Sistem pemanenan, transportasi, dan pengolahan TBS yang kurang tepat menyebabkan produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan ekspektasi perusahaan. Tingginya kadar ALB, kadar air, dan kadar kotoran serta rendahnya produktivitas TBS, rendahnya rendemen, dan tingginya losis produksi mengharuskan adanya suatu sistem pengaturan yang dapat mengontrol seluruh kinerja yang dimulai dari proses pemanenan hingga pengolahan. Submodel SCM pada aspek operasional ini ditekankan pada aliran material hingga didapatkan produk dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi.
Berdasarkan data yang diperoleh, waktu pengiriman TBS dari kebun menuju PMS Gunung Meliau tidak teratur. Hal ini menyebabkan kinerja pabrik sangat bergantung pada kebun sebagai penyuplai bahan baku dimana rantai pengiriman bahan baku menjadi tidak terkontrol dan pabrik tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya. Distribusi waktu penerimaan TBS di PMS Gunung Meliau selama periode Maret 2011 dapat dilihat pada gambar 30.
G
Meliau. Waktu pemanenan tidak bisa disamaratakan pada tiap-tiap kebun dan afdeling. Kebanyakan buruh panen mulai memanen TBS pada pukul 6 pagi hingga selesai. Keadaan seperti ini akan menyebabkan terjadinya buah yang tertinggal karena buruh kebun tidak mampu memanen semua TBS pada saat truk pengangkut datang atau ada pula buah yang terlalu lama mengalami restan di TPH karena masih menunggu truk pengangkut datang untuk mengangkut TBS tersebut. Selain itu, kondisi ini dapat memicu penurunan efisiensi penggunaan kapasitas pabrik dan kualitas CPO dan inti sawit saat diproduksi di pabrik. Grafik pengiriman TBS dari tiap-tiap kebun menuju PMS Gunung Meliau per jam pada periode Maret 2011 dapat dilihat pada gambar 31.
Gambar 31. Histogram Jumlah rata-rata TBS diterima PMS Gunung Meliau per jam periode Maret 2011
Dari grafik dapat dilihat bahwa pengiriman TBS yang konsisten tiap waktunya hanya dilakukan oleh kebun-kebun pihak ketiga dan kebun plasma. Ironisnya, kebun-kebun inti yang ternyata tidak mengirimkan TBS dengan konsisten pada tiap jamnya padahal sistem organisasi dan pemanenan yang dimiliki jauh lebih baik daripada kebun plasma dan kebun-kebun pihak ketiga.
Kebun-kebun inti berkontribusi sangat besar dalam menyuplai TBS yaitu sebesar 67 % dari total TBS yang diterima PMS Gunung Meliau selama periode Maret 2011. Persentase sumber TBS yang diterima oleh PMS Gunung Meliau dapat dilihat pada gambar 32.
Gambar 32. Diagram persentase TBS diterima PMS Gunung Meliau per jam periode Maret 2011
Kg
0 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 80.000
06.00 -08.00
08.00 -10.00
10.00 -12.00
12.00 -14.00
14.00 -16.00
16.00 -18.00
18.00 -20.00
20.00 -22.00
22.00 -06.00
Kebun G.Meliau Kebun S.Dekan Kebun G.Mas Kebun Plasma Kebun Pihak Ketiga
5% 67%
28%
Kebun Inti Kebun Plasma Kebun Pihak 3
60 Penjadwalan dalam proses pemanenan di setiap kebun perlu dilakukan dengan memperhitungkan jarak pengiriman, jumlah truk pengangkut, dan kondisi jalan. Selain itu, pabrik juga harus menentukan dengan pasti waktu mulai pengolahan TBS setiap harinya. Dengan waktu yang telah ditentukan, tiap-tiap kebun dapat mengalokasikan waktu pemanenan dan transportasi sehingga kedatangan TBS dapat diatur dengan baik. Selama periode Maret 2011, waktu rata-rata pengolahan di PMS Gunung Meliau berkisar 11 jam. Waktu pengolahan tersebut tidak efisien karena tidak semua jam menunjukkan efisiensi kapasitas pengolahan yang sesuai dengan kapasitas pabrik yaitu 60 ton / jam. Waktu pengolahan yang paling efisien berdasarkan jumlah TBS yang diterima selama periode Maret 2011 adalah 10 jam karena dapat mengalokasikan semua TBS yang diterima untuk diolah dengan baik tanpa restan. Oleh karena itu, waktu mulai pengolahan yang baik dapat dilakukan pada pukul 09.00 dan selesai pada pukul 19.00. Waktu yang sudah terjadwal ini akan membantu buruh pabrik untuk dapat melakukan perawatan dan pembersihan pabrik dengan lebih maksimal tanpa khawatir waktu mulai pengolahan yang selama ini bergantung dari kedatangan TBS. Skenario pengiriman yang baik dari kebun-kebun penyuplai TBS ke PMS Gunung Meliau dapat dilihat pada gambar 33.
Gambar 33. Histogram skenario jumlah TBS diterima PMS Gunung Meliau
Dari gambar dapat dijelaskan bahwa kebun-kebun inti memberikan kontribusi paling besar pada waktu-waktu mulai pengolahan dan semakin berkurang pada waktu-waktu sebelum pengolahan selesai, sedangkan kebun-kebun pihak ketiga memberikan kontribusi paling rendah pada waktu-waktu mulai pengolahan dan semakin bertambah pada waktu-waktu sebelum pengolahan selesai. Kebun plasma mengisi kekurangan dari tiap-tiap waktu pengolahan sehingga kapasitas olah pabrik dapat dipenuhi dengan maksimal karena kontribusi pengiriman TBS hanya berkisar 5 % dari total TBS yang diterima. Skenario ini memberikan jatah pengiriman sesuai dengan jarak, kondisi jalan, dan jumlah TBS yang dikirim. Kebun inti Gunung Meliau yang memiliki jarak paling dekat dari PMS Gunung Meliau diharapkan dapat mengisi kekosongan TBS pada waktu-waktu mulai pengolahan. Untuk dapat mencapai harapan tersebut, proses pemanenan di kebun inti Gunung Meliau harus lebih pagi daripada kebun-kebun inti lainnya. Jam mulai pengolahan yang dimulai pada pukul 09.00 akan memberikan kesempatan kepada buruh panen untuk dapat mengejar bobot target sehingga TBS dapat diolah tepat waktu. Kebun inti Sungai Dekan dan kebun inti Gunung Mas yang jaraknya lebih jauh dapat
0 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000
09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00
Kebun Pihak Ketiga
Kebun Plasma
Kebun G. Mas
Kebun S. Dekan
Kebun G. Meliau
memberikan kontribusi paling besar pada pertengahan proses pengolahan seperti pada pukul 12.00-14.00. Skenario kepada kebun inti Sungai Dekan dan Gunung Mas diberikan berdasarkan perhitungan jarak yang cukup jauh dan kondisi jalan yang kurang baik dari kebun menuju PMS Gunung Meliau.
Kebun-kebun pihak ketiga dapat memberikan kontribusi paling besar pada waktu-waktu akhir proses pengolahan sehingga dapat mencegah kedatangan TBS yang bersamaan dengan TBS dari kebun-kebun inti. Kontribusi TBS dari kebun-kebun-kebun-kebun pihak ketiga sendiri sebesar 28 % dari total TBS yang diterima PMS Gunung Meliau. Dengan penjadwalan dan alokasi waktu tersebut, tiap-tiap kebun dapat menyesuaikan waktu pemanenan dan pengiriman TBS tanpa harus mengalami restan terlebih dahulu.
Waktu pemanenan yang tepat akan meningkatkan efisiensi kerja di kebun dan di PMS Gunung Meliau.
Skenario penerimaan TBS oleh PMS Gunung Meliau harus didukung oleh kebun-kebun penyuplai TBS. Skenario yang baik hanya akan terlaksana bila didukung oleh semua pihak dari hulu hingga ke hilir. Selain jadwal pemanenan yang tepat, faktor pendukung lain adalah sistem transportasi.
Penggunaan truk pengangkut harus disesuaikan dengan bulan-bulan tinggi dan rendahnya produksi TBS. Pada saat panen raya, jumlah truk pengangkut yang diperlukan akan lebih banyak bila dibandingkan dengan bulan-bulan biasa. Bila jumlah truk pengangkut tidak diatur dengan baik, peluang TBS mengalami restan akan semakin besar terutama pada saat musim panen raya dan akan terjadi penurunan efisiensi penggunaan truk pengangkut pada saat musim paceklik. Sistem pengangkutan TBS dari TPH harus dialokasikan dengan tepat sesuai dengan luasan blok dan letak TPH dalam sebuah afdeling sehingga semua TBS dapat diangkut dalam sekali jalan tanpa harus berputar apabila terjadi buah tinggal. Waktu pengangkutan buah juga harus disesuaikan dengan waktu pemanenan buah yang telah diatur berdasarkan skenario penerimaan TBS oleh PMS Gunung Meliau sehingga skenario dapat berjalan dengan baik.
Pemantauan proses pengangkutan TBS dengan truk pengangkut perlu dilakukan untuk meminimalisir luka TBS selama pengiriman. Berdasarkan hasil observasi, TBS yang dikirim oleh truk pengangkut banyak yang melebihi kapasitas. Tumpukan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan luka pada buah sehingga proses pembentukan ALB semakin tinggi. Selain itu peluang TBS jatuh selama perjalanan juga besar karena tidak ada yang menjaga TBS selama dalam perjalanan. Pemantauan oleh pihak internal kebun akan berefek baik karena pihak kebun dapat memberikan peringatan bila TBS yang diangkut telah melebihi kapasitas truk. Pemantauan ini akan menurunkan tingkat luka buah dan jatuhnya TBS selama pengiriman.
Pemantauan dan pengecekan awal TBS saat masih di kebun akan membantu meningkatkan efisiensi proses pengolahan pabrik karena dapat mengurangi waktu pengecekan TBS setelah diterima di PMS Gunung Meliau. Pengecekan awal TBS akan lebih mudah dilakukan karena jumlah buah yang lebih sedikit dibandingkan pada saat TBS telah diterima di pabrik. TBS yang telah diterima lebih baik langsung diolah. Pada waktu-waktu tinggi kedatangan TBS, banyak sampel yang tidak dicek dengan maksimal karena kurangnya waktu dan tenaga dalam proses pengecekan. Oleh karena itu, pihak kebun sebagai penyuplai bahan baku berperan sangat penting untuk dapat memberikan bahan baku berkualitas baik. TBS yang tidak sesuai kriteria tidak boleh dikirim karena akan berpengaruh pada produktivitas dan kualitas CPO dan inti sawit hasil pengolahan. Masalah yang terjadi adalah buruh kebun cenderung mengejar premi buah dan ironisnya mandor panen tidak dapat mengontrol dengan maksimal karena premi yang diterima oleh buruh panen berdampak positif pada premi mandor panen.
Oleh karena itu, perlu dilakukan sistem denda apabila ditemukan TBS yang tidak sesuai kriteria dan TBS tersebut tidak boleh dikirimkan ke pabrik.
Sementara itu, proses perawatan mesin-mesin pabrik harus dilakukan dengan maksimal dan berkala. Selama ini perawatan mesin-mesin tidak dapat dilakukan dengan maksimal karena waktu
62 perawatan tidak cukup dan tidak ada hari khusus yang diperuntukan untuk perawatan mesin.
Berdasarkan hasil observasi di PMS Gunung Meliau, terdapat 3 hari dalam sebulan tidak ada proses pengolahan TBS. Proses pengolahan tidak dilakukan bukan karena adanya proses perawatan mesin, tetapi dikarenakan TBS yang diterima tidak mencukupi bobot minimal untuk menutupi biaya operasional. Kondisi seperti ini menyebabkan buah yang mengalami restan menjadi banyak dan efisiensi kerja pabrik menjadi tidak optimal. Dengan kondisi tersebut, akan lebih baik apabila waktu tersebut dialokasikan untuk melakukan proses perawatan mesin pengolahan tanpa melakukan proses pemanenan yang dapat mengakibatkan buah restan. Waktu tersebut dapat dilakukan pada hari minggu.
Penentuan waktu ini akan mencegah pemanenan TBS pada hari minggu sehingga tidak akan terjadi buah restan. Penggunaan waktu untuk perawatan mesin sangat berguna karena dapat mengistirahatkan dan mempersiapkan mesin untuk produksi enam hari ke depan. Pada saat musim panen raya, waktu perawatan mesin dapat dikurangi hingga 2 kali dalam sebulan. Namun waktu perawatan tidak boleh ditiadakan sama sekali karena dengan banyaknya TBS yang diolah, kondisi mesin akan lebih cepat mengalami masalah dan kerusakan teknis.
Selama proses pengolahan berlangsung, semua stasiun pengolahan wajib mengikuti Standar Operasional Pabrik (SOP) yang telah ditetapkan. SOP yang telah diberikan harus selalu dipantau dan disesuaikan dengan kondisi sebenarnya untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan penurunan produktivitas CPO dan inti sawit. Berdasarkan hasil observasi, sebagian buruh pabrik cenderung melaksanakan sistem pengolahan berdasarkan pengalaman. Hal tersebut tidak dikehendaki karena proses pengolahan menjadi bias dan penyimpangan yang terjadi tidak dapat terdeteksi dengan segera dan baik. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemantauan secara berkala oleh masing-masing kepala stasiun yang harus segera diinformasikan secara sistematis dan terstruktur kepada kepala pabrik sehingga apabila terjadi penyimpanan dapat langsung dilakukan tindakan-tindakan perbaikan.
Sebelum dikirim, CPO akan disimpan dalam tangki timbun. Temperatur penyimpanan harus terkontrol dengan baik yaitu sekitar 55˚C untuk mencegah terjadinya oksidasi dan hidrolisis. Selain itu, tangki timbun perlu dicuci secara berkala paling sedikit 2 kali dalam setahun untuk mencegah kerusakan CPO karena adanya kerak dan kotoran yang terbenam dalam tangki timbun. Kebersihan tangki harus selalu dijaga terutama terhadap kotoran dan air. Selain itu, perlu pula dilakukan sistem First In First Out (FIFO) untuk menjaga kualitas CPO.