• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Hasil Penelitian

1. Subjek A

1.1Tema-tema subjek A

a. Regulasi emosi maladaptif

Sebelum menjalani meditasi secara rutin, subjek A nampak mengalami kesulitan dalam meregulasi atau mengelola emosi yang ada dalam diri. A mengalami kesulitan dalam mengelola amarah.

“Dulu kalo ada orang yang mempertanyakan jalannya sistem yang saya buat, leadership yang saya buat, saya bisa marah-marah, saya bisa konfrontasi on the spot. Saya bisa pecat lalu dulu saya nggak terlalu banyak pikiran.” (A, 70.4-8)

A juga suka mengatur hal-hal di luar dirinya agar sesuai dengan keinginan A.

Kalo dulu masalah ada di luar, saya lepas kontrol dan sangat sulit. Dan saya sangat sulit ya mengatur lingkungan dan orang sekitar saya supaya apa yang dikerjakan itu menyenangkan hati saya.” (A, 51.1-4)

b. Peningkatan awareness

Meditasi yang rutin dilakukan A ternyata membawa perubahan dalam diri A. Kini A memiliki kesadaran untuk melihat pikirannya sendiri.

“Maksudnya ini nggak sesolid yang kelihatan. Jadi kadang-kadang kalo saya melihat masalah atau kejadian kejadian ini nggak sesolid... misalnya ini orangnya malas orang ini malas itu dimana? Bentuknya apa? Warnanya

41

apa? Saya sering secara refleks.. itu saya lanjutkan kalo saya sedang bagus.” (A, 34.1-6)

c. Pemahaman positif

Peningkatan kesadaran dalam diri A membuat pola pikir A berubah ke arah yang positif. A menjadi tahu bahwa apapun yang terjadi merupakan bentukan dari pikiran A.

“Tapi sekedar sekarang menyenangkan enggak menyenangkan itu persepsi karena tadi pikiran sendiri. Itu adalah respon pikiran, kalau dipikir ya dunia yang terjadi dalam pikiran. Dunia yang objektif tu nggak pernah terlihat munculnya, selalu dunia yang subjektif.. Berarti kalo mau menyelesaikan masalah ya menyelesaikan yang di dalam.. ya minimal kepedean itu ada. Kapanpun, apapun yang terjadi sebetulnya pikiran itu sendiri.” (A, 52.1-9)

Melalui meditasi, A juga dapat mengetahui kebiasaan- kebiasaan buruk yang terdapat dalam dirinya.

“Jadi meditasi dapat melihat habit saya, duduk nggak betah, gampang menyerah. Saya begitulah orangnya, kalo nggak betah ya udah yang ini nggak usah aja atau ini jam saya pasti rusak atau kalo bel ini mesti front office saya lupa ngebel masa lama sekali disini. Saya ya kaya gitulah orangnya tidak yakin dan tidak percaya sama eksternal thing bahwa itu akan berjalan dengan baik. Atau tidak percaya sama feature yang akan terjadi. Saya punya kegelisahan dan ketidakpercayaan diri.” (A, 74.1-10)

d. Reaksi pikiran positif

Peningkatan kesadaran dan pemahaman yang kini dimiliki A membuat diri A mampu mengkonfrontasi pemikiran yang salah.

“Saya hanya duh orang ini nyebelin banget terus saya mempersepsi siapa yang nyebelin siapa yang bilang.. Kalo tidak, dipikir nyebelinnya dimana? Siapa yang nyebelin.. walaupun kadang-kadang saya gunakan untuk

ngeblok pikiran, walaupun Huatou tidak digunakan untuk menblok pikiran, tapi saya gunakan supaya ini nggak mikir ngelantur-ngelantur.” (A, 54.6-13)

A juga mampu berpikir dengan sudut lain atau berpikir sederhana bila mendapat suatu masalah.

“Misalnya staff mereka berarti menyepelekan mu tapi saya ah check out aja. Kadang-kadang saya juga berpikir

ya leadership penting untuk menjalankan

mengkoordinasi tapi kalo mereka lepas dari jalur koordinasi bukan berarti mereka menyepelekan leadership mungkin mereka hanya sekedar pengen malas-malasan. Jadi saya berusaha berpikir dengan sudut yang lain.” (A, 24.1-8)

“Terakhir juga misalnya lampu mati.. ngidupin genset trus misal gensetnya meledak.. mungkin saya akan berpikir saya bisa apa sekarang... kalo nggak ada saya akan duduk dan rileks.. saya paling bilang ke front officer..hal terbagus yang bisa saya lakukan adalah kelas berikutnya jam 9.30 kamu cancel. Orang-orangnya kamu smsin kelas hari ini cancel karena mati lampu... Kalo saya nggak berpikir dengan cara yang lebih simpel saya akan berpikiran panjang.” (A, 46.1-11)

Meskipun demikian, terkadang respon untuk menyalahkan yang dimiliki A masih mudah keluar. Biasanya bila hal itu terjadi, maka A akan melihat pikirannya setelah ia menyalahkan.

“Nah kemudian, pertama kita berpikir orang itu useless tapi juga usefull. Kedua kalo mau dibuat pride.. ini label saya, persepsi saya. Kalo pikiran ini tidak mempersepsi ya kejadian itu ya hanya kejadian.” (A, 38.1-5)

e. Reaksi pikiran negatif

Perubahan-perubahan positif memang telah terjadi dalam diri A, akan tetapi hingga kini ia masih memiliki kebiasaan cepat menyalahkan orang di luar dirinya.

43

“keluar dulu maksudnya gini.. nyalahkannya lebih cepat keluar dulu, bukan marah-marahnya yang keluar dulu. Nyalahkan dulu, tapi nyalahkannya lebih cepat. Melihat masalahnya di luar itu lebih cepat.. aduh orang ini memang useless.. lebih cepat.” (A, 37.1-6)

A akan berpikiran bahwa dirinya tidak benar dan egois. A juga akan menilai dirinya sebagai meditator yang buruk. Semua hal ini dilakukan A bila amarah A keluar.

“Kalo disitu ada orang yang sakit dan dia diantar dengan cepat.. oo mungkin sopir itu benar, saya yang ngawur.. Saya hanya mikir itu ngawur, sangat egois mengganggu jalan memakai jalan yang lain terutama saya.” (A, 19.3- 7)

“Jadi saya bilang hal yang valuenya nggak susah work, susah nggakwork. Saya tau wah saya badpractisioner.” (A, 44.1-3)

f. Reaksi emosi negatif

A masih memiliki respon-respon emosi yang negatif dalam menghadapi suatu masalah. A mudah khawatir dan larut dalam amarah.

“Pertama pikiran saya gitu. Saya langsung berpikir panjang dan cepat, malas, tidak mengutamakan kepentingan kantor, malas, hanya ingin liburan. Dan keputusan nanggung itu tidak ada di tangan mereka. Keputusan itu harusnya di tangan saya. Harusnya bapak penjaga ini nggak boleh bilang nangung. Train of thoughtnya panjang.” (A, 39.16-22).

“Misalnya value saya ini saya mengganggap diri saya ini cerdas kalo ada orang menganggap saya bodoh ya itulah saya bisa marah. Soalnya saya ini orang yang displin, kalau mengkritik menganggap saya orang yang tidak baik atau jelek, displinnya jelek, saya bisa marah. Atau saya orang yang leadershipnya bagus, makanya saya adalah manager yang baik kadang-kadang kalo ada staff yang mbolos atau melakukan hal-hal yang indipliner

sebetulnya hal itu tidak terlalu menganggu jalannya kantor ini tapi otak saya bisa memprovokasi wah.. menyepelekan leadershipmu ni, itu saya bisa marah. Jadi hal-hal macam itu yang bisa membuat saya marah.” (A, 21.2-15)

Amarah yang muncul dari diri A sebenarnya dipicu oleh hal-hal yang bertentangan dengan pikiran A. Hal ini membuat A merasa terganggu dan terbebani.

“Label yang sangat mengganggu sangat membebani, tapi itu tidak luntur begitu aja. Itu perlu berlatih. Jadi hal-hal yang masih tersisa itu ya oke, saya masih sangat terganggu.” (A, 22.4-8)

Selain terganggu dan terbebani, A melakukan reaksi emosi negatif lainnya setelah ia gusar, menyalahkan, atau mengeluarkan amarahnya. A akan merasa malu kepada orang di sekitarnya dan kecewa akan dirinya sendiri.

“Jadi kadang untuk masalah tertentu saya kadang merasa malu sama diri saya sendiri juga sama orang deket saya.. kalosekarang ya pacar saya.” (A,13.1-3)

“Kelabakannya ya saya bisa moodnya bisa sangat jelek. Ekspresinya bisa sangat jelek e... saya bisa sangat kecewa sama diri saya sendiri. Saya mempertanyakan kualitas practisesaya.” (A, 27.1-4)

g. Emosi positif

Meski masih memiliki banyak respon emosi yang negatif, kini A merasa relaks dan lebih percaya diri dalam menghadapi masalah-masalah yang ada. Hal ini tentunya tidak terlepas dari perubahan-perubahan positif yang telah terjadi.

45

“Sekali lagi ya.. secara sugesti saya lebih pede, itu dalam arti yang positif. Pede kalo ada masalah saya bisa bilang nggak akan terlalu membuat saya kelimpungan.” (A, 68.1-4)

Selain itu, A juga merasa bahwa kini amarahnya telah berkurang.

“Jadi kalo ada masalah saya jarang marah-marah. saya paling tegur baik-baik gitu.” (A, 14.2-4)

Dokumen terkait