorong melalui kebijakan-kebijakan dan program-program, proyek-proyek, bahkan industri-industri, dan peran perencanaan dan anggaran penting. Dengan perencanaan dan anggaran juga menstimulusi investasi sektor swasta. Kebijaksanaan dan persetujuan penanaman modal di tangan pemerintah. Dalam good governance

peran pemerintah tidak lagi dominan, tetapi juga masyarakat dan terutama sektor usaha atau swasta yang berperan dalam good governance. Pemerintah bertindak sebagai regulator dan pelaku pasar untuk menciptakan iklim yang kondusif dan melakukan investasi prasarana yang mendukung dunia usaha.11

11

Pengertian Good Governance menurut Mardiasmo adalah suatu konsep pendekatan yang berorientasi kepada pembangunan sector public oleh pemerintahan yang baik. Lebih lanjut menurut Bank Dunia yang menyebut Good Governance

adalah suatu konsep dalam penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dan investasi yang langka dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan

legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan. Selain itu Bank dunia juga mensinonimkan Good Governance sebagai hubungan sinergis dan konstruktif di antara negara, sektor dan masyarakat.12

12

Singarimbun, Masri, dan Sofyan Effendi. 1993. Metode Penelitian survai. Jakarta: LP3ES. hal. 17. United Nations Development Program (UNDP) mendefenisikan governance

sebagai “penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, mematuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka”. Selanjutnya berdasarkan pemahaman kita atas pengertian governance tadi maka penambahan kata sifat good dalam governance bisa diartikan sebagai tata pemerintahan yang baik atau positif. Letak sifat baik atau positif itu adalah manakala ada pengerahan sumber daya secara maksimal dari potensi yang dimiliki dari masing-masing aktor tersebut atas dasar kesadaran dan kesepakatan bersama terhadap visi yang ingindicapai.

Good Governance dikatakan memiliki sifat-sifat yang good, apabila memiliki ciri-ciri atau indikator tertentu. Berikut ini adalah beberapa macam konsep Good Governance.13

13

Dr. Sedarmayanti. 2003. Good Governance (Kepemerintahan yang baik). Bandung: Mandar Maju. hal.7-8.

Pertama, Participation atau partisipasi yaitu keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif. Kedua, Rule of law atau kerangka hukum yaitu kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa perbedaan, terutama hukum hak asasi manusia. Ketiga,

Transparency atau transparansi yaitu transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dapat dipantau. Keempat, Responsiveness atau cepat tanggap yaitu lembaga-lembaga pubik harus cepat tanggap dalam melayani stakeholder. Kelima,

Consensus orientation atau orientasi konsensus yaitu berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan maupun prosedur. Keenam,

Equity atau keadilan yaitu setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan. Ketujuh, Effecktiveness and Efficiency atau efektivitas dan efisiensi yaitu pengelolaan sumber manusia dilakukan secara efisien dan efektif. Kedelapan, Accountability atau akuntabilitas yaitu pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan. Kesembilan, Strategic vision atau visi strategis yaitu penyelenggaraan pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh ke depan.

Pengelolan dan pengendalian yang baik dari suatu organisasi dalam hal ini organisasi publik menyangkut pencapaian tujuan organisasi secara bersama-sama yaitu untuk menciptakan suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab sejalan dengan prinsip demokrasi, efisiensi, pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara administratif. Dengan pengertian lain Good Governance adalah proses penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, transparan, akuntabel oleh organisasi-organisasi pemerintah seperti organisasi publik pemerintah Kota Medan yang mencakup kepemimpinan, stuktur organisasi dan sumber daya manusianya. Sesuai dengan pembahasan sebelumnya maka penulis mencoba untuk menganalisis kepemimpinan Dzulmi Eldin sebagai walikota Medan yang mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, transparan, akuntabel. Hal inilah yang menjadi ketertarikan peneliti untuk melakukan penelitian tentang

Kepemimpinan Dzulmi Eldin Sebagai Walikota Medan Berdasarkan Prinsip Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik.

Dokumen terkait