• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (PKPS BBM) BIDANG KESEHATAN DI DESA JOTANGAN BERDASARKAN KAJIAN TEORITIS

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang semakin lama semakin dirasa mahal harganya. Sehingga, memunculkan jargon ‘orang miskin dilarang sakit’. Dapat dibayangkan, bagaimana orang yang pas-pasan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya ketika dalam kondisi tidak berdaya karena sakit justru harus berhadapan dengan biaya pengobatan yang fantastis, benar-benar ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula. Dengan demikian, memang menjadi tanggung jawab pemerintah untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin.

Melihat urgensi tersebut diatas, dalam hal ini perencanaan yang paling tepat untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin adalah menggunakan pendekatan dari atas (top- down), dimana peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam porsi yang lebih besar.

Perencanaan dari atas adalah perencanaan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai pemberi gagasan awal, yang berperan lebih dominan dalam mengatur jalannya program dari awal perencanaan hingga proses evaluasi, dan peran masyarakat tidak begitu berpengaruh. Adapun kelebihan dari perencanaan top-down adalah implementasi pelaksanaan lebih cepat sehingga dirasa tepat diterapkan dalam program pelayanan kesehatan masyarakat miskin, yang tentu saja memerlukan tanggap darurat. Kelebihan lainnya dari perencanaan ini bersifat komprehensif dan tidak parsial, sehingga seluruh masyarakat miskin bisa merasakan pelayanan kesehatan secara merata. Dengan demikian, pelaksanaan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM) di Desa Jotangan Kabupaten Klaten dirasa telah tepat sasaran.

Namun demikian, Program Pelayanan Kesehatan tidak seharusnya diambilkan dana dari Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM, karena bagaimanapun kebutuhan akan kesehatan dan kebutuhan akan bahan bakar merupakan sesuatu yang berbeda. Artinya apabila subsidi BBM dikurangi untuk pelayanan kesehatan maka masyarakat miskin akan tetap terbebani dari sisi kebutuhan yang lain. Dan lagi, keberlanjutan program akan disanksikan jika sumber dananya tetap dipertahankan dari Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM, padahal program pelayanan kesehatan merupakan program yang seharusnya sepanjang hayat. Untuk itu, pelayanan kesehatan harus dicarikan formula baru sebagai sumber pendanaan. Misalnya seperti di negara-negara maju, yang mana semua warga negara berhak atas pelayanan kesehatan gratis tidak hanya terkhusus warga miskin. Hal ini misalnya dapat dilakukan dengan pengaturan peruntukan pajak penghasilan.

Selain itu, dengan prosedur yang cenderung berbelit, dimana semula Bidan Desa, Puskesmas, Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan langsung menggunakan dana yang mereka kelola, tetapi saat ini masing-masing pemberi pelayanan kesehatan setiap bulan harus melaporkan pelayanan yang telah mereka laksanakan kepada PT Askes untuk mendapatkan penggantian dana, justru dikhawatirkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat miskin tidak bisa maksimal dan hanya ala kadarnya.

Untuk itu perlu kiranya, pemerintah merencanakan program pelayanan kesehatan yang keberpihakannya kepada masyarakat miskin tidak lagi setengah hati, baik dari sisi pendanaan maupun proseduralnya.

Tabel IV.5

Karakteristik Perencanaan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM) Bidang Kesehatan Dalam Pendekatan Top-Down

KARAKTERISTIK PENDEKATAN PERENCANAAN TOP-DOWN

KARAKTERISTIK PROGRAM PKPS BBM DALAM PENDEKATAN TOP-DOWN

1. Efisiensi

Top down planning digunakan untuk meminimalisir waktu dan biaya yang dikeluarkan dalam perencanaan suatu program pembangunan. Hal ini biasanya dilakukan apabila pemerintah mempunyai keterbatasan sumber daya baik dalam anggaran maupun sumber daya lainnya. Hasil yang dikeluarkan bisa optimal dikarenakan biaya yang dikeluarkan ditanggung oleh pemerintah.

Program JPKMM dalam menangani kemiskinan dilakukan dengan pendekatan top down. Hal ini dikarenakan kesehatan bagi masyarakat miskin bersifat urgent dan membutuhkan waktu yang cepat untuk menanganinya. Kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan Program JPKMM sangat mutlak dibutuhkan. Dengan pendekatan top down pelayanan kesehatan dapat dilakukan secara komprehensif dan tidak parsial.

2. Penegakan aturan (enforcement)

Pendekatan ini biasanya digunakan untuk menerapkan program-program

pembangunan yang ditetapkan sebagai wewenang pemerintah dan masyarakat wajib

mengikutinya sebagai aturan dasar.

Program JPKMM ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagai penggagas awal untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin. Pemberian bantuan ini ditetapkan dengan standar dan aturan/ prosedur yang harus dilakukan dalam pelaksanaannya. Hal inilah yang menjadi kelemahan dalam pendekatan top down Program JPKMM karena prosedur yang diterapkan cenderung berbelit-belit sehingga hasil yang diperoleh masyarakat miskin dirasakan kurang optimal.

3. Konsistensi input - target – output

Dengan menggunakan pendekatan ini, akan terdapat konsistensi antara input, target dan output. Hal ini dikarenakan pemerintah sebagai pemegang kekuasaan lebih memahami tujuan dari suatu program dan target apa yang telah

ditetapkan.

Perencanaan dan pelaksanaan Program JPKMM dilakukan secara top down dengan harapan adanya konsistensi antara input, target dan outpu. Pemerintah bertujuan untuk membantu masyarakat miskin (sebagai target) untuk dapat menikmati pelayanan kesehatan. Hanya saja pemberian bantuan melalui JPKMM yang diambilkan dari subsidi BBM dirasakan kurang tepat karena subsidi BBM dan penanganan kesehatan bagi masyarakat miskin merupakan suatu hal yang tidak saling berkaitan.

4. Publik/masyarakat masih sulit dilibatkan

Dalam kondisi masyarakat yang belum memahami apa saja yang mereka butuhkan dan

bagaimana cara mereka terlibat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, pendekatan top down planning sangat mutlak dibutuhkan

Masyarakat masih sulit dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan Program JPKMM. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan kebutuhan, keinginan dan kepentingan dari tiap masyarakat. Sehingga lebih tepat perencanaan ini dilaksanakan secara top down karena sulitnya memahami dan mengakomodir semua kebutuhan, keinginan dan kepentingan masyarakat.

Sumber:Hasil Ananlisis Penyusun, 2010

TABEL IV. 2

Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Perencanaan Top-Down Planning Dalam Program PKPS BBM Bidang Kesehatan Di Desa Jotangan KELEBIHAN PENDEKATAAN PERENCANAAN “TOP-DOWN PLANNING” DALAM PROGRAM PKPS BBM Bidang Kesehatan DI DESA JOTANGAN KEKURANGAN PENDEKATAAN PERENCANAAN “TOP-DOWN PLANNING”

DALAM PROGRAM PKPS BBM Bidang Kesehatan DI DESA JOTANGAN

9. Implementasi pelaksanaan lebih cepat sehingga dirasa tepat diterapkan dalam program pelayanan kesehatan masyarakat miskin yang memerlukan tanggap darurat 10. Bersifat komprehensif dan tidak

parsial sehingga seluruh masyarakat miskin bisa merasakan pelayanan kesehatan secara merata.

9. Output perencanaan dalam PKPS BBM Bid. Kesehatan yang dihasilkan tidak dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat secara maksimal karena proses perencanaan dan pengambilan keputusan sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah sedangkan masyarakat hanya sebagai penerima manfaat program yang diberikan pemerintah. Sehingga peran masyarakat hanya sebagai penerima keputusan atau hasil dari suatu program tanpa mengetahui jalannya proses pembentukan program tersebut dari awal hingga akhir. 10. Progam atau kebijakan yang merupakan hasil dari pemikiran

pemerintah sering gagal dalam implementasinya karena pemerintah tidak mengetahui secara maksimal siapa yang sebenarnya

membutuhkan, sehingga tujuan utama dari program tersebut yang hendaknya akan dikirimkan kepada masyarakat tidak terwujud. 11. Program terpusat oleh pemerintah, prosedur pelaksanaannya

cenderung berbelit dan tidak efisien.

Sumber:Hasil Ananlisis Penyusun, 2010

4.4 PENDEKATAN PERENCANAN PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN (PPK) DI DESA JOTANGAN BERDASARKAN KAJIAN TEORITIS

Seluruh proses kegiatan dalam PPK pada hakekatnya memiliki dua dimensi, yaitu: (a) memberikan wewenang dan kepercayaan kepada masyarakat untuk menentukan sendiri kebutuhannya, merencanakan dan mengambil keputusan secara terbuka dan penuh tanggung jawab; (b) menyediakan lingkungan kondusif untuk mewujudkan peran serta masyarakat dalam pembangunan. Pelaku utama PPK adalah masyarakat (terutama kelompok penduduk miskin perdesaan) selaku pengambil keputusan di desa. Sedangkan pelaku di tingkat kecamatan, kabupaten dan seterusnya lebih berfungsi sebagai fasilitator, pembimbing dan pembina agar tujuan, prinsip-prinsip, kebijakan, prosedur dan mekanisme PPK dapat tercapai, dipenuhi dan dilaksanakan secara benar dan konsisten. Kepala Desa, Camat, Bupati, dan Gubernur mempunyai peran sebagai pembina dan penanggung jawab pelaksanaan PPK berdasarkan tingkat wilayahnya masing-masing. Pemerintah Kabupaten mempunyai kewajiban menyediakan anggaran untuk operasional kegiatan yang besarnya 3-5% dari BLM yang diterima masyarakat.

Dari penjelasan diatas, maka dapat dilihat bahwa program PPK di Desa Jotangan menggunakan pendekatan perencanaan gabungan antara top-down dan bottom-up (social learning/partisipatif). Pendekatan top-down yaitu dilakukan oleh pemerintah terutama dalam inisiatif program, penentuan lokasi, dan petunjuk operasional program. Beberapa aspek kebijakan dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah tanpa keikut sertaan masyarakat dalam penentuan kebijakannya, dan diwajibkan kepada masyarakat penerima program untuk menerimanya. Dalam hal ini keputusan mengenai lokasi, desain program dalam petunjuk operasional, termasuk jangka waktu pelaksanaan. Sedangkan pendekatan bottom up/social learning/partisipatif tampak pada penentuan jenis kegiatan dan implementasi program dilakukan secara partisipatif melalui musyawarah dusun, desa dan antar desa. Penerima program (masyarakat) terlibat secara aktif melalui musyawarah dan pelaksanaan kegiatan. Sehingga terjadi terjadi proses berbagi pengalaman dan pembelajaran bersama dan terjadi proses mengungkapkan pendapat, memberikan informasi, menyumbangkan pikiran dan tenaga dalam program.

Untuk mengetahui sejauh mana pendekatan partisipatif diterapkan dalam program PPK, berikut ini merupakan perbandingan karakteristik Program PPK dengan karakteristik perencanaan partisipatif :

Tabel IV.3 Perbandingan Antara

Karakteristik Program PPK dan Karekteristik Perencanaan Partisipatif KARAKTERISTIK PERENCANAAN

PARTISIPATIF

Dokumen terkait