• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Ekonomi Makro 1.Ekonomi Makro

6. Suku Bunga

a. Pengertian Tingkat Suku Bunga (SBI)

Tingkat bunga dalam investasi akan menjadi pedoman yang penting dalam pertimbangan pengambilan keputusan. Umumnya tingkat bunga akan memiliki hubungan negatif dengan kinerja saham. Bila pemerintah mengumumkan kenaikan tingkat bunga akan meleihi harapan imbal hasil dalam saham maka para investor akan beraksi dengan menjual saham dan menggantinya dengan sekuritas berpendapatan tetap (deposito) yang memberi imbal hasil (bunga) lebih tinggi. Suku bunga dan prakiraan nilainya di masa depan merupakan salah satu masukan yang penting dalam keputusan investasi (Bodie, 2006:180).

27 Menurut Case dan Fair (2007:635) suku bunga adalah pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman, dalam bentuk persentase dari pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi dengan jumlah pinjaman. Suku bunga merupakan harga dari pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur yang harus dibayarkan kepada kreditur (Sunariyah, 2004:80).

Menurut Prasetiantono (2000:97) mengenai suku bunga adalah jika suku bunga tinggi, otomatis orang akan lebih suka menyimpan dananya di bank karena ia dapat mengharapkan pengembalian yang menguntungkan. Dan pada posisi ini, permintaan masyarakat untuk memegang uang tunai menjadi lebih rendah karena mereka sibuk mengalokasikannya ke dalam bentuk portfolio perbankan (deposito dan tabungan). Seiring dengan berkurangnya jumlah uang beredar, gairah belanja pun menurun. Selanjutnya harga barang dan jasa umum akan cenderung stagnan, atau tidak terjadi dorongan inflasi. Sebaliknya jika suku bunga rendah, masyarakat cenderung tidak tertarik lagi untuk menyimpan uangnya di bank.

Beberapa aspek yang dapat menjelaskan fenomena tingginya suku bunga di Indonesia adalah tingginya suku bunga terkait dengan kinerja sektor perbankan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi (perantara), kebiasaan masyarakat untuk bergaul dan memanfaatkan berbagai jasa bank secara relatif masih belum cukup tinggi, dan sulit untuk menurunkan suku bunga perbankan bila laju inflasi selau tinggi (Prasetiantono, 2000:99-101).

28 b. Fungsi Suku Bunga

Suku bunga itu sendiri ditentukan oleh dua kekuatan, yaitu : penawaran tabungan dan permintaan investasi modal (terutama dari sektor bisnis). Tabungan adalah selisih antara pendapatan dan konsumsi. Bunga pada dasarnya berperan sebagai pendorong utama agar masyarakat bersedia menabung. Jumlah tabungan akan ditentukan oleh tinggi rendahnya tingkat bunga. Semakin tinggi suku bunga, akan semakin tinggi pula minat masyarakat untuk menabung, dan sebaliknya. Tinggi rendahnya penawaran dana investasi ditentukan oleh tinggi rendahnya suku bunga tabungan masyarakat, Adapun Fungsi suku bunga menurut Sunariyah (2004:81) adalah:

1) Sebagai daya tarik bagi para penabung yang mempunyai dana lebih untuk diinvestasikan.

2) Suku bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam rangka mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu perekonomian. Misalnya, pemerintah mendukung pertumbuhan suatu sektor industri tertentu apabila perusahaan-perusahaan dari industri tersebut akan meminjam dana. Maka pemerintah memberi tingkat bunga yang lebih rendah dibandingkan sektor lain.

3) Pemerintah dapat memanfaatkan suku bunga untuk mengontrol jumlah uang beredar. Ini berarti, pemerintah dapat mengatur sirkulasi uang dalam suatu perekonomian.

29 c. Faktor Yang Menentukan Tingkat Suku bunga

Prakiraan suku bunga merupakan salah satu bagian yang paling sulit dari ekonomi makro terapan. Namun secara sederhana, kita dapat ketahui bahwa faktor-faktor penting yang menentukan tingkat suku bunga adalah (Bodie, 2006:180):

1) Suplai dana dari para penabung, terutama sektor rumah tangga

2) Permintaan terhadap dana dari sektor bisnis untuk keperluan pembiayaan investasi dalam bentuk pabrik, peralatan dan persediaan (asset riil atau pembentukan modal)

3) Penawaran dan permintaan bersih pemerintah terhadap dana yang terlihat dari tindakan-tindakan bank sentral

Beberapa faktor dalam ekonomi yang dapat mempengaruhi pergerakan suku bunga, yaitu (Madura 2007:25):

1) Pertumbuhan ekonomi

Pada saat perusahaan melakukan ekspansi, akan diperlukan uang sehingga permintaan akan uang semakin meningkat. Perusahaan yang melakukan ekspansi ini tak lepas dari kondisi perekonomian yang mendukung (kondisi perekonomian baik). Pada saat kondisi perekonomian baik, maka tingkat suku bunga meningkat. Sebaliknya, pada saat kondisi ekonomi buruk, maka perusahaan akan merubah strategi pembelanjaannya menjadi penggunaan modal sendiri sehingga tidak ada permintaan akan uang (permintaan menurun). Permintaan akan uang yang menurun menyebabkan tingkat suku bunga turun.

30 2) Adanya Inflasi

Saat tingkat inflasi suatu Negara meningkat maka tingkat suku bunga juga akan semakin menigkat, karena pada saat terjadi inflasi akan diikuti dengan naiknya harga barang dan diperkirakan dimasa depan harga barang akan naik lagi (expected inflation rate) sehingga masyrakat banyak yang akan membeli barang-barang sekarang. Dengan melakukan pembelian maka dana yang dimiliki masyarakat berkurang sehingga muncul permintaan akan uang. Naiknya permintaan akan uang menyebabkan tingkat suku bunga meningkat. 3) Defisit Anggaran Pemerintah

Defisit anggaran merupakan suatu kondisi dimana pengeluaran lebih besar dari pada pendapatan. Untuk menutupi deficit, maka pemerintah melakukan peminjaman sehingga hal ini dapat menyebabkan tingkat suku bunga meningkat dan sebaliknya.

Tingkat suku bunga yang tinggi akan menyebabkan investor menarik investasi sahamnya dan memindahkannya pada investasi yang menawarkan tingkat pengembalian lebih baik dan aman, seperti deposito. Akibat aksi para investor yang menarik sahamnya menyebabkan pasar modal sepi. Turunnya permintaan akan saham mengakibatkan terjadinya kelebihan penawaran saham, sehingga harga-harga saham turun dan akan menyebabkan indeks harga saham gabungan juga turun (Samsul 2006:65).

31

7. Financing Deposit Ratio (FDR)

Pengelolaan likuiditas merupakan masalah yang cukup kompleks dalam kegiatan operasi bank, hal tersebut disebabkan karena dana yang dikelola bank sebagian besar adalah dana dari masyarakat yang sifatnya jangka pendek dan dapat ditarik sewaktu-waktu. Likuiditas suatu bank berarti bahwa bank tersebut memiliki sumber dana yang cukup tersedia untuk memenuhi semua kewajiban (Siamat, 2005:56). Salah satu penilaian likuiditas bank adalah dengan menggunakan financing to deposit ratio

(pembiayaan). Financing to deposit ratio (pembiayaan) dijadikan variablel independen yang mempengaruhi ROA didasarkan hubungannya dengan tingkat risiko bank yang bermuara pada profitabilitas bank (ROA).

Rasio pembiayaan digunakan untuk mengukur kemampuan bank tersebut apakah mampu membayar hutang-hutangnya dan membayar kembali kepada deposannya, serta dapat memenuhi permintaan pembiayaan yang diajukan. Atau dengan kata lain seberapa jauh pemberian pembiayaan kepada nasabah, pembiayaan dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan oleh bank untuk memberikan pembiayaan (Siamat, 2005:81). Menurut Hasbi dan Haruman (2011:34) financing to deposit ratio

32 8. Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional

Menurut Loen dan Ericson (2007:121) menyatakan bahwa biaya operasional dan pendapatan operasional (BOPO) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Pendapat lain diungkapkan oleh Hariyani (2010:55) yang menyatakan bahwa biaya operasional dan pendapatan operasional (BOPO) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional, semakin kecil rasio ini maka akan semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan, sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Biaya operasional dihitung berdasarkan penjumlahan dari total beban bunga dan total beban operasional lainnya. Pendapatan operasional adalah penjumlahan dari total pendapatan bunga dan total pendapatan operasional lainnya. BOPO adalah rasio perbandingan antara Biaya Operasional dengan Pendapatan Operasional, semakin rendah tingkat rasio BOPO berarti semakin baik kinerja manajemen bank tersebut, karena lebih efisien dalam menggunakan sumber daya yang ada di perusahaan (Pratiwi, 2012:7).

Baiknya kinerja keuangan tersebut diperoleh karena efisiensi operasional yang berhasil diterapkan. Dengan jumlah cabang yang banyak dan luas tetap mampu mempertahankan operasional dengan efisiensi yang tinggi. Biaya operasional masih jauh di bawah pendapatan operasional.

33 Efisiensi juga dilakukan cukup baik terhadap asset sehingga mampu mengimbangi pertumbuhan asset dan modal yang berakibat pada tingginya perolehan rentabilitas (Liestyo, 2005:25).

Biaya operasional dan pendapatan operasional merupakan rasio yang digunakan untuk menilai seberapa jauh efektivitas operasi dan efisiensi lembaga keuangan mikro semakin kecil biaya operasional dan pendapatan operasional (BOPO) maka akan semakin baik (Iqbal, 2010:148). Menurut Bank Indonesia standar terbaik BOPO adalah antara 85% - 92%. Indikator ini mempunyai bobot 15% (Rangkuti, 2011:103).

Rasio biaya operasional adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional (BOPO), digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Mengingat kegiatan utama bank pada prinsipnya adalah sebagai perantara, yaitu menghimpun dana dan menyalurkan dana (misalnya dana masyarakat), maka biaya dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya bunga dan hasil bunga (Margaretha, 2007:62). Menurut Margaretha (2007:62) biaya operasional dan pendapatan operasional dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

34 9. Keterkaitan antar Variabel Penelitian

a. Keterkaitan antara Inflasi dengan Return on Asset

Kasmir dan Jakfar (2010:40) menyatakan inflasi adalah proses kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus dalam waktu periode yang diukur dengan menggunakan indeks harga. Tingkat pengembalian investasi saham berkorelasi positif dengan nilai rill dan tingkat pengembalian investasi berkorelasi negatif dengan tingkat suku bunga dan inflasi. Indeks harga dalam mengukur inflasi antara lain: (a) indeks harga konsumen, digunakan untuk mengukur biaya - biaya barang dan jasa yang dibeli untuk menunjang kebutuhan hidup sehari – hari dengan perubahan indeks harga dari tahun ketahun. (b) indeks perdagangan besar, merupakan usaha yang menitik beratkan pada sejumlah barang pada tingkat perdagangan besar. Ini berarti harga bahan mentah atau bahan jadi masuk dalam perhitungan indeks harga, dan (c)

gross net product (GNP) deflator, merupakan suatu jenis indeks harga yang sangat berbeda dengan dua jenis indeks diatas yang mencangkup dalam jumlah barang dan jasa yang jumlah perhitungannya menjadi lebih banyak dibanding dengan dua indeks di atas.

Menurut Sipahutar (2007:94) mengatakan bahwa inflasi merupakan indikator yang patut diwaspadai. Inflasi merupakan musuh perekonomian. Salah satu alat yang dipergunakan untuk mengendalikan inflasi adalah suku bunga. Dengan manajemen suku bunga inflasi dapat dikendalikan dan dengan suku bunga yang terkendali, perekonomian

35 dapat digerakkan secara berkelanjutan. Otoritas moneter telah berhasil mengelola suku bunga untuk mengendalikan inflasi.

Inflasi yang tinggi akan menyebabkan berkurangnya asset, karena dengan inflasi yang tinggi akan menyebabkan daya beli masyarakat, sehingga akan mengurangi asset yang dimiliki perusahaan. Inflasi yang meningkat akan mengurangi kekuatan daya beli rupiah yang telah diinvestasikan. Oleh karena itu, risiko inflasi juga bisa disebut sebagai risiko daya beli. Jika inflasi mengalami peningkatan, investor biasanya menuntut tambahan premium inflasi untuk mengkompensasi penurunan daya beli yang dialaminya (Tandelilin, 2010:103).

Secara empiris banyak penelitian dengan latar belakang sampel yang berbeda beda telah membuktikan bahwa inflasi mempunyai pengaruh terhadap return on asset seperti yang diungkapkan oleh Dwijayanthy dan Naomi (2007) dan Wibowo (2013) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh secara parsial maupun simultan antara variabel inflasi terhadap return on asset.

b. Keterkaitan antara Kurs dengan Return on Asset

Kurs (Exchange Rate) merupakan nilai atas suatu mata uang terhadap mata uang lainnya. Peningkatan nilai suatu mata uang dibandingkan dengan mata uang lainnya disebut apresiasi, sedangkan penurunan nilai mata uang dibandingkan dengan mata uang lainnya disebut depresiasi. Nilai tukar menunjukkan banyaknya unit mata uang yang dapat dibeli dan ditukar dengan satu satuan mata uang lain

36 (Sartono, 2001). Nilai tukar rupiah adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah merupakan nilai dari satu mata rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain.Misalnya nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS, nilai tukar rupiah terhadap Yen,dan lain sebagainya. Dalam transaksi valuta asing dibedakan menjadi dua jenis kurs yaitu kurs spot (spot rate) dan kurs berjangka (forward rate). Dari kedua jenis transaksi tersebut, transaksi valuta asing yang paling dikenal transaksi seketika (on the spot). Transaksi spot yang lazim digunakan dalam melakukan pembayaran dan penerimaan valuta asing adalah dalam jangka waktu dua hari kerja setelah disepakatinya transaksi tersebut. Sedangkan transaksi berjangka (forward transaction) merupakan kesepakatan yang dicapai pada hari ini namun baru berlaku beberapa waktu kemudian (misalnya 3 bulan). Dalam penelitian ini kurs yang dipakai adalah kurs spot (spot rate). (Subalno, 2010:25).

Prasetyantoko (2008:258) yang menyatakan bahwa nilai tukar umumya tidak didukung oleh profitabilitas yang baik. Dengan kata lain nilai tukar tidak mampu mendorong kinerja perusahaan menjadi lebih baik apabila nilai tukar tidak memberi peningkatan profitabilitas perusahaan, dia akan menjadi sangat berbahaya manakala depresiasi nilai tukar, karena akan membebani perusahaan-perusahaan dengan tingkat keuntungan yang rendah tadi.

Secara empiris banyak penelitian dengan latar belakang sampel yang berbeda beda telah membuktikan bahwa kurs mempunyai pengaruh terhadap return on asset seperti yang diungkapkan oleh Dwijayanthy dan

37 Naomi (2007) dan Swandayani dan Kusumaningtias (2009) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh secara parsial maupun simultan antara variabel kurs terhadap return on asset.

c. Keterkaitan antara Suku Bunga dengan Return on Asset

Tingkat bunga merupakan variabel yang diwakilkan oleh SBI yang merupakan alat kebijakan moneter pemerintah dalam mengatur dan menyesuaikan aktivitas perekonomian. Apabila pemerintah ingin mengurangi jumlah konsumsi dan uang beredar, maka pemerintah dapat meningkatkan suku bunga SBI. Dengan adanya suku bunga yang tinggi, maka biaya ekonomi (Opportunity Cost) dari kegiatan konsumsi terutama konsumsi yang menggunakan pinjaman bank akan semakin mahal karena biaya bunga semakin mahal. Adanya kenaikan suku bunga juga mengakibatkan suku bunga deposito meningkat sehingga menyebabkan menyimpan uang di bank akan lebih menguntungkan dibandingkan dengan digunakan untuk konsumsi. Hal ini akan mengakibatkan uang yang beredar semakin berkurang dan konsumsi menurun sehingga mengakibatkan penurunan aktivitas perekonomian. Begitu pula sebaliknya, apabila pemerintah ingin meningkatkan jumlah konsumsi dan produksi, maka pemerintah dapat menurunkan suku bunga SBI. Dengan adanya suku bunga yang rendah, maka biaya ekonomi (Opportunity Cost) dari kegiatan konsumsi maupun produksi terutama kegiatan yang menggunakan pinjaman bank akan semakin rendah karena biaya bunga yang semakain rendah. Hal ini akan mendorong kegiatan produksi dan konsumsi akan lebih besar sehingga aktivitas perekonomian akan semakin meningkat. Suku bunga merupakan harga dari pinjaman. Suku

38 bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur yang harus dibayarkan kepada kreditur (Sunariyah, 2004:80).

Tingkat bunga dalam investasi akan menjadi pedoman yang penting dalam pertimbangan pengambilan keputusan. Umumnya tingkat bunga akan memiliki hubungan negatif dengan kinerja saham. Bila pemerintah mengumumkan kenaikan tingkat bunga akan meleihi harapan imbal hasil dalam saham maka para investor akan beraksi dengan menjual saham dan menggantinya dengan sekuritas berpendapatan tetap (deposito) yang memberi imbal hasil (bunga) lebih tinggi. Suku bunga dan prakiraan nilainya di masa depan merupakan salah satu masukan yang penting dalam keputusan investasi (Bodie, 2006:180).

Secara empiris banyak penelitian dengan latar belakang sampel yang berbeda beda telah membuktikan bahwa suku bunga mempunyai pengaruh terhadap return on asset seperti yang diungkapkan oleh Swandayani dan Kusumaningtias (2009) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh secara parsial maupun simultan antara variabel suku bunga terhadap return on asset.

d. Keterkaitan antara Financing Deposit Ratio dengan Return on Asset Salah satu penilaian likuiditas bank adalah dengan menggunakan

financing to deposit ratio (pembiayaan). Financing to deposit ratio

(pembiayaan) dijadikan variablel independen yang mempengaruhi ROA didasarkan didasarkan hubungannya dengan tingkat risiko bank yang

39 bermuara pada profitabilitas bank (ROA). Rasio pembiayaan digunakan untuk mengukur kemampuan bank tersebut apakah mampu membayar hutang-hutangnya dan membayar kembali kepada deposannya, serta dapat memenuhi permintaan pembiayaan yang diajukan. Atau dengan kata lain seberapa jauh pemberian pembiayaan kepada nasabah, pembiayaan dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan oleh bank untuk memberikan pembiayaan (Siamat, 2005:81).

Rasio FDR yang analog dengan loan to deposit ratio (LDR) pada bank konvensional adalah rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas bank yang menunjukkan kemampuan bank untuk memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan total asset yang dimiliki bank. (Dendawijaya, 2003:46).

Penelitian mengenai financial deposit ratio terhadap return on asset banyak dilakukan oleh penelitian terdahulu seperti penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2011) dan Fadjar (2013) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara financing deposit ratio

terhadap return on asset.

e. Keterkaitan antara Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional dengan Return on Asset

Hasil akhir dari aktivitas bank akan menghasilkan biaya dan juga pendapatan operasional. Kedua hal ini mempengaruhi tingkat efisiensi operasional bank yaitu kemampuan bank untuk menghasilkan

40 keuntungan dari penggunaan aktiva agar dapat menutupi biaya-biaya operasional. Semakin efisien biaya operasional, maka semakin efisien pula bank tersebut dalam penggunaan aktiva untuk menghasilkan keuntungan. Tingkat efisiensi operasional diukur dengan rasio BOPO. Semakin rendah BOPO menunjukkan semakin tinggi efisiensi operasional bank yakni semakin efisien aktiva bank dalam menghasilkan keuntungan yang ditunjukkan dengan meningkatnya profitabilitas (ROA). Sebaliknya, tingginya rasio BOPO mencerminkan inefisiensi operasional bank yang ditandai dengan tingginya beban operasional dan akan berakibat pada berkurangnya laba dan menurunkan rasioROA.

Baiknya kinerja keuangan tersebut diperoleh karena efisiensi operasional yang berhasil diterapkan. Dengan jumlah cabang yang banyak dan luas tetap mampu mempertahankan operasional dengan efisiensi yang tinggi. Biaya operasional masih jauh di bawah pendapatan operasional. Efisiensi juga dilakukan cukup baik terhadap asset sehingga mampu mengimbangi pertumbuhan asset dan modal yang berakibat pada tingginya perolehan rentabilitas (Liestyo, 2005:25).

Secara empiris banyak penelitian dengan latar belakang sampel yang berbeda beda telah membuktikan bahwa biaya operasional dan pendapatan operasional mempunyai pengaruh terhadap return on asset

seperti yang diungkapkan oleh Adyani (2010) dan Wibowo (2013) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh secara parsial maupun simultan antara variabel biaya operasional dan pendapatan operasional terhadap

41 B.Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan suatu sumber yang dijadikan acuan dalam melakukan penelitian. Penelitian terdahulu yang digunakan berasal dari jurnal dan skripsi dengan melihat hasil penelitianya dan akan dibandingkan dengan penelitian selanjutnya dengan menaganalisa berdasarkan keadaan dan waktu yang berbeda, adapun ringkasan penelitian terdahulu akan dijabarkan pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Judul Penelitian Peneliti Dan Tahun Metode Penelitian Hasil Penelitian 1. Pengaruh Penyaluran Kredit dan Tingkat Suku Bunga terhadap Profitabilitas (ROA) (Studi Kasus pada Perusahaan Sektor Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2012) Kurniawati (2012) Regresi Linier Berganda Hasil penelitian menyatakan bahwa BI rate berpengaruh terhadap return on asset dan penyaluran kredit tidak berpengaruh terhadap return on asset 2. Analisis Faktor Internal dan Eksternal Bank yang Mempengaruhi Profitabilitas Bank Umum di Indonesia Fadjar (2013) Regresi Linier Berganda Hasil penelitian menyatakan bahwa NPL berpengaruh negatif terhadap return on asset, BOPO berpengaruh positif terhadap return on asset, LDR

berpengauh negatif terhadap return on equity sedangkan CAR, nilai tukar, tingkat suku bunga dan inflasi tidak berpengaruh terhadap

return on asset. Berlanjut Ke Halaman Berikutnya

42 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Judul Penelitian Peneliti Dan Tahun Metode Penelitian Hasil Penelitian 3. Analisis Pengaruh Inflasi, BI Rate, dan Nilai Tukar Mata Uang terhadap Profitabilitas Bank Periode 2003-2007 Dwijayanthy dan Naomi (2007) Regresi Linier Berganda Hasil penelitian menyatakan bahwa inflasi berpengaruh negatif terhadap

return on asset, nilai tukar berpengaruh positif terhadap return on asset sedangkan BI

rate tidak berpengaruh terhadap return on asset. 4. Capital Adequacy And Banks' Profitability: An Empirical Evidence From Nigeria Olalekan (2013) Regresi Linier Berganda

The findings for the primary data analysis revealed a non-significant

relationship but the secondary data analysis showed a positive and significant

relationship between capital adequacy and profitability of bank.

5. Analisis

Pengaruh FDR, NPF, BOPO, KAP Dan PLO Terhadap return On Asset Studi pada Bank Syariah di Indonesia periode tahun 2006 - 2010 Nugroho (2011) Regresi Linier Berganda Hasil analisis menunjukkan bahwa data FDR, NPF, dan BOPO secara parsial signifikan terhadap ROA. 6. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Profitabilitas (ROA) Adyani (2010) Regresi Linier Berganda Hasil menyatakan bahwa bahwa variabel CAR dan FDR tidak berpengaruh signifikan positif terhadap profitabilitas (ROA) bank. Sedangkan NPF dan BOPO berpengaruh negatif signifikan terhadap profitabilitas. Berlanjut Ke Halaman Berikutnya

43 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Judul Penelitian Peneliti Dan Tahun Metode Penelitian Hasil Penelitian 7. Analisis Pengaruh Suku Bunga, INFLASI, CAR, BOPO, NPF Terhadap Profitabilitas Bank Syariah Wibowo (2013) Regresi Linier Berganda

Berdasar hasil analisis data maka dapat ditarik kesimpulan bahwa BOPO berpengaruh signifikan negatif terhadap ROA sedangkan variabel CAR, NPF, Inflasi dan Suku Bunga tidak berpengaruh. 8. Impact of Interest Rate Changes on the Profitability of four Major Commercial Banks in Pakistan Sattar (2014) Regresi Linier Berganda As a result it is found that there is strong and positive

correlation between interest rate and

commercial banks‟

profitability

9. Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Nilai Tukar Valas dan Jumlah Uang Beredar terhadap Profitabilitas pada Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2005-2009 Swandayani dan Kusumaningtias (2009) Regresi Linier Berganda

Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa secara parsial suku bunga, nilai tukar valas dan jumlah uang

Dokumen terkait