• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sub Sektor Persampahan

Dalam dokumen DOCRPIJM 1504156957BAB 4 RENCANA INVESTASI (Halaman 45-65)

4.3. BIDANG PENYEHATAN LINGKUNGAN

4.3.2. Sub Sektor Persampahan

Saat ini pengelolaan persampahan di sebagian wilayah Kabupaten Pati telah terlayani. Sedangkan sebagian wilayah lain yang belum terlayani cenderung menggunakan sistem pembungan onsite dengan ditimbun atau dibakar. Namun untuk wilayah dengan kepadatan cukup tinggi karena ketersediaan lahan untuk membuat menimbun atau membakar sudah menipis, sampah-sampah terpaksa dibuang ke sungai-sungai.

Sampah yang ada di Kabupaten Pati merupakan timbulan dari kegiatan rumah tangga, pertokoan, perkantoran, warung, rumah makan, fasilitas pendidikan, pariwisata, fasilitas kesehatan, industri, jalan, pasar, dan lain-lain.

Saat ini daerah pelayanan pengelolaan persampahan Kabupaten Pati meliputi Kecamatan Pati, Kecamatan Juwana, Kecamatan Tayu, Kecamatan Trangkil, Kecamatan Gembong, Kecamatan Kayen, Kecamatan Margoyoso, dan Kecamatan Gabus. Jadi masih ada 15 kecamatan di Kabupaten Pati yang belum dilayani oleh Sub Dinas Kebersihan dan Pertamanan.

Jumlah sampah yang dihasilkan dalam satu hari sebanyak 440,57 m3 sedangkan yang terlayani sebesar 270 m3. dari jumlah tersebut 17,623 m3 dikelola pemulung setiap harinya. Adapun pelaksanaannya diangkut dengan kendaraan motor roda tiga 12 m3 ke TPA, pick up 18 m3, dump truck 96 m3/hari, dan diangkut dengan arm roll 270 m3. Dengan demikian yang tidak terkelola berupa residu atau dikelola masyarakat sendiri sebesar 244.947 m3/hari. Sumber timbulan adalah permukiman dan non permukiman yang bersumber dari pasar, pusat perdagangan, perkantoran, jalan dan industri serta sampah lain-lain.

4.3.2.2. Permasalahan Yang Dihadapi

Secara umum, permasalahan bidang persampahan di Kabupaten Pati dapat dipandang dari dua sudut, yaitu dari pihak pengelola (pemerintah daerah) dan dari masyarakat. dari sudut pengelola (Pemda) tampak bahwa struktur kelembagaan Sub Dinas Kebersihan dan Pertamanan belum optimal dalam pelaksanaan pelayanan kebersihan. Sub Dinas Kebersihan dan Pertamanan ini masih banyak beberapa kelemahan sebagai sebuah lembaga dalam menangani persampahan sebagaimana pembagian tugas sebuah organisasi yang menangani dalam bidang persampahan.

a. Masih banyaknya masyarakat yang membuang sampah di saluran air, saluran drainase dan sungai.

b. Masih banyak masyarakat yang membuang sampah di sembarang tempat walaupun di sekitarnya telah disediakan TPS.

c. Masih banyak masyarakat yang membakar sampah di halaman rumah, hal ini dapat meniimbulkan dampak lingkungan lain yaitu pencemaran udara.

d. Masyarakat kurang tanggap terhadap program-program pemerintah.

Selanjutnya apabila dilihat dari aspek teknis operasional permasalahan-permasalahan sistem persampahan di Kabupaten Pati yaitu :

A. Permasalahan Teknis Operasional

1. Tingkat Pelayanan Sampah

Sampah perkotaan di Kabupaten Pati pada tahun 2007 yang terangkut sebesar 61,28% dan yangterlayani sebesar 65,28.

Belum optimalnya sampah permukiman yang terangkut oleh armada sampah disebabkan beberapa hal antara lain :

e. Terbatasnya sarana pengangkutan yang berupa mobil dan gerobak sampah

f. Upah tenaga petugas sampah masih relatif rendah

g. Lokasi yang tidak memungkinkan untuk dijangkau oleh armada sampah.

2. Pola Operasional

Pola operasional yang diterapkan oleh Kabupaten Pati saat ini dinilai telah tepat. Hanya saja pengoperasian di lapangan kurang efektif sehingga masih banyak sumber-sumber sampah yang belum terjangkau oleh armada pengumpul dikarenakan terbatasnya armada.

B. Permasalahan Sarana dan Prasarana

1. Sarana Pewadahan,permasalahan yang dihadapi meliputi :

a. wadah yang digunakan oleh masyarakat belum seragam baik dalam bentuk, bahan maupun volume. Hal ini dikhawatirkan dapat

menimbulkan beberapa masalah, antara lain :

ˉ Wadah setempat yang disediakan oleh tiap sumber penghasil sampah mempuyai volume yang lebih kecil daripada timbulan sampah yang dihasilkan, sehingga timbul ceceran sampah di sekitar wadah sampah.

ˉ Wadah sampah yang disediakan tiap sumber sampah seringkali tidak dilengkapi dengan tutup, hal ini dapat menimbulkan bau dan lalat serta ceceran sampah jika tertiup angin dan juga dapat memberikan peluang kepada binatang untuk mengaduknya.

b. Kondisi pewadahan sampah masyarakat Kabupaten Pati paling dominan dalam keadaan tidak tertutup. Tidak ada ketentuan yang mengatur kondisi pewadahan tetapi sebaiknya kondisi pewadahan selalu tertutup agar terhindar dari bau dan lalat serta ceceran sampah jika tertiup angin. 2. Sarana Pengumpul,permasalahan yang dihadapi meliputi :

a. Permasalahan sistem pengumpulan individu, meliputi :

ˉ Permukiman yang berada di luar Kota Pati masih harus menggunakan becak sampah secara swadaya, sebagaimana becak sampah yang melayani Ibukota Kecamatan Gabus.

ˉ Petugas pengumpul sering mendapati wadah individual tidak tertutup terutama yang terbuat dari anyaman bambu mengakibatkan sampah di dalamnya keluar dan berterbangan, sehingga akan menyulitkan dan memperlama waktu pengambilan sampah oleh petugas.

ˉ Pada saat musim hujan sampah menjadai basah dan bau yang lebih menyengat daripada musim kemarau. Karena kondisi sampah yang terbuka dan berbau menyengat petugas rentang terganggu kesehatannya. Untuk mengatsai hal ini maka seharusnya petugas memakai sarung tangan dan masker, wadah sampah juga harus diberi penutup.

b. Pengumpulan sampah pasar mengalami kesulitan karena seringkali sampah hanya dibuang begitu saja di bawah lapak/kios, tidak ditempatkan pada wadah yang telah disediakan sehingga menyulitkan petugas mengangkut sampah kedalam gerobak dan memperlama waktu pengambilan sampah oleh petugas.

sebagaimana tiga kota di atas. Oleh karena itu pihak pemerintah perlu meningkatkan pelayanan kebersihan jalan, terutama jalan provinsi dan jalan kolektor.

3. Sarana Pemindahan,permasalahan yang dihadapi meliputi :

a. Lokasi penempatan TPS/TD baik itu pasar, permukiman, dan pusat-pusat kegiatan merata, sebagian besar lokasi TPS/TD berada di Kota Pati sedangkan kota-kota lain belum terlayani sehingga menyebabkan pembuangan dilakukan di belakang pasar atau di tempat-tempat lain sehingga seringkali mengganggu lingkungan di sekitarnya.

b. Penempatan TPS yang tidak strategis (dekat dengan permukiman penduduk atau fasilitas sosal) sehingga mengganggu aktivitas penduduk karena bau dan laalt yang ditimbulkan.

c. kurang tertibnya pengumpulan sampah oleh dumtruck sehingga sering terdjadi tumpukan sampah yang terkadang menginap di TPS dam menunggu untuk diangkut keesokan harinya. Hal ini menyebabkan tidak efesiennya kinerja pemindahan samah karena harus memindahkan sampah sedikit demi sedikit ke dalam dump truck dan membersihkan TD dari ceceran sampah juga mamakan waktu lama.

4. Sarana pengangkutan,permasalahan yang dihadapi meliputi :

a. Jenis armada yang dipakai sebagian besar berupa dump truck. Dalam pengoperasian mengangkut sampah dump truck tidak tertutup selama perjalanan, hal ini dapat mengaibatkan sampah beterbangan dan menimbulkan bau di sepanjang jalan yang dilewati, padahal rute pengangkutan melewati jalan protokol

b. Usia kendaraan yang terlampau tua mengakibatkan turunnya kualitas armada sehingga sering mengalami kerusakan dan membuat anggaran perawatan kendaraan membesar.

5. Sarana pembuangan akhir,permasalahan yang dihadapi meliputi :

a. Konsep menimbun sampah di TPA Plosojenar dan TPA Gadu masih menggunakan metode open dumping, sistem open dumping sudah tidak dianjurkan lagi. Oleh karena itu perlu peningkatan penanganan di lokasi TPA dengan sistem controlle landfill. Dengan metode open dumping dikhawatirkan dapat memperpendek umur TPA karena sampah hanya dibuang begitu saja tanpa perlakuan lanjutan. Sehingga untuk

memperpanjang umum TPA perlu dilakukan penguraian pada sumber sampah dengan konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle) untuk memperkecil volume sampah yang masuk TPA. Penutupan dengan lapisan tanah penutup dilakukan dengan menggunakan alat berat excavator dan pemadatan serta peralatan dengan menggunakan excavator.

b. Belum adanya sarana mengolahan lindi, sarana ini sangat penting, karena tanpa adanya pengolahan lindi, air lindi yang dihasilkan dari tumbulan sampah dapat menyebabkan pencemaran air tanah di sekitar TPA sehingga menyebabkan resiko gangguan kesehatan masyarakat yang menggunakan air tanah sekitar lokasi TPA.

c. Lokasi TPA Plosojenar yang tidak memiliki unit lindi, dan zona penyangga sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu pertanian penduduk yang tidak begitu jauh berada di sekitar lokasi TPA. Selain itu, Sub DKP semenjak tahun 2007 telah menutup lokasi pembuangan ini dengan alasan bahwa TPA Plosojenar masih menggunakan sistem open dumping yang banyak menimbulkan akibat negatif pada msyarakat. Selain itu, penutupan juga didasarkan atas keluhan para petani yang mana sawah-sawah mereka terkotori oleh ceceran sampah TPA. Hanya saja para petugas kebersihan kadang-kasang masih membuang sampah di Kota Juwana ke TPA Plosojenar ini. Sehingga perlu pengkajian mengenai penentuan letak lokasi TPA yang baru sebagai pengganti TPA Plosojenar.

d. Kegiatan yang menunjang pengolahan sampah di TPA belum berjalan dengan baik, pencatatan kegiatan di TPA tidak dilakukan setiap hari, hal ini dikarenakan tidak ada petugas harian pencatat. Di TPA juga tidak tersedia jembatan penimbangan sehingga jumlah timbulan sampah tidak diketahui dengan pasti. Kegiatan pencatatan volume sampah yang dilakukan di TPA adalah dengan cara menaksir volume sampah yang dibawa oleh kendaraan pengangkutan. Cara demikian tidak dapat memberikan data yang akurat untuk rencana pengelolaan sampah yang efektif dan efesien. Oleh karena itu, untuk memperoleh data volume sampah yang akurat diperlukan jembatan timbang di TPA.

e. TPA Gadu, Kecamatan Gunungwungkal dan TPA Plosojenar, Kecamatan Jakenan belum diberi pagar pembatas, sehingga masyarakat bebas membuang sampah ke TPA. Hal ini memungkinkan TPA dijadikan sebagai tempat membuang limbah B3, padahal limbah B3 tidak

tertentu yang telah diberi persetujuan untuk dijadikan lokasi pembuangan sampah atau limbah B3.

f. Masih banyak lalat di TPA Sukoharjo. Hal ini mengindikasikan penimbunan tidak dilakukan secara teratur maksimum 7 hari sekali. Penimbunan terkontrol yang benar-benar diterapkan dapat meminimalisir bau dan lalat.

C. Permasalahan Institusi

Permasalahan yang dihadapi pada aspek institusi meliputi :

ˉ Manajemen pengelolaan sampah oleh pemerintah daerah pada saat ini kurang mendukung pencapaian tujuan dengan efektif dan efesien. ˉ Struktur organisasi pengelolaan sampah yaitu kelembagaan Sub Dinas

Kebersihan dan Pertamanan belum mendukung dalam pelaksanaan pelayanan kebersihan secara optimal. Sub Dinas Kebersihan dan Pertamanan belum bisa melaksanakan fungsi ideal sebuah lembaga dalam menangani persampahan (POAC) sebagaimana pembagian tugas sebuah lembaga pemerintah.

D. Permasalahan Hukum dan Peraturan

Permasalahan yang dihadapi pada aspek hukum dan peraaturan adalah Peraturan perundangan di Kabupaten Pati yang belum berkaitan dengan sistem pengelolaan sampah yang termuat dalam Keputusan Bupati Pati No. 35 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Persampahan/ Kebersihan tidak disebutkan secara lugas bahwa penyelenggara kegiatan keberihan lingkungan di Kabupaten Pati adalah Sub Dinas Kebersihan dan Pertamanan. selain itu tidak disebutkan adanya batas kewenangan yang khusus untuk menangani masalah kebersihan di Kabupaten Pati. Kondisi ini mengakibatkan tidak jelasnya hak dan kewajiban pihak-pihak yang terkait dengan pengelolaan sampah.

E. Permasalahan Pembiayaan

Permasalahan yang dihadapi pada aspek pembiayaan adalah :

a. Jumlah perolehan retribusi masih kurang, hal ini mengakibatkan keterbatasan dana dalam pengelolaan persampahan. Keterbatasan dana

tersebut dapat berakibat pada :

ˉ Ketidakmampuan melakukan pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana pengelolaan sampah yang ada.

ˉ Ketidakmampuan melakukan penggantian terhadap sarana dan prasarana sampah yang telah rusak.

ˉ Ketidakmampuan melakukan pengadaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah yag baru untuk mencapai target pelayanan yang baik.

ˉ Ketidakmampuan melakukan pengelolaan persampahan sesuai dengan standar operasional yagn eharusnya (misalkan rencana TPA yang semula menggunakan sistem sanitary landfill, namun yang dilaksanakan hanya open dumping atau maksimal controlled landfill).

b. Hasil retribusi yang diperoleh dari pelayanan jasa perorangan sampah semakin kacil karena banyak retribusi yang tidak ditagih. Hal ini menjadi semakin sulit karena enforcement (penegakan) terhadap penunggak retribusi tersebut tidak dilakukan, bila enforcement tersebut tidak juga dilakukan maka kecenderungan pelanggan tidak membayar akan meningkat.

F. Permalahan Peran Serta Masyarakat

Permasalahan yang dihadapi pada aspek peran serta masyarakat yaitu Peran serta pasif masyarakat adalah dengan membayar retribusi sampah sesuai dengan peraturan yang ada yaitu Surat Bupati No. 974/2304 Tahun 2004 tentang struktur tarif retribusi. Perolehan retribusi sampah tahun 2006 masih kecil. Adanya ketentuan pembayaran iuran dan retribusi menyebabkan masyarakat merasa bahwa untuk pengelolaan persampahan mereka harus membayar dua kali, yaitu kepada pengurus RT/ RW dan Dinas bersama dengan pembayaran rekeninglistrik PLN. Hal ini terjadi karena masyarakat tidak mengetahui secara pasti bagaimana aliran dana retribusi sampah. Masyarakat juga tidak memiliki informasi atau pengetahuan tentang besarnya biaya yang diperlukan untuk menyingkirkan sampah dari lingkungan. Masyarakat hanya menginginkan setelah membayar iuran dan retribusi kebersihan, sampah sudah menjadi tanggung jawab Sub Dinas Kebersihan dan Pertamanan.

A. Di wilayah perkotaan

4. Pengembangan Teknis Operasional

Bebarapa tahapan pengembangan perencanaan sistem teknis operasional pengelolaan persampahan Kabupaten pati adalah sebagai berikut :

a. Tahapan Mendesak/ Jangka Menengah I (Periode tahun 2008-2010) Tahapan ini merupakan tahapan mendesak yang merupakan tahapan transisi dalam rangka peningkatan kuantitas pelayanan yang masih menggunakan sistem pengelolaan prasarana dan sarana yang sudah ada, yaitu dengan :

ˉ Melakukan peningkatan pemakaian dan pemeliharaan sarana pengelolaan dengan menggunakan prasarana sarana yang masih ada.

ˉ Meningkatkan tingkat pelayanan persampahan domestik dan non domestik.

ˉ Mempersiapkan dan mengadakan pembelian perakatab guna menunjang peningkatan pengelolaan sampah.

ˉ Mengurangi jumlah pemakaian Tempat Pembuangan Sementara yang bersifat permanen.

b. Tahapan Jangka Menengah II (Periode Tahun 2011/2012 – 2014/2015) Tahapan ini merupakan tahapan pengembangan pertama dimana pada tahap ini telah terjadi penggantian prasarana dan sarana untuk mengoptimalkan sistem pengumpulan dengan penerapan kontainer dan arma arm roll truk pada TPS/TD. Adapun tahapan pengembangan meliputi:

ˉ Melakukan peningkatan pemakaian dan pemeliharaan sarana pengelolaan dengan menggunakan peralatan yang ada dan peralatan baru.

ˉ Mempersiapkan dan mengadakan pembelian peralatan.

ˉ Meningkatkan tingkat pelayanan persampahan domestik dan non domestik.

sistem pelayanan dan prasarana sarana yang lebih baik.

ˉ Mengurangi jumlah pemakaian Tempat Pembuangan Sementara yang bersifat permanen.

ˉ Mengganti armada yang sudah tak layak pakai (pick up) dengan armada dump truk untuk pengambilan sampah komersial.

c. Tahapan Jangka Menengah II (Periode Tahun 2016/2017 – 2019/2020) Tahapan ini merupakan tahapan lima tahun pengembangan selanjutnya yang merupakan tahapan dalam rangka peningkatan kuantitas pelayanan dan menggunakan sistem akibat tersedianya peralatan yang ada.

Diharapkan pada tahap ini, sistem pengoperasian dan pemeliharaan pengelolaan pelayanan sampah dapat berjalan optimal. Adapun pengembangannya meliputi :

ˉ Melakukan peningkatan pemakaian dan pemeliharaan sarana pengelolaan dengan menggunakan sisa peralatan yang ada dan peralatan baru.

ˉ Melakukan peningkatan kuantitas pelayanan untuk permukiman dengan prosentase target pelayanan total 85% penduduk terlayani berdasarkan MDG (Milenium Development Goal).

B. Di wilayah perdesaan

Usulan program yang ditetapkan adalah timbuIan sampah yang dihasilkan oleh masyarakat pedesaan adalah pemisahan sampah dalam pewadahan. Dalam pemisahan, sampah dibedakan antara sampah organik dan sampah anorganik. Hasil perolehan pemisahan sampah tersebut, adalah sampah organik dan anorganik. Dalam sampah organik dilakukan pengomposan menjadi pupuk atau cukup ditimbun. Dalam sampah anorganik dapat dilakukan penggunaan kembali, didaur ulang atau dipulungkan.

4.3.2.4. Usulan Program

A. Perencanaan Target Pelayanan

Target pelayanan diutamakan untuk permukiman, daerah komersial (pasar, perhotelan, pertokoan dan lain-lain), serta fasilitas umum dan sosial di

tinggi serta didukung dengan kondisi lahan yang tidak memungkinkan masyarakat untuk mengelola sampahnya sendiri. Selain itu, daerah pelayanan juga melihat arah pengembangan kota dan tingkat kepadatan penduduk. Wilayah pelayanan sesuai dengan tahapan pengembangan sistem pengelolaan persampahan Kabupaten pati adalah sebagai berikut :

1. Tahap Mendesak/ Jangka Menengah I (Tahun 2008 – 2010)

Pada tahap mendesak ini, konsentrasi pelayanan masih dipusatkan pada daerah permukiman dan daerah komersial (pasar dan pertokoan) dan diharapkan tingkat pelayanan persampahan pada akhir tahun 2010 dapat mencapai 77,03% dengan jumlah penduduk terlayani 173.028 jiwa dan sampah terangkut sebesar 435,16 m3/hari.

Pada tahap ini sebagian kecil masyarakat yang tempat tinggalnya berdekatan dengan lokasi sarana pemindahan membuang sampahnya sendiri langsung ke sarana pemindah. Gerobak/becak sampah mengumpukan sampah permukiman dengan ritari 1 kali/hari, sedangkan untuk pengumpulan sampah jalan mempunyai ritasi sebanyak 2 kali/hari. Untuk dump truk (6 m3), pick up (3 m3) dan motor (3 m3) beritasi 2 kali/hari mengumpulkan sampah institusi/komersial (pertokoan, perhotelan, rumah makan, perkantoran, sekolah dan lain-lain).

2. Tahap Jangka Menengah II (Tahun 2011 – 2015)

Pada tahapan lima tahun pertama diharapkan terjadi perubahan sistem pelayanan persampahan dengan penerapan sistem baru yaitu pengadaan peralatan kontainer yang diletakkan di masing-masing Depo dan armada armroll truk untuk mengangkut kontainer tersebut. Dengan penerapan sistem tersebut di atas diharapkan dapat meningkatkan kuantitas pelayanan. Adapun tingkat pelayanan persampahan paa akhir tahun tahap perencanaan ini (2015) diharapkan dapat mencapai 78,52% dengan jumlah penduduk yang terlayani sebesar 195.968 jiwa dan sampah terangkut 489,01 m3/hari.

Pada tahap ini terjadi penambahan ritasi pada pengumpulan sampah permukiman dengan menggunakan gerbak/becak sampah sebanyak 1-2 kali/hari. Penggunaan TPS pasangan batu bata mulai ditiadakan mengingat dari segi operasional TPS belum memenuhi persyaratan, karena untuk pemindahan sampah ke dalam dump truk membutuhkan waktu

yang lama, tidak sederhana/banyak tahap dan membutuhkan petugas yang relatif banyak, sehingga efesiensi pengambilannya kecil sehingga pada awal tahap ini semua sampah ditampung dengan kontainer. Armada dump truk yangbiasa mengangkut sampah permukiman dari TPS juga umum teknisnya telah habis sehingga terjadi pergantian armada menjadi armroll truk untuk melayani kontainer.

Sedangkan untuk sampah institusi mulai tahap ini direncanakan hanya diangkut leh dump truk dan motor karena mobil pick up masa pakainya telah habis, dump truk mempunyai volume lebih besar sehingga diharapkan dapat lebih efektif untuk mengumpulkan sampah dan digunakan untuk melayani sampah institusi dengan kondisi jalan lebar dan memungkinkan untuk dilalui oleh dump truk. Sedangkan motor tiga roda diterapkan untuk sumber sampah institusi dengan kondisi jalan relatif sempit dan tidak dapat dilalui oleh kendaraan besar seperti dump truk. 3. Tahap Jangka Menengah III (2016 – 2020)

Secara keseluruhan, sistem diharapkan telah berjalan sesuai dengan arahan perencanaan. Untuk tingkat pelayanan persampahan pada akhir tahap perencanaan diharapkan mencapai 85% dengan jumlah penduduk terlayani sebesar 220.401 jiwa dan sampah terangkut 550,55 m3/hari.

B. Kebutuhan Sarana dan Prasarana Tahun Perencanaan 2009 – 2013 1. Pewadahan

Jenis wadah yang digunakan untuk menampung sampah di Kabupaten Pati berupa:

ˉ Drum/tong sampah dengan volume 40 liter sebanyak 50%

ˉ Keranjang bambu dan kotak kayu dengan volume 40 - 60 liter sebanyak 20%

ˉ Ban bekas berkapasitas 125 liter sebanyak 20%

ˉ Bak permanen pasangan batu bata kapasitas 100 liter sebanyak 10% Sistem pewadahan sampah Kabupaten Pati terbagi menjadi 4 macam, yaitu:

ˉ Untuk jalan raya dan tempat- tempat umum di sediakan oleh Diskimpras

ˉ Industri dikelola oleh pengelola a. Jenis Pewadahan

Perencanaan desain pewadahan didasarkan atas pertimbangan:

ˉ Memenuhi fungsinya sebagai alat penyimpan sampah sementara ˉ Sesuai dengan desain pola pengumpulan

ˉ Penyeragaman alat dapat membantu kelancaran operasional.

ˉ Mempermudah dalam pengisian dan pengosongan serta pengambilan sampah

ˉ Pemisahan wadah antara sampah basah dengan sampah kering untuk memudahkan proses reduksi sampah dari sumber.

b. Pola Pewadahan

ˉ Pola pewadahan untuk sampah domestik, sampah institusi (perkantoran, perhotelan, pertokoan, rumah makan, dan fasilitas kesehatan) dan sampah jalan diharapkan telah memisahkan sistem pewadahan sampah antara sampah organik dan sampah anorganik agar memudahkan proses reduksi sampah dari sumber.

ˉ Setiap pukul 05.00 pagi, setiap anggota masyarakat sudah harus mewadahkan sampahnya pada wadah yang dimiliki untuk ditempatkan di dalam halaman rumah (bagi yang berada di kampung/perumahan) dan atau di luar halaman rumah (bagi yang berada di pinggir jalan arteri/kolektor). Setelah sampah di kosongkan, wadah dikembalikan lagi ke tempat semula.

ˉ Apabila sampah bersifat lembab maka wadah sampah diharapkan tidak menggunakan bahan yang dapat menyerap air seperti kayu atau pasangan batu bata tanpa plesteran. Penyerapan air akan membuat tempat sampah bertambah kotor.

ˉ Wadah sampah harus diletakkan pada lokasi yang mudah dicapai oleh pemakai dan petugas kebersihan, tidak menghalangi pengguna jalan dan kendaraan di sekitamya, serta tidak mengurangi estetika lingkungan sekitar.

ˉ Pewadahan sampah diusahakan tidak tercecer, jika ada sampah berlebih maka ditempatkan sendiri dengan kantong plastik agar

petugas kebersihan bisa mengambil dengan mudah.

ˉ Untuk masyarakat yang membuang sampah secara langsung pada kontainer, waktu pembuangan harus disesuaikan dengan jadwal pembuangan yang telah ditetapkan.

c. Pemeliharaan Pewadahan

ˉ Pewadahan harus dibersihkan menggunakan air bersih dan sabun sesudah sampah dibuang atau di pindahkan

ˉ Pewadahan yang terbuat dari konstruksi batu bata atau bak kayu juga harus secara rutin dicuci dan di cat

ˉ Bagian bak seperti tutup dan dinding harus diperbaiki dan dicat. 2. Pengumpulan

a. Perencanaan Jumlah Armada Pengumpul

Jumlah kebutuhan gerobak sampah tahun 2007 mencapai 4 unit, becak sampah 68 unit sedangkan untuk Mobil Pick Up yang beroperasi sebanyak 3 unit dengan 1 unit digunakan untuk cadangan dan jumlah motora roda tiga sebanyak 2 unit. Jumlah kebutuhan alat pengumpul dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.

Tabel 4. 7

Kebutuhan Alat Pengumpul Tahun Penduduk Terlayani (jiwa) Volume Sampah Pengumpulan Tidak

Langsung Pengumpulan Langsung Terlayani

(m3)

Kebutuhan Gerobak atau Becak Sampah (0.85 m3) Kebutuhan Pick Up (3 m3) Kebutuhan Motora (3 m3) 2007 159,952 406.63 195 4 4 2008 164,255 415.81 200 4 4 2009 168,613 425.32 206 4 4 2010 173,028 435.16 211 4 4 2011 177,500 445.32 216 4 4 2012 182,029 455.78 216 0 4 2013 186,617 466.56 216 0 4 2014 191,263 477.63 221 0 4 2015 195,968 489.01 228 0 4 2016 200,732 500.70 234 0 4 2017 205,557 512.69 240 0 4 2018 210,443 525.00 246 0 4 2019 215,391 537.62 254 0 4 2020 220,401 550.55 261 0 4

1. Sistem door to door atau individual tidak langsung

ˉ Setiap alat pengumpul (gerobak/becak sampah) beroperasi dengan mendatangi sumber timbulan sampah dari rumah ke rumah, pengambilan dilakukan sesuai dengan jadwal waktu yang telah ditetapkan yaitu pada pukul 05.00 pagi dan sesuai dengan jalur lokasi rumah yang telah ditentukan.

ˉ Setelah sampah dari rumah-rumah terkumpul seluruhnya kemudian sampah di bawa dan dimasukkan ke dalam

Dalam dokumen DOCRPIJM 1504156957BAB 4 RENCANA INVESTASI (Halaman 45-65)

Dokumen terkait